ANALISIS PERUBAHAN LUAS PENUTUPAN LAHAN DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI HUTAN SUAKA MARGASATWA DOLOK SURUNGAN (Land Use Change Analysis Using Geographic Information System in Dolok Surungan Wildlife Reserve)

  

ANALISIS PERUBAHAN LUAS PENUTUPAN LAHAN DENGAN

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI HUTAN SUAKA

MARGASATWA DOLOK SURUNGAN

(Land Use Change Analysis Using Geographic Information System in Dolok

  

Surungan Wildlife Reserve)

Oleh :

  1

  1

  2 Rahmawaty , Aditya Sinaga , Riswan

1 Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

  

Jl. Tri Dharma Ujung No. 1, Kampus USU Medan 20155

Telp/fax: 061-8220605/061-8201920

E-ma

2 Kopertis Wilayah I Sumatera Utara-Aceh

  

ABSTRACT

Forest degradation is one of problem in Dolok Surungan wildlife reserve. The

identification of land use is very important in rehabilitation activity in this area. This study

aimed to know the changing of land use in Dolok Surungan wildlife reserve. This research

also represented the roles of Geographic Information System (GIS) in evaluating the form of

area changes. This analysis was done to know the degradation by using Landsat ETM in

2003 and 2009. ArcView GIS software with screen digitation method were used for data

processing. The result of this research showed that during 2003 to 2009 the increasing of

forest degradation had happened rapidly. The changing of land use showed that primery

forest reduced by 2,220.30 ha, secundery forest increased by 1,458.95 ha, rubber plantation

increased by 614.81 ha, oilpalm plantation increased by 241.50 ha and open area reduced

by 94.97 ha. Keywords: Dolok Surungan, Forest Degradation, GIS, Land use

I. PENDAHULUAN

  Hutan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan suaka alam terdiri dari Kawasan cagar alam dan Kawasan suaka margasatwa (Peraturan Pemerintah No. 68/1998). Suaka Margasatwa (SM) Dolok Surungan merupakan kawasan konservasi terbesar di wilayah Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara yang diperuntukkan bagi perlindungan dan habitat yang penting bagi satwa-satwa liar yang dilindungi.

  Secara administratif, SM Dolok Surungan berada di tiga Kecamatan (Habincaran, Pintu Pohan Meranti, dan Aek Songsongan) dalam dua Kabupaten (Toba Samosir dan Asahan) dengan luas mencapai 23.800 ha dengan topografi berbukit-bukit dan berada di sebelah tenggara Danau Toba. Kekayaan alam di hutan ini sangatlah beragam dengan berbagai jenis berkurang akibat berbagai tekanan, salah satu faktor penyebabnya adalah pemanfaatan hutan yang tidak terkendali termasuk konversi lahan oleh masyarakat maupun pihak lain yang memanfaatkan kawasan hutan.

  Besarnya tekanan yang terjadi setiap tahun terhadap kawasan hutan Suaka Margasatwa dan identifikasi perubahan penutupan yang terjadi di kawasan hutan SM Dolok Surungan belum diketahui secara pasti. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perubahan penutupan lahan dan laju kerusakan yang telah terjadi dengan menggunakan teknologi sistem informasi geografi. Dengan demikian diperoleh peta perubahan penutupan lahan yang memberikan informasi kerusakan hutan serta potensi terjadinya degradasi hutan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan luas penutupan lahan yang terjadi di Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi perubahan penggunaan lahan hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan serta menjadi sumber informasi dalam pengambilan keputusan dan perencanaan pengelolaan kawasan konservasi khususnya pengelolaan hutan suaka margasatwa.

II. METODOLOGI

  Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan SM Dolok Surungan Kabupaten Tobasa, Sumatera Utara (Gambar 1). Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

  Studi ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2010 sampai April 2011.

  Gambar 1. Lokasi penelitian di Hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan maupun data sekunder yang sudah ada. Data yang diperoleh dari lapangan tutupan lahan berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan yakni hutan primer, hutan sekunder, kebun karet, kebun sawit dan areal terbuka. Data primer juga diperoleh dari hasil wawancara terhadap masyarakat desa penelitian. Sedangkan data yang sudah ada sebagai data pendukung adalah data sekunder. Dalam penelitian ini, data sekunder yang digunakan adalah

  

shape file peta administrasi Sumatera Utara, shape file peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dan

citra Landsat ETM Hutan SM Dolok Surungan, antara lain tahun 2003 dan tahun 2009.

  Analisis dilakukan terhadap citra Landsat ETM yakni tahun 2003 dan tahun 2009. Hasil analisis memperlihatkan perubahan penutupan lahan yang terjadi selama enam tahun. Kegiatan analisis yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 2.

  Citra Subset Image

  Perbaikan citra Interpretasi citra Digitasi On Screen

  Peta Penutupan Lahan

  Gambar 2. Bagan alir analisis citra landsat

  Subset image adalah kegiatan cropping atau proses pemotongan citra sesuai dengan

  kebutuhan peneliti. Dengan melakukan subset image, maka kegiatan analisis perubahan penutupan lahan di daerah kawasan yang diteliti akan lebih fokus. Subset image dilakukan melalui aplikasi ArcView GIS 3.3 dengan mengaktifkan Extension tool image anayisis. Kemudian citra dan peta shp lokasi penelitian dioverlaykan. Dengan menjalankan feature

  

image analysis pada toolbar sehingga subset image dapat dilakukan. Dengan demikian citra

utuh akan terpotong dan terfokus pada kawasan studi saja.

  Perbaikan citra (image enhancement) dilakukan setelah melakukan subset image. Kegiatan koreksi geografi pada citra tidak dilakukan karena citra yang tersedia merupakan citra landsat ETM yang sebelumnya telah dilakukan koreksi. Perbaikan citra bertujuan untuk meningkatkan mutu citra untuk memperoleh kejelasan gambar maupun untuk kepentingan analisis citra. Kegiatan perbaikan citra dilakukan dengan menggunakan aplikasi ArcView 3.3 dengan mengaktifkan extension tool image analisys. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengubah hubungan linear antara digital number dengan nilai display menggunakan histogram, bertujuan secara visual mempermudah dalam kegiatan mendigitasi. dibantu dengan menggunakan interpretasi visual pada layar (citra). Dengan kata lain, digitasi

  

on screen merupakan kegiatan mendeleniasi citra sesuai dengan tipe tutupan lahan. Adapun

  kombinasi band citra yang digunakan adalah kombinasi band 543. Kombinasi tersebut menunjukkan kenampakan tutupan bervegetasi dengan jelas sehingga sangat membantu penganalisis untuk menentukan jenis tutupan lahan. Proses digitasi dilakukan pada citra landsat dengan membuat polygon yang menjadi kelas tutupan lahan serta memiliki informasi berupa atribut.

  Setelah melakukan prosedur tersebut maka masing-masing peta tutupan lahan yang diperoleh untuk setiap tahun citra akan dioverlaykan untuk mengetahui besar perubahan yang terjadi. Peta tutupan lahan untuk setiap waktu yang berbeda merupakan input data yang diolah dan masing-masing akan dibandingkan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan selama periode waktu yang telah ditentukan (Gambar 3).

  Kegiatan mengidentifikasi perubahan tutupan lahan untuk periode tahun 2003-2009 menggunakan ArcView GIS 3.3 dengan mengaktifkan extention change detection tool. Alat ini bertujuan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan yang terjadi untuk setiap periode waktu yang ditentukan. Sehingga akan dihasilkan peta hasil analisis perubahan tipe penutupan lahan. Kemudian dilakukan identifikasi luas tipe penutupan yang telah berubah dengan mengaktifkan extention xtool.

  Peta Tutupan Lahan Peta Tutupan Lahan Peta Tutupan Lahan 2003 2009 Overlay peta tutupan lahan

  2003 dan 2009 Peta Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2003-2009 Identifikasi dan kuantifikasi Perubahan

  Peta Perubahan Penutupan Lahan

  Gambar 3. Bagan alir analisis perubahan penutupan lahan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh lima tipe penggunaan lahan (land Use) yang terdapat di Hutan SM Dolok Surungan, yaitu: hutan primer, hutan sekunder, kebun karet, kebun sawit dan areal terbuka. Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk interaksi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spititual (Arsyad, 2006). Hutan primer dapat diartikan sebagai hutan yang secara fisik belum terganggu atau hanya sedikit yang terganggu oleh aktivitas manusia. Ciri umum hutan sekunder adalah tidak terpengaruh oleh musim, memiliki keanekaragaman spesies hewan dan tumbuhan yang sangat tinggi, strukturnya sangat kompleks dan relatif stabil (Sukojo, 2003). Karakteristik hutan primer pada kenampakannya pada citra dapat dibedakan dengan tipe penutupan lahan lainnya. Dengan demikian, interpretasi dapat dilakukan terhadap setiap tipe vegetasi yang berbeda.

  Hutan sekunder adalah hutan yang terbentuk akibat melalui suksesi vegetasi yang terbentuk setelah adanya perusakan total dari vegetasi hutan primer, vegetasi yang menutupi areal/lahan yang cukup luas sehingga karenanya terjadinya perubahan iklim mikro dan kondisi permudaan yang berbeda menunjukkan struktur dan komposisi yang berbeda dari tegakan aslinya dan belum berkembang mencapai keadaan tegakan awalnya (Emrich dkk., 2000; Rahmawaty, et al., 2011; Rahmawaty, dkk, 2011).

  Perkebunan adalah seluruh kawasan yang ditumbuhi oleh jenis tanaman perkebunan. Dalam hal ini, jenis tanaman perkebunan yang paling banyak tumbuh di dalam kawasan hutan SM Dolok Surungan adalah tanaman karet dan tanaman sawit. Tanaman ini merupakan tanaman yang memiliki produk nilai jual yang tinggi sehingga masyarakat merasa lebih tertarik dalam mengembangkannya. Ekosistem lahan terbuka adalah ekosistem lahan akibat perambahan dan aktivitas manusia atau akibat alam yang terdiri dari lahan kosong tanpa vegetasi. Ekosistem ini terbentuk sebagian besar akibat pembukaan wilayah hutan menjadi lahan baru untuk ditanami.

  Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis terhadap citra Landsat ETM diketahui tipe penutupan lahan untuk setiap tahunnya dan proporsi luas setiap tipe penutupan seperti terlihat pada Tabel 1. Sedangkan perubahan luas tutupan lahan di SM Dolok Surungan dapat dilihat pada Gambar 4.

  Tabel 1. Analisis perubahan penutupan lahan hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan selama 6 tahun

  Perubahan Tahun 2003-2009 Jenis Tutupan Tahun 2003 Tahun 2009 Lahan (ha) % (ha) % ha % Hutan primer 15.483,47 69,63 13.263,18 59,65 -2.220,30 -9,98

  Hutan sekunder 4.838,02 21,76 6.296,96 28,32 +1.458,95 +6,56 Kebun karet 1.522,68 6,85 2.137,49 9,61 +614,81 +2,76 Kebun sawit 275,71 1,24 517,21 2,33 +241,50 +1,09 Areal terbuka 116,92 0,53 21,96 0,10 -94,96 -0,43 total 22.236,80 100,00 22.236,80 100,00 Keterangan : Tanda (-) menunjukkan tutupan lahan mengalami pengurangan luas

  Tanda (+) menunjukkan tutupan lahan mengalami penambahan luas Gambar 4. Peta perubahan penutupan hutan Suaka Margasatwa Dolok Surungan selama periode 6 tahun (Tahun 2003-2009) Tabel 1 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan penutupan lahan yang cukup signifikan selama periode waktu enam tahun, yaitu adanya pertambahan luas

  (hutan primer dan areal terbuka). Hasil klasifikasi citra tahun 2003 diketahui bahwa kondisi tutupan hutan primer masih mendominasi, yaitu memiliki luas yang terbesar yaitu 15.483,47 ha (69,63%). Meskipun sebagian besar kawasan telah mengalami perubahan menjadi tutupan lahan lainnya dan terus mengalami degradasi hingga tahun berikutnya (Tabel 1). Sedangkan tutupan hutan sekunder memiliki luas 4.838,02 ha (21,76%). Salah satu tutupan di dalam kawasan yang juga cukup besar adalah tutupan lahan kebun karet. Klasifikasi citra tahun 2003 menunjukkan tutupan kebun karet yakni seluas 1.522,68 ha (6,85%). Kemudian diikuti oleh tutupan kebun sawit seluas 275,71 ha (1,24%) dan tutupan areal terbuka memiliki luas paling sedikit yaitu 116,92 ha (0,53%).

  Adanya perubahan tutupan lahan hasil klasifikasi citra tahun 2003 tersebut menunjukkan bahwa sebelum tahun 2003 telah terjadi berbagai aktivitas di dalam kawasan hutan SM Dolok Surungan yang menyebabkan kawasan konservasi tersebut sebagian besar telah terdegradasi. Adanya penutupan hutan sekunder, penutupan kebun karet, penutupan kebun sawit dan penutupan areal terbuka adalah tutupan hutan primer yang telah dialihfungsikan. Berdasarkan hasil klasifikasi citra tahun 2009 memperlihatkan bahwa tutupan hutan primer masih mendominasi tutupan lahan yaitu 13.263,18 ha (59,65%), diikuti tutupan hutan sekunder seluas 6.296,96 ha (28,32%), tutupan kebun karet seluas 2.137,49 ha (9,61%), tutupan kebun sawit seluas 517,21 ha (2,33%) dan tutupan areal terbuka adalah tutupan lahan yang paling sedikit yaitu seluas 21,95 ha (0,10%).

  Perubahan tutupan lahan yang telah terjadi selama periode waktu tahun 2003 hingga tahun 2009 menunjukkan berbagai tutupan lahan telah bertambah luas dan juga mengalami pengurangan luas. Perubahan tutupan lahan yang paling besar terjadi pada tutupan hutan primer yakni telah mengalami degradasi seluas 2.220,30 ha atau berkurang sebesar 9,98% dari total luas hutan SM Dolok Surungan. Berbagai aktivitas telah terjadi di dalam kawasan yang menyebabkan berkurangnya hutan primer baik menjadi hutan sekunder maupun menjadi tutupan penggunaan lahan lainnya. Berbeda halnya dengan tutupan hutan sekunder mengalami pertambahan luas sebesar 1.458,94 ha (bertambah sebesar 6,56%). Adanya perambahan hutan dan pengambilan hasil kayu merupakan faktor utama berubahnya hutan primer menjadi hutan sekunder.

  Adanya gangguan terhadap hutan primer dan juga pembukaan lahan di hutan sekunder menyebabkan bertambahnya luas tutupan kebun karet dan kebun sawit yang merupakan tanaman perkebunan yang sangat dikenal oleh masyarakat di sekitar hutan sebagai tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selama periode tahun 2003 hingga periode tahun 2009, tutupan kebun karet bertambah 614,81 ha (2,76%) disusul oleh pertambahan luas tutupan kebun sawit 241,51 ha (1,09%). Sedangkan areal terbuka telah dimanfaatkan menjadi penggunaan lahan lainnya. Dalam hal ini, areal terbuka mengalami pengurangan luas 94,96 ha (0,43%). Hal yang sama juga terjadi di beberapa daerah di Sumatera Utara, seperti di Das Besitang (Rahmawaty, dkk, 2011).

  Besarnya perubahan hutan primer menjadi sawit membuktikan bahwa pengelolaan hutan masih kurang maksimal. Kurangnya pemahaman masyarakat akan kelestarian hutan dan keinginan untuk memperoleh keuntungan komersil pengelolaan lahan di kawasan hutan menjadi motivasi untuk membuka lahan di kawasan hutan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwoko (2002), salah satu transformasi masyarakat tradisional menuju modern adalah adanya perubahan orientasi memenuhi kebutuhan fisik menuju orientasi komersial dan keuntungan besar. Dimana hal ini menjadi memicu masyarakat untuk tidak sekedar memanfaatkan hutan dengan komoditi yang tidak merusak hutan, melainkan mengeliminir fungsi hutan itu sendiri dan menguasai lahannya.

  Besarnya tekanan terhadap kawasan hutan sebenarnya akan berdampak semakin dimanfaatkan demi kepentingan ekonomi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yusran dan Abdullah (2007) bahwa kendala yang dialami masyarakat antara lain lahan di luar kawasan tidak lagi mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Sebagai salah satu kawasan yang dekat dengan kawasan hutan, sangat sulit bagi masyarakat untuk melakukan ruang gerak pertanian dengan lahan yang sangat terbatas. Minimnya pengetahuan dan pendidikan masyarakat juga menyebabkan masyarakat kurang menyadari pentingnya keberadaan hutan yang lestari.

IV. KESIMPULAN

  Pada periode tahun 2003 sampai dengan 2009 (6 tahun) telah tejadi perubahan luas penutupan lahan di Hutan SM Dolok Surungan yaitu penurunan jumlah luas hutan primer menjadi hutan sekunder, sedangkan penutupan lahan lainnya seperti hutan sekunder, perkebunan mengalami penambahan jumlah luas.

  DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

  Emrich, A., B. Pokorny., dan C. Sepp. 2000. Relevansi Pengelolaan Hutan Sekunder dalam Pembangunan. Deutsche Gesellschaft fur. Eschborn. Kementerian Kehutanan RI. 1998. PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Jakarta.

  Purwoko, A. 2002. Kajian Akademis Hutan Kemasyarakatan. http://library.usu.ac.id [9 April 2013]

  Rahmawaty., T. R., Villanueva., dan M. G. Carandang. 2011. Participatory Land Use Allocation, Case Study in Besitang watershed, Langkat, North Sumatera, Indonesia.

  Lambert Academic Publishing. German. Rahmawaty., T.R.Villanueva., M.G. Carandang., R.L.Lapitan., N.C. Bantayan., A.J.Alcantara, 2011. Forest Land Use Change Across Three-Time Periods.

  Prosiding The USU International Science and Technology Exhibition and Seminar (USU-ISTExS), Tiara Hotel Medan, Indonesia, 12-13 July 2011.

  Rahmawaty., Y. Afiffudin., H. Kurniawan. 2011. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Mengkaji Penyebaran Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kawasan Hutan.

  Prodsiding Seminar llmiah dalam rangka Dies Natalis USU ke-59 (SI-DIES 2011) yang dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 20 Juli 2011 Sukojo, B. M. 2003. Pemetaan Ekosistem Gunung Bromo dengan Teknologi Penginderaan

  Jauh. Jurnal Makara, Teknologi. 7:2 Yusran dan N. Abdullah. 2007. Tingkat Ketergantungan Masyarakat terhadap Kawasan Hutan di Desa Borisallo Kecamatan Parang Loe Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.

  Jurnal Hutan dan Masyrakat 2:127-135