2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) - Analisa Pengaruh Kualitas Layanan dan Kualita Produk Terhadap Loyalitas Konsumen (Studi Kasus: Bank Syariah Mandiri Cabang Rantau Prapat)

  BAB II DASAR TEORI

2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

  Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah diatur oleh undang-undang No 20 tahun 2008. Pengertian UMKM adalah peluang usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur oleh undang-undang. Usaha kecil adalah peluang usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi yang kriteria usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang. Kriteria UMKM, peluang usaha mikro memiliki asset maksimal Rp 50 juta, dengan omset maksimal Rp 300 juta/ tahun. Peluang usaha kecil memiliki asset > Rp 50 juta -Rp 500 juta dengan omset > Rp 300 juta –Rp 2,5M /tahun. Peluang usaha menengah memiliki asset > Rp 500 juta –Rp 10 M dengan omset > Rp 2,5 M – Rp 50 M /tahun.

  Bentuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) berupa perusahaan perorangan, persekutuan, seperti misalnya firma dan CV maupun perseroan terbatas. Dari perspektif dunia diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memainkan suatu peran yang sangat vital didalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya dinegara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga dinegara-negara maju (NM). Di Negara maju UMKM sangat penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar, seperti halnya di negara sedang berkembang tetapi juga dibanyak negara kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar. Menurut Aharoni (1994) dalam Tulus Tambunan (2009), jumlah UMKM dinegara adidaya tersebut mencapai sedikitnya diatas 99 persen dari jumlah unit usaha dari semua kategori. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan inti dari basis industri di Amerika Serikat. UMKM juga sangat penting dibanyak negara Eropa, khususnya Eropa Barat. Di Belanda misalnya, jumlah UMKM sekitar 95% dari jumlah perusahaan di negara kincir angin tersebut (Bijmolt dan Zwart, 1994) dalam Tulus Tambunan (2009). Seperti di Amerika Serikat, juga dinegara-negara industri maju lainnya yang tergabung dalam OECD, seperti Jepang, Jerman, Prancis dan Kanada. UMKM merupakan motor penting dari pertumbuhan ekonomi, inovasi dan progres teknologi (Thornburg, 1993 dalam Tulus Tambunan 2009).

  Di Negara yang sedang berkembang UMKM yang ada memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha besar, karakteristik yang dimiliki adalah sebagai berikut (Tulus Tambunan, 2009:2) : 1.

  Jumlah perusahaan sangat banyak jauh melebihi jumlah usaha besar.

  Terutama dari kategori usaha mikro, dan usaha kecil. Berbeda dengan usaha besar dan usaha menengah, usaha mikro dan usaha kecil tersebar diseluruh pelosok perdesaan, termasuk diwilayah-wilayah yang terisolasi. Oleh karena itu, kelompok usaha ini mempunyai suatu signifikansi lokal yang khusus untuk ekonomi perdesaaan. Dalam kata lain, kemajuan pembangunan ekonomi perdesaan sangat ditentukan oleh kemajuan pembangunan UMKM nya.

  2. Karena sangat padat karya, berarti mempunyai suatu potensi pertumbuhan kesempatan kerja yang sangat besar, pertumbuhan UMKM dapat dimasukkan sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan, terutama bagi masyarakat miskin. Hal ini juga yang bisa menjelaskan kenapa pertumbuhan UMKM menjadi semakin penting diperdesaan di negara sedang berkembang, terutama diderah-daerah dimana sektor pertanian mengalami stagnasi atau sudah tidak mampu lagi menyerap pertumbuhan tahunan dari penawaran tenaga kerja diperdesaan. Teori dari A. Lewis (suplai tenaga kerja tak terbatas), kondisi kelebihan tenaga kerja diperdesaan akan menciptakan arus manusia terus-menerus dari perdesaan ke perkotaan. Apabila kegiatan- kegiatan ekonomi perkotaan tidak mampu menyerap pendatang-pendatang tersebut, jumlah pengangguran akan meningkat dan akan muncul banyak masalah sosial diperkotaan. Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan nonpertanian diperdesaan, terutama industri, selalu diharapkan bisa berfungsi sebagai sumber penyerapan kelebihan penawaran tenaga kerja kesektor pertanian sehingga bisa membatasi arus migrasi keperkotaan dan dalam hal ini UMKM perdesaan dapat memainkan suatu peran yang signifikan.

3. Banyak UMKM bisa tumbuh pesat. Bahkan, banyak UMKM bisa bertahan pada saat ekonomi Indonesia dilanda suatu krisis besar pada tahun 1997-1998.

  Oleh sebab itu, kelompok usaha ini dianggap sebagai perusahaan-perusahaan yang memiliki fungsi sebagai basis bagi perkembangan usaha lebih besar.

  Misalnya usaha mikro bisa menjadi landasan bagi pengembangan usaha kecil, sedangkan usaha kecil bagi usaha menengah dan usaha menengah bagi usaha besar.

  4. Walaupun pada umumnya masyarakat perdesaan miskin, banyak bukti yang menunjukkan bahwa orang-orang desa yang miskin bisa menabung dan mereka mau mengambil risiko dengan melakukan investasi. Dalam hal ini, UMKM bisa menjadi suatu titik permulaan bagi mobilitas tabungan/investasi diperdesaan sementara pada waktu yang sama, kelompok usaha ini dapat berfungsi sebagai tempat pengujian dan peningkatan kemampuan berwirausaha dari orang-orang desa.

  5. Walaupun banyak barang yang diproduksi oleh UMKM juga untuk masyarakat kelas menengah dan atas, terbukti secara umum bahwa pasar utama bagi UMKM adalah untuk barang-barang konsumsi sederhana dengan harga relatif murah, seperti pakaian jadi dengan desain sederhana, mebel dari kayu, bambu, dan rotan, barang-barang lainnya dari kayu, alas kaki, dan alat- alat dapur dari aluminium dan plastik. Barang-barang ini memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat miskin atau masyarakat berpendapatan rendah. Namun demikian, banyak juga UMKM yang membuat barang-barang nonkonsumsi, seperti peralatan-peralatan produksi, berbagai macam mesin sederhana dan/atau komponen-komponennya, bahan-bahan bangunan dan barang-barang setengah jadi lainnya untuk kebutuhan kegiatan-kegiatan dibanyak sektor, seperti industri, konstruksi, pertanian, perdagangan, pariwisata dan transportasi.

  6. Seperti sering dikatakan didalam tulisan satu keunggulan dari UMKM adalah tingkat fleksibilitasnya yang tinggi, relatif mampu bersaing terhadap pesaingnya yaitu usaha besar. Berry dkk (2001) dalam Tulus Tambunan (2009) menyatakan kelompok usaha ini dilihat sangat penting di industri- industri yang tidak stabil atau ekonomi-ekonomi yang menghadapi perubahan-perubahan kondisi pasar yang cepat, seperti kondisi ekonomi 1997-1998 yang dialami oleh beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Menurut laporan BPS terdapat perbedaan antara usaha mikro usaha kecil dan usaha menengah dalam latar belakang atau motivasi pengusaha melakukan usaha. Perbedaan motivasi pengusaha sebenarnya harus dilihat sebagai karakteristik paling penting untuk membedakan antara UMKM dengan usaha besar, maupun antar sub kategori didalam kelompok UMKM itu sendiri. Menurut laporan itu, sebagian besar pengusaha mikro di Indonesia mempunyai latar belakang ekonomi yakni alasan utama melakukan kegiatan tersebut adalah ingin memperoleh perbaikan penghasilan. Perbedaan lain antara UMKM dengan usaha besar maupun didalam kelompok UMKM itu sendiri menurut status badan hukum. Jelas, semua perusahaan didalam kelompok usaha besar berbadan hukum. Namun tidak demikian dengan UMKM. Berdasarkan hasil survey BPS, terlihat bahwa sebagian besar UMKM tidak berbadan hukum yang mencapai sekitar 95,1 persen dari jumlah unit usaha.

2.2 Bank Syariah

  Bank syariah dapat dilakukan melalui 1) bank umum syariah 2) bank perkreditan rakyat syariah (BPRS), 3) Islamic windows dan 4) office channeling.

  Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya. Bentuk hukum yang diperkenankan adalah perseroan terbatas/PT, koperasi atau perusahaan daerah dengan modal disetor sekurang- kurangnya 1 triliun rupiah. Dalam pasal 38 ayat (2) PBI No 8/3/PBI/2006 memberi kesempatan layanan syariah dibuka:

  • Dalam satu wilayah kerja kantor Bank Indonesia dengan kantor cabang syariah induknya.
  • Dengan menggunakan pola kerja sama antara kantor cabang syariah induknya dengan kantor cabang dan/atau kantor cabang pembantu.
  • Dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri bank konvensional yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah.

  Jadi dalam PBI No.6/24/PBI/2004, dimungkinkan bahwa bank umum konvensional yang membuka kantor bank syariah diwajibkan menyediakan modal kerja untuk pembukaan setiap kantor cabang minimal 2 miliar rupiah untuk wilayah JABODETABEK, dan 1 miliar untuk luar JABODETABEK atau kantor cabang pembantu minimal Rp 500 juta untuk wilayah JABODETABEK dan Rp 250 juta untuk wilayah luar JABODETABEK. Sementara itu, kewajiban penyedia modal kerja terpisah untuk setiap pembukaan kantor bank umum syariah tidak dipersyaratkan. Berdasarkan PBI No.6/24/PBI/2004, dimungkinkan bank umum syariah dapat membuka unit pelayanan syariah (UPS) pada gedung kantor mitra strategis dari bank tersebut, sepanjang berada dalam satu wilayah kerja Bank Indonesia dengan kantor cabang syariah induknya dan berada diluar ibukota provinsi. Artinya, dimungkinkan juga bagi bank umum syariah bila ingin memperluas jaringannya dengan konsep satu wilayah kerja bank Indonesia, yaitu dengan mengembangkan UPS, bukan kantor kas dan kantor cabang pembantu.

  Adapun tujuan pembukaan UPS berada diluar ibukota provinsi adalah agar bank umum syariah turut berkontribusi dalam menjangkau UMKM yang berada diperdesaan. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa disidang syariah. Kegiatan usaha bank umum syariah meliputi berikut ini ( Andri Soemitra,2009:73 ): 1.

  Bank umum syariah melakukan penghimpunan dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad

  mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad mudarabah, akad salam, akad istisna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istisna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  6. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  7. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  8. Melakukan pengambil alihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  9. Melakukan usaha kartu debit dan/ atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

  10. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, seperti antara lain akad ijarah, musyarakah, mudarabah, murabahah, kafalah, atau hawalah.

  11. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau bank Indonesia.

  12. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.

  13. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip syariah.

  14. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.

  15. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.

  16. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.

  17. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.

  18. Melakukan kegiatan lain yang lazim yang dilakukan dibidang perbankan dan dibidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

  19. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.

  20. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank umum syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

  21. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya.

  22. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah

  23. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.

24. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik.

  25. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang.

  26. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang.

2.3 Kualitas Layanan

  Dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa/layanan adalah expected

  

service dan perceived service. Jika jasa yang diterima sesuai dengan yang

  diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan baik atau memuaskan. Jika penerimaan melebihi yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas jasa yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima buruk dari yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan kualitas jasa tersebut buruk (Fandy Tjiptono, 2000).

  Kualitas layanan diukur dalam beberapa tahap yaitu pengukuran dapat dibuat pada pelayanan yang dapat dirasakan (delivered service). Pada berbagai titik pada proses internal yang terkait dengan layanan akhir yang dirasakan, dan pada input dari proses penyampaian layanan. Input tersebut terbagi dalam dua kategori yaitu sumber yang digunakan oleh sistem penyampaian pelayanan misalnya, pelanggan dan informasi (Malleret,1998 dalam Hermawan Kartajaya 2003).

  Kualitas layanan memiliki dua lingkaran (service quality cyle), yang pertama adalah kualitas layanan ditetapkan dan dirumuskan. Layanan sebenarnya disampaikan oleh karyawan operasional tanggapan disampaikan oleh pelanggan dan desain kualitas layanan pertama tadi dapat dimodifikasi. Kedua adalah pelanggan yang datang telah mempunyai persepsi sendiri ditambah dengan pengalamannya atas kualitas ditempat lain (Jhon dan Sparks, 1996 dalam V Budi 2001).

  Definisi kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelangga serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Kualitas layanan adalah tinggat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan yaitu, expected service dan perceived service (Parasurama, 1985 dalam Hermawan Kartajaya 2003). Perceived service memiliki penjelasan apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas layanan dapat dipersepsikan baik dan memuaskan, namun jika jasa yang diterima melampui harapan pelanggan, maka kualitas layanan dapat dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal.

2.4 Kualitas Produk

  Kualitas diartikan sebagai totalitas keistimewaan dan karakteristik suatu produk barang atau jasa yang berhubungan dengan kemampuan produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen baik dari segi nilai kegunaan, desain produk dan pemasarannya. Beberapa indikator untuk variabel kualitas produk adalah : 1.

  Jenis/ variasi produk, adalah banyaknya macam produk yang bisa ditawarkan ke konsumen dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

2. Kekhasan yang dimiliki produk, yang pada awalnya adalah berdasarkan penilaian konsumen.

3. Harga, adalah nilai yang dibayarkan oleh konsumen sebagai pertukaran untuk mendapatkan produk.

2.5 Kepuasan Konsumen

  Kepuasan konsumen sangant penting bagi suatu badan usaha, tanpa konsumen badan usaha tidak dapat bertahan ( Hoffman, 1997 dalam Phillip Kotler 2000). Oleh karena itu badan usaha harus dapat memberikan produk/ layanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen sehingga mencapai kepuasan konsumen.

  Tingkatan kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan ekspektasi yang diinginkan. Kalau kinerja dibawah ekspektasi, maka konsumen akan kecewa ( Phillip Kotler, 2000 ).

  Kepuasan konsumen merupakan tingkatan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan dari konsumen dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan adanya pembelian ulang atau kesetiaan berlanjut ( Band, 1991 dalam Phillip Kotler 2000).

  Kepuasan konsumen merupakan reaksi konsumen untuk mempertimbangkan produk atau jasa yang dapat menyediakan pemenuhan konsumsi dari produk atau jasa. Artinya konsumen akan mengevaluasi produk atau jasa sesuai dengan kebutuhannya atau harapannya, maka akan menimbulkan ketidakpuasan atas produk atau jasa tersebut (Richard L. Oliver, 2000) Dari semua pernyataan teori diatas kepuasan konsumen pada dasarnya dihasilkan dari perspektif pengalaman konsumen setalah mengkonsumsi atau menggunakan produk/ jasa. Nilai kepuasan konsumen berdasarkan pengalaman konsumen bahwa produk atau jasa yang digunakan memberikan tingkat kepuasan dimana tingkatan tersebut dapat berlebih atau berkurang. Perusahaan perlu untuk memonitor dan meningkatkan tingkat kepuasan para konsumennya.

2.6 Loyalitas Konsumen

  Loyalitas konsumen adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku (Oliver,1996 dalam Phillip Kotler 2000). Penjelasan lain menurut Griffin (2002:4) dalam Hermawan Kartajaya (2003), menjelaskan bahwa loyalitas pelanggan lebih mengacu kepada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih.

  Perusahaan yang memiliki konsumen yang loyal akan diuntungkan dalam berbagai hal, sebut saja dari segi pemasaran. Perusahaan yang dimana konsumennya tersebut sudah memiliki loyalitas akan mengurangi biaya pemasaran perusahaan tersebut, dimana perusahaan tidak mengeluarkan biaya untuk menarik konsumen baru yang pasti dana yang dikeluarkan akan jauh lebih mahal. Konsumen baru yang dibutuhkan oleh perusahaan akan datang dengan sendirinya disebabkan oleh word of mouth yang positif dari pelanggan yang memiliki loyalitas terhadap perusahaan. Hal diatas hanya beberapa keuntungan- keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan dari konsumen yang memiliki loyalitas terhadap perusahaan. Menurut Griffin (2002:31) dalam Hermawan Kartajaya (2003), ada beberapa karakteristik yang dimiliki oleh konsumen yang loyal terhadap suatu perusahaan diantaranya adalah, konsumen selalu melakukan transaksi berulang kali secara teratur. Karena kepuasan konsumen terhadap jasa atau produk, konsumen juga merekomendasikan produk atau jasa tersebut ke calon konsumen baru. Loyalitas yang dimiliki oleh konsumen berdampak terhadap kekebalan produk lain terhadap konsumen. Artinya, konsumen tidak tertarik lagi terhadap produk/jasa dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.

  Menurut Hermawan Kartajaya (2003:100), tahapan loyalitas pelanggan dibaginya menjadi lima bagian atau lima tingkatan. Lima tingkatan tersebut adalah: 1.

  Terrorist Customer, pelanggan tipe ini adalah pelanggan yang suka menjelek- jelekkan suatu perusahaan dikarena pengalaman/layanan buruk yang pernah diterimanya dari perusahaahn tersebut. Pelanggan tipe ini berperilaku seperti teroris yang dapat menyusahkan perusahaan.

  2. Transactional Customer, pelanggan tipe ini hanya melakukan transaksi sekali- kali terhadap perusahaan. Melakukan pembelian satu atau dua kali saja yang bersifat kadang-kadang. Tipe pelanggan seperti ini bisa saja dengan mudah datang dan pergi. Tidak adanya rasa ikatan yang kuat atau relationship terhadap perusahaan yang menyebabkan hal tersebut.

  3. Relationship Customer, pelanggan ini sudah memiliki nilai ekuitas yang tinggi terhadap perusahaan. Dimana melakukan transaksi berulang-ulang kali atau repeat buying. Sudah sering melakukan proses transaksi dengan perusahaan. Walaupun jarang namun apabila dilihat pola dari tipe pelanggan ini transaksinya semakin lama semakin meningkat.

4. Loyal Customer, pelanggan dengan jenis ini tidak hanya melakukan repeat

  

buying , namun lebih jauh lagi. Pelanggan akan tetap bertahan walaupun ada

yang berusaha menjelek-jelekkan perusahaan atau produk yang diyakininya.

  Pelanggan dengan tipe ini akan tetap bertahan bersama dengan produk atau perusahaan, seburuk apapun pihak lain menjelekkan perusahaan atau produk tersebut.

  5. Advocator Customer, pelanggan dengan tipe ini adalah pelanggan dengan tingkatan tertinggi menurut Hermawan Kartajaya. Pelanggan dengan tipe ini disamping melakukan transaksi yang sangat teratur sekali mereka juga termasuk pelanggan yang istimewa bagi perusahaan. Bagi perusahaan tipe pelanggan seperti ini adalah asset besar bagi mereka. Advocator Customer