1.4.2 Manfaat Penelitian - Kata Sapaan Dalam Bahasa Batak Toba

1.4.2 Manfaat Penelitian a.

  Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba.

  b.

  Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

  c.

  Untuk memaparkan dengan jelas tutur sapa dalam bahasa Batak Toba yang hidup dalam masyarakat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

  Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003:588).

  Menurut Kridalaksana (2001:17) konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang berada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Jadi konsep merupakan gambaran awal sebuah penelitian konvensi dan ketentuan yang berguna pada pembahasan selanjutnya.

2.1.1 Kata Sapaan

  Kata sapaan ialah seperangkat kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana, 2008:14). Kata sapaan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk menempatkan posisi yang tepat. Dalam berinteraksi kata sapaan digunakan sebagai bagian dari tutur sapa. Kata sapaan menjadi sebutan yang menandakan penghargaan terhadap derajat maupun martabat seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

  Masyarakat Toba, sebagai masyarakat yang dikenal dengan adat istiadatnya, memegang arti penting dari kata sapaan yang digunakan. Kesalahan dalam penyebutan kata sapaan bisa dianggap sebagai penghinaan. Bahasa Batak Toba merupakan bahasa yang mempunyai peranan dan tugas yang sama dengan bahasa daerah lain terhadap perkembangan bahasa Indonesia, baik dari segi faktor penunjang maupun sebagai sumber bahan bahasa Indonesia, khususnya untuk menambah kosa kata bahasa Indonesia.

  Meskipun selama ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mempelajari tingkat ataupun sifat dari kepahaman antara bahasa Batak Toba dengan bahasa-bahasa yang lain, namun dapat diketahui bahwa bahasa Batak Toba umumnya hampir mirip dengan bahasa Simalungun. Contohnya: Hamu (Bahasa Batak Toba) artinya kalian, Ham (Bahasa Simalungun) artinya kalian.

2.1.2 Jenis-jenis Kata Sapaan

  Kata sapaan ialah sistem yang mempertautkan seperangkat kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana, 2008:14). Menurut Kridalaksana, kata sapaan terbagi atas empat yaitu: 1.

  Kata Kerabat seperti : Kakek, Nenek, Bapak, Ibu, Paman, Bibi, Kakak, Abang, dll.

  2. Kata Ganti seperti : Kamu, Engkau, Saudara.

  3. Kata Sapaan hormat seperti : Yang terhormat (Yth.).

  4. Kata Ganti/kerabat diikuti nama seperti : Saudara Hasan, Bapak Susanto, Ibu Amir.

  Contoh : Ibu bertanya Kepada Ayah, “Pukul berapa Ayah akan berangkat ke Jakarta?” (Kata Benda) (Kata Sapaan)

  Kata “Ayah” adalah kata sapaan, karena untuk menyapa orang kedua (orang yang diajak berbicara). Jika kata kekerabatan tersebut digunakan untuk menyebut orang yang pertama (orang yang berbicara) atau menyebut orang ketiga (orang yang dibicarakan), kata-kata itu disebut kata acuan.

2.2 Landasan Teori

  Dalam bahasa Indonesia, kata sapaan yang digunakan pembicara untuk menyapa lawan bicaranya cukup bervariasi. Meskipun demikian, jenis kata sapaan yang nampaknya paling banyak digunakan adalah istilah kekerabatan (Kridaklasana, 1982:193). Pemilihan suatu bentuk kata sapaan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni status dan fungsi. Status dapat diartikan sebagai posisi sosial lawan bicara terhadap pembicara. Adapun fungsi yang dimaksud adalah jenis kegiatan atau jabatan lawan bicara dalam suatu peristiwa bahasa atau pembicaraan.

  Gilman (1960) mengatakan kata sapaan yang paling banyak digunakan merujuk pada kata ganti yang digunakan untuk menyapa orang kedua. Hal itu didasarkan pada penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan bahasa-bahasa Eropa, seperti bahasa Prancis, bahasa Jerman, bahasa Italia, dan bahasa Spanyol. Brown dan Gilman menemukan bahwa pemilihan kata ganti orang ke dua yang digunakan pembicara kepada lawan bicaranya dipengaruhi oleh dua faktor, yakni kekuasaan (power) dan solidaritas (sollidarity).

  Ervin (1972: 225-228), dalam penelitian terhadap kata sapaan yang digunakan oleh penutur bahasa Inggris menyimpulkan bahwa kata sapaan yang digunakan merujuk pada kata ganti orang kedua. Dari penelitiannya tersebut, ia menemukan bahwa terdapat dua kaidah yang harus ada dalam penggunaan kata sapaan, yakni kaidah alternasi dan kaidah kookurensi.

  Kaidah alterasi merupakan kaidah yang berkaitan dengan cara menyapa. Kaidah ini berhubungan dengan digunakannya suatu bentuk kata sapaan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.

  (1) Situasi yang ditandai oleh status. Situasi yang ditandai status merujuk pada latar atau tempat di mana status dan gaya bicara ditetapkan dengan jelas, seperti di ruang pengadilan, ruang perkuliahan, dan ruang pertemuan lainnya. Dengan latar tersebut, kata sapaan setiap orang diambil identitas sosialnya, seperti pak hakim dan pak ketua.

  (2) Pangkat. Pangkat merujuk pada tingkatan dalam suatu kelompok kerja. Tingkatan tersebut berada pada perbedaan status, seperti guru dan murid.

  (3) Perangkat identitas. Perangkat identitas merujuk pada gelar dalam pekerjaan atau gelar kehormatan. Orang yang memiliki gelar tersebut dapat disapa dengan menyebutkan gelarnya saja, seperti pak dokter dan pak dokter.

  Adapun kaidah kookurensi adalah kaidah kemunculan bersama bentuk sapaan dengan bentuk lain. Bentuk lain tersebut berupa struktur bahasa yang tepat sesuai dengan kata sapaan yang digunakan selama pembicaraan berlangsung. Misalnya, pegawai yang sedang berbicara dengan atasannya akan menggunakan bentuk bapak. Dengan demikian, selama pembicaraan berlangsung, pegawai tersebut akan menggunakan bahasa formal.

  Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan, terlihat bahwa terdapat perbedaan di antara teori yang dikemukakan oleh Kridalaksana dan Brown dan Gilman, serta Ervin. Perbedaan di antara teori-teori yang dikemukakan tersebut terletak pada pengertian kata sapaan. Pendapat Brown dan Gilman sama dengan pendapat Ervin, yakni kata sapaan merujuk pada kata yang digunakan untuk menyapa orang yang sedang diajak bicara atau lawan bicara, sedangkan Kridalaksana berpendapat bahwa kata sapaan tidak hanya digunakan untuk menyebut lawan bicara, tetapi juga orang yang bebicara serta orang yang sedang dibicarakan.

  Menurut Kridalaksana (1985:14) kata sapaan adalah kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil pelaku dalam suatu peristiwa bahasa. Para pelaku itu ialah pembicara (pelaku 1), yang diajak bicara (pelaku 2), dan yang disebut dalam pembicaraan (pelaku 3). Kata yang dipakai dalam tutur sapa disebut kata sapaan. Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa jenis kata sapaan, yaitu: (1) kata ganti (aku, kamu, ia, kami, kita, mereka,) ; (2) nama diri (nama orang yang dipakai untuk semua pelaku); (3) istilah kekerabatan (bapak, ibu, saudara, paman, adik). Sebagai kata sapaan, istilah kekerabatan tidak hanya dipakai terbatas di antara orang-orang yang berkerabat, tetapi juga dengan orang lain); (4) gelar dan pangkat (dokter, suster, guru). Contoh kata sapaan: 1.

  Nama Diri : “Andi, mau ke mana kau?” 2. Istilah kekerabatan : “Bapak kapan pulang?” 3. Gelar dan Pangkat : “Dokter mau ke mana?”

2.2.1 Sosiolinguistik

  Sosiolinguistik merupakan kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan ( Nababan, 1993: 2). Menurut Chaer (2004: 2) sosiolinguistik ialah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dengan kaitannya dengan pengguna bahasa itu di dalam masyarakat. Sosiolinguistik terdiri dari dua, yaitu: sosiologi dan linguistik. Sosiologi berarti kajian yang objektif dan alamiah mengenai manusia di dalam masayarakat, dan lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada, dan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa sebagai objek kajiannya.

  Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia. Setiap kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu tidak akan terlepas dari penggunaan bahasa. Oleh karena itu, bagaimana pun rumusan mengenai sosiolinguistik yang diberikan para pakar tidak akan terlepas dari persoalan hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan atau aspek-aspek kemasyarakatan.

  Pertama-tama pengetahuan sosiolinguistik dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau berinteraksi. Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu.

  Jika seorang murid, tentu kita harus menggunakan ragam/gaya bahasa yang berbeda pula terhadap guru, terhadap teman sekelas, atau terhadap sesama murid yang kelasnya lebih tinggi.

  Ada dua aspek mendasar dalam pengertian masyarakat. Yang pertama ialah bahwa anggota suatu masyarakat hidup dan berusaha bersama secara berkelompok. Yang kedua ialah bahwa anggota dan kelompok masyarakat ini dapat hidup bersama karena ada suatu

  

perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur kegiatan dan tingkah laku mereka,

termasuk tingkah laku berbahasa.

  Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola tetap dan dapat dikaidahkan (Chaer, 2004:11). Sebagai sebuah sistem, bahasa itu bersifat sistematis juga bersifat sistemis. Sistematis maksudnya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola terentu, tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Sistemis, artinya, sistem bahasa itu bukan merupakan sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem, yakni subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Setiap bahasa memiliki sistem yang berbeda dari bahasa yang lainnya. Oleh karena itu, lazim juga disebut bahwa bahasa itu bersifat universal. Unik artinya memiliki ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki bahasa lain; dan universal berarti, memiliki ciri yang sama yang ada pada semua bahasa.

  Untuk membicarakan dengan baik aspek-aspek kemasyarakatan berbahasa itu, kita memerlukan pokok-pokok pikiran dan hasil studi sosiologi dan linguistik. Jadi, kita juga dapat menganggap sosiolinguistik itu sebagai suatu studi antardisiplin, sebagaimana yang digambarkan dalam unsur-unsur istilah sosio dan linguistik.

  Dalam sosiolinguitik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, yang dilakukan dalam linguistik umum, melainkan bahasa dilihat sebagai sarana interaksi antarkomunikasi di dalam masyarakat. Setiap kegiatan kemasyarakatan, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang baru lahir sampai upaca pemakaman jenazah tentu tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Oleh karena itu bagaimanapun rumusan mengenai sosiolinguistik yang diberikan para pakar tidak terlepas dari persoalan hubungan bahasa dengan kegiatan- kegiatan kemasyarakatan.

2.3. Tinjauan Pustaka

  Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, dan pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi,dkk 2003:912). Dari hasil tinjauan pustaka, penulis menemukan beberapa buku maupun penelitian yang berhubungan dengan judul penelitian ini, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut ini.

  Dalam Siahaan dkk. (1996) dengan judul “Pemakaian Bahasa Batak Toba Kaitannya

  

Dengan Kelestarian Budaya Bangsa di Kabupaten Tapanuli”. Dijelaskan sejumlah bentuk

kata sapaan yang sering digunakan dalam budaya batak.

  Rahmania (2009) dengan judul “Kata Sapaan dalam Masyarakat Baduy”. Dalam pembahasan tersebut dipaparkan jenis-jenis kata sapaan yang dipakai oleh masyarakat Baduy.

  Selain itu dibahas juga mengenai faktor-faktror yang mempengaruhi penggunaan jenis kata sapaan sehingga membentuk sistem sapaan dalam masyarakat Baduy.

  Dalam skripsi Merliyanti (1998) dengan judul “Kata Sapaan dalam Bahasa Batak

  

Karo” . Kata sapaan ialah suatu cara atau sistem yang mempertautkan seperangkat kata-kata

  atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil pelaku dalam suatu peristiwa bahasa. Kata sapaan dalam bahasa Karo juga berfungsi sebagai: Alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat

  • Lambang identitas masyarakat Karo - Sebagai lambang kebudayaan dan pendukung perkembangan kebudayaan daerah.
  • Kata sapaan dalam bahasa Karo juga ditentukan oleh jenis kelamin, umur atau usia, hubungan berdasarkan pertalian darah dan hubungan berdasarkan perkawinan.

  Selain itu, dalam tesis yang berjudul Sistem Sapaan dalam Bahasa Gayo oleh Dardanila (2003) dikatakan bahwa pemakaian kata sapaan tersebut disesuaikan dengan parameter yaitu, umur, status sosial, status urutan kelahiran, status dalam adat, dikenal atau tidak, jenis kelamin, situasi dan keakraban. Kasalahan pemakaian kata sapaan menyebabkan komunikasi yang tidak lancar dan bahkan dapat menimbulkan kesalahpahaman penyapa dengan tersapa.