Kata Sapaan Dalam Bahasa Batak Toba

(1)

KATA SAPAAN DALAM BAHASA BATAK TOBA

SKRIPSI

OLEH

RICARDO GORAT

07070038

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

Kata Sapaan Dalam Bahasa Batak Toba

Skripsi

Oleh

Ricardo Gorat

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menyimpulkan bahwa Kata Sapaan Dalam Bahasa Batak toba merupakan bahasa yang sangat penting dalam masyarakat orang batak. Dalam pemakiannya, kita harus tahu menggunakan kata sapaan tersebut kapan dan dimana kita menggunakan kata sapaan tersebut. Biasanya penggunaan kata sapaan yang paling sering ditemukan pada saat memulai perkenalan dengan orang yang kita tida kenal. Metode penelitian yang digunakan ialah Metode Agih yaitu memadankan sesuatu objek yang berasal dari bahasa itu sendiri. Selanjutnya, teknik dasar yang digunakan ialah teknik ganti dan tekni sisip. Dimana teknik ganti yaitu mengganti konteks yang mendukung data itu, teknik sisip yaitu penembahan konteks kata ditengah kalimat itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa kata sapaan dalam bahasa batak toba memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat orang batak karena dasar kehidupan orang batak ialah Dalihan Na Tolu. Dari sinilah semua asal kehidupan orang batak karena inilah yang merupakan pondasi bagi orang batak. Dalihan Na Tolu terdiri dari tiga bagian, yaitu Hula-hula, Dongan Tubu, dan Boru. Bagi orang batak, hula-hula dianggap orang yang paling di hormati karena doa dari hula-hula merupakan berkat yang diturunkan dari tuhan. Elek marboru artinya kita harus baik. Manat Mardongan tubu artinya kita harus hati-hati sesama saudara kita jangan sampai ada salah paham.


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kata Sapaan Dalam Bahasa Batak Toba” adalah benar hasil karya penulis. Judul yang dimaksud belum pernah dibuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain demi memperoleh gelar kesarjanaan. Semua sumber data yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar sesuai dengan aslinya. Apabila dikemudian hari, pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budayya Universitas Sumatera Utara.

Medan, April 2012 Penulis,

Nama : Ricardo Gorat NIM : 070701038


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Kata Sapaan Dalam Bahasa Batak Toba” disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, baik moril maupu materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M. A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M Si., selaku ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Haris Sutan, M. Sp., selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dan Kak Tika selaku pegawai yang baik hati, di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Dr. Namsyah Hot Hasibuan, M. Ling., selaku dosen pembimbing I yang telah

banyak memberikan ilmu dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M. Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah banyyak memberikan masukan, dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ida Basaria, M. Hum., selaku dosen penasehat akademik yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.


(5)

6. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis.

7. Kedua orang tuaku yang tercinta, Ayahanda A. Gorat, dan Ibunda R. Purba yang telah mengenalkan kehidupan ini serta yang turut setia mendoakan dan mendidik, hingga penulis menyelesaikan perkuliahan ini.

8. Abang Jack, S.S, dan bang Echone Pasaribu, M. S.S, yang telah memberikan ide dan masukan baik suka maupun dalam kesusahan, dan kak Hervina yang telah menjadi ibu kos dalam suka maupun duka.

9. Buat Jansudin, S.S, yang telah banyak membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Buat rekan-rekan seperjuangan dari stambuk ’05, ’06, terutama buat stambuk ’07 yang selalu bersama penulis, dan adik-adik ’09, ’10, ’11.

11. Buat anak sasindo ‘Reza, Gopal, Jumadi, Niko, Jupri,Naek, dan Lindung’ yang telah bersama menemani penulis selama perkuliahan.

12. Buat kekasihku yang telah menghilang yang turut membantu penulis hingga sampai saat ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang membangu demi perkembangan ilmu humaniora yang lebih bermanfaat.


(6)

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan songon umpasa ni halak batak

“Aek ni leang nangka Denggan do paridion Tudia pe mangalangka Sai dapotan parsaulian”

Yang artinya kemana pun kita melangkah akan selalu mendapat berkat. Sekian dan terima kasih.

Horas...

Medan, April 2012 Penulis,

Nama : Ricardo Gorat NIM : 070701038


(7)

DAFTAR ISI Abstrak

Lembar Pengesahan Lembar Pernyataan Kata Pengantar Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ………...……..1

1.1.1 Latar Belakang ………..………....1

1.1.2 Masalah ……….4

1.2 Batasan Masalah ………..……….5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..……….……….5

1.3.1 Tujuan Penelitian ..………5

1.3.2 Manfaat Penelitian………..………5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ...………6

2.1.1 Kata Sapaan ...6

2.1.2 Jenis-jenis Kata Sapaan ...7

2.2 Landasan Teori ………..8

2.2.1 Sosiolinnguistik ….………....11


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..………..15

3.3.1 Lokasi Penelitian ...………...15

3.3.2 Waktu Penelitian ………...15

3.2 Populasi dan Sampel ...15

3.2.1 Populasi ...15

3.2.2 Sampel ...16

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...16

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ...18

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL 4.1 Sistem Kekerabatan ...……….22

4.2 Kata Sapaan Bahasa Batak Toba ...……….27

4.3 Analisis Kata Sapaan Bahasa Batak Toba ...………32

Bab V Simpulan Dan Saran 5.1 Simpulan ...38

5.2 Saran ...39

DAFTAR PUSTAKA


(9)

Kata Sapaan Dalam Bahasa Batak Toba

Skripsi

Oleh

Ricardo Gorat

Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menyimpulkan bahwa Kata Sapaan Dalam Bahasa Batak toba merupakan bahasa yang sangat penting dalam masyarakat orang batak. Dalam pemakiannya, kita harus tahu menggunakan kata sapaan tersebut kapan dan dimana kita menggunakan kata sapaan tersebut. Biasanya penggunaan kata sapaan yang paling sering ditemukan pada saat memulai perkenalan dengan orang yang kita tida kenal. Metode penelitian yang digunakan ialah Metode Agih yaitu memadankan sesuatu objek yang berasal dari bahasa itu sendiri. Selanjutnya, teknik dasar yang digunakan ialah teknik ganti dan tekni sisip. Dimana teknik ganti yaitu mengganti konteks yang mendukung data itu, teknik sisip yaitu penembahan konteks kata ditengah kalimat itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa kata sapaan dalam bahasa batak toba memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat orang batak karena dasar kehidupan orang batak ialah Dalihan Na Tolu. Dari sinilah semua asal kehidupan orang batak karena inilah yang merupakan pondasi bagi orang batak. Dalihan Na Tolu terdiri dari tiga bagian, yaitu Hula-hula, Dongan Tubu, dan Boru. Bagi orang batak, hula-hula dianggap orang yang paling di hormati karena doa dari hula-hula merupakan berkat yang diturunkan dari tuhan. Elek marboru artinya kita harus baik. Manat Mardongan tubu artinya kita harus hati-hati sesama saudara kita jangan sampai ada salah paham.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan buah pikiran dan perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi untuk menjalin menjalin hubungan yang erat. Bahasa juga sebagai hasil budaya, mengandung nilai-nilai sosial masyarakat penuturnya (Sumarsono, 2004: 21).

Bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau produk budaya, bahkan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan itu. Sebagai produk sosial atau budaya tentu bahasa merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai bahasa itu.

Bahasa memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena tanpa bahasa manusia tidak dapat mengerjakan sesuatu dengan lancar. Bahasa merupakan ciri kepribadian yang baik dan buruk, ciri dari masyarakat tertentu, bangsa maupun negara. Melalui bicara seseorang dapat ditangkap dan dimengerti bukan saja keinginannya, tetapi juga latar belakang pendidikan, pergaulan, adat-istiadat, dan sebagainya.

Bahasa daerah merupakan bahasa yang ada di suatu daerah yang biasanya digunakan untuk saling berkomunikasi misalnya, bahasa Batak. Bahasa Batak merupakan bahasa yang ada di daerah Batak Toba. Masyarakat Batak Toba menggunakan bahasa Batak sebagai sarana komunikasi dan sekaligus untuk mempererat hubungan diantara mereka.

Bahasa Batak Toba digunakan sebagai alat komunikasi oleh suku Batak Toba. Suku Batak Toba ini pada umumnya mendiami beberapa daerah tingkat dua, yaitu Kabupaten


(11)

Tapanuli Utara yang berpusat di Tarutung, Kabupaten Toba Samosir yang berpusat di Balige, Kabupaten Humbang Hasundutan yang berpusat di Dolok Sanggul, dan Kabupaten Samosir yang berpusat di Pangururan dengan luas wilayah 10.605,3 km2. Kemudian, suku ini menyebar ke daerah-daerah di seluruh Indonesia dan banyak bermukim di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, sehingga orang-orang yang berada di luar Sumatera Utara mengidentikkan Medan dengan suku Batak.

Bahasa Batak Toba menjadi aset kekayaan linguistik kebudayaan Indonesia. Bahasa ini mempunyai peranan dan tugas yang sama dengan bahasa daerah lain terhadap perkembangan bahasa Indonesia, baik dari segi faktor penunjang maupun sebagai sumber bahan khususnya untuk menambah kosa kata bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Batak Toba perlu dibina, dipelihara, dan dilestarikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 tentang fungsi dan kedudukan bahasa daerah di Indonesia.

Bahasa Batak Toba merupakan bagian dari bahasa-bahasa daerah yang hidup di Indonesia yang berfungsi sebagai alat komunikasi antarindividu dan antarmasyarakat yang mengenal bahasa tersebut. Masyarakat yang memiliki budaya dan adat-istiadat, mempunyai norma-norma tertentu dalam berkomunikasi. Demikian halnya dengan masyarakat Batak Toba dalam pergaulan, menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan pada orang lain tidak terlepas dari adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat tesebut sehingga masyarakat Batak Toba mempunyai tutur sapa dalam berkomunikasi antarindividu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Kelancaran komunikasi ini sangat ditentukan oleh tutur sapa yang telah disepakati bersama dalam masyarakat Batak Toba.

Dalam tutur sapa, diperlukan penggunaan kata sapaan yang tepat. Menurut Kridalaksana (1985:14), kata sapaan merujuk pada kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut dan memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa.


(12)

Dalam kata sapaan, pelaku itu dibagi menjadi tiga yakni:

1. Pembicara, yakni pelaku atau orang pertama yang membicarakan sesuatu. 2. Orang yang diajak berbicara atau orang kedua, yang menjadi lawan bicara. 3. Orang yang disebutkan dalam pembicaraan.

Dalam tutur sapa, dibutuhkan kesantunan dalam berbahasa. Kesantunan berbahasa itu dapat dilihat dalam pemakaian kata sapaan. Oleh karena itu, masayarakat Batak Toba memiliki kesantunan dalam bertutur antara lain:

1. ama adalah sapaan untuk orang tua laki-laki.

2. Ina/ Inong adalah sapaan untuk orang tua perempuan. 3. Oppung adalah sapaan untuk orang tua dari bapak dan ibu.

4. Tulang adalah sapaan untuk saudara laki-laki dari ibu berada pada pihak tondong (famili dari pihak laki-laki ke pihak perempuan).

5. Nantulang adalah sapaan untuk istri tulang.

6. Amangboru adalah sapaan untuk suami saudara perempuan dari ayah atau bapak.

7. Namboru adalah sapaan untuk saudara perempuan dari ayah atau istri dari

amangboru.

Kata sapaan yang digunakan pada pertuturan tersebut menunjukkan hubungan yang baik antara kedua pihak. Dalam bahasa Batak Toba, kata sapaan itu bagian dari adat. Artinya, setiap sebutan, panggilan yang diwujudkan dalam kata sapaan harus digunakan pada waktu dan konteks yang tepat. Kesalahan penggunaan kata tersebut menjadi sebuah penilaian yang menentukan hubungan bermasyarakat.

Oleh karena itu, kata sapaan dalam bahasa Batak Toba sangat perlu diketahui oleh masyarakat luas karena ini merupakan warisan dari budaya Batak. Hal ini yang membuat penulis tertarik sehingga memilih judul “Kata Sapaan dalam Bahasa Batak Toba.


(13)

1.2Masalah

Dalam penelitian ini, penulis akan menentukan masalah apa yang akan dibahas. Dalam hal ini, sudah menentukan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

1. Kata sapaan apakah yang digunakan dalam bahasa Batak Toba? 2. Bagaimanakah penggunaan kata sapaan dalam bahasa Batak Toba?

1.3Batasan Masalah

Penelitian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena peneliti bahasa memerlukan waktu serta kemampuan dan pengetahuan tentang bahasa yang diteliti.

Dalam hal ini, peneliti membatasi objek penelitian pada kata sapaan dalam bahasa Batak Toba. Di samping itu, daerah penelitian dibatasi, yaitu daerah Sarudik, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dibahas, tujuan dari penelitian ini adalah: a. Menjelaskan kata sapaan apa yang digunakan dalam bahasa Batak Toba. b. Menjelaskan bagaimana pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba.


(14)

1.4.2 Manfaat Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba.

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

c. Untuk memaparkan dengan jelas tutur sapa dalam bahasa Batak Toba yang hidup dalam masyarakat

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003:588). Menurut Kridalaksana (2001:17) konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang berada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Jadi konsep merupakan gambaran awal sebuah penelitian konvensi dan ketentuan yang berguna pada pembahasan selanjutnya.

2.1.1 Kata Sapaan

Kata sapaan ialah seperangkat kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana, 2008:14). Kata sapaan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk menempatkan posisi yang tepat. Dalam berinteraksi kata sapaan digunakan sebagai bagian dari tutur sapa. Kata sapaan menjadi


(15)

1.4.2 Manfaat Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba.

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

c. Untuk memaparkan dengan jelas tutur sapa dalam bahasa Batak Toba yang hidup dalam masyarakat

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003:588). Menurut Kridalaksana (2001:17) konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang berada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Jadi konsep merupakan gambaran awal sebuah penelitian konvensi dan ketentuan yang berguna pada pembahasan selanjutnya.

2.1.1 Kata Sapaan

Kata sapaan ialah seperangkat kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana, 2008:14). Kata sapaan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk menempatkan posisi yang tepat. Dalam berinteraksi kata sapaan digunakan sebagai bagian dari tutur sapa. Kata sapaan menjadi


(16)

sebutan yang menandakan penghargaan terhadap derajat maupun martabat seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

Masyarakat Toba, sebagai masyarakat yang dikenal dengan adat istiadatnya, memegang arti penting dari kata sapaan yang digunakan. Kesalahan dalam penyebutan kata sapaan bisa dianggap sebagai penghinaan. Bahasa Batak Toba merupakan bahasa yang mempunyai peranan dan tugas yang sama dengan bahasa daerah lain terhadap perkembangan bahasa Indonesia, baik dari segi faktor penunjang maupun sebagai sumber bahan bahasa Indonesia, khususnya untuk menambah kosa kata bahasa Indonesia.

Meskipun selama ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mempelajari tingkat ataupun sifat dari kepahaman antara bahasa Batak Toba dengan bahasa-bahasa yang lain, namun dapat diketahui bahwa bahasa Batak Toba umumnya hampir mirip dengan bahasa Simalungun. Contohnya: Hamu (Bahasa Batak Toba) artinya kalian, Ham (Bahasa Simalungun) artinya kalian.

2.1.2 Jenis-jenis Kata Sapaan

Kata sapaan ialah sistem yang mempertautkan seperangkat kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana, 2008:14). Menurut Kridalaksana, kata sapaan terbagi atas empat yaitu:

1. Kata Kerabat seperti : Kakek, Nenek, Bapak, Ibu, Paman, Bibi, Kakak, Abang, dll. 2. Kata Ganti seperti : Kamu, Engkau, Saudara.

3. Kata Sapaan hormat seperti : Yang terhormat (Yth.).

4. Kata Ganti/kerabat diikuti nama seperti : Saudara Hasan, Bapak Susanto, Ibu Amir. Contoh : Ibu bertanya Kepada Ayah, “Pukul berapa Ayah akan berangkat ke Jakarta?”


(17)

Kata “Ayah” adalah kata sapaan, karena untuk menyapa orang kedua (orang yang diajak berbicara). Jika kata kekerabatan tersebut digunakan untuk menyebut orang yang pertama (orang yang berbicara) atau menyebut orang ketiga (orang yang dibicarakan), kata-kata itu disebut kata acuan.

2.2 Landasan Teori

Dalam bahasa Indonesia, kata sapaan yang digunakan pembicara untuk menyapa lawan bicaranya cukup bervariasi. Meskipun demikian, jenis kata sapaan yang nampaknya paling banyak digunakan adalah istilah kekerabatan (Kridaklasana, 1982:193). Pemilihan suatu bentuk kata sapaan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni status dan fungsi. Status dapat diartikan sebagai posisi sosial lawan bicara terhadap pembicara. Adapun fungsi yang dimaksud adalah jenis kegiatan atau jabatan lawan bicara dalam suatu peristiwa bahasa atau pembicaraan.

Gilman (1960) mengatakan kata sapaan yang paling banyak digunakan merujuk pada kata ganti yang digunakan untuk menyapa orang kedua. Hal itu didasarkan pada penelitian yang dilakukan terhadap penggunaan bahasa-bahasa Eropa, seperti bahasa Prancis, bahasa Jerman, bahasa Italia, dan bahasa Spanyol. Brown dan Gilman menemukan bahwa pemilihan kata ganti orang ke dua yang digunakan pembicara kepada lawan bicaranya dipengaruhi oleh dua faktor, yakni kekuasaan (power) dan solidaritas (sollidarity).

Ervin (1972: 225-228), dalam penelitian terhadap kata sapaan yang digunakan oleh penutur bahasa Inggris menyimpulkan bahwa kata sapaan yang digunakan merujuk pada kata ganti orang kedua. Dari penelitiannya tersebut, ia menemukan bahwa terdapat dua kaidah yang harus ada dalam penggunaan kata sapaan, yakni kaidah alternasi dan kaidah kookurensi. Kaidah alterasi merupakan kaidah yang berkaitan dengan cara menyapa. Kaidah ini


(18)

berhubungan dengan digunakannya suatu bentuk kata sapaan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Situasi yang ditandai oleh status. Situasi yang ditandai status merujuk pada latar atau tempat di mana status dan gaya bicara ditetapkan dengan jelas, seperti di ruang pengadilan, ruang perkuliahan, dan ruang pertemuan lainnya. Dengan latar tersebut, kata sapaan setiap orang diambil identitas sosialnya, seperti pak hakim dan pak ketua. (2) Pangkat. Pangkat merujuk pada tingkatan dalam suatu kelompok kerja. Tingkatan

tersebut berada pada perbedaan status, seperti guru dan murid.

(3) Perangkat identitas. Perangkat identitas merujuk pada gelar dalam pekerjaan atau gelar kehormatan. Orang yang memiliki gelar tersebut dapat disapa dengan menyebutkan gelarnya saja, seperti pak dokter dan pak dokter.

Adapun kaidah kookurensi adalah kaidah kemunculan bersama bentuk sapaan dengan bentuk lain. Bentuk lain tersebut berupa struktur bahasa yang tepat sesuai dengan kata sapaan yang digunakan selama pembicaraan berlangsung. Misalnya, pegawai yang sedang berbicara dengan atasannya akan menggunakan bentuk bapak. Dengan demikian, selama pembicaraan berlangsung, pegawai tersebut akan menggunakan bahasa formal.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan, terlihat bahwa terdapat perbedaan di antara teori yang dikemukakan oleh Kridalaksana dan Brown dan Gilman, serta Ervin. Perbedaan di antara teori-teori yang dikemukakan tersebut terletak pada pengertian kata sapaan. Pendapat Brown dan Gilman sama dengan pendapat Ervin, yakni kata sapaan merujuk pada kata yang digunakan untuk menyapa orang yang sedang diajak bicara atau


(19)

untuk menyebut lawan bicara, tetapi juga orang yang bebicara serta orang yang sedang dibicarakan.

Menurut Kridalaksana (1985:14) kata sapaan adalah kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil pelaku dalam suatu peristiwa bahasa. Para pelaku itu ialah pembicara (pelaku 1), yang diajak bicara (pelaku 2), dan yang disebut dalam pembicaraan (pelaku 3). Kata yang dipakai dalam tutur sapa disebut kata sapaan. Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa jenis kata sapaan, yaitu: (1) kata ganti (aku, kamu, ia, kami, kita, mereka,) ; (2) nama diri (nama orang yang dipakai untuk semua pelaku); (3) istilah kekerabatan (bapak, ibu, saudara, paman, adik). Sebagai kata sapaan, istilah kekerabatan tidak hanya dipakai terbatas di antara orang-orang yang berkerabat, tetapi juga dengan orang lain); (4) gelar dan pangkat (dokter, suster, guru). Contoh kata sapaan:

1. Nama Diri : “Andi, mau ke mana kau?” 2. Istilah kekerabatan : “Bapak kapan pulang?” 3. Gelar dan Pangkat : “Dokter mau ke mana?”

2.2.1 Sosiolinguistik

Sosiolinguistik merupakan kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan kondisi kemasyarakatan ( Nababan, 1993: 2). Menurut Chaer (2004: 2) sosiolinguistik ialah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dengan kaitannya dengan pengguna bahasa itu di dalam masyarakat. Sosiolinguistik terdiri dari dua, yaitu: sosiologi dan linguistik. Sosiologi berarti kajian yang objektif dan alamiah mengenai manusia di dalam masayarakat, dan lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada, dan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa sebagai objek kajiannya.


(20)

Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia. Setiap kegiatan kemasyarakatan manusia, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang baru lahir sampai upacara pemakaman jenazah tentu tidak akan terlepas dari penggunaan bahasa. Oleh karena itu, bagaimana pun rumusan mengenai sosiolinguistik yang diberikan para pakar tidak akan terlepas dari persoalan hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan atau aspek-aspek kemasyarakatan.

Pertama-tama pengetahuan sosiolinguistik dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau berinteraksi. Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu.

Jika seorang murid, tentu kita harus menggunakan ragam/gaya bahasa yang berbeda pula terhadap guru, terhadap teman sekelas, atau terhadap sesama murid yang kelasnya lebih tinggi.

Ada dua aspek mendasar dalam pengertian masyarakat. Yang pertama ialah bahwa anggota suatu masyarakat hidup dan berusaha bersama secara berkelompok. Yang kedua ialah bahwa anggota dan kelompok masyarakat ini dapat hidup bersama karena ada suatu

perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur kegiatan dan tingkah laku mereka, termasuk tingkah laku berbahasa.

Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola tetap dan dapat dikaidahkan (Chaer, 2004:11). Sebagai sebuah sistem, bahasa itu bersifat sistematis juga bersifat sistemis. Sistematis maksudnya, bahasa itu tersusun


(21)

sistem bahasa itu bukan merupakan sebuah sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem, yakni subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Setiap bahasa memiliki sistem yang berbeda dari bahasa yang lainnya. Oleh karena itu, lazim juga disebut bahwa bahasa itu bersifat universal. Unik artinya memiliki ciri atau sifat khas yang tidak dimiliki bahasa lain; dan universal berarti, memiliki ciri yang sama yang ada pada semua bahasa.

Untuk membicarakan dengan baik aspek-aspek kemasyarakatan berbahasa itu, kita memerlukan pokok-pokok pikiran dan hasil studi sosiologi dan linguistik. Jadi, kita juga dapat menganggap sosiolinguistik itu sebagai suatu studi antardisiplin, sebagaimana yang digambarkan dalam unsur-unsur istilah sosio dan linguistik.

Dalam sosiolinguitik, bahasa tidak dilihat atau didekati sebagai bahasa, yang dilakukan dalam linguistik umum, melainkan bahasa dilihat sebagai sarana interaksi antarkomunikasi di dalam masyarakat. Setiap kegiatan kemasyarakatan, mulai dari upacara pemberian nama bayi yang baru lahir sampai upaca pemakaman jenazah tentu tidak terlepas dari penggunaan bahasa. Oleh karena itu bagaimanapun rumusan mengenai sosiolinguistik yang diberikan para pakar tidak terlepas dari persoalan hubungan bahasa dengan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

2.3. Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, dan pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi,dkk 2003:912). Dari hasil tinjauan pustaka, penulis menemukan beberapa buku maupun penelitian yang berhubungan dengan judul penelitian ini, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut ini.


(22)

Dalam Siahaan dkk. (1996) dengan judul “Pemakaian Bahasa Batak Toba Kaitannya

Dengan Kelestarian Budaya Bangsa di Kabupaten Tapanuli”. Dijelaskan sejumlah bentuk

kata sapaan yang sering digunakan dalam budaya batak.

Rahmania (2009) dengan judul “Kata Sapaan dalam Masyarakat Baduy”. Dalam pembahasan tersebut dipaparkan jenis-jenis kata sapaan yang dipakai oleh masyarakat Baduy. Selain itu dibahas juga mengenai faktor-faktror yang mempengaruhi penggunaan jenis kata sapaan sehingga membentuk sistem sapaan dalam masyarakat Baduy.

Dalam skripsi Merliyanti (1998) dengan judul “Kata Sapaan dalam Bahasa Batak Karo”. Kata sapaan ialah suatu cara atau sistem yang mempertautkan seperangkat kata-kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil pelaku dalam suatu peristiwa bahasa. Kata sapaan dalam bahasa Karo juga berfungsi sebagai:

- Alat perhubungan dalam keluarga dan masyarakat - Lambang identitas masyarakat Karo

- Sebagai lambang kebudayaan dan pendukung perkembangan kebudayaan daerah. Kata sapaan dalam bahasa Karo juga ditentukan oleh jenis kelamin, umur atau usia, hubungan berdasarkan pertalian darah dan hubungan berdasarkan perkawinan.

Selain itu, dalam tesis yang berjudul Sistem Sapaan dalam Bahasa Gayo oleh Dardanila (2003) dikatakan bahwa pemakaian kata sapaan tersebut disesuaikan dengan parameter yaitu, umur, status sosial, status urutan kelahiran, status dalam adat, dikenal atau tidak, jenis kelamin, situasi dan keakraban. Kasalahan pemakaian kata sapaan menyebabkan komunikasi yang tidak lancar dan bahkan dapat menimbulkan kesalahpahaman penyapa dengan tersapa.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (KBBI, 2005: 680). Lokasi penelitian ini adalah daerah Sarudik, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilanjutkan setelah proposal disetujui untuk dijadikan skripsi. Jadi menurut hemat penulis, penelitian akan dilakukan pada bulan Maret sampai bulan April 2012. Setelah data tersebut diperoleh, selanjutnya dianalisis hingga menjadi pembahasan akhir yang menghasilkan kesimpulan.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi ialah sekelompok orang atau masyarakat yang menjadi informan sebagai sumber sampel atau bahan bukti (Mahsun (2007:28). Selain itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indoneisa (2007:324) populasi adalah sekelompok orang yang menjadi sumber pengambilan sampel; suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah penduduk Sibolga, Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.


(24)

Sampel adalah hasil data yang akan dikumpulkan dari beberapa informan atau penutur yang mengerti mengenai objek yang akan dikaji (Samarin (Mahsun, 2007:28)). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sampel ialah suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (2003: 889).

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang khusus dilakukan dalam melakukan penelitian, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto,1993:9). Data pada penelitian ini adalah data lisan dan data tulisan yang diperoleh dari penutur bahasa Batak Toba. Data lisan diperoleh dari informan yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti, sedangkan data tulisan diperoleh dari buku-buku yang bisa diperoleh dari perpustakaan mengenai kata sapaan dalam Bahasa Batak Toba.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak (Sudaryanto,1993:133). Teknik dasarnya adalah teknik sadap, yaitu dengan menyadap pembicaran penutur bahasa Batak Toba serta buku yang berisi kata sapaan bahasa Batak Toba. Kemudian teknik catat, yaitu mencatat semua data yang diperoleh dari sumber data ke dalam kartu data. Data-data yang diperoleh kemudian diklasifikasikan dalam bentuk kata dan dalam kategori kata. Pengklasifikasian bentuk kata itu adalah untuk memudahkan dalam menganalisis data.

Dalam memilih informan, penulis menetapkan berbagai syarat agar hasil yang diperoleh dari setiap informan itu merupakan data yang benar. Setiap daerah mempunyai informasi yang berbeda di mana informan yang penulis inginkan harus dari daerah Tapanuli Tengah.

Syarat-syarat sebagai informan adalah: 1. Berjenis kelamin pria atau wanita. 2. Berusia antara 20-60 tahun.


(25)

3. Orang tua, suami, atau istri yang lahir di Kecematan Tapanuli Tengah. 4. Sehat jasmani atau rohani.

5. Berstatus sosial menengah ke bawah.

6. Dapat berbahasa Indonesia dan berbahasa Batak Toba.

Adapun kata sapaan yang ada di suatu daerah karena adanya hubungan kekerabatan yang timbul dari perkawinan. Dalam masyarakat Batak Toba terdapat beberapa kata sapaan yang biasanya dipakai di dalam masyarakat diantaranya:

a.Ama/amang : digunakan sebagai panggilan untuk ayah.

b.Ina/ inong : digunakan sebagai panggilan untuk ibu.

c. Oppung : digunakan sebagai panggilan orang tua dari orang tua kita.

d. Tulang : digunakan sebagai panggilan terhadap saudara

laki-laki ibu.

e. Amang Simatua : digunakan sebagai panggilan terhadap ayah dari istri kita.

f. Inang Simatua : digunakan sebagai panggilan terhadap ibu dari istri kita.

g. Hela : digunakan sebagai panggilan terhadap suami anak kita.

h. Parumaen : digunakan sebagai panggilan terhadap istri anak

Kita.

Contoh-contoh diatas merupakn sebagian dari kata sapaan yang biasanya digunakan dalam masyarakat Batak Toba.


(26)

Metode yang digunakan pada tahap analisis data dalam penelitian ini adalah metode agih (Sudaryanto,1993:13-15). Metode agih adalah metode yang memadankan sesuatu dengan objek yang berasal dari bahasa itu sendiri. Teknik dasarnya adalah teknik ganti yaitu mengganti konteks yang mendukung data itu dengan konteks yang berbeda dari data tersebut (Sudaryanto,1993:36).

Misalnya: - Tulang -

nungnga lao tu Jakarta. Ito ni oma

- “

nungnga lao tu Jakarta. Paman

Dengan demikian dapat ditentukan kata yang akan dianalisis, kata sapaan pada kalimat di atas adalah “ Tulang “ yang artinya “ Paman . Selanjutnya teknik yang digunakan adalah Teknik sisip yaitu penambahan konteks kata di tengah kalimat itu sendiri (Sudaryanto,1993:64).

sudah pergi ke Jakarta”.

Misalnya: - Tulang - Tulang,

nungnga lao tu Jakarta. suami ni boru Siregar i

- “ Paman, suami boru Siregar itu telah pergi ke Jakarta. nungnga lao tu Jakarta.

Dari contoh di atas, ditemukan suatu penambahan kata yang sesuai dengan konteksnya yang ditempatkan setelah kata yang sebelumnya, “Suami ni boru Siregar i”.


(27)

Lampiran Data Awal

1. Ama/ amang : ayah

2. Ina/inong : ibu

3. Oppung : kakek

4. Anak : putra

5. Boru : putri


(28)

7. Haha, anggi : saudara (semarga)

8. Iboto : saudari

9. Tulang : saudara laki-laki ibu

10. Nantulang : saudari laki-laki ibu 11. Amang Boru : saudara ayah

12. Namboru : saudari ibu

13. Bere : keponakan

14. Simatua Bao : mertua laki-laki 15. Simatua Boru : mertua perempuan 16. Hela : menantu laki-laki 17. Parumaen : menantu perempuan

18. Amang Bao : panggilan seorang wanita kepada suami Eda-nya 19. Eda : kakak/ adik perempuan suami

20. Inang Bao : panggilan seorang pria kepada istri Tunggane-nya 21. Tunggane : saudara laki-laki istri

22. Amang Naposo : panggilan seorang perempuan kepada putra dari saudaranya laki-laki


(29)

24. Amang Uda : adik dari ayah (pak uda)

25. Amang Boru : suami nambou, ipar ayah yang kawin dengan kakak/ adik perempuan ayah

26. Ampara : saudara laki-laki (yang semarga)

27. Anak Buhabaju : anak sulung (panggilan untuk anak perempuan) 28. Anak Siampudan : anak bungsu

29. Anak Sihahaan : anak sulung


(30)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL

4. 1 Sistem Kekerabatan

Dalam bahasa Batak ada anak lelaki dan perempuan. Anak lelaki disebut anak, sedangkan anak perempuan disebut boru. Lelaki langsung memakai marganya sesudah nama kecilnya, tetapi perempuan dengan sebutan boru. Misalkan si suami bernama A(Vino)

dari marga Gorat (Pasaribu) nama lengkapnya ialah Vino Gorat. Misalkan istrinya bernama Lis dari marga Batubara maka namanya yang lengkap ialah Lis boru Batubara.

Ama dalam bahasa Batak adalah ayah, dan Ina adalah ibu. Kedua kata ini menjadi

amang dan inang dalam vokatif (kata panggilan), yaitu istilah-istilah yang digunakan oleh

anak-anak menyapa orang tua mereka, demikian pula istri atau suami masing-masing anak itu menyapa mertua mereka.


(31)

di antara saudara-saudara lelaki, dan di antara saudara-saudara perempuan, istilah kakak

(abang) adalah angkang dalam bahasa Batak, dan istilah adik ialah anggi. Saudara lelaki

menyapa saudara perempuan dengan istilah ito (iboto), dan kalau mengacu (bicara tentang), misalnya B, bicara tentang D, maka ia katakan ito D. Demikian pula sebaliknya saudara perempuan menyapa saudara lelaki dengan istilah ito, dan kalau mengacu saja, misalnya D, bicara tentang B, maka ia katakan ito B, mereka mariboto.

Bonar serta Carles di satu pihak dan suami Dora serta suami Ester di pihak lain, saling menyapa dengan istilah lae, mereka itu marlae. Dora bersama suaminya, demikian pula Ester bersama suaminya adalah boru (dari) hula-hula mereka, yaitu Vino, Bonar dan Carles Gorat beserta istrinya masing-masing. Istri Bonar serta istri Carles di satu pihak dan suami Dora serta suami Ester di pihak lain adalah marbao; istri Bonar adalah bao bagi suami Dora, begitu juga sebaliknya. Dalam tatakrama di lingkungan orang Batak harus dipelihara secara ketat jarak di antara orang-orang yang marbao. Tujuannya adalah menghindari kesalahpahaman. sebab itulah nista terbesar dalam adat Batak. Istri Bonar adalah inang bao bagi suami Dora; pria ini adalah amang baobagi istri Bonar. Istilah sapaan di antara Dora serta Ester di satu pihak dan istri Bonar serta istri Carles di pihak lain adalah eda; mereka itu mareda Dora serta Ester harus tahu diri sebagai boru terhadap istri Bonar serta Carles. Beralih kita ke cucu-cucu Vino Gorat. Farida yakni putri Bonar, menyapa Carles dengan istilah amanguda, dan istri Carles disapanya dengan inanguda. Memang harus demikian karena Carles lebih muda dalam umur daripada Bonar. Oleh karena Bonar lebih tua daripada Carles, maka Gorat (putra Carles) harus menyapa Bonar dengan istilah yang sesuai untuk itu, yakni amanguda, dan istri Bonar dengan inang tua.

Bagaimana sapaan di antara Farida boru Gorat dan Gora Gorat? Mereka saling menyapa dengan ito, mereka itu mariboto. Hubungan di antara mereka berdua seolah-olah mempunyai satu ayah dalam pergaulan sehari-hari. Hiras (putra Dora) adalah juga mariboto


(32)

dengan Ida (putri Ester) karena ibu mereka kakak beradik. Hiras tidak boleh mengawini Ida, seolah-olah seibu, sama dengan Gora tidak boleh kawin dengan Farida karena semarga. Hanya bedanya ikatan para pria yang semarga itu kekal adanya, akan tetapi hubungan diantara turunan dari para wanita kakak beradik hanya dua atau tiga generasi saja diingat orang. Hiras, yang namanya disebut di atas menyapa Ester dengan istilah inanguda, dan suami Ester disapanya dengan amanguda. Ida harus menyapa Dora dengan istilah inangtua dan suami Dora disapanya dengan amangtua. Tulang adalah saudara lelaki dari ibu, jadi Bonar serta Carles adalah tulang bagi Hiras serta Ida, istri masing-masing tulang itu disebut nantulang.Sebaliknya Hiras serta Ida adalah bere bagi tulang dan nantulang mereka tersebut.

Namboru adalah saudara perempuan dari ayah, jadi Dora serta Ester adalah namboru bagi Farida serta Gora; suami masig-masing namboru itu disebut amangboru. Putra Carles bernama Gora adalah paraman, sedang putri Bonar bernama Farida adalah maen bagi namboru serta amangboru mereka itu. Gora dan Hiras masing-masing pria, saling menyapa dengan lae; mereka itu marlae. Farida dan Ida, keduanya wanita saling menyapa dengan eda, mereka itu mareda. Sama dengan itu pula kita perhatikan hubungan di antara Gora (putra Carles) dan Ida (putri Ester), yang satu pria dan yang lain itu wanita. Gora adalah “putra mamak” (anak ni tulang) bagi Ida; sebaliknya Ida adalah “putri dari saudara perempuan ayah” (boru ni namboru) bagi Gora. Kedua mereka itu mariboto dalam sapaan. Hubungan diantara dua perempuan bersaudara, seperti Dora dan Ester adalah mesra. Mereka ini

marpariban; yang satu adalah marpariban bagi yang lain, demikian pula sebaliknya. Suami

masing-masing juga marpariban. Begitu juga dikehendaki oleh adat di antara Hiras dan Farida yang marpariban. Hiras boleh kawin dengan Farida.


(33)

Perkawinan semacam itu hanya boleh satu arah, jadi Gora dilarang oleh adat Batak. Jika sampai terjadi perkawinan demikian, misalnya secara kawin liar sebab tidak akan direstui oleh keluarga luas, maka hal itu merupakan pantangan yang tidak bisa diterima oleh masyarakat. Mereka akan dikucilkan dari semua upacara adat, yang menyebabkan pasangan tadi melarikan diri dari masyarakat kampung dan desa itu untuk menyembunyikan diri. Kembali kita ke Vino Gorat namanya mendapat gelar baru sesudah lahir anaknya yang sulung, tidak menjadi soal apakah lelaki atau perempuan. Sesudah lahir anaknya yang sulung bernama Bonar tersebut, maka baik dalam sapaan maupun dalam acuan ia menjadi Ama ni

Bonar (ayah dari Bonar), dan istrinya Nai Bonar (ibu dari Bonar). Sebagai mana sudah

diuraikan sebelumnya ada semacam jarak dalam pergaulan di antara pria dan wanita yang

marbao, tujuannya ialah “menghindari kemungkinan timbulnya pelanggaran seks”. Begitu

pula di antara mertua lelaki dan mertuanya perempuan ada semacam jarak dengan tujuan yang sama. Walaupun sekarang tidak seketat dulu lagi tatacaranya, namun hubungan antara mertua lelaki dengan menantu yang perempuan tidak boleh sama akrab seperti hubungannya dengan anaknya yang perempuan. Misalnya:Vino Gorat tidak boleh menyapa menantunya perempuan dengan kata akrab “kau” (batak : Ho), tetapi “anda” (batak: Hamuna atau Hamu saja).

Mertua dalam bahasa Batak ialah simatua; yang lelaki disebut simatua doli dan mertua perempuan simatua boru. Untuk menantu ada dua istilah dalam bahasa Batak;

parumaen ialah menantu perempuan, sedangkan hela ialah menantu lelaki. Diantara mertua

dan hela ada juga jarak untuk tatakrama, mereka saling menyapa hamuna. Menantu lelaki harus hormat terhadap mertuanya, baik mertuanya laki-laki maupun mertua perempuan, dan terhadap hula-hula pada umumnya. Bonar adalah abang Carles. Di antara Bonar dan istri adiknya harus ada semacam jarak, sama seperti diantara Ama ni Bonar dan menantu perempuan. mereka saling menyapa dengan hamuna. Bonar yang disebut tadi adalah


(34)

angkang doli bagi istri Carles, sedang wanita ini adalah anggi boru bagi Bonar serta istrinya. Sebaliknya di antara istri Bonar dan Carles tidak ada jarak sama sekali, sebab Carles patut memperlakukan istri abangnya itu seolah-olah ibunya, jadi boleh saja ia menyapa denganho. Istri Bonar adalah angkang boru bagi Carles, dan pria ini adalah anggi doli bagi istri Bonar. Diantara istri Bonar dan istri Carles biasa saja, tidak ada jarak.

4.2 Kata Sapaan Bahasa Batak Toba

Kata sapaan Bahasa Batak Toba merupakan sapaan yang sering digunakan oleh orang Batak dalam memulai percakapan. Biasanya dalam percakapan akan dimulai dengan kata

Horas Lae’. Kata sapaan ini biasanya digunakan untuk memulai percakapan. Dalam

masyarakat Batak Toba terdapat 47 kata sapaan. Dari ke-47 kata sapaan itu yang paling banyak ditemukan pada saat pesta perkawinan. Pada saat itulah kata sapaan itu akan digunakan.

Menurut Nalom (1999: 3) mengatakan bahwa Dalihan Na Tolu ialah dasar dari kehidupan masyarakat orang Batak. Dalihan Na Tolu artinya tiga dasar dari kehidupan yang harus dipegang oleh masyarakat Batak Toba. Dahulu orang tua memasak membuat tiga batu sebagai pondasi. Bila salah satu dari batu ini tidak ada maka tidak akan seimbang, dari situlah makanya orang tua mengambil tiga buah batu itu sebagai Dalihan Na Tolu. Dalam Dalihan


(35)

marhula-hula, Elek marboru, dan manat mardongan Tubu. Hula-hula merupakan bagian yang paling tinggi statusnya dalam masyarakat orang Batak.

Orang Batak harus hormat kepada hula-hula karena dianggap doa dari hula-hula akan membawa berkat. Kemudian boru dalam masyarakat Batak tidak boleh dimarahi. Boru memiliki bagian yang sangat penting dalam suatu pesta. Tanpa boru pesta tidak akan berjalan dengan lancar karena yang akan menyiapkan semua kebutuhan yang ada dalam pesta itu adalah tugas dari pihak boru. Selain sebagai pelayan boru juga sebagai penopang, misalnya ada masalah yang terjadi dalam suatu acara disinilah peranan boru untuk menengahi masalah tersebut supaya bisa selesai.

Dalam orang Batak, Dongan Tubu harus sependapat, sejalan, tidak boleh ada yang sendiri-sendiri dalam mengambil keputusan. Kita harus menjaga persaudaraan agar tidak terjadi kesalah pahaman. Walaupun dari ketiga ini berbeda statusnya, namun harus berdiri sama tinggi, duduk sama rendah agar terjalin keseimbangan dan harus saling tolong-menolong. Seperti umpasa orang Batak napuran tano-tano, rangging marsiranggangan. Badanta padao-dao, tonditta marsigomgoman artinya, walaupun badan kita telah berjauhan namun jiwa kita saling berpegangan.

Di bawah ini, merupakan kata sapaan yang ada di masyarakat orang Batak. 1. Ama/ amang : panggilan terhadap ayah.

2. Amang boru : panggilan terhadap saudara ayah.

3. Amang bao : panggilan seorang wanita kepada suami Eda- nya.

4. Amang Naposo : panggilan seorang perempuan kepada putra dari laki-laki. 5. Amang tua : panggilan terhadap abang dari ayah (pak tua).


(36)

6. Amang uda : panggilan terhadap adik dari ayah (pak uda).

7. Ampara : panggilan terhadap saudara laki-laki (yang semarga).

8. Anak : panggilan terhadap anak laki-laki.

9. Anak Buhabaju : panggilan terhadap anak sulung (panggilan untuk anak (perempuan).

10. Anak Siampudan: panggilan terhadap anak bungsu. 11. Anak Sihahaan : panggilan terhadap anak sulung.

12. Anak Sipaitonga: panggilan terhadap anak yang lahir sesudah anak sulung dan sebelum anak bungsu.

13. Amang Siadopan: panggilan terhadap suami.

14. Anggi : panggilan terhadap adik istri kita yang laki-laki (bagi laki

laki).

15. Boru : panggilan terhadap anak perempuan.

16. Bere : panggilan terhadap keponakan.

17. Butet : panggilan terhadap anak perempuan yang belum punya


(37)

Tangga.

19. Dongan Tubu : panggilan terhadap istri saudara laki-laki kita. 20. Eda : panggilan terhadap kakak/ adik perempuan suami.

21. Haha : panggilan terhadap abang dan kakak kita baik yang pertama, kedua dan yang ketiga.

22. Hela : panggilan terhadap menantu laki-laki.

23. Hula-Hula : panggilan terhadap semua saudara laki-laki dari pihak

istri kita.

24. Ina/inong : panggilan terhadap ibu.

25. Iboto : panggilan terhadap saudari (perempuan).

26. Inang Siadopan : panggilan terhadap istri.

27. Inang Baju/ Tante: panggilan terhadap saudara perempuan ibu kita yang kedua atau ketiga.

28. Inang Bao : panggilan suami kepada istri dari saudara istri kita.

29. Lae, : panggilan terhadap ipar.

30. Namboru : panggilan terhadap saudari ibu.


(38)

32. Namar Baju : panggilan terhadap anak gadis. 33. Nini : panggilan terhadap cucu dari putra. 34. Nono : panggilan terhadap cucu dari putri. 35. Oppung : panggilan terhadap kakek.

36. Oppung Boru : panggilan terhadap nenek.

37. Oppung Bao : panggilan terhadap orang tua ibu. 38. Oppung Doli : panggilan terhadap kakek.

39. Oppung Suhut : panggilan terhadap orang tua ayah. 40. Parumaen : panggilan terhadap menantu perempuan.

41. Pahoppu : panggilan terhadap cucu kita baik anak laki-laki maupun perempuan.

42. Pariban : panggilan terhadap anak laki-laki dari saudara laki-laki ibu Kita (bagi perempuan).

43. Simatua Bao : panggilan terhadap mertua laki-laki. 44. Simatua Boru : panggilan terhadap mertua perempuan. 45. Tulang : panggilan terhadap saudara laki-laki ibu.


(39)

4.3 Analisis Kata Sapaan Bahasa Batak Toba

Ama/ amang

Ama/ amang merupakan panggilan terhadap ayah. Kata sapaan ama/ amang

sering juga digunakan untuk menyapa saudara ayah. Kata sapaan ama/ amang terdiri dari empat, yaitu:

1. Amang tua

2. Amang uda

3. Amang boru

4. Amang siadopan

Amang tua panggilan untuk saudara ayah yang paling tua, sedangkan amang uda

merupakan panggilan terhadap saudara bapak yang lebih muda. Ada juga panggilan amang yang lain yaitu amang boru merupakan panggilan terhadap saudara dari bapak. Selain itu, ada juga panggilan terhadap suami yaitu: amang siadopan.


(40)

ina / inang merupakan panggilan terhadap ibu. Kata sapaan inong juga bisa digunakan untuk memanggil saudara dari ibu kita yang lebih muda dengan sapaan inang baju / tante. Selain itu, ada juga panggilan untuk istri, yaitu: inang siadopan.

Oppung

Oppung merupakan panggilan terhadap orang tua dari ayah kita.

Dalam hal ini, oppung juga terdiri dari empat, yaitu:

1. Oppung Doli : panggilan terhadap kakek.

2. Oppung Boru : panggilan terhadap nenek.

3. Oppung Suhut : panggilan terhadap orang tua ayah.

4. Oppung Bao : panggilan terhadap orang tua ibu.

Seorang oppung memegang peranan penting dalam lingkungan turunannya sebagai pemersatu. Ia juga memperhatikan supaya semua istilah sapaan dan istilah acuan digunakan secara tepat, dan selain itu supaya jarak terpelihara dan larangan itu jangan sampai dilanggar dikalangan keturunannya itu.

Anak/ Baoa

Anak/ Baoa merupakan panggilan terhadap anak laki-laki. Panggilan anak / baoa juga terdiri dari tiga, yaitu:


(41)

2. Anak sihahaan : panggilan terhadap anak sulung.

3. Anak Sipaitonga : panggilan terhadap anak yang lahir sesudah anak

sulung dan sebelum anak bungsu.

Boru

Boru merupakan panggilan terhadap anak perempuan. Selain panggilan boru, ada juga panggilan boru yang lain yaitu: Anak buhabaju merupakan panggilan terhadap anak sulung (panggilan untuk anak perempuan).

Pahoppu

Pahoppu merupakan panggilan terhadap cucu. Panggilan cucu juga terdiri dari dua, yaitu:

1. Nini : panggilan terhadap cucu dari putra. 2. Nono : panggilan terhadap cucu dari putri.

Ucok

Ucok merupakan panggilan terhadap anak laki-laki yang belum punya nama. Dalam masyarakat orang Batak bila ada anak yang lahir itu laki-laki di dalam satu keluarga maka akan diberi nama uccoksebelum diberi nama yang sesuai dengan bayi laki-laki itu.


(42)

Butet

Butet merupakan panggilan terhadap anak perempuan yang belum

punya nama. Dalam masyarakat orang Batak bila ada anak yang lahir itu perempuan di dalam satu keluarga maka akan dikasih nama butet sebelum diberi nama yang sesuai dengan bayi perempuan itu

Doli-Doli

Doli-doli merupakan panggilan terhadap anak laki-laki yang belum berumah tangga. Biasanya panggilan ini ditujukan kepada laki-laki yang ada di desa itu belum menemukan jodoh.

Namar Baju

Namar Baju merupakan panggilan terhadap anak gadis. Biasanya panggilan ini ditujukan kepada perempuan yang belum menikah.

Ito


(43)

saudara perempuan ibu kita (bagi laki-laki). Dalam masyarakat orang Batak, ito merupakan saudara yang satu marga.

Lae

Lae merupakan panggilan terhadap anak laki-laki dari saudara perempuan ayah kita. Panggilan lae juga bisa digunakan untuk menyapa orang yang kita tidak kenal dalam suatu perkenalan.

Appara

Appara merupakan panggilan terhadap anak laki-laki dari saudara

ayah kita yang laki-laki. Biasanya Appara merupakan yang satu marga dengan kita (laki-laki).

Pariban

Pariban merupakan panggilan terhadap anak laki-laki dari saudara laki-laki ibu kita (bagi perempuan). Pariban juga digunakan untuk memanggil anak perempuan dari saudara laki-laki dari ibu kita.

Tuggane

Tunggane merupakan panggilan terhadap suami dari saudara laki-laki istri kita.


(44)

Dongan Tubu

Dongan Tubu merupakan panggilan terhadap istri saudara laki-laki kita.

Biasanya Dongan Tubu merupakan yang satu marga dengan suami dari istri kita.

Hula-Hula

Hula-hula merupakan panggilan terhadap semua saudara laki-laki dari pihak istri kita. Biasanya Hula-Hula mempunyai nilai yang sangat tinggi dalam masyarakat Batak, karena dianggap wakil tuhan yang akan memberikan berkat yang melimpah bila kita hormat kepada Hula-Hula.

Anggi

Anggi merupakan panggilan terhadap adik istri kita yang laki (bagi laki-laki). Biasanya anggi merupakan anak yang terakhir dari keluarga istri kita.

Haha

Haha merupakan panggilan terhadap abang dan kakak kita baik yang pertama, kedua dan yang ketiga.


(45)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Dari hasil pembahasan mengenai kata sapaan dalam bahasa Batak Toba dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kata sapaan adalah cara atau sistem yang mempertautkan seperangkat kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil pelaku dalam suatu peristiwa bahasa.

2. Kata sapaan dalam bahasa Batak Toba berfungsi sebagai: - Alat penghubung dalam keluarga dan masyarakat - Lambang identitas masyarakat Batak Toba

- Sebagai lambang kebudayaan dan pendukung perkembangan kebudayaan daerah.

3. Kata sapaan bahasa Batak Toba terdiri dari 47 kata sapaan yang semuanya dapat digunakan sesuai dengan kondisinya.

4. Kata sapaan dalam bahasa Batak Toba digunakan sesuai dengaan sistem adat-kekerabatan yang dikenal dalam Dalihan Na Tolu. Istilah dan penggunakan kata sapaan itu didasarkan pada hubungan marga-marga yang memiliki posisi hula-hula, boru dan dongan tubu.

5. Kesalahan pemakaian kata sapaan menyebabkan komunikasi yang tidak lancar dan bahkan dapat menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, sebelum memulai percakapan lebih baik kita perkenalkan marga kita dulu baru orang tersebut akan memperkenalkan marganya. Dari situ dapat kita ketahui apakah dia satu marga


(46)

dengan kita atau tidak. Bila dia satu marga dengan kita maka kita harus memanggil dia dengan sebutan appara.

5.2 SARAN

Bahasa daerah adalah salah satu unsur kebudayan yang sangat penting dan kelestariannya perlu dikembangkan dan dijaga. Melalui skripsi ini, maka penulis menyarankan:

1. Kepada seluruh masyarakat Batak Toba, terutama bagi yang telah meninggalkan kampung halamannya agar tetap merasa bangga dengan bahasa ibunya, dan mengajarkan bahasa daerah tersebut kepada anak-anaknya.

2. Diharapkan kepada generasi muda, janganlah sampai menipis keinginan untuk mempelajari kebudayaan daerah sendiri.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk.2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Gilmann, Brown (1960). The Pronouns of Power And Solidarity. Stanford: Stanford University Press.

Chaer, Abdul, 1993. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul, 2004. Sosiolinguitik: Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa : Kumpulan Karangan. Ende Flores : Nusa Indah.

Mahsun, M.S. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Grafindo Persada.

Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik : Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Pardede, B. 1977. Istilah Kekerabatan dalam Bahasa Batak Toba. Jakarta. Pusat Bahasa.

Siahaan, Nalom,1999. Adat Dalihan Na Tolu. Medan. Prima Anugerah. Sudaryanto, 1993. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana. Sumarsono, dan Paina. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tripp, Ervin,S. 1972. Sociolinguistic rules od Address’ dalam Sociolinguistic.

Canada: Penguin Books.

Kamus

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2003. Kamus Batak Toba. Medan: Bina Media Perintis, 2009.


(48)

Skripsi

Dardanila, 2003. Sistem Sapaan Dalam Bahasa Gayo. Medan: USU, Fakultas Sastra.

Meliyanti Tarigan.1998. Kata Sapaan Dalam Bahasa Karo. Medan: USU, Fakultas Sastra.

Rahmania, Annisa, (2009). Kata Sapaan Dalam Bahasa Baduy. Jakarta. Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Budaya.

Siahaan, Jamorlan, 1997. Pemakaian Bahasa Batak Toba dan Kaitannya dengan

Kelestarian Budaya Bangsa di Kabupaten Tapanunil Utara. Medan,


(49)

1. Nama : Pardamean Tumanggor Umur : 36 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan : Perawat

Tempat/tgl lahir: Sarudik, 25 April 1974

2. Nama : Johan Sinaga

Umur : 25 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan : Guru

Tempat/tgl lahir: Sibolga, 12 Januari 1987

3. Nama : Vina Simbolon

Umur : 30 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Nelayan

Tempat/tgl lahir: Sarudik, 30 Juni 1982

4. Nama : Mei Siregar

Umur : 23 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Mahasiswa

Tempat/tgl lahir: Tano ponggol, 11 mei 1989


(50)

Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan : Guru

Tempat/tgl lahir: Sarudik, 09 Januari 1970

6. Nama : Deslina Purba

Umur : 26 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Tempat/tgl lahir: Aek habil, 20 Juli 1986

7. Nama : Donda Sinaga

Umur : 28 tahun Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tempat/tgl lahir: Rawang, 12 Februari 1984

8. Nama : Devi Marion Tumanggor

Umur : 25 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Guru


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Dari hasil pembahasan mengenai kata sapaan dalam bahasa Batak Toba dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kata sapaan adalah cara atau sistem yang mempertautkan seperangkat kata atau ungkapan yang dipakai untuk menyebut atau memanggil pelaku dalam suatu peristiwa bahasa.

2. Kata sapaan dalam bahasa Batak Toba berfungsi sebagai: - Alat penghubung dalam keluarga dan masyarakat - Lambang identitas masyarakat Batak Toba

- Sebagai lambang kebudayaan dan pendukung perkembangan kebudayaan daerah.

3. Kata sapaan bahasa Batak Toba terdiri dari 47 kata sapaan yang semuanya dapat digunakan sesuai dengan kondisinya.

4. Kata sapaan dalam bahasa Batak Toba digunakan sesuai dengaan sistem adat-kekerabatan yang dikenal dalam Dalihan Na Tolu. Istilah dan penggunakan kata sapaan itu didasarkan pada hubungan marga-marga yang memiliki posisi hula-hula, boru dan dongan tubu.

5. Kesalahan pemakaian kata sapaan menyebabkan komunikasi yang tidak lancar dan bahkan dapat menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, sebelum memulai percakapan lebih baik kita perkenalkan marga kita dulu baru orang tersebut akan memperkenalkan marganya. Dari situ dapat kita ketahui apakah dia satu marga


(2)

dengan kita atau tidak. Bila dia satu marga dengan kita maka kita harus memanggil dia dengan sebutan appara.

5.2 SARAN

Bahasa daerah adalah salah satu unsur kebudayan yang sangat penting dan kelestariannya perlu dikembangkan dan dijaga. Melalui skripsi ini, maka penulis menyarankan:

1. Kepada seluruh masyarakat Batak Toba, terutama bagi yang telah meninggalkan kampung halamannya agar tetap merasa bangga dengan bahasa ibunya, dan mengajarkan bahasa daerah tersebut kepada anak-anaknya.

2. Diharapkan kepada generasi muda, janganlah sampai menipis keinginan untuk mempelajari kebudayaan daerah sendiri.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk.2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Gilmann, Brown (1960). The Pronouns of Power And Solidarity. Stanford: Stanford University Press.

Chaer, Abdul, 1993. Gramatika Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul, 2004. Sosiolinguitik: Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. Kridalaksana, Harimurti. 1985. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa : Kumpulan Karangan. Ende Flores : Nusa Indah.

Mahsun, M.S. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Grafindo Persada.

Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik : Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Pardede, B. 1977. Istilah Kekerabatan dalam Bahasa Batak Toba. Jakarta. Pusat Bahasa.

Siahaan, Nalom,1999. Adat Dalihan Na Tolu. Medan. Prima Anugerah. Sudaryanto, 1993. Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana. Sumarsono, dan Paina. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tripp, Ervin,S. 1972. Sociolinguistic rules od Address’ dalam Sociolinguistic.

Canada: Penguin Books.

Kamus

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2003.


(4)

Skripsi

Dardanila, 2003. Sistem Sapaan Dalam Bahasa Gayo. Medan: USU, Fakultas Sastra.

Meliyanti Tarigan.1998. Kata Sapaan Dalam Bahasa Karo. Medan: USU, Fakultas Sastra.

Rahmania, Annisa, (2009). Kata Sapaan Dalam Bahasa Baduy. Jakarta. Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Budaya.

Siahaan, Jamorlan, 1997. Pemakaian Bahasa Batak Toba dan Kaitannya dengan Kelestarian Budaya Bangsa di Kabupaten Tapanunil Utara. Medan,


(5)

1. Nama : Pardamean Tumanggor Umur : 36 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan : Perawat

Tempat/tgl lahir: Sarudik, 25 April 1974 2. Nama : Johan Sinaga

Umur : 25 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan : Guru

Tempat/tgl lahir: Sibolga, 12 Januari 1987 3. Nama : Vina Simbolon

Umur : 30 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Nelayan

Tempat/tgl lahir: Sarudik, 30 Juni 1982 4. Nama : Mei Siregar

Umur : 23 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Mahasiswa

Tempat/tgl lahir: Tano ponggol, 11 mei 1989


(6)

Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : laki-laki Pekerjaan : Guru

Tempat/tgl lahir: Sarudik, 09 Januari 1970 6. Nama : Deslina Purba

Umur : 26 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Petani

Tempat/tgl lahir: Aek habil, 20 Juli 1986 7. Nama : Donda Sinaga

Umur : 28 tahun Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tempat/tgl lahir: Rawang, 12 Februari 1984 8. Nama : Devi Marion Tumanggor

Umur : 25 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Guru