Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Sibuntuon Partur

(1)

PEMEROLEHAN KATA SAPAAN BAHASA BATAK

TOBA

PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI

DESA

SIBUNTUON PARTUR

SKRIPSI

OLEH

PAIDUN SIREGAR

080701003

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang penulis perbuat ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang penulis peroleh.

Medan, April 2012 Penulis,


(4)

PEMEROLEHAN KATA SAPAAN BAHASA BATAK TOBA PADA PENDIDIKAN

ANAK USIA DINI (PAUD) DI DESA SIBUNTUON PARTUR

OLEH PAIDUN SIREGAR

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Sibuntuon Partur”. Penelitian ini menggunakan teori psikolinguistik behaviorisme Lennberg 1967 dan Krashen 1975. Teori ini menjelaskan perilaku dengan cara mengamati aneka responsi yang berlangsung apabila stimulus tertentu muncul. Stimulus yang berebeda akan menghasilkan respon yang berbeda pula . dalam pandangan behaviorisme sisitem respon diperoleh manusia sistem pembiasan (conditioning) atau pengulangan bentuk-bentuk bahasa sehingga anak tidak lagi membuat kesalahan dalam perlakuan bahasa pertamanya. Metode penelitian menggunakan ancangan Sudaryanto. Metode dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, dengan teknik dasar teknik rekam dan teknik catat. Metode dan teknik analisis data digunakan metode padan dan teknik dasar teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding menyamakan dengan bahasa anak seusiannya.

Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Pemerolehan Kata Sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Sibuntuon Partur bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun adalah kata sapaan baik dalam lingkungan keluarga “Bapa”, “Uma”, “Tulang”, “Akkang”, “Namboru”, kata sapaan dalam lingkungan pendidikan, “Guru”, “Ibu”, dan dalam lingkungan upacara adat (pesta), “Tulang” , “Eda” “Ho”, “Ompung”, Uma,. Bentuk kata sapaan yang sering digunakan anak usia tiga tahun adalah kata sapaan“Bapa”, “Uma”, “Tulang”, “Akkang”, “Namboru”, dan digunakan dalam lingkungan keluarga, hal ini terjadi karena anak berada dalam lingkungan keluarga selama dua puluh empat jam, sehingga waktu anak lebih banyak berada dalam lingkungan keluarga daripada dalam lingkungan upacara adat (pesta) dan lingkungan pendidikan.

Kata kunci: Pemerolehan Kata Sapaan, Bahasa Batak Toba, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Usia Usia Tahun, Desa Sibuntuon Partur, Psikolinguistik Behaviorisme.


(5)

DAFTAR ISI PERNYATAAN

ABSTRAK

DAFTAR ISI ... i

PRAKATA ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Batasan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

1.3.2.1 Manfaat Teoretis ... 8

1.3.2.1 Manfaat Praktis ... 9

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINAJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 10

2.1.1 Pemerolehan Bahasa ... 11

2.1.2 Kata Sapaan ... 11

2.1.3 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ... 12

2.2 Landasan Teori ... 13

2.2.2 Pemerolehan Bahasa Pertama ... 13


(6)

2.3 Tinjauan Pustaka ... 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Sumber Data ... 17

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 18

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ... 19

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba Anak Usia Tiga Tahun ... 23

4.1.1 Pemerolehan Kata Sapaan dalam Lingkungan Keluarga ... 24

4.1.2 Pemerolehan Kata Sapaan dalam Lingkungan Pendidikan... 33

4.1.3 Pemerolehan Kata Sapaan dalam Lingkungan Upacara Adat ... 39

4.2 Bentuk Kata Sapaan yang Sering Digunakan Anak Usia Tiga Tahun ... 45

4.2.1 Hubungan Psikolinguistik Behaviorisme dengan Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba dalam Lingkungan Keluarga ... 45

4.2.1.1 Stimulus Negatif atau Motivasi Negatif ... 50

4.2.1.2 Stimulus Positif atau Motivasi Positif ... 53

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Simpulan ... 57

5.2 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan hikmat, karunia, dan berkat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Atas berkat dan pertolongan-Nya penulis dapat melalui segala rintangan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penyususnan skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik bantuan secara moral dan material. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta kepada Pembantu Dekan I, Pembantu dekan II, dan Pembantu Dekan III.

2. Bapak Prof. Dr. Ikwannudin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis M.SP., sebagai Sekertaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak bantuan kepada penulis selama perkuliahan hingga selesai skripsi ini.

4. Ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I yang telah begitu sabar memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. Penulis sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Ibu tanpa bantuan dan bimbingan Ibu penulis tidak dapat


(8)

menyelesaikan skripsi ini. Ibu adalah sosok orang tua yang selalu mengayomi anakanya dan bertanggung jawab sekali. Terima kasih Ibu, akan kukenang ibu dalam hati saya.

5. Bapak Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam memeriksa, mengomentari bahkan memotivasi penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.

6. Bapak Drs Irwansyah, M.S., sebagai dosen wali yang banyak memberikan nasihat akademik kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kedua orang tua tercinta, bapak Pukka Siregar dan ibu Linda Sihombing yang telah memberikan dorongan, doa, materi dan tenaga selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Penulis mempersembahkan skripsi ini untuk Bapak dan Ibu tercinta. Penulis sangat menyayangi kalian.

9. Kepada saudaraku, Rohani, Rose mery, Frengki, Devi, Faber, Lusi dan Lenti Siregar, yang selalu memberikan nasihat bahkan semangat yang luar biasa hingga skripsi ini selesai

10.Kepada ponakan Patrecia, Putri, Pristy, Erhans, Evan, Margaret, Debi yang selalu setia mendoakan penulis.

11.Kepada Tika yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah administrasi.


(9)

12.Kepada teman-teman stambuk 2008, khususnya Febri (benjos), Sri Yohanna (galau), Ayu (chen), Ida (Siamang), Charlie (Mr googel), Hertina (cibu) dan teman di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

13.Kepada adik-adik stambuk 2010, khsusnya Bimario, Arih Fransisco, Tommy, Hotma, Rianto, dan Hendra yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kalian adalah penyemangat penulis dan alasan penulis sering datang ke kampus. 14.Kepada Hendra Faber Cress (Pudan I), Harmin Faber (Pudan jugul),

Sudaryanti (Biber) yang telah memberikan fasilitas transportasi dan konsumsi kepada penulis hingga skripsi ini selesai. Kalian adalah keluarga kedua bagi penuli, penulis sangat menyayangi kalian.

15.Kepada alaumni 2005, kak Rapi, kak Hervina, kak Intan, kak Lilis, dan kak Eny efrida yang selalu mengingatkan penulis untuk serius dalam menjalani kuliah.

16.Kepada senior-senior penulis stambuk 2007 khususnya untuk bang Reza fadlansyah, bang Ricardo gorat, bang Jansudin saragih (Sammy), yang sudah menganggap penulis sebagai adik kandungnya.

17.Buat komunitas penulis, Generasi Muda Lintongnihuta Medan. Kalian adalah orang–orang yang selalau mengerti penulis dalam setiap saat. Jaya terus komunitas kita.


(10)

18.Kepala Desa Sibuntuon Partur yang telah memeberikan penelitian di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Terima kasih buat anak-anak Pendidkan Usia Dini (PAUD) yang menjadi subjek penelitian, tanpa kalian skripsi ini tidak akan berarti apa-apa.

Akhir kata, penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang turu membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga berkat Tuhan melimpah bagi kita semua.

Medan, April 2012

Paidun Siregar Nim: 080701003


(11)

PEMEROLEHAN KATA SAPAAN BAHASA BATAK TOBA PADA PENDIDIKAN

ANAK USIA DINI (PAUD) DI DESA SIBUNTUON PARTUR

OLEH PAIDUN SIREGAR

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Sibuntuon Partur”. Penelitian ini menggunakan teori psikolinguistik behaviorisme Lennberg 1967 dan Krashen 1975. Teori ini menjelaskan perilaku dengan cara mengamati aneka responsi yang berlangsung apabila stimulus tertentu muncul. Stimulus yang berebeda akan menghasilkan respon yang berbeda pula . dalam pandangan behaviorisme sisitem respon diperoleh manusia sistem pembiasan (conditioning) atau pengulangan bentuk-bentuk bahasa sehingga anak tidak lagi membuat kesalahan dalam perlakuan bahasa pertamanya. Metode penelitian menggunakan ancangan Sudaryanto. Metode dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode simak, dengan teknik dasar teknik rekam dan teknik catat. Metode dan teknik analisis data digunakan metode padan dan teknik dasar teknik pilah unsur penentu dan teknik lanjutannya adalah teknik hubung banding menyamakan dengan bahasa anak seusiannya.

Dari data yang diperoleh, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Pemerolehan Kata Sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Desa Sibuntuon Partur bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun adalah kata sapaan baik dalam lingkungan keluarga “Bapa”, “Uma”, “Tulang”, “Akkang”, “Namboru”, kata sapaan dalam lingkungan pendidikan, “Guru”, “Ibu”, dan dalam lingkungan upacara adat (pesta), “Tulang” , “Eda” “Ho”, “Ompung”, Uma,. Bentuk kata sapaan yang sering digunakan anak usia tiga tahun adalah kata sapaan“Bapa”, “Uma”, “Tulang”, “Akkang”, “Namboru”, dan digunakan dalam lingkungan keluarga, hal ini terjadi karena anak berada dalam lingkungan keluarga selama dua puluh empat jam, sehingga waktu anak lebih banyak berada dalam lingkungan keluarga daripada dalam lingkungan upacara adat (pesta) dan lingkungan pendidikan.

Kata kunci: Pemerolehan Kata Sapaan, Bahasa Batak Toba, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Usia Usia Tahun, Desa Sibuntuon Partur, Psikolinguistik Behaviorisme.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi antaragggota masyarakat berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Ritonga, 2008:1). Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana perumusan maksud, melahirkan perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan kegiatan. Pada dasarnya bahasa itu sudah dimiliki manusia sejak lahir, walaupun dalam bentuk ocehan. Ocehan tersebut berkembang menjadi kata demi kata sampai pada pengucapan kalimat. Bahasa yang dimiliki anak sejak kecil adalah bahasa pertama yang lebih dikenal dengan sebutan bahasa ibu. Bahasa ibu atau native language adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak (Dardjowidjojo, 2003:241). Bahasa inilah yang dipergunakan anak dalam kehidupannya sehari-hari sebagai alat komunikasi.

Proses penguasaan bahasa yang dilakukan anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language) disebut pemerolehan bahasa. Selanjutnya, Chaer (2003:167) mengatakan pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam diri anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa pertama itu terjadi apabila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa, yaitu bahasa ibunya. Jadi, pemerolehan bahasa adalah suatu proses perkembangan dan penguasaan bahasa ibu (native language) yang dilakukan anak secara alami.


(13)

Semua anak yang normal atau yang mengalami pertumbuhan wajar akan memperoleh satu bahasa dalam proses perkembangannya yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupanya. Pemerolehan bahasa pertama terjadi pada seorang anak yang semula tanpa bahasa kini memperoleh suatu bahasa. Hal ini sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif dan perkembangan sosial anak.

Menurut Piaget, seperti dikutip Ginn, mengklasifikasikan perkembangan bahasa ke dalam tujuh tahap yaitu tahap meraba (pralinguistik I), tahap meraban kedua (pralinguistik II), tahap linguistik I kalimat satu kata (holoprastik), tahap lingusitik II kalimat dua kata, tahap linguistik III pengembangan tata bahasa, tahap lingusistik IV tata bahasa pradewasa dan tahap linguistik V kompetensi penuh.

Pada tahap pralinguistik I anak belum dapat menghasilkan bunyi secara normal, pada tahap pralinguistik yang II anak sudah dapat mengoceh atau membabel dengan pola suku kata yang diulang-ulang. Bahkan menjelang usia 1 tahun anak sudah mengeluarkan pola intonasi dan bunyi - bunyi tiruan.

Pada tahap linguistik I anak sudah mulai menggunakan serangkaian bunyi ujaran yang menghasilkan bunyi ujaran tunggal yang bermakna. Pada tahap linguistik II kosa kata anak mulai berkembang dengan pesat, ujaran yang diucapakan terdiri atas dua kata dan mengandung satu konsep kalimat yang lengkap. Pada tahap lingusitik III anak mampu menggunakan lebih dari dua kata, kalimat yang diungkapkan biasanya menyatakan makna khusus yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada tahap linguistik IV anak sudah mampu menyusun kalimat yang sudah cukup lengkap


(14)

meskipun masih ada kekurangan pada penggunaan infleksi dan kata fungsi. Pada tahap lingusitik V anak sudah memiliki kompetensi penuh dalam berbahasa.

Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari masyarakat Batak Toba menggunakan logat Batak Toba (Koetjaraningrat,1980:95). Bahasa Batak Toba cukup dikenal dengan ciri-ciri intonasi bahasa Batak yang tegas dan keras, sehingga memiliki keunikan tersendiri diantara bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia .

Humbang Hasundutan adalah salah satu daerah Batak Toba yang baru dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara, pada tanggal 28 juli 2003 sesuai dengan UU no.9 tahun 2003, yang terletak di wilayah Propinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah :2.335,33 km2 terdiri dari 10 kecamatan,1 kelurahan dan 117 desa. Jumlah penduduknya adalah 155.222 jiwa (Biro Pusat Statistik Kabupaten Humbang Hasundutan).

Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian bervariasi antara 330-2075 meter di atas permukaan laut, dengan perincian :

1. Datar = 260,95 Km2 (0 s/d 2%) 2. Landa = 459,60 Km2(2 s/d 15%) 3. Miring = 993,68 Km2 (15 s/d 40%) 4. Terjal = 621,10 Km2 (40 s/d 44%)

Bahasa Batak Toba merupakan bahasa yang paling dominan digunakan masyarakat yang tinggal di daerah Humbang Hasundutan. Salah satu kecamatan di kabupaten ini adalah kecamatan Lintong Nihuta. Kecamatan Lintong Nihuta memiliki 12 desa (Biro Pusat statistik Kabupaten Humbang Hasundutan). Salah satu desa yang


(15)

berada di kecamatan Lintong Nihuta adalah desa Sibuntuon Partur, desa Sibuntuon Partur ini merupakan desa yang memilki program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Desa Sibuntuon Partur dipilih sebagai lokasi penelitian karena daerah tersebut merupakan masyarakat tutur, yaitu masyarakat yang menghormati interaksi antara penutur dengan mitra tutur yang dilandasi atas norma-norma adat istiadat masyarakatnya, termasuk di dalamnya berinteraksi dengan menggunakan kata sapaan. Bahasa Batak Toba merupakan bahasa yang digunakan masyarakat Sibuntuon Partur dalam melangsungkan komunikasi sesama anggota masyarakat. Desa Sibuntuon Partur merupakan desa yang penduduknya mayoritas suku Batak Toba.

Dalam berkomunikasi, kata sapaan sering digunakan oleh masyarakat desa Sibuntuon Partur begitu juga dengan anak-anak usia tiga tahun. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata sapaan adalah kata ganti yang berfungsi sebagai teguran dalam suatu percakapan.

Bahasa Indonesia mengenal kata sapaan yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari di antaranya kata kakek, nenek, bapak (ayah), ibu, paman, bibi, abang, kakak, adik, ananda, mas, dan mbak. Sama halnya dengan bahasa Batak Toba, Serepina (2010:3) masyarakat Batak Toba memiliki kata sapaan antara lain:

1. Bapa adalah sapaan untuk orang tua laki-laki.

2. Uma adalah sapaan untuk orang tua perempuan.

3. Ompung adalah sapaan untuk orang tua dari bapa atau ibu.

4. Tulang adalah sapaan untuk saudara laki-laki dari ibu .


(16)

6. Amang boru adalah sapaan untuk suami saudara perempuan dari ayah/bapak.

7. Namboru adalah sapaan untuk saudara perempuan dari ayah/bapak

atau isteri dari amang boru.

8. Eda adalah sapaan untuk isteri saudaranya laki-laki dan saudara

perempuan suaminya, saudara sepupu perempuan, sapaaan kekerabatan antara sesama perempuan yang beripar.

9. Lae adalah sapaan untuk saudra laki-laki dari isteri, suami saudara

perempuan, anak laki-laki dari tulang, anak laki-laki amang boru.

10.Ho adalah sapaan kepada orang yang lebih muda dan sebaya.

11.Ampara adalah sapaan kepda orang sebaya dan teman semarga.

12.Akkang adalah sapaan kepada saudara laki-laki atau yang lebih tua.

Kata sapaan di atas dapat saja sudah diperoleh atau belum pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya anak yang berumur tiga tahun yang menggunakan bahasa pertama bahasa Batak Toba. Oleh karena itu penulis ingin melihat perkembangan bahasa khususnya kata sapaan dalam bahasa Batak Toba.

Contohnya:

Anak -1 Nunga mulak Uma sian pesta. Lingkungan Keluarga

“sudah pulang mama dari pesta” ‘Mama sudah pulang dari pesta’


(17)

Anak -2 Manurat dohami dibaen guru. Lingkungan Pendidikan

“menulis kami disuruh guru” ‘ Kami disuruh guru menulis’

Anak-3 Dilean Namboru au hepeng di pesta. Lingkungan Adat

“dikasih bibi aku uang di pesta” ‘Bibi memberikan uang pada saya di pesta’

Ketiga anak ini dapat menggunakan sapaan baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan adat atau pesta. Akan tetapi ada anak yang berusia 3 tahun di luar situasi ini menggunakan kata sapaan ‘Ho’ baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan upacara adat (pesta). Itulah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk meneliti pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di desa Sibuntuon Partur. 1.1.2 Masalah

Berdasarkan atas latar belakang penelitian yang telah dipaparkan, pokok masalah yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah:

1. Bentuk kata sapaan Bahasa Batak Toba apa saja yang diperoleh anak usia tiga tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di desa Sibuntuon Partur ?

2. Bentuk kata sapaan dan dalam lingkungan apakah yang sering digunakan anak usia tiga tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di desa Sibuntuon Partur?


(18)

1.2Batasan Masalah

Batasan masalah merupakan uraian terhadap masalah yang akan diteliti, sehingga penelitian yang dilakukan dapat efektif dan efisien. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti yaitu, kata sapaan bahasa Batak Toba dan bentuk kata sapaan dalam lingkungan Bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan berumur tiga tahun. Di samping itu, daerah penelitianya juga dibatasi yaitu desa Sibuntuon Partur, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan. Anak usia tiga tahun ini sehat jasmani dan rohani serta menggunakan bahasa Batak Toba di rumah dan di sekolah sebagai bahasa pertama (bahasa ibu). 1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya setiap penelitian itu mempunyai tujuan tertentu yang memberikan arah dan pelaksanaan penelitian. Hal ini dilakukan agar tujuan dapat tercapai dengan baik.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan beberapa bentuk kata sapaan bahasa Batak Toba yang diperoleh anak usia tiga tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di desa Sibuntuon Partur, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Menjelaskan bentuk kata sapaan dalam lingkungan apa saja yang sering digunakan anak usia tiga tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di desa Sibuntuon Partur, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan.


(19)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagi berikut: 1.3.2.1Manfaat Teoretis

1. Memberikan masukan tentang pemerolehan kata sapaan dan bentuk kata sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya anak usia tiga tahun.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya anak usia tiga tahun

3. Memberikan sumbangan untuk perkembangan dan penerapan teori-teori pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba khusunya anak usia tiga tahun, serta menjadi referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan tentang pemerolehan bahasa.

1.3.2.2Manfaat Praktis

1. Untuk kepentingan daerah, khususnya di desa Sibuntuon Partur, kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan.

2. Sumbangan di perpustakaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) desa Sibuntuon Partur.

3. Untuk keperluan orang tua khususnya Ibu rumah tangga, yang memiliki anak yang berusia tiga tahun.


(20)

BAB II

KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Kridaklaksana,2001:117) .

2.1.1 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).

Pada hakekatnya, proses pemerolehan bahasa itu pada setiap anak yang sama, yaitu melalui pembentukan dan pengujian hipotesis tentang kaidah bahasa. Pembentukan kaidah itu dimungkinkan oleh adanya kemampuan bawaan atau struktur bawaan yang secara mental dimiliki oleh anak. Inilah yang disebut dengan alat pemerolehan bahasa (Language Acquisition Devical/LAD). Dengan alat ini setiap anak dapat memperoleh bahasa apa saja serta didukung oleh faktor lain yang turut mempengaruhinya.


(21)

Ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara alami. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses performansi yang terdiri dari dua buah proses yakni proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses yang menghasilkan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian mengamati atau kemampuan memeroleh kalimat-kalimat yang didengar. Sedangkan penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan kalimat-kalimat sendiri. Kedua proses kompetensi ini apabila telah dikuasai kanak-kanak akan menjadi kemampuan linguistik kanak-kanak itu. Jadi kemampuan linguistik terdiri dari kemampuan memahami dan kemampuan melahirkan atau menerbitkan kalimat-kalimat baru yang dalam linguistik disebut sebagai perlakuan atau pelaksanaan bahasa.

2.1.2 Kata Sapaan

Kata sapaan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi persyaratan yang disepakati oleh perilaku sosial. Kata sapaan adalah kata ganti yang berfungsi sebagai teguran dalam percakapan.

Kata sapaan merupakan sapaan yang digunakan ketika seseorang ingin berinteraksi dengan yang lainnya ketika sedang melakukan interaksi atau komunikasi. Tata cara berbahasa harus sesuai dengan budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tata cara berbahasa seseorang


(22)

tidak sesuai dengan norma-norma budaya maka seseorang itu akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya (Sibarani,2004:170).

2.1.3 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas No 17 tahun 2010)

Fungsi dan tujuan PAUD berdasarkan PP 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, fungsi dan tujuan PAUD diatur dalam Pasal 61. Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Pendidikan anak usia dini bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial peserta didik pada masa pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.


(23)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pemerolehan Bahasa Pertama

Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila anak yang belum pernah belajar bahasa apapun sampai mulai belajar bahasa untuk pertama kali (Nababan,1992:73). Pemerolehan bahasa pertama adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika anak memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang anak-anak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua

Dalam proses perkembangan semua anak manusia yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar, memperoleh sesuatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, kecuali ada gangguan psikologi, seperti tuli atau alasan-alasan sosial lainnya, hanya anak telah dapat berkomunikasi secara bebas pada saat anak sudah menduduki bangku sekolah (Tarigan, 1987:83).

2.2.2 Psikoliguistik Behaviorisme

Secara etimologi psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan kata lingusitik. Psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses berbahasa sedangkan linguistik mengkaji struktur bahasa (Chaer,2002:5). Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu seseorang berkomunikasi dan


(24)

bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik dapat diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya.

Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur dan memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan, membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit bertutur, seperti afasia, gagap dan sebagainya.

Penelitian tentang pemerolehan bahasa anak merupakan kajian menarik bagi para psikolog dan linguis. Menurut pandangan psikologi behavioris Lennberg 1967 dan Krashen 1975 dalam (Cahyono 1995:268-269) anak belajar bicara dengan cara meniru pola bunyi yang didengar dari lingkungannya melalui rangsangan dan tanggapan serta penguatan dan ganjaran. Dengan cara-cara itu anak akan mencapai tahap kemampuan mengahasilkan bahasa seperti model- model bahasa orang dewasa yang didengar

Psikologi behaviorisme menjelaskan perilaku dengan cara mengamati aneka responsi yang berlangsung apabila stimulus tertentu muncul. Stimulus yang berbeda akan menghasilkan respons yang berbeda pula. Dalam pandangan behaveorisme sistem respons diperoleh manusia sistem pembiasaan (conditioning) atau


(25)

pengulangan bentuk-bentuk bahasa sehingga anak tidak lagi membuat kesalahan dalam perlakuan bahasa pertamanya

Menurut Tarigan (1984:261), asumsi behaviorisme adalah bahwa pengetahuan linguistik yanag terdiri atas rangkaian asosiasi yang berupa persyaratan instrumental adalah perilaku berbahasa seorang individu ditentukan oleh urutan ganjaran-ganjaran yang berbeda dalam lingkungannya. Ganjaran dan hadiah akan memberi semangat kepada anak untuk berbahasa yang banyak sehingga perbendaharaan kosa katanya menjadi luas dan berkembang.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang pemerolehan bahasa sudah pernah diteliti sebelumnya, seperti Kiparsky,1968 (dalam Tarigan ,1987) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai anak dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan yang paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan.

Dardjowidjojo (2000) dalam bukunya Psikolinguistik tentang penelitian longitudinalnya yang menggunakan waktu lima tahun terhadapa cucunya Echa mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa itu sendiri atas pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Pemerolehan bahasa juga tidak dapat terjadi karena hanya ada bekal kodrati (innate properties) belaka. Pemerolehan bahasa juga tidak mungkin karena adanya faktor lingkungan saja, keduanya diperlukan sebagai proses penguasaan bahasa.


(26)

Menurut Tarigan(1987), dalam bukunya Psikolinguistik mengatakan bahwa pemerolehan bahasa itu adalah suatu proses yang digunakan anak-anak untuk serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai anak dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan yanag paling sederhana dari bahasa yang bersangkutan. Tarigan juga membahas tentang tahap-tahap pemerolehan prasekolah, ujaran kombinasi, masa sekolah.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Kaseng (1984) dalam bukunya yang berjudul Pemerolehan Struktur Bahasa Anak-Anak Prasekolah membahas pemerolehan tata bentuk dan tata kalimat anak-anak prasekolah dalam bahasa Bugis. Tata bentuk terdiri dari monomorfem dan polimorfem.

Selain itu Gustianingsih (2002) dalam tesisnya yang berjudul Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia Anak Usia Taman Kanak-Kanak mengatakan kemampuan anak akan kalimat majemuk merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di sekolah dasar.

Susanti (2005) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Jawa

Anak Usia 3-4 Tahun, membahas tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri atas

tahap perkembangan tata bahasa dan tahap tata bahasa menjelang dewasa. Susanti juga membahas kalimat sederhana yang dihasilkan oleh anak usia 3-5 tahun dalam bahasa Jawa, yaitu kalimat S-P,S-P-K,K-S-P.

Fauzi (2000) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5 Tahun: Analisis Psikolinguistik, membahas tentang tahap-tahap pemerolehan bahasa yang terdiri atas tahap perkembangan prasekolah dan tahap perkembangan kombinator. Tahap perkembangan prasekolah meliputi tahap meraba,


(27)

tahap holofrastik, tahap kalimat dua kata tahap perkembangan tata bahasa dan tahap kombinasi penuh. Tahap perkembangan kombinaton meliputi perkembangan negatif, perkembangan interogatif, dan perkembangan sistem bunyi. Fauzi juga membahas tentang perkembangan bahasa dan perkembangan kognitif.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang berada di desa Sibuntuon Partur, Kecamatan Lintongnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Desember 2011 sampai dengan Januari 2012. 3.2 Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data itu diperoleh ( KBBI,2003: 994). Sumber data dalam penelitian ini adalah anak-anak dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), anak usia tiga tahun di desa Sibuntuon Partur, kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan. Penulis mengambil delapan orang anak untuk dijadikan sebagai narasumber, lima orang berjenis kelamin perempuan dan tiga orang berjenis kelamin laki-laki. Akan tetapi setiap narasumber yang akan diteliti harus memenuhi kriteria-kriteria di antaranya, berusia maksimum tiga tahun, merupakan penduduk setempat, sehat jasmani dan rohani, bahasa pertamanya adalah bahasa Batak Toba.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, dan teknik adalah cara melaksanakan metode. Sebuah penelitian ilmiah haruslah berdasarkan fakta-fakta untuk mendukung kebenaran, sedangkan metode adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu yang bersangkutan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak ( Sudryanto, 1993:133). Maksudnya


(29)

di sini adalah menyimak kata sapaan bahasa Batak Toba dari anak yang berasal dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan berusia tiga tahun di desa Sibuntuon Partur. Kata sapaan yang diperoleh dari tuturan anak tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu teknik rekam, yaitu merekam semua kata sapaan bahasa Batak Toba yang terdapat dalam tuturan pada anak usia tiga tahun tersebut dengan menggunakan alat perekam HP Nokia X2-01. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik catat, yaitu mencatat semua data yang telah terkumpul.

Metode simak memiliki teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap (Sudaryanto, 1993:134). Peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, imbal wicara atau tidak ikut serta dalam proses pembicaraan anak-anak yang saling berbicara, antara anak dengan anak seusianya, ( lingkungan sekolah atau lingkungan bermain), anak dengan orang tuanya (lingkungan keluarga) antara anak dengan orang-orang di sekelilingnya (lingkungan pesta adat). Peneliti hanya sebagai pemerhati dan menyimak apa yang dikatakan (apa yang dibicarakan) oleh anak-anak yang saling berbicara. Selanjutnya teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan peneliti ketika menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan di atas.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode adalah cara kerja yang teratur dengan berpikir baik untuk mencapai suatu maksud. Dapat juga dikatakan bahwa metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna menghasilkan tujuan yang sempurna (Sudaryanto, 1993:26). Dalam mengkaji data digunakan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu. Teknik pilah unsur penentu memiliki suatu alat


(30)

yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Unsur penentu dalam penelitian ini adalah penggunaan kata sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) anak usia tiga tahun di desa sibuntuon Partur. Dalam hal ini peneliti akan memilah kata sapaan seperti uma, tulang, bapa, namboru, lae dan lain-lain dan dilanjutakan dengan teknik hubung banding menyamakan dengan bahasa anak seusianya. Kemudian peneliti juga memilah kata sapaan dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau pendidikan, dan lingkungan pesta adat, setelah itu peneliti memilah unsur kata sapaan yang sering digunakan anak Pendidikan Usia Dini (PAUD) yang berumur 3 tahun , apakah di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau pendidikan, maupun lingkungan upacara adat (pesta). Berikut adalah contohnya:

Contoh : Lingkungan Keluarga

Taruli Nababan, anak dari pasangan Bapak R.Nababan dan L.Br hombing keluarga ini memiliki tiga orang anak. Taruli adalah anak nomor dua dan berjenis kelamin perempuan, Anak yang pertama berumur tiga tahun dan berjenis kelamin laki-laki, sedangkan anak kedua berumur satu tahun berjenis kelamin laki-laki. Dalam berkomunikasi keluarga ini menggunakan bahasa ibu yaitu Batak Toba. Keluarga ini sedang melakukan kegiatan yaitu makan malam bersama.

4. Bapa : Lean ikkan on tu si Taruli


(31)

‘Berikan lauk ini kepada Taruli’

Uma : Nion ikkan on Taruli

“ini ikan ya Taruli” ‘Ini lauk Taruli’

Taruli : Olo uma , olo Bapa gok dope ikkanhu

“ ia Mama, ia Bapa banyak masih ikanku” ‘Mama, Bapak laukku masih banyak’

Dari contoh ( 4) kata sapaan uma ‘Mama’ dan Bapa ‘Bapak’ yang digunakan Taruli benar, hal ini dilakukan karena Taruli sering melakukan interaksi kepada kedua orang tuanya, dan anggota keluarga lainnya dengan menggunakan kata sapaan seperti itu.

Lingkungan Pendidikan (Sekolah):

Dalam hal ini anak (Taruli) berusia tiga tahun mengikuti pendidikan taman bermain( play group) atau yang lebih sering kita kenal Pendidikan Anak Usia Dini. Guru menyuruh tugas di rumah menggambar.

7. Pengajar (Ibu) : Adong nantuari tugas dibaen Ibu ?

“ada semalam tugas dibuat Ibu” ‘Semalam Ibu memberi tugas ya?’


(32)

Taruli : Adong guru ,nunga sae hugobbar

“ada Ibu sudah siap di gambar” ‘Ada Ibu, saya sudah siap menggambar’ Ibu : Buan ma Jolo tuson asa Ibu bereng.

“bawakan dulu ke sini biar Ibu periksa” ‘Antar ke depan agar Ibu periksa’

Taruli : Nion guru ( sambil membawa tugas)

“Ini guru”

‘Ini tugas saya Ibu’

Dari percakapan di atas Taruli mampu menguasai kata sapaan yang digunakan dalam lingkungan sekolah guru ‘Ibu’, akan tetapi kata sapaan tersebut bukanlah kata sapaan dalam bahasa Batak Toba, melainkan Bahasa Indonesia.

Lingkungan Upacara Adat (Pesta):

Dalam hal ini Taruli mengenal kata sapaan tulang ‘paman’untuk adik ibu yang kebetulan bertettangga dengan ibu Taruli. Pada saat upacara adat perkawinan Taruli dan tulang hadir. Berikut percakapan antara Tulang dan Taruli.

8. Taruli : Tulang, ijo hepeng mi manuhor karupuk.


(33)

‘Paman,saya minta duit membeli kerupuk’

. Tulang : Dang adong hepeng ni Tulang doba.

“Tidak ada duit Tulang ini” ‘Tulang tidak punya duit.’

Taruli : saribu jalo onhu Tulang.

“ Seribu kuminta Tulang.” ‘Seribu sajaTulang’.

Dari percakapan di atas terlihat jelas bahwa kata sapaan Tulang ‘paman’ yang digunakan tepat, akan tetapi Taruli hanya dapat menggunakan kata sapaan Tulang’ Paman’ apabila sudah sering melakukan interaksi dan terbiasa dan mengenal wajah Tulang ‘Paman’ tersebut. Dengan kata lain apabila ada orang yang sama jenis kelaminnya Tulang (laki-laki) Taruli belum tentu menyapanya dengan kata sapaan Tulang.


(34)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba Anak Usia Tiga Tahun Dalam proses perkembangan, semua anak yang normal sudah pasti akan memperoleh suatu bahasa ilmiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau pertumbuhan yang wajar, memperoleh suatau bahasa yaitu “ bahasa pertama” atau “bahasa asli”, “bahasa ibu” dalam tahun-tahun pertama kehidupannya di dunia.

Semua anak yang normal, terlepas dari latar belakang budaya yang dia miliki,mengembangkan bahasa pada waktu yang hampir bersamaan dan melewatkan tahap-tahap pemerolehan yang sama. Tahap-tahap bahasa anak memiliki dasar yang sama dengan perkembangan ketrampilan motor yang ditentukan secara biologis. Tahap-tahap secara biologis itu berkaitan dengan pematanagn otak anak. Dalam perkembangan berikutnya, pemerolehan bahasa dipengaruhi oleh faktor sosial yang berasal dari lingkungan anak.

Proses pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila pada awalnya tidak berbahasa dan kini dia memperoleh bahasa pertama ekabahasa. Apabila seorang anak mempelajari dua bahasa secara serentak dan sejajar dengan semula, hal ini sebagai pemerolehan bahasa pertama dwibahasa. Penelitian ini menganut jenis yang pertama bahwa berkomunikasi dengan orangtua ,keluarga dan lingkungan bermain menggunakan bahasa batak Toba.

Bahasa Batak Toba sebagai bahasa pertama merupakan media yang dapat dipergunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai lainya dari masyarakat Indonesia. Bahasa apa pun di dunia ini termasuk bahasa Batak Toba harus dipelajari. Tidak


(35)

seorang pun anak mampu berbicara secara langsung. Dengan potensi yang dibawanya sejak lahir itu seorang anak secara alamiah memperoleh prinsip-prinsip bahasa dari masyarakat bahasa yang ada di sekelilingnya.

Pemerolehan kata sapaan bahasa batak Toba anak usia tiga tahun akan dipilah berdasarkan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah (pendidikan) maupun lingkungan upacara adat (pesta).

4.1.1 Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba dalam Lingkungan Keluarga

A. Kata Sapaan Uma ‘mama’

Kata sapaan Uma ‘mama’ adalah kata sapaan yang sering digunakan anak usia tiga tahu dalam melakukan interaksi bersama orang tuanya yaitu Ibu ata Mama. Lingkungan keluarga juga sangat mempengaruhi tentang pemerolehan bahasa anak terutama pemerolehan kata sapaan bahasa batak Toba dalam lingkungan keluarga. Dalam penelitian ini pemerolehan kata sapaaan bahasa batak Toba anak usia tiga tahun ditemukan beberapa kata sapaan sebagai berikut:

9. Radot : nunga male hian au uma!

“sudah lapar sekali aku mama” ‘Aku sudah lapar Mama’

Uma : jolo sae huloppa majo indahanmu


(36)

‘Tunggu Mama masak dulu ya’

Dari percakapan (9) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun merupakan kata sapaan bahasa batak Toba dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini kata sapaan “uma” (mama) merupakan kata sapaan yang diperoleh anak usia 3 tahun melalui lingkungan keluarga. Dalam hal ini Radot hanya memiliki satu orang tua yaitu “Uma” , anak tersebut tidak mengenal kata sapaan “Bapa” karena ketika Radot masih di dalam kandungan Ibunya, Bapaknya meninggal dunia, itulah sebabnya anak tersebut tidak mengenal kata sapaan “Bapa”.

B. Kata Sapaan Bapa ‘bapak’

Kata sapaan Bapa ‘bapak adalah kata sapaan dalam bahasa Batak Toba yang sering digunakan anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Kata sapaan Bapa adalah kata sapaan yang digunakan anak-anak dalam menyapa orang tua laki-laki. Berikut contoh percakapannya

10.Bapa : sapu jo annong alaman jabui rita

“sapu dulu nanti halaman rumah rita” ‘Sapu dulu halaman rumah kita Rita’ Rita : didia dibaen bapa sapu lili?

“dimana diletakkan bapa sapu lidi?” ‘Dimana Bapak letakkan sapu lidi?’ Bapa : sukkun uma, ibana parpudi mamakke


(37)

“tanya mama , dia terakhir pakai”

‘Tanya sama Mama, mama terakhir yang pakai’ Rita : uma? Didia sapu lili, asa husapu alaman jabu on

“mama? dimana sapulidi biar disapu halaman rumah ini” ‘dimana sapu lidi Mama?Saya membersihkan halaman rumah’ Uma : jonok balatuki do hubaen

dekat tangga kuletkkan” ‘Saya meletakkan dekat tangga’

Dari data percakapan (10) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Rita adalah kata sapaan Uma ‘mama’, Bapa ‘bapak’ dan diperolehnya dari lingkungan keluarga. Rita melakukan interaksi terhadap kedua orangtuanya selama dua puluh empat jam dan menggunakan kata sapaan dengan baik, dan kedua orangtuanya juga merespon bahasa Rita dengan baik. Hal ini yang menyebabkan Rita mamapu menggunakan kata sapaan “Uma” dan “Bapa” .

C. Kata Sapaan Omppung doli ‘kakek’

Kata sapaan Ompung doli ‘ kakek’ adalah kata sapaan dalam bahasa Batak Toba yang diperoleh anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Ompung doli adalah kata sapaan yang digunakan anak-anak untuk menyapa orang tua laki-laki dari Bapak atau Mama. Berikut contoh percakapannya


(38)

11.Ramot : didia ompug doli uma?

“dimana kakek mama” ‘Kakek dimana mama?’

Uma : lao mambuat duhut tuladang

“pergi mengambil rumput keladang” ‘Kakek mengambil rumput di ladang’

Ramot : narappak lao do Bapa dohot Ompung doli tu ladang

“sama pergi bapa dan kakek ke ladang” “Bapak dan kakek pergi bersama ke ladang” Uma : olo amang

“ia nak” ‘Ia anakku’

Dari data percakapan (11) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Ramot tahun merupakan kata sapaan Uma ‘mama’, Bapa ‘bapak’ dan Ompung doli ‘kakek‘ yang diperoleh dari lingkungan keluarg. Kedua orang tua Radot masih hidup, itulah sebabnya Ramot sering melakukan interaksi terhadap kedua orang tuanya, akan tetapi Ramot juga tinggal satu rumah dengan Ompung doli (kakek).


(39)

Oleh karena itu Ramot memperoleh kata sapaan tiga sekaligus yaitu kata sapaan “Uma”, “Bapa” dan “Ompung doli.

D. Kata Sapaan Ompung boru ‘nenek’

Kata sapaan Ompung boru ‘nenek’ merupakan kata sapaaan yang digunakan dalam bahasa Batak Toba dan diperoleh anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Ompung boru adalah kata sapaan yang digunakan untuk menyapa orangtua (Ibu) Bapak dan Mama. Berikut adalah contoh percakapannya

12.Bapa : naso mangan dope ho Jakkob?

“belum makan kau jakkob?” ‘Jakkob belum makan ?’ Jakkob: dangadong ikkan Bapa.

“habis ikan bapak” ‘Ikannya habis bapak’

Uma : dilamari do hubaen buatma

“dilemari tempatnya ambillah” ‘Ikannya ada di lemari’


(40)

“belum makan tadi kakek sama nenek mama?” ‘Kakek sama nenek belum makan ya mama?’

Uma : daong dope tadinghon dinasida

“belum makan , sisakan buat mereka” ‘Belum makan, jangan dihabiskan’

Jakkob : olo uma

“ia mama” ‘Ia mama’

Dari percakapan (12) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Jakkob adalah “Bapa”, “Uma”, “Ompungdoli” dan “ Ompungboru”. Berbeda dengan data (11) data (12) ini Jakkob mampu menggunakan kata sapaan “Ompung boru” dengan baik, hal ini terjadi karena Jakkob masih memiliki keluarga yang lengkap yaitu memilki “Uma”, “Bapa”, “Ompung doli” dan “Ompung boru”. Penggunaan kata sapaan yang digunakan oleh Jakkob adalah benar, hal ini terjadi karena Jakkob sering melakukan interaksi dan berkomunikasi sesama anggota keluarganya.

E. Kata Sapaaan Tulang ‘paman’

Kata sapaan Tulang ‘paman’ merupakan kata sapaan bahasa Batak Toba yang diperoleh anak- anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Tulang ‘paman’


(41)

adalah kata sapaan yang digunakan untuk menyapa saudara laki-laki dari Uma ‘mama’. Berikut contoh percakapannya

13.Jenti : tudia lao tulang uma?

“pergi kemana paman mama?” ‘Mama , di manakah tulang?’ Uma : lao tu saba mangombak halak i.

“pergi ke sawah mencangkul dia” ‘Pergi ke sawah mencangkul’

Jenti : naso diingot tulang manginum kopina

“tidak ingat paman meminum kopi” ‘Paman lupa meminum kopi’

Dari percakapan (13) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Jenti adalah kata sapaan”Uma” ,dan “Tulang”. Jenti memperoleh kata sapaan “ Tulang “ dan “Uma” ketika jenti sering melakukan interaksi dan berkomunikasi dengan keduanya. Jenti hanya memiliki satu orang tua yaitu” Uma”, Bapaknya sudah lama meninggal dunia sewaktu jenti masih dalam kandungan. Itulah sebabnya Jenti tidak menggunakan kata sapaan “Bapa”. Akan tetapi Jenti tinggal satu rumah dengan “Tulang” (paman), dalam hal ini Jenti sering melakukan interaksi dan komunikasi


(42)

dengan “Tulang”. jadi kata sapaan yang diperoleh Jenti adalah kata sapaan “Uma” dan “Tulang”.

F. Kata Sapaan Namboru, Bou ‘bibi’

Kata sapaan Namboru, Bou ‘bibi’ merupakan kata sapaan bahasa Batak Toba yang diperoleh anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. “Namboru” digunakan sebagai sapaan untuk saudara perempuan dari Bapak. Berikut contoh percakapannya

14.Bapa : tudia lao umamu Ria?

“kemana pergi mama ria?” ‘Mama pergi kemana Ria?’ Ria : lao maronan inna Bou.

“pergi ke pajak kata bibi”

‘Kata bibi , mama pergi ke pajak’

Dari percakapan (14) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Ria adalah kata sapaan “Uma”, dan “Namboru” dan “Bapa. dalam percakapan di atas adanya interaksi yang dilakukan oleh “Bapa” kepada Ria. Selain kata sapaan “Uma”dan “Bapa” Kata sapaan yang digunakan Ria adalah kata sapaan “Namboru”, akan tetapi Ria mengucapakannya dengan kata “Bou”. Hal ini terjadi karena adanya kesepatakatan masayarakat setempat didalam penggunaan kata sapaan “Namboru” dapat digunakan dengan kata “Bou” khususnya bagi anak-anak yang berumur dibawah Sembilan tahun, dengan kata lain kata sapaan “Bou” digunakan Ria karena


(43)

orang-orang sekelilingnya mengajarkan panggilan untuk kaka dan adik bapak yang perempuan dengan “Bou” .

G. Kata Sapaan Akkang baoa ‘abang’ dan Akkang boru ‘kakak’

Kata sapaan Akkang baoa ‘abang’ dan Akkang boru ‘kakak’ merupakan kata sapaan bahasa Batak Toba yang diperoleh anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga. Kata sapaan “Akkang baoa” digunakan untuk menyapa Abang dan kata sapaan Akkang boru digunakan untuk menyapa kakak. Berikut adalah cntoh percakapannya.

15.Tulang : ise donganmu d ijabu Lamminar?

“siapa kawanmu di rumah Lamminar?” ‘Bersama siapa Lamminar di rumah?’

Lamminar : rap Akkang baoa dohot Akkang boru Tulang.

“bersama abang dan kakak Tulang” ‘di rumah ada Abang dan Kakak, Tulang’ Tulang : Uma dohot Bapa tudia lao?

“mama dan bapak pergi kemana” ‘Di mana Bapak dan Mama?’ Laminar : di gareja Tulang


(44)

‘Pergi ke gereja Tulang’

Dari percakapan (15) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Lamminar adalah “Akkang” dan “Tulang”. pemerolehan kata sapaan “Akkang baoa” dan “Akkang boru” terjadi akibat adanya interaksi dan komunikasi yang dilakukan Lamminar terhadap keluarganya, sapaan untuk saudaranya yang lebih tua dari Lamminar. Disamping itu kata sapaan “Tulang” merupakan kata sapaan yang diperoleh Lamminar dalam lingkungan keluarganya. Kata sapaan yang digunakan Lamminar merupakan kata sapaan yang sudah benar yaitu kata sapaan “ Akkang” dan kata sapaan “Tulang”.

16.Ratna : boasa dang maradi Tulang uma?

“mengapa tidak singgah Tulang itu mama” ‘Mama, mengapa Tulang tidak singgah’ Uma : adong nanilumbani nasida

“ada pekerjaan mereka” ‘Mereka terburu-buru’

Ratna : Ompung doli manuru au umbahen husughun Uma?

“kakek disuruh aku makanya kutanya mama” ‘Kakek menyuruh aku bertanya kepada mama’


(45)

Dari percakapan (16) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Ratna adalah kata sapaan “Uma”, “Ompung”dan “Tulang”. Dalam hal ini Ratna merupakan anak yang aktif, dan Ratna memiliki rasa ingin tahu yang besar kepada seluruh anggota keluarganya. Dalam situasi ini Ratna tinggal dekatan dengan “Ompung” dan “Tulang”. Hal ini juga yang mendorong Ratna melakukan interaksi dan komunikasi.Kata sapaan yang diperoleh Ratna adalah kata sapaan “Uma”,“Ompung doli” dan “Tulang.

4.1.2 Pemerolehan Kata sapaan Bahasa Batak Toba dalam Lingkungan Pendidikan (Sekolah)

Lingkungan pendidikan juga mempengaruhi tentang pemerolehan bahasa, khususnya pemerolehan kata sapaan dalam lingkungan pendidikan. Dalam hal ini lingkungan pendidikan sangat berperan aktif dalam pemerolehan bahasa anak. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan sarana tempat seorang anak mampu belajar memperoleh sebuah bahasa. lingkungan pendidikan ini merupakan tempat anak didik menuntuntut pelajaran dari seorang guru sambil bermain. Hal ini akan menimbulkan rasa ingin tahu anak yang besar untuk memroses apa yang dilakukan dan dilihat seorang anak (Barbara wasik, 2008: 1). Salah satu diantaranya adalah pemerolehan bahasa atau pemerolehan bahasa pertama.

Ada dua proses yang terjadi ketika seorang anak-anak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini meruapakan proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak alami. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjdinya proses performansi yang terdiri dari dua buah proses yakni proses


(46)

pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat, salah satu diantaranya adalah tentang pemerolehan kata sapaan. Bagaimana anak-anak usia tiga tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini di desa Sibuntuon Partur menerbitkan dan menghasilkan kata sapaan dalam ujaran kalimatnya Berikut ini adalah contoh percakapan pemerolehan kata sapaan di lingkungan pendidikan.

17.Guru : boasa dang manurat ho Ramot

“mengapa tidak mencatat ramot” ‘Ramot, mengapa tidak mencatat’

Ramot : dang adong pitolot Guru, dang dilean Uma hepeng manuhor

“tidak ada pensil ibu, tidak dikasih mama uang membeli” ‘Mama belum memberikan uang untuk membeli pensil Ibu’ Guru : marsogot suru di tuhor Uma .

“besok suruh debelikan mama” ‘Besok suruh Mama membelikannya’

Dari percakapan (17) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun merupakan kata sapaan bahasa batak Toba dalam lingkungan pendidikan (sekolah). Kata sapaan yang diperoleh Ramot adalah “Uma” dan “Guru”, akan tetapi kata sapaan “guru” tidak terdapat dalam kata sapaan bahasa batak Toba. Kata sapaan guru merupakan kata sapaan yang di peroleh dari bahasa Indonesia.


(47)

Dalam hal ini setiap staf pengajar dalam pendidikan tersebut Ramot menyapanya dengan kata sapaan “Guru” baik itu guru yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Dalam hal ini Ramot memperoleh kata sapaan dalam bahasa Batak Toba yaitu “Uma”, sedangkan kata sapaan “ Guru” yang diperoleh Ramot adalah kata sapaan dalam bahasa Indonesia yang penggunaannya sebenarnya kurag tepat.

18.Ibu : aha digobbar ho Ria ?

“menggambar apa kau ?” ‘ Apa yang Ria gambar?’

Ratna : manggombar bittang do au Ibu

“menggambar bintang aku Ibu” ‘saya sedang menggambar bintang Ibu’ 19.Ibu : boasa tarlambat ho Jakob ?

“kenapa terlambat Jakkob” ‘Mengapa kamu terlambat Jakkob?’

Jakkob : tarlambat au dungo Ibu


(48)

“Saya terlambat bangun Ibu’

20.Ria : Ibu parmisi jo au naeng pause

“ibu pemisi dulu aku mau kebelakang” ‘Saya permisi Ibu, saya mau kekamar mandi’

Ibu : molo dung sae pause sappat pakke aek .

“kalau sudah siap dari kamar mandi siram pakai air” ‘Setiap dari kamar mandi harus di siram dengan air’

21.Ratna : tudia do alapon kapur i Ibu?

“darimana di ambil kapur Ibu” ‘darimana diambil kapurnya Ibu’ Ibu : jalo sian Ibu sinaga

“minta dari ibu sinaga”

‘Kapurnya minta dari Ibu Sinaga’

22.Ibu : boasa marsala on bohimi Radot?


(49)

‘Mengapa pucat mukamu Radot’ Radot : ngalian au Ibu?

“kedinginan aku ibu” ‘Saya kedinginan Ibu’

23.Jenti : dang huboan bukku gobbar hu Ibu.

“tidak kubawa buku gambar ibu” ‘Saya tidak bawa buku gambar Ibu’

Ibu : sogot unang lupa mambuan bukku gobbar mu.

“besok jangan lupa membawa buku gambarmu” ‘Jangan lupa membawa buku gambar besok’ Jenti : olo Ibu

“ ia ibu” ‘Ia Ibu’

24. Ibu : boasa dang ro ho nantuari Lamminar?


(50)

‘Mengapa semalam kamu tidak hadir Laminar’ Laminar: marsahit au Ibu

“sakit saya ibu” ‘Saya sedang sakit Ibu’

Dari percakapan (18-24) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun dari lingkungan pendidikan ini adalah “Ibu”. Interaksi dan komunikasi yang dilakukan anak tersebut menunjukkan anak kepada Ibu guru menunjukkan adanya adanya hubungan mampu memperoleh kata sapaan. Kata sapaan yang diperoleh anak tersebut adalah kata sapaan “Ibu”. Kata sapaan tersebut tidak termasuk ke dalam kata sapaan bahasa Batak Toba, akan tetapi kata sapaan tersebut sudah termasuk kedalam kata sapaan bahasa Indonesia. Dalam bahasa Batak Toba ada kata sapaan, Bapa, Uma, Omppung, Namboru, Amang Boru dan lain sebagainya, tetapi dalam bidang pendidiikan, terutama ketika berada di kelas semua murid menyapa seorang guru dengan Bapak atau Ibu guru meskipun guru tersebut masih memiliki hubungan kekerabatan dengan murid. Kata sapaan pada lingkungan pendidikan dalam bahasa Batak Toba berarti tidak ada, yang ada hanyalah sapaan Ibu guru dan Bapak guru seperti dalam bahasa Indonesia.


(51)

4.1.3 Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba dalam Lingkungan Upacara adat (Pesta).

Berbicara mengenai pemerolehan bahasa, maka kita tidak dapat melepaskan diri dari perlengkapan pemerolehan atau acquisition device. Dalam hal ini adanya model pemerolehan, yang dimaksud dengan model pemerolehan adalah suatu teori siasat yang dipergunakan oleh anak-anak untuk menyusun suatu tata bahasa yang tepat bagi bahasany (Chomsky; 1965:25-30). Dalam hal ini lingkungan juga sangat mempengaruhi kemampuan seorang anak dalam memperoleh bahasa. Salah satu diantaranya adalah lingkungan upacara adat (pesta)

Lingkungan upacara adat (pesta) juga sangat memepengaruhi bagaimana seorang anak yang berusia tiga tahun mampu memperoleh kata sapaan. Kata sapaan yang diperoleh anak yang satu dengan anak yang lainya dapat berbeda- beda. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa tuturan kata sapaaan dalam bahasa Batak Toba dalam lingkungan upacara adat (pesta) .

25. Uma : sian dia hepengmi Radot?

“dari mana uangmu radot?” ‘Uangmu darimana Radot’

Radot : dilean Tulang nakaning Uma nadipesta i

“diberikan tulang tadi mama di pesta” ‘Tulang tadi memberikan uang di pesta’


(52)

Uma : pamasuk tusakku mi annong mago

“masukkan kekantong mu, nanti hilang” ‘Masukkan kekantong uangmu ,nanti hilang’

Dari percakapan (20) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun tersebut merupakan kata sapaan yang diperoleh dalam lingkungan upacara adat (pesta). Kata sapaan yang diperoleh adalah kata sapaan “Uma”, dan “Tulang”. Dalam lingkungan keluarga bisa saja Radot tidak mengenal kata sapaan “Tulang” akan tetapi ketika “Uma’ mengajak Radot ke uapacara adat (pesta) , Radot berinteraksi langsung dengan Tulang. Hal itu lah yang menyebabkan Radot mampu memperoleh kata sapaan dalam lingkungan uapacara adat (pesta).

26.Jakkob : di lean Namboru au jagal nakaning.

“diberikan bibi aku daging tadi”

‘ Bibi memberikan kepada saya daging’ Bapak: godang do dilean tuho?

“banyak diberikan Bibi itu?” ‘Banyak diberikan Bibi tadi?’

Jakkob : godang, ale di tambai amang boru tu pangana hu.

“banyak, tapi diberikan amang boru ke piringku”


(53)

Dari percakapan (26) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun tersebut merupakan kata sapaan yang diperoleh dalam lingkungan upacara adat (pesta). Kata sapaan yang diperoleh adalah kata sapaan “Namboru”, dan “Amangboru”. Ketika Jakkob di bawa orang tuanya ke upacara adat (pesta), Jakkob langsung mengenali “ Namboru” dan “Amang boru” yang sebelumnya mereka sudah saling mengenal. Kemampuan Jakkob dalam memperoleh bahasa khusnya pemerolehan kata sapaan tergolong baik. Hal ini dapat dibuktikan ketika Jakkob bertemu langsung dengan “Namboru” dan “Amang boru”

27.Bapa : jalang jo Eda mi Lamminar

“salam dulu kakak ipar itu”

‘Bersalaman dulu dengan Kakak ipar’ Laminar : ise ho, dang hutanda

‘siapa kamu, saya tidak kenal’ ‘Saya tidak mengenali dia” Bapa : akora ni Akkang baoa mu do i

“isteri dari Abangmu itu” ‘ itu isteri Abangmu’

Dari percakapan (27) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun tersebut merupakan kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun di lingkungan upacara adat (pesta). Kata sapaan yang diperoleh anak tersebut


(54)

adalah kata sapaan “Akang baoa”dan “Ho”. Ketika Bapak menuyurh Lamminar bersalaman dengan “Eda” Lamminar menggunakan kata sapaan “Ho” yang dimana pengguanaan kata sapaan tersebut diguanakn untuk orang yang sebaya. akan tetapi Lamminar dalam menggunakan kata sapaan “Ho” kurang tepat, hal ini diakibatkan Lamminar tidak pernah melakukan interaksi dengan “Eda”. Itulah yang menyebabkan penggunaan kata sapaan “Ho” tidak tepat.

28.Bapa :ditada hodo namangalean hepeng i tuho?

“kenal kamu yang memeberikan uang itu”

‘ Apakah kamu mengenal yang memberikan uang itu?’ Ria : na dipesta ni Tulang i do!

“ tadi yang di pesta tulang “ ‘ Yang di pesta Tulang tadi’ Bapa : olo ria.

“ ia ria” ‘ Ia ria’

Ria : Namboru do mangalean ahu hepeng

“ Bibi yang memberikan aku uang” ‘ Yang memberikan saya uang adalah Bibi’


(55)

Bapa : hurippu dang ditadda ho

“kukira tidak kenal kamu”

‘Bapak kira kamu tidak mengenalinya’

Dari percakapan (28) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun tersebut merupakan kata sapaan yang diperoleh dalam lingkungan upacara adat (pesta). Kata sapaan yang diperoleh anak tersebut di atas adalah kata sapaan “Namboru”. Dari percakapan kepada Ria “Namboru” nya, yang memberikan uang kepada Ria adalah “Namboru”. Ria mampu mengenali “Namboru” nya dan menggunakan kata sapaan “Namboru” dengan benar. Hal ini karena telah terjadi interaksi dan komunikasi antara Ria dan “Namboru”. Orangtua sering mengajak Ria dalam mengikuti upacara adat (pesta). Ria selalu melihat “Namboru” itu ketika berada dalam upacara adata (pesta) itu.

29.Rita : boasa tangis Ompung doli i Uma?

“mama, kakek mengapa menagis?” ‘Mengapa menangis kakek itu Mama?’ Uma : nga monding be ompung boru mi?

“sudah meninggal nenek mu” ‘Nenek kamu sudah meninggal’


(56)

Rita : mabiar au mamereng ompung boru i

“ takut aku melihat nenek itu” ‘Aku ketakutan melihat mayat Nenek itu’

Dari percakapan (29) dapat disimpulkan bahwa kata sapaan yang diperoleh Rita kata sapaan “Ompung”. Sebelumnya Rita belum mengenal “Ompung doli” dan “Ompung boru” akan tetapi ketika orang tua Rita mengajaknya hadir dalam upacara adat, Ritaa memperoleh kata sapaan tersebut. Hal ini terjadi karena tempat tinggal mereka jauh dari tempat tinggal “Ompung”.


(57)

4.2 Bentuk Kata Sapaan Yang Sering Digunakan Anak Usia Tiga Tahun

Kata sapaan adalah seperangkat kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dipakai untuk menyebut ata memanggil para pelaku dalam suatu peristiwa bahasa (Kridalaksana, 2008:14). Kata sapaan digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menempatkan posisi yang tepat. Dalam berinteraksi kata sapaan digunakan sebagai bagian dari tutur sapa. Kata sapaan menjadi sebutan yang menandakan penghargaan terhadap derajat maupun martabat seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

Penggunaan kata sapaan yang baik dan benar merupakan norma norma yang melambangkan masyarakat yang berbudaya. Kiparsky (dalam Tarigan, 1968:194) anak-anak melihat dengan pandangan yang cerah akan kenyataan-kenyataan bahasa yang dipelajarinya dengan melihat tata bahasa asli orang tuanya, serta pembaharuan-pembaharuan yang telah mereka perbuat sebagai tata bahasa tunggal. Kemudian dia menyusun atau membangun tata bahasa yang baru serta di sederhanakan dengan pembaharuan-pembaharuan yang dibuatnya sendiri.

Berbicara tentang pemerolehan bahasa kita dapat mengacu kedalam dua perkemabangan yang berbeda, yakni belajar bahasa yang pertama atau bahasa ibu dan bahasa kedua. Hal ini berkaitan dengan kematangan dan sosialisai anak dan perkembangan belajar bahasa kedua. Pada umumnya, anak yang normal memperoleh kecakapan berbahasa melalui bunyi bunyi bahasa yang anak dengar dari sekelilingnya secara alami tanpa diperintah. Kecakapan berbahasa itu berkembang karena inteligensi dan latar belakang sosial budaya yang membentuknya.

Pemerolehan kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun berbeda-beda dengan teman seusianya. Dalam hal ini bentuk kata sapaan yang sering digunakan


(58)

anak usia tiga tahun di lingkungan keluarga. Pada Bab 4.1 telah dipaparkan bentuk kata sapaan bahasa Batak Toba yang digunakan anak usia tiga tahun pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, lingkungan upacara adat (pesta). Dari ketiga lingkungan yang berbeda yang ditampilkan di atas memberikan informasi bahwa penggunaan kata sapaan bahasa Batak Toba pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), usia tiga tahun di diesa Sibuntuon Partur adalah kata sapaan yang digunakan dalam lingkungan keluarga. Hal ini terjadi karena lingkungan ini akrab dengan anak usia tiga tahun. Selama satu hari penuh anak bersama keluarganya, bersama ibu, bapak, abang, dan kakak bahkan ada pula anak yang tinggal serumah dengan “Opung doli” ‘kakek’ atau Opung boru ‘nenek’ seperti yang dialami Jakkob. Kata sapaan yang sering digunakan anak usia tiga tahun dalam lingkungan keluarga adalah Uma, Bapa, Ompung doli, Ompung boru, Tulang, Namboru, Akkang baoa, Akkang boru.

30. Radot : maridi jo au tu paccur Uma

“mandi dulu aku ke sumur mama” ‘Mama, saya mandi dulu ke sumur ‘ Uma : unang leleng maridi radot

“jangan lama mandi radot” ‘Jangan telalu lama mandinya’ 32. Rita : acitt ipon hu Bapa


(59)

“ sakit gigi ku bapak” ‘ Saya sakit gigi, Bapak’

Bapa : inum majo ubat on asa malum

“minum dulu obat ini,biar sembuh” ‘Biar cepat sembuh minum obat dulu’ 33. Ramot : nunga ro udan Ompung doli

“sudah datang hujan kakek”

‘Hujan sudah turun Kakek”

Ompung doli : beta tujabu unang matonu hita

“mari rumah nanti basah kita”

‘Kita masuk ke rumah, suapaya tidak kena hujan’

34. Ompung boru : buat jo napuran i jakkob

“ambil dulu sirih itu jakkob”

‘Ambilkan dulu daun sirih itu Jakkob’ Jakkob : dang boi hujakkit i ompung boru

“ tidak dapat di panjat nenek”


(60)

35. Jenti : manukkangi aha tulang?

“ memperbaiki apa paman”

‘ Apa yang Paman perbaiki’

Tulang : panggu, asa boi pakkeon mangombak.

“cangkul, biar bisa di pakai mencanggkul”

‘Memperbaiki cangkkul, supaya dapat digunakan mencangkul’ 36. Ratna : ijo hepengmi Namboru

“minta uangmu bibi”

‘Saya ingin minta uang bibi’ Namboru : tading purokku ratna di jabu.

“tinggal dompetku ratna di rumah”

‘Dompet Bibi tinggal di rumah, Ratna

37. Lamminar :buat jo indahan i akkang baoa.


(61)

‘ Tolong ambilkan nasi saya Abang’

Akkang baoa : buat ma piringmu

“ ambilkan piringmu”

‘Ambilkan piring kamu’

38. Ria : Idia suri dibaen akkang boru?

“dimana sisir diletakkan kakak”

‘Dimana Kakak letakkan sisir?

Akkang boru : peak jonok kaccai do

“ terletak dekat kaca itu” ‘Dekat kaca itu terletak”

Dari data percakapan (30-38) di atas kata sapaan yang sering digunakan Radot, Ramot, Jakkob, Jenti, Ratna, Lamminar dan Ria adalah kata sapaan Uma, Bapa, Ompung doli, Ompung boru, Tulang, Namboru, Akkang baoa, Akkang boru. Faktor yang memepengaruhi anak usia tiga tahun ini menggunakan kata sapaan dalam lingkungan keluarga adalah karean seringnya anak melakukan interaksi dan komunikasi dalam lingkungan keluarga. Selain sering berkomunikasi dan berinteraksi, waktu anak lebih banyak dalam lingkungan keluarga dibandingkan


(62)

dalam lingkungan lainya seperti lingkungan pendidikan, dan lingkungan upacara adat (pesta).

4.2.1 Hubungan Psikolinguistik Behaviorisme dengan Pemerolehan Kata Sapaan Bahasa Batak Toba dalam Lingkungan Keluarga

Teori behaviorisme melihat aspek bahasa yang dapat diamati langsung dari hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah memuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu keiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Hubungan psikolingusitik behaviorisme dengan pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba anak usia tiga tahun ini dijelaskan sebagai motivasi perkembangan bahasa anak, perangsang menumbuhkan kreativitas bahasa anak dan pemeberi kepercayaan diri kepada anak untuk tidak takut mengeluarkan kata-kata kepada orang lain dan santun berbahasa. 4.2.1.1Stimulus Negatif atau Motivasi Negatif

Stimulus negatif atau motivasi negatif akan menghasilkan respon negatif, sebab apabila seseorang memberikan stimulus negatif berupa kata-kata negatif berupa makian, hardikan dan celaan maka anak akan merasa kecil hati, sedih , murung dan tidak berani mengeluarkan kata-kata lagi untuk yang akan datang. Hal ini akan mengakibatkan anak akan terdiam kaku tidak menjawab sepatah kata pun, kosa katanya menjadi miskin tidak berkembang dan kaku.

Contoh:

39. Uma : jalo jo panggu itu Ria


(63)

‘Ria, ambil dulu cangkul itu’

Ria : hu buat panggu nami on namboru

“ saya ambil cangkul kami ini bibi” ‘ Saya mengambil cangkul ini Bibi’ Uma : nantulang mu doi ria, loak maho

“nantulang nya itu ria, bodoh kau”

‘Dia adalah Nantulang, kamu bodoh Ria’

Dari data(39) di atas dapat dijelaskan stimulus negatif atau motivasi negatif yang dilalkukan oleh orang tua Ria, menunjukkan kemampuan anak dalam bertutur sapa menjadi terhambat atau terhenti. Kosa kata yang diperoleh Ria akan semakin sedikit karena Ria takut mendengar suara yang tinggi dan akan menerima hardikan dan celaan dari orangtuanya. Sapaan “Namboru” diucapakan Ria menjadi “Nantulang”. Dalam teori behaviorisme Lenneberg 1967 dan Krashen 1975 dalam (Cahyono 1995: 268-269) sesuai dengan pendapat Tarigan (1984:261) aspek psikologis yang diberikan kepada anak berupa hardikan seperti kata “bodoh” akan menghambat perkembangan kosa kata anak tersebut.

40. Bapa : sian dia doho nakaning lamminar ?

“ dari mana kamu tadi lamminar” ‘Lamminar, kamu darimana tadi”


(64)

Laminar : sian jabu ni tulang jimmi do au marmeam

“dari rumah paman jimmi aku bermain”

‘Saya bermain di rumah Paman Jimmi’

Bapa : dang tulang, oto nai ho. Jabu ni oppung doli doi

“bukan paman, bodoh kau. rumah kakek itu”

‘ Itu bukan rumah Paman, tetapi rumah Kakek, kamu bodoh’ Dari data (40) di atas dapat di jelaskan kata sapaan yang diperoleh Lamminar adalah kata sapaan dalam lingkungan keluarga. Motivasi negatif yang diberikan Bapak kepada Lamminar, mengakibatkan kosa kata anak tersebut menjadi berkurang dan tidak berkembang. Hal ini terjadi akibat kurangnya kesabaran orangtua didalam memberikan arahan, Lamminar yang kurang tepat menggunakan kata sapaan mengakibatkan stimulusnya berkurang dan merasa berkecil hati, karena orangtuanya dalam hal ini Bapa memberikan respon negatif yang mebuat mental Lamminar jadi berkurang dalam pemerolehan kosa kata khususnya pemerolehan kata sapaan.

41. Bapa : ise manuhor abit mi ramot?

“ siapa membeli baju itu ramot ?” ‘Siapa yang membeli baju itu Ramot?”


(65)

Ramot : uma do manuhor abit i

“mama tadi membelikan baju itu” ‘ Mama yang membelikan baju itu’ Bapa : dang uma, au do manuhor i

“bukan mama, aku membeli itu” ‘Bapak membeli itu, bukan Mama”

Dari data (41) di atas kata sapaan yang diperoleh Ramot adalah kata sapan dalam lingkungan keluarga. Motivasi negatif yang diberikan Bapak kepada Ramot membuat timbulnya stimulus negatif terhadap anak tersebut, adanya hardikan seperti ‘bukan mama’ membuat stimulus Ramot menurun. Kemampuan pemerolehan bahasa khususnya pemerolehan kata sapaan kosa katanya menjadi miskin dan tidak berkembang dan kaku, hal ini disebabkan oleh adanya hardikan dan hentakan yang diberikan Bapa kepada Ramot ketika anak tersebut sedang melakukan komunikasi dengan orangtuanya, rasa keingintahuannya pun berkurang dan tidak berkembang. Dari stimulus negative yang diberikan orang tua pada anak menyebabkan Ramot memperoleh kata sapaan yang sangat sedikit hanya “Uma”, “Bapa” dan “Ompung doli” itupun karena mereka tinggal dalam satu rumah.


(66)

4.2.1.2Stimulus Positif atau Motivasi Positif

Stimulus positif atau motivasi positif akan menghasilkan respon positif, sebab apabila seseorang memberikan stimulus positif berupa kata- kata yang positif aspek psikologis yang diberikan kepada anak berupa pujian dan hadiah yang berharga akan menghasilkan respon positif. Hal ini dilakukan agar anak dapat menambah dan menegembangkan kosa katanya tanpa ragu-ragu dan menyenangkan. Hasil kreatifitas anak dalam menimbulkan, mengembangkan kosa kata dalam berbahasa kepada orang lain. Hal ini sksn menghasilkan umpan balik berupa kata-kata seperti “bagus”, “pintar kamu”, “teruskan kata-kata itu”, “ ya saya sangat senang mendengar kata-kata kamu itu”, bahkan orang dewasa dapat memberikan hadiah seperti ciuman, permen atau barang-barang lain yang dapat memberikan motivasi positif terhadap perkembangan bahasa anak.

Contoh :

42. Radot : nakaning dilean oppung boru au hepeng.

“tadi di berikan nenek saya uang” ‘Nenek memberikan saya uang’

Uma : malo do ho ramot, pittor ditadda hodo ompung boru i

“pintar kamu ramot, masih kenal kamu nenek itu.” ‘Kamu pintar Ramot, kamu masih mengenali nenekmu’


(67)

Dari data (42) di atas kata sapaan yang diperoleh anak tersebut adalah kata sapaan dalam lingkungan keluarga. Percakapan di atas menghasilkan stimulus positif dan motifasi positif. Radot yang tinggal berjauhan dengan “Ompung” mampu mengingat kata sapaan “Ompung boru”. Hal ini lah yang ditimbulkan oleh adanya stimulus positif dimana “Mama” memberikan hadiah berupa kata “pintar” yang memotivasi anak untuk mengingat kosata tersebut. Dengan demikian pemerolehan bahasa atau dalam hal ini pemerolehan kata sapaan akan dapat diperoleh Radot dan kosa kata Radot akan lebih luas dan tidak kaku dalam bertutur sapa.

43. Tulang : ise ma au ratna ?

“ siapa kah aku ratna” ‘ Siapakah saya Ratna?’ Ratna : tulang rinto

“paman rinto” ‘Paman Rinto”. Tulang : pisstar doho ratna

“ pintar kamu ratna” ‘Kamu pintar Ratna’

Dari data (43) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Ratna adalah kata sapaan dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini stimulus positif yang diberikan Paman membuat kosa kata Ratna semakin berkembang dan tidak


(68)

kaku. Stimulus positif akan menghasilkan motivasi positif juga, hubungan antara Paman dengan Ratna terjalin dengan baik, mereka sering melakukan interaksi satu sama lain. Stimulus positif yang diberikan paman dengan kalimat “kamu pintar Ratna” membuat stimulus Ratna semakin berkembang dan memotivasi Ratna untuk mengingat bahwa yang melakukan interaksi dengannya adalah “Tulang”. Disamping itu kosa kata yang diperoleh Ratna baik dalam pemerolehan bahasa maupun pemerolehan kata sapaan akan berkembang dan luas.

44. Jenti : lao tudia hamu namboru?

“ mau kemana kamu bibi” ‘ Bibi hendak pergi kemana’

Namboru : lao tu saba jenti, (sambil mencium)

“pergi ke sawah jenti”

‘ Saya mau pergi ke sawah Jenti”

Dari data (44) di atas dapat dijelaskan bahwa kata sapaan yang diperoleh Jenti adalah kata sapaan dalam lingkungan keluarga. Ketika Bibi sedang berpapasan dengan Jenti, Jenti melakukan interaksi dengan cara menyapa “Namboru”, “Bou” ‘bibi’ dan mendapatakan motivasi positif dari Bibi. Secara tidak langsung motivasi positif yang diberikan Bibi akan menambah kosa kata pemerolehan bahasa khususnya dalam bidang pemerolehan kata sapaan. Dalam hal ini kepercayaan diri anak dalam melakukan komunikasi atau interaksi terhadap sekelilingnya akan lebih sering.


(69)

Disamping itu kretaivitas anak tersebut akan memberikan rasa percaya diri untuk melakukan interaksi atau komunikasi, khususnya dalam menyapa seseorang.

Kata sapaan dalam bahasa Batak Toba memiliki kata sapaan yang beragam diantaranya kata sapaan Eda, Ampara , dan Lae. Ketiga kata sapaan tidak pernah digunakan anak usia tiga tahun melalui penelitian ini diketahui bahwa kata sapaan Eda, Lae, dan Ampara setelah usia tiga tahun penulis tidak menemukan sapaan Eda, Lae, Ampara dalam percakapan yang dilakukan anak baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan adat pendidikan dan lingkungan upacara adata (pesta). Penulis juga sudah bertanya pada orang tua anak dalam tuturan sehari-harinya tidak pernah menggunakan kata sapaan Eda, Ampara, Lae, anak-anak ersebut belum mengenal kata sapaan tersebut.


(70)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1Simpulan

Berdasarkan atas hasil analisis tentang pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba pada anak usia tiga tahun, dapat ditarik simpulan bahwa pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba anak usia tiga tahun dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal anak. Lingkungan tempat tinggal tersebut adalah lingkungan keluarga Uma, Bapa, Ompung doli, Ompung boru, Namboru, Tulang, Akkang baoa, Akkang boru. Dalam lingkungan pendidikan kata sapaan yang diperoleh adalah Guru dan Ibu, sedangkan dalam lingkungan upacara adat (pesta) kata sapaan yang diperoleh anak usia tiga tahun adalah Uma , Bapa, Namboru (Bou) , Amang boru Akkang baoa, dan Ho.

Pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba yang sering dipeoleh anak usia tiga tahun adalah kata sapaan dalam lingkungan keluarga. Kata sapaan tersebut diantaranya Bapa, Uma, Ompung doli, Ompung boru, Tulang, Namboru, Akkang Baoa dan Akkang Boru. Hal ini terjadi karena lingkungan ini akrab dengan anak usia tiga tahun selama satu hari penuh anak bersama keluarganya baik itu ibu, bapak, abang, kakak, kakek, nenek, dan bibi.

Hubungan psikolinguistik behaviorisme dalam pemerolehan kata sapaan bahasa Batak Toba anak usia tiga tahun, menimbulkan stimulus negatif yang mengakibatkan respon negatif dan stimulus positif yang mengakibatkan respon positif. Stimulus negatif mengakibatkan respon negatif seperti yang dialami Ria,


(71)

Lamminar dan ramot. Stimulus negatif yang mereka alami mengakibatkan kata sapaan yang mereka sangat minim yaitu Namboru, Ompung doli dan Uma. Sedangkan dalam stimulus positif yang menghasilkan respon positif mengakibatkan anak usia tiga tahun mampu memperoleh kata sapaan dengan baik seperti Radot, Jenti, Ratna dan Jakkob. Kata sapaan yang diperoleh adalah kata sapaan Namboru, Ompung boru, Tulang, Dan Uma.

5.2 Saran

Berdasarkan uraian-uraian di atas ada beberapa saran yang ingin disampaikan penulis, saran tersebut adalah kajian tentang bahasa-bahasa daerah harus lebih ditingkatkan karena setiap bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia itu mempunyai keunikan tersendiri. Jadi, apabila keunikan ini digali lebih dalam lagi, maka kekayaan bahasa di Indonesia akan lebih terlihat jelas.

Selain itu, kajian mengenai psikolinguistik harus lebih ditingkatkan lagi karena kajian psikolinguistik sangat menarik untuk diteliti. Disamping penelitian tentang psikolingusitik yang harus ditingkatkan, penelitian tentang pemerolehan bahasa juga harus ditingkatkan terlebih lagi penelitian pemerolehan bahasa daerah, seperti bahasa Karo, Simalungun, Pak-pak dairi dan ruang lingkup yang lebih luas seperti, fonologi, sintaksis, semantik.


(72)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik, Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyono, Bambang Yudhi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

Dardjowidjojo, Soejono. 2000. Echa : Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nababan, Sri Utami. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

Sinaga, Anicetus. 2002. Tata Bahasa Batak Toba. Medan: Bina Media.

Simanjuantak, Mangantar. 2009. Pengantar Neuropsikolinguistik. Medan: Perpustakaan Republik Indonesia.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa Skripsi

Fauzie, Ahmad. 2000. Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5 Tahun: Analisis psikolingusitik. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Gustianingsih. 1987. Analisis Informasi Nilai Rasa dan Sikap Berbahasa dalam Kajian Psikolinguistik. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik, Jakarta: Rineka Cipta.

Cahyono, Bambang Yudhi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

Dardjowidjojo, Soejono. 2000. Echa : Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia.

Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Nababan, Sri Utami. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

Sinaga, Anicetus. 2002. Tata Bahasa Batak Toba. Medan: Bina Media.

Simanjuantak, Mangantar. 2009. Pengantar Neuropsikolinguistik. Medan: Perpustakaan Republik Indonesia.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa Skripsi

Fauzie, Ahmad. 2000. Pemerolehan Bahasa Anak-Anak Usia 0-5 Tahun: Analisis

psikolingusitik. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Gustianingsih. 1987. Analisis Informasi Nilai Rasa dan Sikap Berbahasa dalam


(2)

Listari, 2011. Pemerolehan Morfologi Bahasa Jawa Anak Usia Lima Tahun. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Lumban Raja, Novelina. 2010. Pemerolehan Nomina Bahasa Angkola Anak Usia 3-4

Tahun: Analisis Psikolinguistik. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera

Utara

Sihotang, Nelly.S. 2010. Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Batak Toba. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Susanti, Yus.2005. Pemerolehan Bahasa Jawa Anak Usia 3-4 tahun. Medan: Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Tesis

Gustianingsih, 2002. Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak

Usia Taman Kanak-Kanak. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera

Utara

Disertasi

Gustianingsih. 2009. Produksi dan Komprehensi Bunyi Ujara Bahasa Indonesia pada

Anak Penyandang Autistic Spectrum Disorder. Medan . Sekolah Pasca


(3)

Kamus

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Gramedia

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa


(4)

Lampiran 1

1. Nama : Radot Sihombing Umur :3 tahun

Nama ayah :P. Sihombing Nama Ibu : K.Sibarani

2. Nama : Lamminar Hutasoit Umur : 3 tahun

Nama ayah : N. Hutasoit Nama Ibu :R. Sinaga 3. Nama : Ria Nababan

Umur : 3 tahun Nama ayah : S. Nababan Nama ibu :W.Sihombing

4. Nama : Jakkob Sipahutar Umur : 3 tahun

Nama ayah : E. Sipahutar Nama ibu :S.Nainggolan 5. Nama : Rita Nababan

Umur : 3 tahun Nama ayah : T. Nababan Nama ibu :L.Hutajulu

6. Nama : Ratna Silaban Umur : 3 tahun Nama ayah : D. Silaban Nama ibu :G.Pane


(5)

7. Nama : Jenti Sihombing Umur : 3 tahun

Nama ayah : E. Sihombing Nama ibu :S.Simatupang

8. Nama : Ramot Sianturi Umur : 3 tahun

Nama ayah : S. Sianturi Nama ibu :T. Silaban


(6)