Latar Belakang - Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza ArbuskulaDan Interval Penyiraman Terhadap PertumbuhanBibit Pulai (Alstonia Scholaris)

  

PENDAHULUAN

Latar Belakang

  Pulai (Alstonia scholaris) merupakan jenis tanaman kehutanan yang memiliki banyak manfaat. Tanaman ini mampu tumbuh baik pada lahan kritis dan lahan marginal sehingga dapat digunakan sebagai tanaman konservasi. Kebutuhan akan kayu jenis ini semakin meningkat, dikarenakan semakin berkurangnya jenis kayu yang berasal hutan alam. Kayu pulai dimanfaatkan dalam bahan industri kerajinan tangan dan juga dimanfaatkan dalam bidang farmasi.

  Pertumbuhan tanaman pulai dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku air. Pembibitan tanaman pulai memerlukan penyiraman yang dilakukan setiap hari. Penyiraman ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air di awal pertumbuhan bibit. Penyiraman yang dilakukan sebaiknya menggunakan sedikit air dan waktu penyiraman tidak perlu dilakukan setiap hari.

  Pemanfaatan mikoriza akhir-akhir ini sering digunakan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kehutanan. Potensi dari adanya simbiosis cendawan mikoriza arbuskula dengan tanaman sangat penting untuk dimanfaatkan bagi kepentingan budidaya, terutama pada saat pembibitan maupun penanaman di lapangan. Setiadi (1998) menyatakan pengaruh tersebut berupa meningkatkan penyerapan hara tanah dan ketahanan akar terhadap kekeringan, menjaga akar dari serangan penyakit, memasok tambahan hormon tumbuh dan ZPT, serta manfaat dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen akar.

  Sehubungan dengan hal diuraikan di atas, air merupakan faktor penting air akan mengganggu pertumbuhan tanaman pulai tersebut. Pembibitan tanaman pulai dengan sumber daya air yang terbatas, memerlukan komponen penahan air yang dapat menyimpan air dalam waktu cukup lama. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis melakukan penelitian aplikasi cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan bibit pulai (Alstonia scholaris).

  Tujuan Penelitian

  Menguji respon pertumbuhan bibit pulai (Alstonia scholaris) dengan pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan interval penyiraman.

  Hipotesis Penelitian 1.

  Terjadi peningkatan pertumbuhan bibit pulai dengan pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA).

  2. Terjadi peningkatan pertumbuhan bibit pulai dengan interval penyiraman.

  3. Terjadi peningkatan pertumbuhan bibit pulai dengan penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan interval penyiraman.

  Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) untuk meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi cekaman kekeringan pada tanaman pulai.

  Taksonomi Pulai (Alstonia scholaris)

  Pohon pulai merupakan tanaman yang toleran terhadap berbagai jenis tanah dan habitat. Pulai termasuk tanaman keras dan berkayu. Sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut :

  Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dycotyledonae Ordo : Apocynales Marga : Apocynaceae Genus : Alstonia Spesies : Alstonia scholaris (L.) R. Br

  Gambar 1. Pohon pulai (Alstonia scholaris)

  Penyebaran dan Morfologi Pulai (Alstonia scholaris)

  Kepulauan Solomon. Diintroduksi ke Amerika Utara sebagai tanaman hias. Toleran terhadap berbagai-macam tanah dan habitat, dijumpai sebagai tanaman kecil yang tumbuh di atas karang atau bagian tajuk dari hutan primer dan sekunder. Banyak dijumpai di dataran rendah/pesisir dengan curah hujan tahunan 1000-3800 mm. Juga dijumpai pada ketinggian diatas 1000 m dpl. Salah satu sifat tanaman ini dapat tumbuh di atas tanah dangkal. Pulai tidak tumbuh pada sebaran alami yang suhunya kurang dari 8ºC, yang menunjukkan jenis ini tidak tahan udara dingin (Jøker, 2001).

  Pohon pulai (Alstonia scholaris) memiliki bentuk daun mirip dengan daun kamboja, dan bunga warna kuning yang indah. Batangnya lurus, tegak, berkayu, bulat, percabangan simpodia, putih kotor dan mengandung banyak getah berwarna putih, rasa getahnya sangat pahit. Rasa pahit tersebut didapatkan pula pada akar, kulit batang dan daunnya. Akar pohon pulai merupakan akar tunggang dan berwarna cokelat (Rauf, 2009).

  Pulai umumnya dapat mencapai tinggi 20 hingga 25 m dan diameter 40 hingga 60 cm. Pulai memiliki pertumbuhan yang sangat baik dan dapat dibiakkan dengan stek dan cabang. Daun pohon pulai merupakan daun tunggal, tersebar, lonjong, tepi rata, ujung, ujung dan pangkal meruncing, pertulangan menyirip, permukaan mengkilap, panjang 20-25 cm, lebar 8-10 cm, berwarna hijau. Bunga pohon pulai merupakan bunga majemuk, membentuk malai, berkelamin dua, berada di ujung cabang, kelopak bunga berbentuk tabung bercangap, benang sari silindris, kepala sari berbentuk ginjal, putik berbentuk tabung, mahkota berbentuk terompet, berwarna putih. Buahnya bumbung, berbentuk pita, berwarna putih kehijauan. Biji bulat, kecil, dan berwarna putih (Heyne 1987).

  Kegunaan dan Manfaat Pulai (Alstonia scholaris)

  Kayunya tidak awet, hanya memungkinkan untuk konstruksi ringan di dalam ruangan, atau untuk industri pulp dan kertas. Di Patana (Srilanka) digunakan untuk kayu bakar dan dikelola dengan daur pendek (6-8 tahun), tetapi kurang baik dijadikan arang. Kulitnya mengandung alkaloid sebagai bahan obat.

  Kayunya banyak digunakan untuk papan tulis sekolah, sehingga dinamakan scholaris (Jøker, 2001).

  Tanaman pulai digunakan sebagai obat tradisional di kawasan Asia. Di Kamboja, kulit kayu digunakan untuk melancarkan menstruasi dan untuk mengobati malaria kronis, pembesaran limpa dan ganguan hati. Di Indonesia, tanaman ini digunakan untuk menghentikan diare, mengobati diabetes dan menyembuhkan wasir. Rebusan daun muda diminum untuk mengobati beri-beri.

  Pucuk daun disangrai dengan kelapa digunakan untuk mengobati stomatitis. Di Malaysia, tanaman ini digunakan untuk mengobati malaria. Getah tanaman digunakan untuk meredakan sakit gigi. Rebusan kulit kayu diminum untuk mengobati demam, menguatkan tubuh, merangsang nafsu makan, dan mengobati frambusia (merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri treponema). Di Burma, getahnya digunakan untuk menyembuhkan bisul. Di India, kulit kayu digunakan untuk melancarkan ASI dan untuk mengobati kanker. Di Filipina, tanaman ini digunakan secara internal untuk mengobati demam,

  Vietnam, kulit kayu digunakan untuk mengobati malaria, pembesaran limpa, sedangkan daun digunakan untuk melancarkan ASI (Wiart, 2006).

  Tanah Ultisol

  Ultisol memiliki kelas tekstur yang bervariasi dari berlempung halus sampai berliat. Reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH 4,1-4,8).

  Kandungan bahan organik di lapisan atas yang tipis umumnya rendah sampai sedang, dan lapisan bawah sangat rendah, dan ratio C/N tergolong rendah.

  Kandungan P potensial sangat rendah sampai rendah di semua lapisan tanah. Jumlah basa dapat tukar tergolong sangat rendah di semua lapisan. KTK tanah di semua lapisan termasuk rendah dan KB sangat rendah. Dengan demikian potensi kesuburan ultisol dinilai sangat rendah sampai rendah (Damanik et al., 2010).

  Jenis tanah ultisol menurut Soepardi (1983) mempunyai kelemahan untuk digunakan sebagai medium pertumbuhan bibit. Pada umumnya tanah ini mengandung bahan organik sedikit. Keadaan ini menyebabkan aerasi tanah kurang baik sehingga perkecambahan akar tanaman kurang sempurna. Sifat kemasaman tanah yang kuat, kurang menguntungkan tanaman karena tanah banyak mengandung Al, Fe, dan Mn yang bersifat racun bagi tanaman.

  Cekaman Kekeringan dan Ketersediaan Hara

  Cekaman air pada tanaman menurut Islami dan Wani (1995) terjadi karena (1) ketersediaan air dalam media tidak cukup, (2) transpirasi yang berlebihan atau kombianasi kedua faktor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman air. Tanaman yang mengalami cekaman air, secara umum akan mengalami penurunan pertumbuhan yang tidak normal dibandingkan tanaman yang tidak kekurangan air.

  Kemampuan akar menyerap hara dipengaruhi oleh daya serap akar, kemampuan mentranslokasikan dari akar ke daun, dan kemampuan memperluas sistem perakarannya. Menurut Marschner (1995), di bawah beberapa kondisi iklim, ketersediaan hara pada lapisan permukaan tanah (top soil) banyak mengalami kemunduran selama musim pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena rendahnya kandungan air tanah yang menjadi faktor penghambat bagi transfor hara ke permukaan akar. Kekeringan tanah menurunkan proses mineralisasi unsur-unsur hara yang terikat secara organik dan menurunkan transfer unsur hara oleh aliran massa dan difusi serta akhirnya dapat mengurangi ketersediaan hara pada permukaan tanah.

  Ketersediaan Air Bagi Tanaman

  Air merupakan bagian yang sangat penting dalam tanaman. Karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air, tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotipe yang kekurangan air, dan tingkat perkembangan (Gardner et al., 1991).

  Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.

  Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat

  Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

  Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi memiliki istilah yaitu mikoriza yang secara harfiah berarti akar jamur (Rao, 1994). Mikoriza ditemukan pertama kali oleh Greek, yang disebut akar jamur (fungus root), namun dipublikasikan oleh A. B. Frank 1885 (Richard 1987). Mikoriza merupakan suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi.

  CMA adalah salah satu tipe cendawan mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. CMA termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 sub-ordo, yaitu Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4 famili, yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus dan Sclerocystis, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus

  Paraglomus dan Archaeosporaceae dengan genus Arshaeospora (INVAM 2004).

  Peranan Cendawan Mikoriza Arbuskula

  Peranan mikoriza secara spesifik membantu pertumbuhan tanaman, antara lain memberi keuntungan bagi inang meliputi peningkatan permukaan efektif akar dengan meningkatkannya keefektifan dalam penyerapan hara (terutama fosfor) dan air, cabang akar berfungsi lebih lama, peningkatan toleransi panas dan kekeringan, membuat hara tanah lebih dapat digunakan, dan menanggulangi infeksi organisme penyakit, dimana keuntungan ini hanya terdapat pada

  Penelitian mengenai pengaruh CMA terhadap pertumbuhan tanaman telah banyak dilakukan, baik tanaman pertanian maupun tanaman kehutanan dan perkebunan. Menurut hasil penelitian Maryadi (2002) melaporkan bahwa tanaman jati berasosiasi baik dengan CMA. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa genus di perakaran tanaman jati. Genus yang ditemukan adalah Glomus, Scelerocistys , dan Gigaspora.

  Penelitian Widiastuti et al. (2002) menunjukkan bahwa keefektifan pupuk dan serapan P meningkat secara nyata dengan inokulasi CMA pada bibit kelapa sawit di tanah masam. Selain berpengaruh terhadap serapan P, pemberian CMA pada bibit kayu manis menurut Delvian (2006) memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan, bobot kering, rasio tajuk akar, dan persentase akar terinfeksi. Widyati (2007) menyatakan bahwa CMA mempunyai peran ganda terhadap tanaman inangnya meningkatkan pertumbuhan dan meningkatkan optimasi inokulasi rhizobium dan BPF (bakteri pelarut fosfat) pada bibit

  A. crassicarpa 4 bulan di persemaian. Pemberian mikoriza pada lahan bekas

  tambang batubara yang dilakukan Ulfa et al. (2006) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap pertumbuhan pulai darat (Alstonia sp.) akan tetapi berpengaruh terhadap persentase hidup tanaman untuk hidup.

  Peranan agronomis yang paling utama mikoriza yang diterima hingga saat ini adalah kemampuannya untuk meningkatkan serapan hara tanaman. Penyerapan P pada permukaan akar lebih cepat dari pergerakan fosfat ke permukaan akar, sehingga zona terkurasnya fosfat terjadi di sekitar akar. Hifa yang meluas dari permukaan akar membantu tanaman melintasi zona yang tidak dapat dicapai oleh