BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Tentang Pembubaran Dan Likuidasi (Penyelesaian) Atas Pailitnya Koperasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah hukum adalah pembubaran badan hukum (recht person)

  sebagai subjek hukum pendukung hak dan kewajiban. Pembubaran badan hukum berkaitan erat dengan penyelesaian hak dan kewajiban subjek hukum tersebut. Undang Undang No.17 Tahun 2012 menyebutkan bahwa koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya

  

1

  sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Pengaturan koperasi sebagai lembaga

  2 hukum di Indonesia pertama kali sejak keluarnya Stb. No. 431 Tahun 1915.

  Koperasi memiliki karakteristik yang membedakannya dengan badan usaha yang

  3

  lain, dan mempunyai dua sisi yaitu lembaga ekonomi yang menerapkan asas ekonomi yaitu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dengan menerapkan prinsip- prinsip ekonomi dalam berusaha dan sebagai lembaga hukum yaitu menerapkan

  4 semua prinsip-prinsip hukum dalam usaha yang berbadan hukum. 1 2 Pasal 1 angka 1 UU No.17 Tahun 2012 Lihat Verordening op de cooperatieve Vereenigingen [ Koninklijke Besluit 7 April 1915 , Indish Staatsblat No 431] yaitu untuk untuk mendirikan koperasi harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal, harus dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Belanda, membayar bea meterai sebesar 50 gulden, harus diumumkan di Javache Courant 3 Hans Munkner, Co-Operative Principles & Co-Operative Law Membangun UU Koperasi

  

Berdasarkan Prinsip-Prinsip Koperasi , [ Jakarta: Reka Desa, 2011] ,hlm,82 bahwa koperasi memiliki

idenditas ganda (the dual identity of the member) yaitu anggota sebagai pemilik (owner) dan sekaligus sebagai pengguna jasa koperasi (user own oriented firm) 4 Anjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi , [Jakarta: Kerjasama Kencana Prenada Media

  Indonesia Pemahaman, Regulasi dan Modal Usaha Grup dan Badan peneribit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008 ], hlm, 81.

  1 Ropke menjelaskan “koperasi suatu organisasi bisnis yang para

  5

  pemilik/anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut.” Koperasi sebagai bisnis juga memerlukan modal jika mau berusaha dan berhasil, berkembang,

  6

  berdaya hasil, dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing. Aturan mengenai permodalan ini tidak diatur secara detail seperti halnya pengaturan modal dalam sebuah Perseroan Terbatas (PT); namun secara prinsip sangat jelas asal usul

  7 pengumpulan modal dalam sebuah koperasi seperti ditentukan UU Perkoperasian.

  Sumber utama modal koperasi terdiri setoran pokok dan sertifikat modal koperasi

  8 sebagai modal awal.

  Jika kontribusi modal awal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan-

  9

  kebutuhannya, maka koperasi dapat meminjam uang dari anggota dalam bentuk simpanan deposito (saving deposits) atau dari sumber lain seperti koperasi sekunder

  10 (pinjaman silang dilingkungan koperasi kredit ), bank atau investor lain.

  Jika suatu koperasi menerima tabungan dari para anggotanya (marketing) dan jiga menyediakan pinjaman kepada anggotanya (purcahsing) koperasi ini disebut

11 Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Secara umum ruang lingkup kegiatan usaha KSP

  adalah penghimpunan dan penyaluran dana yang berbentuk penyaluran pinjaman terutama dari dan untuk anggota. Pada perkembanganya memang KSP melayani tidak 5 Dikutip dari : Hendar, Manajemen Koperasai Pokok-pokok Pikiran Mengenai Manajemen

  dan Kewirausahaan Koperasi ,[Jakarta: Erlangga, 2010],hlm,19] 6 7 Hans Munkner Op.Cit, hlm 125 , hlm 86 8 Ibid 9 Pasal 66 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2012 .

Pasal 66 ayat 2 huruf (c) UU No. 17 Tahun 2012 .Modal pinjaman yang berasal dari: 1).Anggota 2).Koperasi lainnya dan/atau anggotanya 3). bank dan lembaga keuangan lainnya, 4).

  penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau 5)Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 10 11 Hans Munkner, Loc. Cit Hendar, Loc.Cit.

  saja anggota tetapi juga masyarakat luas. Untuk bisa menjalankan usahanya koperasi simpan pinjam harus melakukan penghimpunan dana.

  “Usaha KSP mirip dengan perbankan, yaitu menerima simpanan dan memberikan pinjaman, bahkan KSP berani memberikan bunga yang lebih tinggi kepada para penyimpan dana serta menawarkan kemudahan bagi pihak yang akan meminjam uang. Dan usaha ini mampu menarik minat anggota masyarakat baik untuk menyimpan dan maupun meminjam dana. Namun kejayaan KSP ini hanya berlaku hingga tahun 2006-2007. Mulai tahun 2005 satu persatu KSP mengalami kebangkrutan diikuti dengan pembubaran, hal ini berjalan terus hingga pada tahun 2007 banyak KSP yang bubar karena tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada para penyimpan dana. Pembubaran KSP biasanya diawali dengan adanya gugatan yang dilakukan oleh pihak penyimpan dana yang bunga atau simpanannya tidak dibayar oleh koperasi”.

  12 Pembubaran koperasi merupakan satu pranata hukum yang diatur dalam UU.

  No. 17 Tahun 2012 dan diikuti likuidasi untuk membereskan hak dan kewajibannya sebagai seebagai subjek hukum. Salah satu kewajiban koperasi adalah mengembalikan pinjaman modal kepada pemilik dana simpanan baik yang bersumber dari anggota maupun pihak lain. Modal pinjaman koperasi yang tidak mampu dikembalikan debitur (koperasi) kepada pemilik dana simpanan maupun pihak ketiga merupakan ciri-ciri dari kebangkrutan secara ekonomi, dan akan membawa konsekuensi kebangkrutan secara hukum.

  Pengurus dalam memberikan pinjaman harus melaksanakan prinsip kehati- hatian bisnis (principle business frudence), karena setiap pengurus wajib menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha koperasi

  13

  jika prinsip kehati-hatian bisnis ini diabaikan maka kesulitan ekonomi dan resiko kerugian keuangan akan menimpa KSP. Kesulitan keuangan 12 Widiastuti, Tanggung Jawab Pengurus Koperasi Simpan Pinjam Berbadan Hukum Tehadap

  

Penyimpan Dana ,[ ejournal.unisri.ac.id, Wacana Hukum, Vol VIII No.2 Okto 2009], hlm. 79 diakses tanggal 17 Januari 2013 13 Pasal 60 ayat 1 UU No 17 Tahun 2012 atau likuiditas (financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin awal kebangkrutan.Namun dari sisi manajemen resiko bisnis, kebangkrutan perusahaan bukanlah sesuatu yang sulit terjadi terhadahap perusahaan melainkan hal

  14 tersebut bisa terjadi terhadap perusahaan apapun, termasuk perusahaan koperasi.

  Menurut Stuart Slatter mengemukakan sebelas sebab pokok kebangkrutan suatu perusahaan yaitu ketidakcakapan manajemen, ketidakcukupan pengendalian, intensitas persaingan, struktur biaya yang tinggi, perubahan pasar, pergerakan harga komoditi, ketidakcukupan program pemasaran, proyek besar akuisisi, kebijaksanaan

  15 keuangan dan pertumbuhan yang terlampau cepat.

  Koperasi yang tidak memiliki ketidakcakapan manajemen (mis manajemen) dan ketidakcakapan pengendalian dalam mengelola koperasi serta koperasi yang tidak mengadopsi tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) yang diterapkan pada BUMN dapat menimbulkan resiko dalam berbagai bentuk yang akan mengancam kebangkrutan secara ekonomi maupun secara hukum, “karena

  16

  masa depan merupakan suatu yang sulit diprediksi.” Perusahaan yang mulai membutuhkan dana dari luar, baik dalam bentuk utang maupun equity, menunjukkan skala usaha yang semakin besar pula. Dalam kasus kredit di bank, pihak bank menjadi pihak kreditor yang sangat berkepentingan dengan tingkat pengembalian

  17

  pinjaman yang diberikan. Sepuluh besar koperasi terbaik di Indonesia memiliki

  14 M. Hadi Shubhan , Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktek di Peradilan, [Jakarta: Kencana Prenada,2009],hlm,57. 15 16 Ibid , hlm 55, dikutip dari Suwarsono Muhammad, Op. Cit, hlm 9.

  H . Masyhudi Ali, Manajemen Resiko strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisni s, [ Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006 ], hlm, xix 17 Prasetyantoko, Corporate Governance Pendekatan Institusional, [Jakarta: PT Gramedia Pustaka

  Utama, 2008], hlm,

  18

  modal pinjaman lebih besar dari modal sendiri. Hal ini beresiko tinggi karena “permodalan yang berasal dari modal sendiri (equity) dirumuskan sebagai modal

  19

  yang menanggung resiko” terhadap semua kewajiban koperasi. Kerugian utama perusahaan yang mempunyai tingkat hutang yang lebih tinggi adalah peningkatan

  20

  resiko kesulitan keuangan, dan akhirnya likuidasi dan jika porsi hutang dalam

  21 struktur modal meningkat, kemungkinan bangkrut juga meningkat.

  Koperasi yang bangkrut secara financial dapat dimohonkan pailit sebagai alternatif jalan keluar dari kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan bisa berupa

  economi failure

  (kegagalan ekonomi) yaitu pendapatan perusahaan tidak dapat menutup total biaya, busines failure yang menghentikan operasi dengan akibat mengalami kerugian, technical insolvensi yaitu tidak memenuhi kewajiban yang sudah jatuh tempo, insolvensi in bankrupcy yaitu jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar asset, dan legal bankrupcy yaitu bangkrut secara hukum yang telah diajukan

  22 tuntutan resmi dengan undang undang.

  Koperasi diputus pailit oleh Pengadilan Niaga karena kebangkrutan yaitu Koperasi Sumber Artha Mandiri dengan Putusan Nomor: 01/Pailit/2008/PN.Niaga Smg yang dikabulkan permohonan pengurus karena dinilai tidak mampu membayar

  23

  utang terhadap kreditor/ penyimpan dana. “Di kota Surakarta, pada tahun 2007 lebih

  18 Koperasi di Indonesia menurut data Kementerian Koperasi dan UKM. [Dawnload – Data Koperasi secara nasional tahun 2010] diakses tang 11 Oktober 2012 19 20 Anjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Op.Cit, hlm, 86.

  Khaira Amalia Fachrudin, Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Personal , Sebab Akibat Prediksi Tata Kelola Peluang Surive antispasi Rekomendasi Dziki r [Medan: USU Press, 2008 ], hlm. 15. 21 22 Ibid , hlm ,96. 23 Ibid , hlm, 2-3. Lihat Juga M. Hadi Shubhan, Op.Cit, hlm, 54-55.

  Kristiyani, Tesis Kajian Juridis Atas Kepailitan Koperasi Di Indonesia (Studi Kasus Putusan Nomor : 01/Pailit/2008 Pengadilan Niaga Semarang ), hlm, 73. dari 4 KSP diperkarakan oleh penyimpan dana di Pengadilan Negeri karena tidak mampu mengembalikan dana milik penyimpan.”

  24 Selain kasus gugatan KSP tersebut dalam praktek ;

  Seringkali Koperasi Simpan Pinjam melakukan penghimpunan dana dari masyarakat yang jelas-jelas bukan anggota koperasi dalam bentuk deposito berjangka dengan memberikan bunga kepada nasabahnya di atas bunga bank. Dengan menempatkan sejumlah uangnya pada koperasi, para calon nasabah diberikan harapan nantinya akan mendapatkan pengembalian yang tinggi, tanpa harus bekerja keras keuntungan pun bisa didapat. Tawaran semacam ini sangat menggiurkan, karena orang akan lebih cenderung bersikap pragmatis untuk mendapatkan sebuah keuntungan.

  25 Seperti kasus yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam Manunggal

  Utama Karya yang ada di Solo. Kasus tersebut berkedok penawaran deposito berjangka.

26 Disamping berpotensi sebagai lembaga intermediasi, KSP juga berpotensi

  mempunyai resiko kebangkrutan ekonomi dan keuangan. Koperasi yang bangkrut sehingga tidak mampu membayar utangnya yang jatuh tempo dapat dimohonkan pailit. Berdasarkan Pasal 105 huruf a menteri dapat membubarkan koperasi apabila koperasi dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan pernyataan pailit terhadap debitor (KSP) membawa dampak besar bagi para kreditor, debitor (KSP) pailit tersebut. Hal ini menjadi persoalan bagaimana mereka (kreditor) mendapatkan hak-haknya atas debitor pailit

  27

  jika debitornya koperasi yang kemudian dibubarkan karena utangnya lebih besar daripada assetnya atau koperasi dalam keadaan insolvensi. 24 Widiastuti, Loc.Cit. 25 Kun Kurokawa, Skripsi , Kajian Yuridis Penyelenggaraan Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam Yang

  Beprpotensi Tindak Pidana [http://juarakontes.blogspot.com.] diakes tanggal 22 Juli 2012 26 Ibid 27 Imran Nating, Peranan dan Tanggungjawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ,[ Jakarta; PT Raja Grafika Persada, 2005], hlm, 11.

  Prinsip kepailitan koperasi juga pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari gejala kebangkrutan koperasi tersebut. Koperasi yang diputus pailit oleh Pengadilan Niaga adalah salah satu alasan pembubaran terhadap koperasi yang sedang mengalami kebangkrutan disamping alasan pembubaran lainnya. Undang Undang No. 17 Tahun 2012 tidak secara tegas menyebutkan apakah setiap koperasi yang diputus pailit atau hanya koperasi yang insolvensi dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan (artinya nilai harta pailit lebih kecil dari pada biaya untuk membereskannya).

  Koperasi yang diputuskan bubar berdasarkan Pasal 102 UU No. 17 Tahun 2012 harus dilakukan lagi perbuatan hukum berdasarkan Pasal 106 sampai 111

  28

  mengenai penyelesaian hak dan kewajiban koperasi tersebut terhadap kepentingan para anggota pemegang sertifikat modal koperasi (APSMK) maupun kepentingan kreditor dan pihak ketiga. Likuidator dalam UU No. 17 Tahun 2012 disebut “Tim Penyelesai” dan sesuai dengan namanya penyelesai (likuidator) akan mengurus seluruh penyelesaian atas nama koperasi yang bersangkutan, sehingga tidak lagi

  29 terdapat urusan yang masih menjadi tanggungan koperasi.

  Koperasi yang dibubarkan selanjutnya akan dilakukan tindakan hukum likuidasi (koperasi dalam penyelesaian) untuk menyelesaikan hak dan kewajibannya yang menyangkut kepentingan anggota, koperasi lain dan anggotanya dan pihak ketiga atau kepentingan kreditor koperasi.

  28 Mengatur tentang penyelesaian hak dan kewajiban koperasi yang dibubarkan berdasarkan pasal 102 UU No. 17 Tahun 2012. 29 Ahmad Ichsan , Dunia Usaha Indonesia Segi Hukum, Segi Manajemen, Struktur/ Bentuk Hukum, Kebijaksanaan Pemerintah [Jakarta: PT Pradnya Paramita], 1986, hlm, 454.

  Pembubaran koperasi sejatinya merupakan penghapusan entitas hukum sebagai subjek hukum. Persoalan yang muncul dengan pembubaran koperasi adalah

  30

  bagaimana nasib aktiva dan pasiva koperasi tersebut. Disamping itu Koperasi memiliki kekayaan tersendiri yang menjadi jaminan utang kepada kreditor termasuk penyimpan dana dan para kreditor.

  Secara teoritis kepailitan koperasi harus dibedakan dengan kebangkrutan, pembubaran dan likuidasi koperasi. Pembubaran koperasi merupakan suatu langkah hukum yang diambil terhadap koperasi atas alasan-alasan hukum tertentu seperti yang

  31

  yang diatur dalam Pasal 102 UU No. 17 Tahun 2012. Persoalan hukum akan muncul apabila harta koperasi tersebut telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga dan hartanya tidak cukup mengembalikan pinjamanan/ utangnya karena mengalami kesulitan keuangan dan pada akhirnya koperasi tersebut dibubarkan. Untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta badan hukum koperasi dalam likuidasi dibentuk tim likuidator (tim penyelesai).

  Berdasarkan uraian diatas maka tesis ini ditulis dengan judul Analisis

  Yuridis Tentang Pembubaran Dan Likuidasi (Penyelesaian) Atas Pailitnya Koperasi.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi dasar didalam pembahasan tesis ini, adalah sebagai berikut :

  30 31 Ibid, Bandingkan dengan nasib aktiva dan passiva perseroan.

  Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat anggota, jangka waktu berdirinya berakhir maupun keputusan menteri.

  1. Bagaimana akibat hukum pembubaran koperasi yang diputus pailit oleh Pengadilan Niaga?

  2. Bagaimana menurut hukum pembagian harta koperasi dalam likuidasi?

  C. Tujuan Penelitian

  Adapun yang tujuan dari penelitian tesis ini berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas adalah :

  1. Untuk mengetahui akibat hukum pembubaran koperasi yang diputus pailit oleh Pengadilan Niaga.

  2. Untuk mengetahui bagaimakah menurut hukum pembagian harta koperasi dalam likuidasi.

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini selain memiliki manfaat teoritis juga memiliki manfaat praktis sesuai dengan tujuan penelitian ini. Manfaat penelitian ini :

  1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya hukum koperasi tentang akibat hukum pembubaran koperasi serta pembagian harta koperasi dalam likuidasi.

  2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penegak hukum dan pembuat peraturan perundang undangan dan memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata hukum koperasi khususnya tentang pembubaran koperasi dan likuidasi/penyelesaian.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan informasi yang didapat tanggal 25 Juli 2012 dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara ternyata penelitian tentang “ Analisis Yuridis Tentang Pembubaran Dan Likuidasi (Penyelesaian) Atas Pailitnya Koperasi tidak ada ditemukan judul yang sama maka penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

  F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Suatu teori merupakan seperangkat konstruk (konsep), batasan , dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan variabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala

  32

  itu. Tujuan utama teori adalah menjelaskan atau memperkirakan agar masalah yang dikaji mudah dipahami. Umumnya kekuatan suatu teori terletak pada kemampuannya untuk membawa banyak pemikiran dan informasi mengenai suatu problem khusus atau seperangkat problem dan dengan demikian melampaui pemikiran yang tidak sistematis didalam detail dan ketepatan untuk pembentukan dan manipulasi konsep

  33

  berikutnya. Teori hukum adalah pengertian hukum, bukan istilah istilah hukum, karena pengertian hukum itu sama, sedangkan untuk menyebut pengertian hukum

  34

  35

  yang sama bisa digunakan istilah yang berlainan dengan kata lain “teori hukum” pada hakikatnya suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan 32 Khudzaifah Dimiyati, Teorisasi Hukum Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia

  

1945-1990 [ Yogyakarta: Gajah Mada University,1990], hlm,14. Dikutip dari bukunya Fred N Kerlinger, The

Foundation of Behavioral Research , Third Edition, 1986,by Holt, Reinhart and Winston Inc, diterjemahkan oleh

Landung R Simatupang,. 33 Hotman M. Siahaan, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi, [Jakarta : Erlangga,1986] , hlm,3. 34 35 Ahmad Rustandi, Resfonsi Filsafat Hukum [ Bandung: Armiko,1984], hlm, 20.

  Khudzaifah Dimiyati, Op. Cit, hlm 42 dikutip dari J.J. H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum , Pengertian-Pengertian Dasar dalam Teori Hukum , [Bandung: Citra Aditya Bakti,1996], hlm, 159-160. dengan sistem konseptual aturan-aturan dan putusan-putusan hukum dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan. Dalam persepsi Karl Raimund

36 Popper suatu teori harus bersifat praktis dan berguna dalam pemecahan masalah.

  Hukum akan terbentuk, apabila suatu teori telah diuji dan telah diterima oleh

  37 kalangan ilmuan, sebagai suatu yang benar dalam keadaan-keadaan tertentu.

  Dengan teori hukum tidak akan berhenti pada rumusan teks-teks hukum. Ia akan

  38

  bergerak lebih jauh pada konteks dibalik teks tersebut sehingga teori hukum itu berusaha untuk menjelaskan mengapa teks atau pasal pasal hukum saling berhubungan, apa maksud, tujuan dan untuk kepentingan siapa pasal tersebut dibuat.

  Pada pendekatan analitis, berbagai peraturan perundang-undangan koperasi dianalisa (diuraikan) sebagai peraturan pelaksana struktur koperasi yang khas, masalah yang aktual dan kemudian ketentuan-ketentuan apa yang ditawarkan oleh

  39 pembentuk undang-undang untuk memecahkan masalah ini.

  Tesis ini menganalisis secara hukum tentang akibat hukum pembubaran dan likuidasi atas koperasi dengan menggunakan:

  40 1. Teori tentang pribadi hukum (“The juristic person”).

  41 2. Teori kewajiban dan hak kolektif.

  42 3. Teori tanggungjawab. 36 37 Ibid , hlm, 44. Dikutip buku Lili Rasjidi, Op. Cit, hlm, 29. 38 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum [Jakarta: UI Press, 2010] , hlm, 127.

  Bernard L.Tanya , dkk Teori Hukum Stategi Manusia Lintas Ruang dan Generasi [ Genta Publishing, 2010], hlm, 8. 39 Hans.H. Munkner, Hukum Koperasi , (Alih bahasa Abdulkadir Muhammad ), [Bandung: Alumni, 1987 ], hlm, 3. 40 Jimly Asshiddiqie, M.Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, [ Jakarta: Konstitusi Press, 2012] , hlm, 76. 41 42 Ibid , hlm 80.

  Ibid , hlm 61.

  4. Teori perjanjian (agreement theory) atau teori persetujuan (approval

  43 theory

  ).”

  44 Bahwa setiap legal person pada dasarnya “juristic person” yang

  mempunyai kewajiban dan hak serta tanggungjawab hukum (liablity). Kasus tipikal

  45 dari juristic person (dalam arti sempit) adalah suatu korporasi (corporation).

  Untuk mencari landasan teoritis dari badan hukum dalam memahami badan hukum sebagai pribadi hukum (“The juristic person”) kita dapat melihat badan hukum (rechtperson) bertindak sebagai subjek hukum seperti halnya manusia (natural person). Terdapat beberapa teori mengenai badan hukum antara lain: 1. Teori Fiksi yang dikemukakan oleh Friedrich Carl von Savigny dan Opzomer.

  Bahwa adanya badan hukum merupakan suatu abstraksi, bukan merupakan

  46 suatu hal yang konkrit.

  2. Teori Organ yang (leer der volledige reliteit ajaran realitas sempurna) dikemukakan oleh Otto von Gierke. Badan hukum seperti halnya manusia memiliki alat kelengkapan. Maka suatu badan hukum harus memiliki organ-

  47 organ penunjangnya sendiri.

  3. Teori kekayaan bersama berasal dari Rudolf von Jhering.Menurut teori ini badan hukum sebenarnya adalah kumpulan manusia yang memiliki

  48 kepentingan bersama.

  43 T ri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis terhadap Undang Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ,[Salatia: Griya Media, 2011], hlm,235. 44 45 Jimly Asshiddiqie, M.Ali Safa’at oc.Cit, dikutip dari Kelsen , Pure Theory, hlm, 174 -176. 46 Ibid , hal 77. Lihat Kelsen, Introduction , hlm, 96. 47 Chidir Ali, Badan Hukum, [Bandung: Alumni, 1987], hlm, 31-32 , hlm 32-33 48 Ibid Ibid , hlm 34

  4. Teori Kekayaan bertujuan (collectiviteit theori) yang dikemukakan oleh A.

  Brinz. Dikatakan bahwa kekayaan badan hukum itu tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya. Kekayaan dipandang sebagai wewenang terlepas dari yang memegangnya. Yang penting bukan siapakah badan hukum itu, tetapi

  49 kekayaan itu diurus dengan tujuan tertentu.

  5. Teori kanyataan yuridis (Juridische realiteit). Teori dikekmukakan oleh E.M.Meijers dan dianut oleh Paul Scholtel. Badan hukum itu merupakan suatu realitas, konkrit, riil walaupun tidak dapat diraba, bukan hayal tetapi

  50 suatu kenyataan yuridis.

  Berdasarkan doktrin mengenai badan hukum, bahwa sesuatu lembaga atau

  51

  badan disebut sebagai badan hukum, apabila memiliki unsur-unsur antara lain: a. Adanya harta kekayaan yang terpisah.

  b. Mempunyai tujuan tertentu.

  c. Mempunyai kepentingan sendiri.

  d. Adanya organisasi yang teratur.

  Menurut Pasal 1653 selain perseroan perrdata sejati, perhimpunan- perhimpunan orang orang sebagai badan hukum diakui undang-undang. Perkumpulan yang dimaksud pasal 1653 tersebut diatas adalah apa yang kita kenal sebagai badan

  52 atau juristic person

  hukum dan yang dapat dikategorikan sebagai subjek hukum

  53

  yaitu:

  1. Badan hukum yang didirikan oleh pemerintah 49 50 Ibid , hlm 34-35 51 Ibid , hlm 35

  Ali Rido, Badan Hukum dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf [Bandung: Alumni, 1986].hlm.50 52 53 Anjar Panca W, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Op.Cit, hlm 76.

  Jimly Asshiddiqie, M.Ali Safa’at Loc.Cit.

  2. Badan hukum yang diakui keberadaanya

  3. Badan hukum yang diperbolehkan atau diijinkan keberadaanya; dan 4. Badan hukum yang didirikan dengan maksud tertentu oleh siapa saja.

  Pendapat lain yang mengatakan “alasan utama korporasi diakui sebagai legal

  person

  adalah karena fakta bahwa pertanggungjawaban delik perdata yang dilakukan oleh korporasi pada prinsipnya terbatas pada kekayaan korporasi itu sendiri”.

  54 Pendapat ini hampir sama dengan teori propriete collective yang mengatakan hak

  dan kewajiban badan hukum itu pada hakekatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama sama yang merupakan korporasi, badan hukum yang mempunyai anggota.

  55

  “Perkumpulan koperasi diartikan perkumpulan perkumpulan orang orang, dimana anggota anggota dileluasakan masuk atau keluar, dan bertujuan untuk memperbaiki kepentingan kebendaan (materiil) para anggota dengan jalan bersama-sama menyelenggarakan usaha mendapat bahan bahan untuk keperluan hidup atau keperluan perusahaan bersama, maupun mengusahakan uang panjar atau kredit.”

  56

  “Bahwa korporasi sebagai juristic person memiliki hak relatif atau absolut berarti bahwa individu tertentu atau sejumlah individu tertentu diwajibkan oleh hukum negara atas suatu perbuatan tertentu terhadap korporasi dan jika kewajiban tidak dipenuhi, suatu sanksi akan dieksekusikan berdasarkan tuntutan yang dibawa oleh korporasi.”

  57

  “Hak tidak dilaksanakan oleh individu berdasarkan keinginan mereka, tetapi berdasarkan ketentuan korporasi. Mereka memiliki hak tetapi dalam arti hak kolektif”.

  58 54 Ibid 55 Ali Rido, Hukum Dagang Tentang Aspek-aspek Hukum Dalam Asuransi Udara dan Perkembangan Perseroan Terbatas [ Bandung: Remadja Karya, 1984 ], hlm. 34. 56 Sularso, E.D. Manik, Peraturan dan Perundang Undangan Koperasi Indonesia,[ Jakarta: Dwi Segera, 1981] hlm, 9. 57 Jimly Asshiddiqie, M.Ali Safa’at Loc.Cit. 58 Ibid Menurut Bentens, “teori hak merupakan suatu aspek dari deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dari kewajiban. Bila suatu hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain.”

  59

  “Kewajibannya adalah pada individu tertentu. Tetapi pada saat individu ini ditentukan oleh aturan parsial yang membentuk korporasi, dan sejak individu ini harus melaksanakan kewajiban sebagai organ korporasi maka dimungkinkan mengimputasi kewajiannya pada korporasi dan menyebutnya sebagai kewajiban korporasi. Fakta bahwa korporasi memiliki kewajiban memperhatikan perbuatan tertentu juga bahwa berarti jika kewajiban tidak dipenuhi, suatu sanksi dapat dikenakan terhadap kekayaan korporasi”

  60 Satu perjanjian yang dibuat para pihak menimbulkan hak dan kewajiban serta

  mengikat bagi mereka yang membuatnya. “Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan/ kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing kontrak.” Pandangan tentang perusahaan sebagai nexus of contract dikemukakan oleh Armen Alchian dan Harold Demsetz.

  61

  “Pada dasarnya teori kontrak menyatakan bahwa perusahaan merupakan rangkaian kontrak diantara paktor produksi. Meskipun setiap individu memiliki kepentingan pribadi, sebagai tim mereka juga solit sebagai kesatua yang mengalami kompetisi dengan tim lain.”

62 Koperasi sebagai Pribadi Hukum (“The Juristic Person”) yang mempunyai

  hak dan kewajiban diperlukan suatu “peristiwa” yang oleh hukum dihubungkan sebagai suatu akibat. Jadi hak pada pihak yang satu berakibat timbulnya kewajiban pada pihak yang lain. Koperasi sebagai legal person mempunyai hak dan kewajiban 59 Teori Etika, [Staaf.uny.ac.id/sites], diaksek tanggal 15 Oktober 2012 60 Jimly Asshiddiqie, M.Ali Safa’at Op.Cit. hlm. 81. Dikutip dari kelsen, General Teori, Op.cit, hlm 101-102. 61 A. Prasetyantoko, Op.Cit, hlm, 26. 62 Ibid serta tanggungjawab yang telah diatur oleh hukum. “Hak dan kewajiban ini

  63

  merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum.” Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan

  64

  kewajiban terdapat hubungan yang korelatif. Kewajiban publik adalah yang berkorelasi dengan hak-hak publik seperti kewajiban memenuhi hukum pidana. Kewajiban perdata adalah korelatif dari hak-hak perdata, seperti kewajiban yang

  65 timbul dari perjanjian.

  Tanggung jawab (liability) merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang

  66

  menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. “Prinsip tanggungjawab berarti bahwa orang-orang yang memutuskan untuk bergabung dengan maksud untuk saling tolong-menolong pada waktu yang sama juga sepakat untuk menerima tanggungjawab, resiko, kerugian-kerugian dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari

  67 usaha itu”.

  “Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggungjawab hukum (liability). Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatannya bertentangan/berlawanan hukum. Sanksi dikenakan deliquet,

  68

  karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab.” 63 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, [Yogyakarta: Liberty, Cet ke 2, 2005], hlm,42. 64 65 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum,[Bandung: PT Citra Aditya Bakti, cet keV, 2000], hlm,55. 66 Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Op.Cit, hlm, 60.

  Sonny Tabelo Manyawa, Teori Pertanggunggjawaban [http://sonny-tobelo.blogspot.com/ ] diakses

tanggal 5 Januai 2013, dikutip, Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, [Jakarta:

Gramedia Widiasarana Indonesia 2006], hlm. 73-79 67 68 Hans Munkner, Op.Cit .hlm, 8

  Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Op.Cit hlm 65,dikutip dari Kelsen General Teori, hlm 65, Kelsen, Pure Theori, hlm 119-123 Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan

  69 Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:

  a. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

  b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.

  Secara teori tradisional terdapat dua macam pertanggungjawaban yang dibedakan yaitu pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (base on fault) dan

  70 pertanggungjawaban mutlak (absolut responsibility).

  Koperasi yang berbadan hukum merupakan subjek hukum cakap untuk mempunyai kekayaan tersendiri yang terpisah dari kekayaan orang perseorangan, sehingga baik pendiri maupun pengurus badan hukum tersebut statusnya hanya

  71

  merupakan salah satu organ dari badan hukum tersebut. Calvert memberi defenisi koperasi sebagai organisasi orang orang yang hasratnya dilakukan oleh manusia atas

  72 dasar kesamaan untuk mencapai tujuan ekonomi masing masing, dan menurut M.

  Iskandar Soesilo koperasi adalah perusahaan, dimana orang-orang berkumpul tidak untuk menyatukan modal atau uang, melainkan sebagai akibat adanya kesamaan

  73

  kebutuhan dan kepentingan ekonomi, dengan demikian koperasi bersifat suatu kerjasama antara orang orang yang tergolong kurang mampu dalam hal kekayaan 69 Sonny Tabelo Manyawa, dikutip dari Ridwan H.R.,Hukum

  Op.Cit Administrasi Negara ,[Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006], hlm. 365. 70 71 Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Loc.Cit, dikutip, Kelsen Pure Theory, Op.Cit, hlm 119-123. 72 Ibid M. Iskandar Soesilo, Dinamika Gerakan Koperasi Indonesia Corak Perjuangan ekonomi , [Jakarta : PT. Wahana Semesta Intermedia, 2008], hlm,3.

  Rakyat dalam Mnggapai Sejahtera Bersama 73 Ibid , hlm, 4.

  74 (“kleine luiden”) yang ingin bersama meringankan beban hidup atau beban kerja .

  Senada dengan pendapat ini koperasi selain bentuk perkumpulan juga merupakan

  75

  bentuk perusahaan (bedriijf ). Koperasi sebagai badan hukum secara tegas disebutkan dalam Stb. 91 Tahun 1927, Stb. 108 Tahun 1933, Stb. 179 Tahun 1949,

  76

  77

  78 UU No. 79 Tahun 1958 , UU No. 12 Tahun 1967 , UU No. 25 Tahun 1992 dan

  Pasal 1 angka 1 UU No. 17 Tahun 2012 Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perorangan atau badan hukum koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usahanya, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama dibidang ekonomi, sosial dengan nilai dan prinsip koperasi.

  Timbulnya suatu kewajiban koperasi sebagai pribadi hukum (juristic person) oleh karena diperoleh suatu hak yang membebani syarat untuk memenuhi kewajiban atau berdasarkan suatu perjanjian yang telah disepakati atau adanya kesalahan maupun kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi orang lain sehingga koperasi wajib membayar ganti rugi, atau karena telah menikmati hak tertentu yang harus diimbangi dengan kewajiban tertentu. Dalam pengertiannya sebagai penyandang hak dan kewajiban, badan hukum dapat digugat ataupun menggugat di pengadilan, jadi keberadaannya dan ketidakberadaannya tidak digantungkan kepada kehendak pendiri

  79 atau anggotanya melainkan pada sesuatu yang ditentukan oleh hukum. 74 Wiriyono Projodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi di Indonesia [Jakarta: Dian Rakyat, 1969], hlm, 98. 75 76 Sigmun M.D, Koperasi Indonesia [ Jakarta: PT Inti Jndayu Press, 1988], hlm 7.

Pasal 2 ayat 2 UU No. 79 tahun 1958, badan hukum ialah badan badan koperasi yang telah memperoleh sifat koperasi menurut undang undang ini.

  77 Pasal 39 UU No. 12 tahun 1967, Koperasi yang akta pendiriannya disahkan menurut ketentuan undang undang ini adalah badan hukum. 78 Pasal 9 UU No. 25 tahun 1992, Koperasi memperoleh satus badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah. 79 Gunawan Wijaya, Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan Perikatan Yang Lahir Dari Undang Undang , Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2003],hlm,181

  Hapusnya suatu kewajiban koperasi sebagai pribadi hukum (juristic person) karena koperasi dibubarkan, masa berlakunya telah habis dan tidak diperpanjang, kewajiban telah dipenuhi oleh yang bersangkutan, hak yang melahirkan kewajiban telah dihapus, ketentuan undang-undang, kewajiban telah beralih atau dialihkan kepada orang lain.

  Koperasi sebagai “badan hukum ada karena dibuat berdasarkan teori perjanjian (agreement theory) maupun berdasarkan teori persetujuan (approval

  80 theory

  ).” Perkumpulan dalam arti luas ada beberapa sarjana berpendapat bahwa sifat perkumpulan adalah perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1313 KUH

  81

  perdata. Dengan demikian koperasi sebagai badan hukum (legal person) yang didirikan berdasarkan dengan satu perjanjian antara anggota pendiri yang dituangkan dalam akta pendirian koperasi dan dibuat dengan akta notaris dimana akta pendiriannya disahkan menteri supaya memperoleh status badan hukum. Koperasi berbadan hukum adalah subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum. Koperasi sebagai subjek hukum dapat memiliki harta kekayaan

  82

  yang berasal dari anggotanya dan harta yang bersumber dari pinjaman dan khusus

  83 KSP dapat menghimpun dana dari anggota. Koperasi yang tidak dapat

  mengembalikan modal pinjaman tersebut sesuai dengan yang diperjanjian baik seluruhnya atau sebagaian karena suatu alasan tertentu, maka koperasi wanprestasi sehingga koperasi akan diminta pertanggungjawabannya secara hukum untuk 80 Tri Budiyono, Tri, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis terhadap Undang Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas , Loc. Cit. 81 82 Chidir Ali, Op.Cit, hlm 132 83 Pasal 66 ayat 2 Huruf c UU No. 17 Tahun 2012 mengenai sumber modal pinjaman.

Pasal 89 huruf a UU No. 17 Tahun 2012. Dana yang dihimpun ini adalah merupakan hutang/ kewajiban KSP.

  membayar hutangnya. “Dengan demikian harta kekayaan menjadi objek tuntutan dari

  84 pihak ketiga yang mengadakan hubungan hukum dengan badan” hukum koprasi.

  Koperasi sebagai debitur, mengabaikan atau mengalpakan kewajiban dan karena itu melakukan cacat prestasi maka kreditornya dapat menuntut pemenuhan

  85

  prestasi dan ganti rugi. Ketentuan mengenai ganti rugi dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1252 KUH Perdata. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitor yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian biaya, rugi dan

  86 bunga.

87 Koperasi yang wanprestasi atau tidak dapat melaksanakan prestasi

  88

  (membayar utangnya) kepada krediturnya dapat digugat di pengadilan dan apabila krediturnya lebih dari satu orang dapat dimohonkan pailit melalui Pengadilan Niaga. Koperasi yang diputus pailit dan apabila harta koperasi tidak cukup untuk membayar

  89

  biaya pailit, curator dapat mengusulkan kepailitan tersebut dicabut kembali, dan

  84 Ali Ridho, Badan Hukum dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf ,Op. Cit , hlm ,50 85 Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia A Critical Review

on Bankkrupty Law: ards The Bankrupty Laws That Protect Creditor And Debitor Interest , [ Medan:

  PT Sofmedia, Edisi 2, 2010],hlm,12 86 Hubungan-sebab-akibat-dan-sifat-melawan, [http://mamluatulrohmah.blogspot.]diakses Tanggal 12 September 2012. 87 Bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang

dijanjikan, Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, Melakukan sesuatu yang menurut

perjanjian tidak boleh dilakukannya. 88 Dapat digugat di Pengadilan untuk 1).Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi). Ganti rugi seperti biaya, rugi dan bunga. 2).Pembatalan perjanjian atau pemecahan

  Perjanjian..3). Peralihan resiko 89 Munir Fuady Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek,( Edisi Revisi Disesuaikan dengan UU NO. 37 Tahun2004) , [Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005], hlm, 83 kepailitan juga dapat di cabut atas anjuran hakim pengawas

  90

  maka koperasi tersebut wajib dibubarkan. Tuntutan terhadap kewajiban koperasi sebagai debitur untuk melaksanakan prestasinya maka koperasi bertanggungjawab dengan seluruh harta kekayaannya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan baru ada di kemudian hari menjadi jaminan untuk segala perikatan debitor (pasal 1131, 1133 KUH Perdata).

  91 Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan

  debitor menjadi agunan bersama bagi semua keditornya hasil penjualan harta kekayaan itu dibagi bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut perbandingan besar kecilnya tagihan masing masing kreditor, kecuali apabila ada diantara para kreditor itu terdapat alasan yang sah untuk didahulukan daripada kredior lain.

  “Dikenal adagium yang disebut “missio in bona.” Arti dari adagium itu adalah bahwa harta kekayaan debitor dapat dijual untuk melunasi utang kepada kreditornya (venditio bonorum). Pembelinya (bonorum emptor) adalah seseorang yang memperoleh hak atas harta kekayaan debitor berdasarkan asas umum yang berkaitan dengan pelunasan utang terhadap kekayaan debitor tersebut. Dari hasil penjualan harta kekayaan tersebut debitor akan melunasi utang – utangnya itu secara proporsional sesuai dengan besarnya tagihan masing – masing kreditor.”

  92 Pasal 1131 dan 1132 merupakan asas-asas tentang hak-hak si kreditor yaitu:

  93

  1. Apabila debitur tidak membayar utangnya dengan sukarela atau tidak membayarnya, walaupun telah ada putusan pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi hutangnya atau karena tidak mampu membayar seluruh utangya maka semua harta bendanya disita untuk dijual dan hasil penjualan itu dibagi bagi antara semua kreditornya “ponds-ponds gewijze” artinya menurut perimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing masing kreditor 90 Ibid, Lihat Pasal 18 UU NO 37 Tahun 2004 91 Ibid 92 Irwan, Pembatalan Pailit, [Lontar .ui.ac.id] hlm 2 diakses tanggal 25 Nopember 2012. 93 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayan, [Jakarta: PT. Pradyna Paramita, 1985] hlm, 9. kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan yang sah untuk didahulukan.

  2. Semua kreditor mempunyai hak yang sama

  3. Tidak ada nomor urut dari kreditor yang didasarkan atas timbulnya piutang masing masing Koperasi yang memiliki lebih dari satu orang kreditor dapat dimohonkan pailit melalui lembaga hukum kepailitan. Lembaga hukum kepailitan disediakan untuk menyelesaikan utang piutang diantara debitor dan kreditor. Koperasi yang sudah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga dan kepailitannya diangkat karena berhenti membayar (insolvensi) dapat dibubarkan melalui lembaga hukum “Pembubaran dan Likuidasi/penyelesaian.” Lembaga hukum pembubaran dan likuidasi ini disediakan untuk menyelesaikan hak dan kewajiban koperasi kepada para kreditornya dan juga untuk mengakhiri status badan hukum koperasi. Jadi ada dua tujuan instrument pembubaran dan likuidasi yaitu untuk membagikan harta kekayaan koperasi secara adil dan berimbang kepada seluruh kreditornya dan mengakhiri status badan hukum koperasi.

  94 Menurut Sutan Remy Syahdeini tujuan kepailitan ( bankruptcy law ) adalah:

  1. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur diantara para kreditornya.

  2. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditor.

  3. Memberikan Perlindungan kepada debitor yang beritikat baik dari para kreditornya, dengan cara pembebasan hutang.

  Likuidasi dan kepailitan tujuannya sama yaitu untuk membereskan kewajiban debitor kepada kreditor dengan membagikan harta likuidasi atau harta pailit kepada debitor, melindungi kepentingan kreditor, melindungi debitor yang beritikat baik. 94 Sutan Remi Syahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan ,[Jakarta: Grafiti, 2009] hlm, 28. Perbedaannya bahwa kepailitan adalah sita umum atas harta pailit debitor sedangkan likuidasi bukan sita umum atas harta likuidasi.

  Pada umumnya undang-undang kepailitan atau bankrupty law berkaitan

  95