BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Hubungan Determinan yang Memengaruhi Perilaku Pekerja Las Karbit dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk Mencegah Trauma Mata di Kecamatan Medan Kota Pemerintahan Kota Medan Tahun 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Indonesia adalah gangguan penglihatan dan kebutaan. Katarak merupakan penyebab utama (50%) kebutaan di Indonesia. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan juga akan cenderung semakin meningkat karena katarak merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada usia lanjut (Depkes RI, 2012).

  Beberapa pekerjaan tertentu, misalnya pekerja las tanpa memakai alat pelindung diri, dapat mengakibatkan kekeruhan pada lensa. Demikian pula sesorang yang sering terpajan sinar inframerah maupun sinar ultra violet matahari, karena terpajan sinar matahari tanpa alat pelindung, berpotensi menimbulkan kekerungan pada lensa mata. Masih banyak pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari yang memungkinkan sesorang mengalami katarak. Cedera mata mengakibat katarak pada semua usia. Pukulan keras, tembus, menyayat, panas tinggi serta bahan kimia, dapat mengakibatkan kekeruhan lensa mata, yang disebut dengan Katarak Traumatik (Anies, 2006).

  Untuk menanggulangi kebutaan, Kemenkes telah mengembangkan strategi- strategi yang dituangkan dalam Kepmenkes RI, nomor 1473/MENKES/SK/2005 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (Renstranas PGPK) untuk mencapai Vision 2020. Salah satu strategi dalam Renstranas PGPK adalah penguatan advokasi, komunikasi dan sosialisasi pada semua sektor untuk upaya penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan. Upaya sosialisasi ini dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan penglihatan. Upaya advokasi dilaksanakan untuk mendapatkan dukungan dari semua sektor untuk upaya penanggulangan gangguan penglihatan.

  Kegiatan Workshop Kesehatan Indera Penglihatan mengenai “Mata Sehat di Segala Usia untuk Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Indonesia”, merupakan kerjasama Kementerian Kesehatan dengan Departemen Mata FKUI/RSCM dan PP Perdami ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Penglihatan Sedunia atau World Sight Day (WSD) 2012 yang diperingati setiap hari Kamis minggu kedua di bulan Oktober setiap tahun. Tahun ini, peringatan WSD 2012 jatuh pada Kamis, 11 Oktober 2012.

  WHO tidak menetapkan tema khusus WSD 2012. Masing-masing negara dibebaskan untuk memilih tema sendiri-sendiri sesuai dengan permasalahan utama tentang kesehatan mata yang ingin diangkat oleh negara tersebut. Karena itu, disepakati tema WSD 2012 adalah “Working Together to Eliminate Avoidable

  Blindness ” (Depkes RI, 2012).

  Tujuan diperingatinya WSD 2012 di setiap negara di dunia, diantaranya untuk: Meningkatkan pengetahuan masyarakat bahwa masalah kebutaan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia; Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa gangguan penglihatan dan kebutaan ini dapat dicegah, diobati dan direhabilitasi; Mengadvokasi para pemangku kebijakan mulai dari pusat sampai ke daerah agar masalah kebutaan masyarakat mendapat perhatian sehinggga ada alokasi dana untuk program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan (Depkes RI, 2012).

  Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr. Ratna Rosita, MPHM mengatakan, sejak tahun 2000 pemerintah Indonesia bersama-sama WHO telah mencanangkan Vision 2020, the Right to Sight. Program ini bertujuan menghilangkan kebutaan pada tahun 2020 sehingga tercapai penglihatan sempurna di masyarakat. Di Indonesia program ini dikenal sebagai Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan di masyarakat. Hal ini merupakan hak bagi setiap warga Indonesia untuk mendapatkan penglihatan optimal. Angka kebutaan dan kesakitan mata masih tinggi dibandingkan dengan jumlah tenaga profesional yang masih terbatas dan belum tersebar secara merata. WHO memperkirakan tiap menit terdapat 12 orang menderita gangguan penglihatan di dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap menit terdapat 1 orang menderita gangguan penglihatan (Depkes RI, 2012).

  Tingkat kecelakaan kerja dan berbagai ancaman keselamatan dan kesehatan kerja

(K3) di Indonesia masih cukup tinggi. Berbagai kecelakaan kerja masih sering terjadi dalam

proses produksi terutama di sektor jasa konstruksi.

  Berdasarkan laporan International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 6.000

kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban fatal. Sementara di Indonesia setiap 100

ribu tenaga kerja terdapat 20 korban yang fatal akibat kecelakaan kerja (Metrotvnews, 2013) .

  Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan seluruh pihak harus mulai melakukan upaya dan kerja keras di tahun 2013 agar penerapan sistem manajemen K3 (SMK3) di setiap jenis kegiatan usaha dan berbagai kegiatan masyarakat dapat menekan angka kecelakaan kerja.

  Klaim pada PT Jamsostek 2010 mencatat telah terjadi 98.711 kasus kecelakaan kerja. Dari angka tersebut 2.191 orang tenaga kerja meninggal dunia. Dan menimbulkan cacat permanen sebanyak 6.667 orang.

  Hasil penelitian Riyadina (2007) tentang kecelakaan kerja dan cedera yang dialami oleh pekerja industri di kawasan industri Pulo Gadung Jakarta, diperoleh hasil kecelakaan kerja sering terjadi pada jenis industri baja yaitu mata kemasukan benda (gram), industri spare part yaitu tertusuk dan industri garmen yaitu tertusuk. faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja pada pekerja industri adalah pekerja laki-laki, aktifitas kerja sedang, status distres, keluhan nyeri, dan pemakaian APD. untuk faktor risiko fisik tempat kerja yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja meliputi kebisingan, ruangan terlalu panas, ruang pengapor, bau menyengat, ruang berdebu dan ruang berasap.

  Hasil penelitian Sari (2009) tentang prevalensi kebutaan akibat trauma mata di Kabupaten Langkat, menunjukkan hasil faktor ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan mata umumnya dan trauma mata pada khususnya merupakan faktor penyebab tingginya prevalensi kebutaan akibat trauma mata. Keadaan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dari sebagian besar penduduk setempat.

  Hasil penelitian Aldy (2009) tentang prevalensi kebutaan akibat trauma mata di Kabupaten Tapanuli Selatan, didapatkan hasil faktor ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan mata pada umumnya dan trauma mata pada khususnya merupakan faktor penyebab terjadinya trauma mata. Keadaan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dari sebagian besar penduduk setempat. Serta faktor budaya tentang pemeliharaan kesehatan mata dengan cara melakukan pengobatan secara tradisional pada kasus trauma mata.

  Menurut penelitian Saharuddin (2011) tentang ketajaman penglihatan ditinjau dari penggunaan kacamata pelindung pada operator las bagian LGPK di UPT Balai Yasa Yogyakarta, menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan yang bermakna antara yang selalu memakai kacamata pelindung terhadap ketajaman penglihatan.

  Sinaga (2013), menyatakan tingkat kecelakaan kerja di Indonesia memang masih tinggi. Menurut data tahun 2006, terjadi 95.624 kasus atau dalam sehari terjadi sekitar 398 kecelakaan kerja dan tujuh di antaranya meninggal dunia.

  Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Survey Kesehatan Indera tahun 1993 – 1996 menunjukkan 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (52%), glaukoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%) dan penyakit mata lain (Purwadianto, 2010).

  Indonesia telah mencanangkan tentang pekerja informal diikutsetrakan dalam keanggotaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mulai efektif berlaku pada 1 Januari 2014. Pekerja informal yang berada di golongan miskin akan mendapat PBI (Penerimaan Bantuan Iuran) dari pemerintah perorang setiap bulan diperkirakan mencapai Rp. 15.500 (Hidayat, 2013).

  Instruksi Walikota Medan Nomor 560/613.K/III/2013 tanggal 21 Maret 2013, ditegaskan, para tenaga kerja honorium daerah termasuk tenaga keamanan maupun kebersihan, wajib mengikutsertakannya dalam program jamsostek. Sebab, selain perusahaan tenaga kerja formal, para pekerja berstatus informal seperti harian lepas, borongan, musiman, perjanjian kerja waktu tertentu dan outsorcing juga tidak lepas dari ketentuan wajib jamsostek (Naibaho, 2013).

  Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek, Achmad Anshori, menambahkan kasus kecelakaan kerja di Indonesia cenderung meningkat. Dari data PT Jamsostek selama enam tahun, terjadi sekitar 604.000 kecelakaan kerja dan menyebabkan 10.894 pekerja meninggal dunia. Untuk itu, PT Jamsostek membayar klaim sebesar Rp1,11 triliun untuk santunan kecelakaan kerja selama enam tahun terakhir, ungkapannya.

  Tingginya angka kecelakaan kerja ini di sisi lain menunjukkan masih rendahnya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Karena itu Muhaimin meminta semua pihak termasuk pemerintah daerah untuk meningkatkan penerapan K3. Karena saat ini sistem otonomi daerah memberikan kewenangan dalam menetapkan kebijakan ketenagakerjaan termasuk didalamnya bidang K3 (Rachman, 2013).

  Berdasarkan data dari Klinik Mata Yose yang beralamat di Jalan Sisingamangaraja Kecamatan Medan Kota periode Januari sampai Desember 2012, peneliti telah melakukan wawancara kepada pihak klinik dalam hal menanyakan berapa banyak orang yang berobat mata khususnya trauma pada mata akibat dari kecelakaan kerja pada tukang las, dan melakukan observasi beberapa hari dari jam 5 sampai jam 8 malam untuk mengetahui pekerja tukang las yang menderita trauma pada mata. Disamping itu peneliti memohon untuk pengambilan data berobat ke klinik tersebut terhadap penyakit trauma pada mata akibat kecelakaan kerja, maka petugas memberikan dan menanyakan maka terdapat sebanyak 142 kasus trauma mata pada pekerja las karbit.

  1.2 Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan determinan yang mempengaruhi perilaku pekerja las dalam penggunaan alat pelindung diri terhadap (APD) di Kecamatan Medan Kota Pemerintahan Kota Medan.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan determinan yang mempengaruhi perilaku pekerja las dalam penggunaan alat pelindung diri terhadap (APD) di Kecamatan Medan Kota Pemerintahan Kota Medan.

  1.4 Hipotesis

  Ada hubungan determinan yang mempengaruhi perilaku pekerja las dalam penggunaan alat pelindung diri terhadap (APD) di Kecamatan Medan Kota Pemerintahan Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

  1.5.1 Bagian Hiperkes Kota Medan Sebagai masukan bagi unit Hiperkes Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Medan, dalam upaya menurunkan angka kejadian trauma pada mata melalui penggunaan alat pelindung diri (APD)

  1.5.2 Pemilik Bengkel Las Sebagai informasi kepada pemilik bengkel las agar lebih mengutamakan kesehatan mata pekerja las, dalam upaya menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk pencegahan trauma mata.

  1.5.3 Bagi Pekerja Las Sebagai informasi kepada pekerja las karbit agar lebih mengutamakan kesehatan mata, dalam upaya melakukan pencegahan dengan menggunakan alat pelindung diri (APD).

Dokumen yang terkait

Hubungan Determinan yang Memengaruhi Perilaku Pekerja Las Karbit dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk Mencegah Trauma Mata di Kecamatan Medan Kota Pemerintahan Kota Medan Tahun 2013

1 73 93

Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008

1 46 68

Analisa Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Karyawan Kilang Papan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

1 46 114

Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

1 12 100

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

2 29 157

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Kenyamanan Pekerja dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) di Bengkel Las Listrik Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten HSU Tahun 2016

0 0 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

0 1 8

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor Determinan yang Memengaruhi Ibu dalam Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Kota Kampar I Kabupaten Kampar Tahun 2013

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 9