Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

(1)

PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA DI DEPARTEMEN

METALFORMING PT. DIRGANTARA INDONESIA (PERSERO)

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

MOCHAMMAD IQBAL M.S NIM: 1110101000022

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2014


(2)

i

PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, November 2014

MOCHAMMAD IQBAL MAULANA S, NIM: 1110101000022

Gamabaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014 Xiii + 72 Halaman, 2 Bagan, 7 Tabel, 3 Lampiran

ABSTRAK

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan tahap akhir dari metode pengendalian bahaya. Namun penggunaan APD akan menjadi sangat penting apabila pengendalian secara teknis dan administratif yang telah dilakukan secara maksimal sebelumnya masih memiliki potensi bahaya yang tergolong tinggi. Manfaat menggunakan APD saat bekerja sangat besar dalam mencegah kecelakaan kerja, namun dalam kenyataannya masih banyak pekerja yang tidak menggunakan APD dengan baik dan sesuai dengan potensi bahaya pada saat bekerja.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional Jumlah sampel yang digunakan yaitu seluruh pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu 50 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 47 pekerja (94%) tidak menggunakan APD, 45 pekerja (90%) berpendidikan rendah, 41 pekerja (82%) memiliki masa kerja baru, 27 pekerja (54%) memiliki pengetahuan baik, 46 pekerja (92%) memiliki APD cukup,

Saran dari penelitian ini yaitu meningkatkan kesadaran pekerja terkait penggunaan APD, bahaya potensial ditempat kerja dan kesadaran pentingnya menjaga keselamatan dan kesehatan pada saat bekerja. Selain itu peruasahaan diharapkan lebih memperketat pengawasan penggunaan APD dan memberikan penghargaan atau hukuman terkait penggunaan APD pada saat bekerja.

Daftar bacaan : 26 (1958-2013)

Kata kunci : Perilaku Pekerja, Alat Pelindung Diri (APD), Pengetahuan, Pendidikan, Masa Kerja, Ketersediaan APD, Pelatihan, PT. Dirgantara Indonesia (Persero)


(3)

ii

DEPARTEMENT OF OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY Undergraduated Thesis, November 2014

MOCHAMMAD IQBAL MAULANA S, NIM: 1110101000022

The Factors Associated With the Behavior of the Use of Personal Protective Equipment (PPE) for Workers at the Departement of Metalforming of PT. Indonesian Aerospace (Persero) in 2014

Xiii + 72 Pages, 2 Charts, 7 Tables, 3 Attachment ABSTRACT

Use of Personal Protective Equipment (PPE) is the final stage of hazard control methods. However, the use of PPE will be very important if the control is technically and administratively to the maximum has been done before still have a relatively high potential danger. The benefits of using PPE when working very large in preventing workplace accidents, but in reality there are many workers who do not use PPE properly and in accordance with the potential hazards at work.

This research is a descriptive study with a quantitative approach and using cross sectional method. The number of samples used were all workers in the Department of Metalforming PT. Aerospace Indonesia (Persero) is 50 people.

The results showed that the 47 workers (94%) did not use PPE, 45 workers (90%) with low education, 41 workers (82%) have a new working period, 27 workers (54%) have a good knowledge of, 46 workers (92%) have sufficient PPE.

The suggestion of this research is to improve awareness of workers related to the use of PPE, potential hazards in the workplace and awareness of the importance of maintaining the safety and health at work. Additionally peruasahaan expected to tighten supervision over the use of PPE and giving rewards or penalties related of the use of PPE.

Reading list : 26 (1958-2013)

Keywords :Behavior Workers, Personal Protective Equipment (PPE), Knowledge,

Education, Work Period, Availabiliy of PPE, Training, PT. Indonesian Aerspace.


(4)

(5)

(6)

(7)

iii DATA DIRI:

Nama : Mochammad Iqbal Maulana S. Tempat/Tanggal Lahi r : Depok/9 Desember 1992

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Belum Menikah Berat/tinggi badan : 60 kg/168 cm

Alamat : Jl. Datuk Kuningan No.9 RT 03/03 Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok. 16421. Telp : 0251-7774081 / 081213046173

Email : mochiqbalmaulanas@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

1. 1997 - 1998 : RA AN-NURIYAH 2. 1998 - 2004 : MI AN-NURIYAH

3. 2004 - 2007 : SMP Negeri 5 Depok 4. 2007 - 2010 : SMA Negeri 6 Depok

5. 2010 - sekarang : Program Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

PENDIDIKAN NON-FORMAL

2013 : Basic Fire Fighting Training oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jak-Sel.

2013 : QHSE Management System Socialization and Fire Fighting Training oleh PT. IMECO INTER SARANA.

PENGALAMAN ORGANISASI

2013 – 2014 : Wakil Ketua Biro Event Organizer Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

iv

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, Shalawat dan salam tercurah bagi junjungan Nabi Muhammad SAW. Syukur Alhamdulillah peneliti dapat menyelesaikan skripsi “Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014” dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih atas dukungan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada:

1. Kedua orang tua saya, Bapak Drs. Syaepudin dan Ibu Lilih Solihat, S.Pdi. Terimakasih atas kasih sayang, kesabaran, doa dan dukungannya sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan dan menyelesaikan skripsi ini.

2. Adik saya tercinta, Siti Maghfira. Terimakasih atas dukungannya, semoga dapat segera meraih gelar sarjana dan ikut membahagiakan papah dan mamah.

3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat. 5. Ibu Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D dan Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si

selaku dosen pembimbing. Terimakasih telah memberikan bimbingan dan dukungan sehingga skripsi ini dapat selesai sesuai dengan jadwal.

6. Ibu Iting Shofwati, ST, M.KKK, Ibu Yuli Amran, SKM, MKM dan Ibu Meilani Anwar, M.Epid selaku dosen penguji, terimakasih atas masukannya yang sangat berguna bagi kelancaran penulisan skripsi ini.

7. Segenap Bapak/Ibu dosen program studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

8. Bapak Sudaryanto dan seluruh staff K3LH PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Terimakasih telah membimbing penulis ketika melakukan proses penelitian dilapangan.

9. Seluruh pekerja Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero), terimakasih atas kerjasamanya dalam memberikan informasi terkait penelitian ini. 10.Teman-teman Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) 2010,


(9)

v

atas dukungan dan perhatiannya selama penulis mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan. Semoga kita semua menjadi orang sukses, semua mimpi dan cita-cita tercapai. Amin, semangat!

12.Teman-teman Kesehatan Masyarakat 2010, terimakasih atas kebersamaannya selama 4 tahun terakhir.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.

Jakarta, November 2014


(10)

vi

ABSTRAK... i

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR BAGAN... xii

DAFTAR TABEL... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Pertanyaan Penelitian... 4

1.4 Tujuan... 4

1.4.1. Tujuan Umum... 4

1.4.2. Tujuan Khusus... 4

1.5 Manfaat... 5

1.5.1 Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)... 5

1.5.2. Bagi Peminatan K3 Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta 5 1.5.3. Bagi Mahasiswa... 5

1.6 Ruang Lingkup... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja... 7

2.1.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)... 7

2.1.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)... 7

2.2 Kecelakaan Kerja... 8

2.3 Perilaku... 12

2.3.1. Teori Perilaku... 12

2.3.2. Batasan Perilaku... 13

2.3.3. Determinan Perilaku... 14

2.3.4. Pembentukan Perilaku... 15


(11)

vii

2.3.5.1.1. Tingkat Pendidikan... 16

2.3.5.1.2. Pengetahuan... 16

2.3.5.1.3. Masa Kerja... 17

2.3.5.1.4. Sikap... 18

2.3.5.2. Faktor-Faktor Pendukung... 18

2.3.5.2.1. Ketersediaan Alat Pelindung Diri... 18

2.3.5.2.2. Pelatihan... 19

2.3.5.3. Faktor-Faktor Pendorong... 20

2.3.5.3.1. Pengawasan... 20

2.3.5.3.2. Hukuman dan Penghargaan... 20

2.3.6. Pengukuran Perilaku... 21

2.4 Hirarki Pengendalian Kecelakaan... 21

2.5 Alat Pelindung Diri... 23

2.5.1. Definisi Alat Pelindung Diri... 23

2.5.2. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri... 24

2.5.3. Syarat-Syarat Alat Pelindung Diri... 25

2.5.4. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri... 26

2.5.5. Penyimpanan dan Pemeliharaan Alat Pelindung Diri... 33

2.5.6. Kelemahan Alat Pelindung Diri... 34

2.6 Kerangka Teori... 35

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep... 36

3.2 Variabel yang Tidak Diteliti... 37

3.2 Definisi Operasional... 38

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 39

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 39

4.3 Populasi dan Sampel... 39

4.4 Instrumen Penelitian... 39

4.5 Uji Validitas dan Realibilitas... 40

4.6 Teknik Pengambilan Data... 41


(12)

viii

4.9 Penyajian Data... 43

BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum PT. Dirgantara Indonesia... 44

5.1.1. Profil Perusahaan... 44

5.1.2. Visi dan Misi Perusahaan... 44

5.1.3. Satuan Kerja... 45

5.2. Gambaran Penggunaan APD pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 51

5.3. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 52

5.4. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Masa Kerja... 53

5.5. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Pengetahuan... 54

5.6. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Ketersediaan APD... 55

5.7. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014 Berdasarkan Pelatihan... 56 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian... 57 6.2 Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 57

6.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 60

6.4 Gambaran Masa Kerja Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 61 6.5 Gambaran Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) di Departemen

Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun

2014...


(13)

ix

6.6 Gambaran Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 64 6.7 Gambaran Pengetahuan Pekerja di Departemen Metalforming PT.

Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 65

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan... 67 7.2 Saran... 68 7.2.1. Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)... 68 7.2.2. Bagi Pekerja Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia

(Persero)... 68 DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN


(14)

x

Bagan 2.1 Kerangka Teori... 35 Bagan 3.1 Kerangka Konsep... 36


(15)

xi

Tabel 3.1 Definisi Operasional... 38 Tabel 5.1 Standar Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Departemen

Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)... 48 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD di Departemen

Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 51 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Departemen

Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 52 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Departemen

Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 53 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Departemen

Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 54 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan APD di Departemen

Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014... 55 Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan di Departemen


(16)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Data Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan sampai tahun 2013 tidak kurang dari enam pekerja meninggal dunia setiap hari akibat kecelakaan kerja di Indonesia. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan negara Eropa yang hanya sebanyak dua orang meninggal dunia setiap harinya karena kecelakaan kerja. Sementara menurut data International Labor Organization (ILO), di Indonesia rata-rata per tahun terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja. Dari total tersebut, sekitar 70% berakibat fatal yaitu kematian dan cacat seumur hidup (ILO, 2013).

PT. Jamsostek menyatakan dalam tahun 2012 terjadi total 103.000 kasus kecelakaan kerja. Diwilayah Jawa Barat dan Banten terjadi 37.390 kasus kecelakaan kerja dengan pembayaran klaim mencapai Rp 139,6 miliar. Sementara diwilayah pantura seperti Bekasi, Cikarang, Karawang dan Purwakarta terdapat 10.109 kasus kecelakaan kerja dengan total pembayaran klaim sebesar Rp 45 miliar (Jamsostek, 2013).

Setiap aktivitas yang melibatkan manusia, mesin dan material yang melalui tahapan proses produksi memiliki risiko bahaya dengan tingkatan risiko berbeda-beda yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya akibat dari aktivitas kerja di tempat kerja. Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber-sumber bahaya. Hampir tidak ada tempat kerja yang sama sekali bebas dari sumber bahaya (Sahab, 1997).

Dalam usaha melaksanakan program K3 dan mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, biasanya dilakukan usaha-usaha yang dapat mengendalikan resiko bahaya


(17)

yang biasa dikenal dengan hirarki pengendalian resiko. Umumnya terdapat lima metode dalam hirarki pengendalian resiko yaitu eliminasi, substitusi, engineering, administratif dan alat pelindung diri. Eliminasi yaitu dengan cara menghilangkan bahaya kerja, substitusi dengan cara mengganti bahan atau proses kerja dengan yang lebih aman, engineering dengan cara membuat pelindung pada bagian mesin yang membahayakan pekerja, administratif dengan cara job rotation dan terakhir yaitu Alat Pelindung Diri (APD).

Penggunaan alat pelindung diri sebenarnya menempati prioritas pengendalian resiko paling akhir, setelah pengendalian dengan eliminasi, substitusi, engineering dan pengendalian secara administratif tidak berhasil dilakukan. Banyak perusahaan yang lebih memiliki menggunakan pilihan terakhir yaitu dengan merekomendasikan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) sebagai tindakan proteksi dini terhadap bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang timbul ditempat kerja. Penggunaan APD yang baik, dapat memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dari keparahan dampak kecelakaan kerja dan dapat mendukung kinerja karyawan, sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan produktivitas baik karyawan maupun perusahaan (Absari, 2006).

PT. Dirgantara Indonesia (Persero) merupakan salah satu perusahaan penerbangan di Asia yang berpengalaman dan berkompetensi dalam rancang bangun, pengembangan, dan manufacturing pesawat terbang. Kegiatan produksi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) didukung oleh 232 unit mesin dan peralatan. Selain itu, terdapat beberapa peralatan lainnya yang tersebar di berbagai lini perakitan, laboratorium, pelayanan dan unit pemeliharaan. Melalui pelaksanaan program restrukturisasi di awal tahun 2004, PT. Dirgantara Indonesia (Persero) saat ini didukung oleh kurang lebih 4064 karyawan dengan unit bisnis bagian saat ini yaitu Aircraft Integration (Pesawat dan Helicopter), Aircraft Services (Maintenance, Overhaul, Perbaikan dan Perubahan),


(18)

Aerostructure (Parts dan komponen, sub sidang, sidang peralatan dan perlengkapan), Engineering services (teknologi komunikasi, teknologi simulator, solusi teknologi informasi, design center) dan Corporation.

Kejadian kecelakaan kerja di PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013 mengalami peningkatan dan paling banyak terjadi di departemen Metalforming. Pada tahun 2012 kejadian kecelakaan kerja di departemen Metalforming terdapat 2 kasus (18,18%) dari total 11 kasus kecelakaan kerja di PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi 3 kasus (50%) dari total 6 kasus kecelakaan. Setelah dilakukan investigasi oleh tim K3LH PT. Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa salah satu faktor dari setiap kasus kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Dirgantara Indonesia (Persero) adalah tidak menggunakan Alat Pelindung Diri dengan benar (PT. Dirgantara Indonesia, 2013).

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 50 pekerja di Departemen Metalforming, PT. Dirgantara Indonesia (Persero) diketahui bahwa 37 pekerja (74%) tidak menggunakan Alat Pelindung Diri yang sesuai dengan potensi bahaya pekerjaan mereka. Hal ini menunjukan terdapat permasalahan terkait perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri pada pekerja. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai gambaran faktor-faktor perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero).


(19)

1.3Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran faktor predisposisi (Pengetahuan, Pendidikan dan Masa Kerja) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran faktor pendukung (Pelatihan dan Ketersediaan APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014?

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran faktor-faktor perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014.

b. Mengetahui gambaran faktor predisposisi (Pengetahuan, Pendidikan dan Masa Kerja) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014.


(20)

c. Mengetahui gambaran faktor pendukung (Pelatihan dan Ketersediaan APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014.

1.5 Manfaat

1.5.1 Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero)

a. Perusahaan akan mendapat informasi mengenai perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja di departemen metalforming di PT. Dirgantara Indonesia (Persero).

b. Dapat dijadikan bahan tambahan studi kepustakaan PT. Dirgantara Indonesia (Persero).

1.5.2 Bagi peminatan K3 progam studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta a. Sebagai sarana membina kerjasama dengan perusahaan di bidang K3.

b. Sebagai masukan yang bermanfaat dalam kurikulum pembelajaran di peminatan K3.

1.5.3 Bagi mahasiswa

a. Sebagai sarana penerapan dan pengaplikasian keilmuan K3 yang diperoleh di perkuliahan.

b. Sebagai sarana menemukan gambaran tempat kerja yang sebenarnya. c. Sebagai sarana menambah ilmu dan pengalaman.


(21)

1.6 Ruang Lingkup

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Faktor-faktor yang akan diteliti yaitu Pengetahuan, Pendidikan, Masa Kerja, Pelatihan dan Ketersediaan APD. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Menggunakan data primer dengan instrumen kuesioner dan lembar observasi.


(22)

7

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.1.1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan. OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Dari definisi keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan OHSAS dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu program yang harus diterapkan guna menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja.

2.1.2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Secara umum, kecelakaan diartikan sebagai kejadian yang tidak terduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena mengabaikan keselamatan kerja atau berperilaku tidak selamat. Cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat (Silalahi, 1995).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada dasarnya adalah usaha untuk mencari dan menemukan kelemahan yang memungkinkan terjadinya


(23)

kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

Menurut Mangkunegara (2002) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Agar setiap pekerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pekerja.

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh

lingkungan atau kondisi kerja.

g. Agar setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2.2. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang selalu mempunyai sebab dan selalu berakibat kerugian. Menurut Dessler (2003: 649-652) ada dua penyebab utama timbulnya kecelakaan dalam perusahaan.

a) Kondisi yang tidak aman

Kondisi yang tidak aman adalah kondisi mekanik atau fisik yang mengakibatkan kecelakaan. Yang termasuk dalam kondisi ini antara lain meliputi:


(24)

b. Peralatan yang rusak

c. Pengaturan atau prosedur yang berbahaya, atau disekitar mesin-mesin atau peralatan

b) Tindakan yang tidak aman

Tindakan yang tidak aman merupakan sebab utama kecelakaan dan manusialah yang menimbulkan tindakan tidak aman tersebut. Yang termasuk dalam kategori tindakan yang tidak aman ini antara lain:

a. Tidak mengamankan peralatan.

b. Tidak menggunakan pakaian pelindung atau peralatan pelindung tubuh c. Membuang benda sembarangan.

d. Bekerja dengan kecepatan yang tidak aman, apakah terlalu cepat atau terlalu lambat.

e. Menyebabkan tidak berfungsinya alat pengaman dengan memindahkan, menyesuaikan atau memutuskan.

f. Menggunakan peralatan yang tidak aman dalam memuat, menempatkan, mencampur atau mengkombinasi.

g. Mengambil barang dengan posisi yang tidak aman dibawah beban yang tergantung.

h. Mengangkat barang dengan ceroboh.

i. Mengganggu, menggoda, bertengkar, bermain dan sebagainya.

Kondisi yang tidak aman dan tindakan yang tidak aman tersebut akan mengakibatkan kecelakaan kerja dan bilamana sering terjadi akan mengancam operasi perusahaan.


(25)

a. Penderitaan fisik tenaga kerja, misalnya kematian, cacat tubuh dan sebagainya.

b. Kehilangan waktu kerja, kerusakan harta benda dan lain sebagainya. Menurut Harianja (2005: 316) ada beberapa penyebab kecelakaan kerja yaitu:

a. Faktor manusia

Manusia memiliki keterbatasan diantaranya lelah, lalai, atau melakukan kesalahan-kesalahan. Yang disebabkan oleh persoalan pribadi atau keterampilan yang kurang dalam melakukan pekerjaan. b. Faktor peralatan kerja

Peralatan kerja bisa rusak atau tidak memadai, untuk itu perusahaan senantiasa harus memperhatikan kelayakan setiap peralatan yang dipakai dan melatih pegawai untuk memahami peralatan kerja tersebut. c. Faktor lingkungan

Lingkungan kerja bisa menjadi tempat kerja yang tidak aman, sumpek dan terlalu penuh, penerangan dan ventilasinya yang tidak memadai. Selain hal diatas menurut Fathoni (2006:110) penyebab terjadi kecelakaan yaitu:

a. Berkaitan dengan sistem kerja yang merupakan penyebab utama dan kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi. Diantaranya tempat kerja yang tidak baik, alat atau mesin-mesin yang tidak mempunyai sistem pengamanan yang tidak sempurna, kondisi penerangan yang kurang mendukung, saluran udara yang tidak baik dan lain-lain.


(26)

b. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia bisa yang dalam hal akibat dan sistem kerja, tetapi biasa juga bukan dari kelalaian manusianya selaku pekerja. Seperti malas, ceroboh, menggunakan peralatan yang tidak aman dan lain-lain.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2011:163) beberapa sebab yang memungkinkan terjadinya kecelakaan yaitu :

a) Keadaan Tempat Lingkungan Kerja.

a. Penyusunan dan penyimpangan barang-barang berbahaya kurang diperhitungkan keamanannya

b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak

c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya b) Pengaturan Udara

a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau tidak enak).

b. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya. c) Pengaturan Penerangan

a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat. b. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang

d) Pemakaian Peralatan Kerja

a. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpan pengaman yang baik. e) Kondisi fisik dan mental pegawai

a. Kerusakan alat indera, stamina karyawan yang tidak stabil b. Emosi karyawan yang tidak stabil, kepribadian karyawan yang


(27)

motivasi kerja rendah, sikap karyawan yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa resiko bahaya.

2.3. Perilaku

2.3.1. Teori Perilaku

Perilaku manusia berhubungan dengan keadaan individu dan lingkungannya. Perilaku manusia didorong oleh motif tertentu sehingga manusia berperilaku (Ircham, 2005). Teori perilaku menurut Ircham (2005), yaitu:

a. Teori insting

Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku bawaan dan akan mengalami perubahan karena pengalaman.

b. Teori dorongan (drive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku.

c. Teori insentif (incentive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan insentif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendororong organisme dalam berbuat. Sedangkan


(28)

reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman dan akan menghambat organisme berperilaku.

d. Teori atribusi

Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap, dan sebagainya), atau oleh keadaan eksternal (Ircham, 2005).

2.3.2. Batasan Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh suatu organisme atau makhluk hidup. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner, seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon:

a. Respondent respons atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Stimulus ini disebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau


(29)

perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka Notoatmodjo (2003) membagi perilaku menjadi dua:

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

2.3.3. Determinan Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon terhadap stimulus atau rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu:


(30)

a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain yakni: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu: pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2007).

2.3.4. Pembentukan Perilaku

Menurut Ircham (2005) ada beberapa cara pembentukan perilaku diantaranya:

a. Kebiasaan (Condisioning)

Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, sehingga akan terbentuklah perilaku tersebut.

b. Pengertian (insight)

Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian.


(31)

c. Menggunakan model

Pembentukan perilaku dengan menjadikan pemimpin sebagai model atau contoh oleh yang dipimpinya. Cara ini didasarkan atas social learning theory atau Observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977).

2.3.5. Faktor-Faktor Perilaku

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku menurut teori Lawrence Green:

2.3.5.1. Faktor-faktor predisposisi 2.3.5.1.1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh seseorang. Tingkat pendidikan ini erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing pekerja. Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang pernah dicapai seseorang, maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat dan dipelajari oleh orang tersebut.

Menurut penelitian, tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan pekerja dan membentuk perilaku secara langsung maupun tidak langsung (Kudus, 2003).

2.3.5.1.2 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera


(32)

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Penelitian Rogers mengatakan bahwa perilaku apabila didasari oleh pengetahun, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat lebih tahan lama dibandingkan jika tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap yang negatif. Menurut pengetahuan yang positif mengenai suatu hal maka diharapkan seseorang akan berbuat yang baik sesuai dengan apa yang diketahuinya.

Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sejenis yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Salah satunya penelitian yang dilakukan Hapidin di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Komajang, terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pekerja dalam menggunakan APD (Hapidin, 2007).

2.3.5.1.3 Masa Kerja

Pengalaman seseorang dalam bekerja dapat diperoleh berdasarkan masa kerja seseorang, semakin lama bekerja maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak. Lama kerja menyanngkut jumlah waktu yang telah dilewati oleh pekerja semenjak pekerja masuk pertama kali bekerja di perusahaan sampai saat ini.

Bertambahnya masa kerja seseorang akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka mereka akan lebih berhati-hati dalam bekerja karena mereka sudah paham akan resiko akibat dari bekerja jika kurang hati-hati.

Kategori senior dan junior dalam pekerjaan umumnya merupakan hasil dari lama kerja tiap pekerja. Seorang pekerja


(33)

termasuk kedalam pekerja baru atau junior apabila bekerja selama kurang dari dua tahun. Dan masuk menjadi senior apabila sudah bekerja selama lebih dari dua tahun (Winardi, 2004).

Menurut penelitian yang dilakukan Kudus, masa kerja seorang pekerja berpengaruh dengan perilakunya dalam penggunan APD. Seseorang dengan dengan masa kerja lama cenderung lebih memperhatikan aspek keselamatan karena dipengaruhi oleh pengalamannya pada saat bekerja (Kudus, 2003).

2.3.5.1.4 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata meunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

Teori Green ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Linggasari di PT. Kiat Pulp & Paper Tbk, tidak terdapat hubungan antara sikap pekerja dengan perilaku penggunaan APD pada saat bekerja. (Linggasari, 2008)

2.3.5.2. Faktor-faktor pendukung

2.3.5.2.1 Ketersediaan Alat Pelindung Diri

Teori Green menyatakan bahwa hasil belajar seseorang adalah terjadinya perubahan perilaku. Perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan sikap dan keterampilannya.


(34)

Namun demikian, perubahan pengetahuan dan sikap ini belum merupakan jaminan terjadinya perubahan perilaku sebab perilaku tersebut kadang-kadang memerlukan dukungan material dan penyediaan sarana (enabling factors).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumbung, tidak ada hubungan antara ketersediaan APD dengan perilaku penggunaan APD. Sebagian besar pekerja menyatakan bahwa ketersediaan APD yang disediakan perusahaan telah mencukupi namun terdapat beberapa jenis APD yang kurang nyaman pada saat dipakai. Sehingga pekerja tidak disiplin dalam menggunakannya (Sumbung, 2000).

2.3.5.2.2 Pelatihan

Pelatihan adalah salah satu metode terbaik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku manusia yang bertujuan dalam pengembangan kebiasaan perilaku bekerja yang aman. Pelatihan mempunyai pengaruh yang besar dan merupakan suatu alat pemotivasi yang kuat dalam keselamatan. Melalui pelatihan seseorang umumnya dapat diberikan tiga hal yaitu pengetahuan, keterampilan dan motivasi.

Menurut penelitian yang dilakukan Sumbung, tidak terdapat hubungan antara pelatihan dengan penggunaan APD. Meski sebagian besar pekerja pernah mengikuti pelatihan terkait K3, pengetahuan mereka mengenai penggunaan APD tergolong kecil. Hal ini mungkin terjadi dan membuktikan bahwa pelatihan tersebut tidak sukses mengubah perilaku atau memberikan pengetahuan lebih kepada para pekerja (Sumbung, 2000).


(35)

2.3.5.3. Faktor-faktor pendorong 2.3.5.3.1 Pengawasan

Sistem pengawasan termasuk segala usaha penegakan peraturan yang harus dipatuhi yang merupakan salah satu cara guna meningkatkan keselamatan kerja (ILO, 1989). Pengawasan berpengaruh terhadap perilaku seorang pekerja. Pekerja kerap kali mengindahkan peraturan yang telah ditetapkan karena longgarnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Menurut penelitian yang dilakukan Hapidin, tidak terdapat hubungan antara pengawasan dengan penggunaan APD. Hal ini terjadi karena pengawasan hanya dilakukan oleh pihak internal sehingga kurang tegas menghadapi pekerja yang lebih senior, maka pengawasan terkesan kurang mengenai sasaran (Hapidin, 2007).

2.3.5.3.2 Hukuman dan Penghargaan

Hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan (Syaaf, 2008). Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku. Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum pekerja yang melanggar peraturan melainkan sebagai kontrol terhadap lingkungan kerja sehingga pekerja terlindungi dari kecelakaan kerja.

Sedangkan penghargaan adalah konsekuensi positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan (Syaaf, 2008). Jika digunakan sebagaimana mestinya,


(36)

penghargaan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan optimisme dalam diri si penerimanya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Syaaf, terdapat hubungan antara pemberian hukuman dan penghargaan dengan perilaku penggunaan APD pada pekerja (Syaaf, 2008). Dengan pemberian hukuman dan penghargaan akan merangsang motivasi pekerja untuk bekerja dengan baik dan mematuhi peraturan, salah satunya dengan menggunakan APD pada saat bekerja sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.

2.3.6. Pengukuran Perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan atau observasi, yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara keselamatannya dalam bekerja. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

2.4. Hirarki Pengendalian Kecelakaan

Untuk mengatasi bahaya keselamatan dan kesehatan yang muncul di tempat kerja, perlu dilakukan suatu pengendalian bahaya. Menurut PERMENAKERTRANS No.08/MEN/VII/2010, pengusaha atau pengurus wajib melaksanakan manajemen APD ditempat kerja, meliputi:


(37)

a. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD

b.Pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan/kenyamanan pekerja/buruh.

c. Pelatihan

d. Penggunaan, perawatan, dan penyimpanan e. Penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan f. Pembinaan

g. Inspeksi

h. Evaluasi dan pelaporan

Pengendalian resiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of Control). Hirarki pengedalian resiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan pengendalian resiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan (Tarwaka, 2008).

Hirarki atau metode yang dilakukan untuk mengendalikan risiko antara lain: a. Eliminasi (Elimination)

Eliminasi dapat didefinisikan sebagai upaya menghilangkan bahaya. Eliminasi merupakan langkah ideal yang dapat dilakukan dan harus menjadi pilihan utama dalam melakukan pengendalian risiko bahaya. Hal ini berarti eliminasi dilakukan dengan upaya mengentikan peralatan atau sumber yang dapat menimbulkan bahaya.

b. Substitusi (Substitution)

Substitusi didefinisikan sebagai penggantian bahan yang berbahaya dengan bahan yang lebih aman. Prinsip pengendalian ini adalah


(38)

menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang lebih aman ataulebih rendah tingkat resikonya.

c. Rekayasa (Engineering Control)

Rekayasa (Engineering Control) merupakan upaya menurunkan tingkat risiko dengan mengubah desain tempat kerja, mesin, peralatan atau proses kerja menjadi lebih aman. Ciri khas dalam tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuansi dalam melakukan kegiatan berbahaya. d. Administrasi

Dalam upaya sacara administrasi difokuskan pada penggunaan prosedur seperti SOP (Standart Operating Procedurs) sebagai langkah mengurangi tingkat risiko.

e. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri merupakan langkah terakhir yang dilakukan yang berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang ditimbulkan.

2.5. Alat Pelindung Diri

2.5.1. Definisi Alat Pelindung Diri

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA), Personal Protective Equipment (PPE) atau Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards)


(39)

di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.

Menurut Suma’mur (1992), alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Alat pelindung diri merupakan salah satu cara untuk mencegah kecelekaan dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi.

2.5.2. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri 1. Undang-Undang No.1 tahun 1970.

a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Menyatakan bahwa salah satu syarat-syarat keselamatan kerja adalah dengan cara memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja.

b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru tentang Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

c. Pasal 12 butir b: Tenaga kerja diwajibkan untuk memakai Alat Pelindung Diri (APD).

d. Pasal 12 butir e: Pekerja boleh mengatakan keberatan apabila Alat Pelindung Diri (APD) yang diberikan diragukan keamanannya. e. Pasal 13: Barang siapa yang akan memasuki suatu tempat kerja,

diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan.

f. Pasal 14 butir c: Pengurus (pengusaha) diwajibkan mengadakan secara cuma-Cuma, semua Alat Pelindung Diri (APD) yang


(40)

diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.

2. PERMENAKERTRANS No.08/MEN/VII/2010

a. Pasal 2 ayat 1: Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh ditempat kerja.

b. Pasal 6 ayat 1: Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko.

2.5.3. Syarat-syarat Alat Pelindung Diri

Pemilihan APD yang handal secara cermat merupakan persyaratan mutlak yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang tidak tepat dapat mencelakakan pekerja yang memakainya karena mereka tidak terlindung dari bahaya potensial yang ada di tempat mereka terpapar. Jadi, pemilihan APD harus sesuai ketentuan seperti berikut (Boediono, 2003) :

a. Harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.

b. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa tidak nyaman yang berlebihan.

c. Harus dapat dipakai secara fleksibel dan bentuknya harus cukup menarik.


(41)

d. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau karena salah dalam penggunaannya.

e. Harus memenuhi standar yang telah ada dan tahan lama. f. Tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya. g. Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah

pemeliharaannya.

Menurut Suma’mur (1992) persyaratan yang harus dipenuhi alat pelindung diri:

a. Nyaman dipakai

b. Tidak mengganggu kerja

c. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya

2.5.4. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri a) Alat Pelindung Kepala

Menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : a. Safety Helmet

Safety Helmet dipakai untuk melindungi kepala dari bahaya kejatuhan, terbentur dan terpukul oleh benda-benda keras atau tajam. Safety helmet harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Tahan terhadap pukulan atau benturan 2. Tidak mudah terbakar

3. Tahan terhadap perubahan cuaca (suhu dan kelembaban udara yang tinggi dan rendah)


(42)

5. Ringan dan mudah dibersihkan

6. Bagian dalam dari topi pengaman biasanya dilengkapi dengan anyaman penyangga yang berfungsi untuk menyerap keringat dan juga untuk mengatur pertukaran udara

7. Khusus bagi pekerja tambang dan terowongan, topi pengaman dilengkapi dengan lampu pada bagian depannya.

b. Hood

Hood digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya bahan-bahan kimia, api, dan panas radiasi yang tinggi.

c. Hair Cap

Hair Cap digunakan untuk melindungi kepala dari kotoran atau debu dan melindungi rambut dari bahaya terjerat oleh mesin-mesin yang berputar.

Alat pelindung kepala wajib digunakan dengan tujuan :

1. Mencegah rambut pekerja agar tidak terjerat oleh mesin yang berputar.

2. Bahaya terbentur oleh benda tajam/keras yang dapat menyebabkan luka gores.

3. Bahaya kejatuhan benda atau terpukul oleh benda-benda yang melayang di udara

4. Panas radiasi, api dan percikan bahan-bahan kimia korosif Alat pelindung kepala dapat dibuat dari berbagai bahan seperti:


(43)

Keuntungannya yaitu enak dipakai karena ringan, sangat tahan terhadap benturan atau pukulan benda-benda keras dan tidak menyalur listrik.

b. Serat gelas (fiber glass)

Keuntungannya yaitu sangat tahan terhadap asam atau basa kuat.

b) Alat Pelindung Mata dan Wajah

Alat pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan bahan-bahan korosif, kemasukan debu atau partikel kecil yang melayang di udara, paparan gas-gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi pada mata, dan benturan benda keras.

Menurut bentuknya, alat pelindung mata digolongkan menjadi : a. Kaca mata (Spectacles) dengan atau tanpa pelindung samping

b. Goggles

Kurang disenangi karena selain tidak nyaman alat ini juga akan menutupi mata dengan ketat sehingga tidak terjadi pertukaran udara di dalamnya yang akibatnya lensa dari goggles mudah mengembun. Untuk mencegah terjadinya pengembunan, lensa dilapisi dengan suatu bahan hidrofil atau goggles dilengkapi dengan lubang-lubang ventilasi. Lensa ini dapat dibuat dari bahan: Plastik (poly carbonat, cellulose acetat, poly carbonat vinyl) yang transparan atau kaca policarbonat jenis plastik yang mempunyai daya tahan yang paling besar terhadap benturan.


(44)

Untuk melindungi mata dari radiasi elektro magnetik yang tidak mengion (infra merah, ultra violet) lensa ini dilapisi dengan oksida dari cobal dan diberi warna biru atau hijau juga untuk mengurangi kesilauan. Sedangkan yang mengion (sinar x) lensa tersebut dilapisi oleh timah hitam (Pb).

c) Alat Pelindung Telinga

Alat pelindung ini bekerja sebagai penghalang antara sumber bising dan telinga dalam. Selain dapat berfungsi melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan tetapi juga untuk melindungi telinga dari percikan api atau logam-logam yang panas misalnya pada pengelasan.

Alat pelindung telinga dibedakan menjadi : a. Sumbat telinga (Ear plug)

b. Tutup telinga (Ear muff)

d) Alat Pelindung Pernafasan

Alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk kedalam pernafasan. Masker ini biasanya terbuat dari kain dan juga respirator yang berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas.


(45)

Respirator dapat dibedakan atas chemical respirator, mechanical respirator, dan cartidge atau canister respirator dengan Salt Contained Breating Apparatus (SCBA) yang digunakan untuk tempat kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen serta Air Supplay Respirator yang mensuplai udara bebas dari tabung oksigen.

e) Alat Pelindung Badan

Alat yang berfungsi untuk melindungi badan dari temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam dan kontaminasi debu. Macam-macam alat pelindung badan yaitu:

a. Apron

Ketentuan memakai sebuah apron pelindung harus dibiasakan diluar baju kerja. Apron kulit dipakai untuk perlindungan dari rambatan panas nyala api.

b. Pakaian pelindung

Dengan menggunakan pakaian pelindung yang dibuat dari kulit, maka pakaian biasa akan terhindar dari percikan api terutama pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api.

c. Baju parasut (Jumpsuit)

Direkomendasikan untuk dipakai pada kondisi beresiko tinggi seperti menangani bahan kimia yang bersifat karsinogenik dalam jumlah yang sangat banyak. Baju parasut ini terbuat dari material


(46)

yang dapat didaur ulang. Bahan dari peralatan perlindungan badan ini haruslah mampu memberikan perlindungan kepada pekerja laboratorium dari percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan radiasi.

f) Safety Harness

Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler. Harus dapat menahan beban sebesar 80 Kg. Jenis-jenis safety harness antara lain : Penggantung unifilar, penggantung berbentuk U, gabungan penggantung unifilar dan bentuk U, penunjang dada (chest harness), Penunjang dada dan punggung (chest waist harness), penunjang seluruh tubuh (full body harness).

g) Alat Pelindung Tangan

Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari benda-benda tajam, bahan-bahan kimia, benda panas atau dingin, infeksi kulit dan kontak arus listrik.

Macam-macam alat pelindung tangan : a. Sarung tangan kain

Digunakan untuk memperkuat pegangan. Hendaknya dibiasakan bila memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam lainnya.


(47)

Sarung tangan asbes digunakan terutama untuk melindungi tangan terhadap bahaya pembakaran api. Sarung tangan ini digunakan bila setiap memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa.

c. Sarung tangan kulit

Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran. Perlengkapan ini dipakai pada saat harus mengangkat atau memegang bahan tersebut.

d. Sarung tangan karet

Terutama pada pekerjaan pelapisan logam. Sarung tangan ini menjaga tangan dari bahaya pembakaran asam atau melindungi dari kepenasan cairan pada bak atau panic dimana pekerjaan tersebut berlangsung.

Sarung tangan karet digunakan pula untuk melindungi kerusakan kulit tangan karena hembusan udara pada saat membersihkan bagian-bagian mesin dengan menggunakan kompresor.

h) Alat Pelindung Kaki

Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia, benda panas, kontak listrik. lantai licin, lantai basah, benda jatuh, dan aberasi. Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan.

Macam-macam alat pelindung kaki : a. Sepatu pengaman (Safety shoes)


(48)

Sepatu pengaman ini biasa digunakan pada pekerja di bengkel logam.

b. Sepatu beralas karet

Khusus untuk menginjak daerah yang licin seperti permukaan seng digunakan sepatu yang beralaskan karet agar tidak mudah terpeleset.

2.5.5. Penyimpanan dan Pemeliharaan Alat Pelindung Diri

Setelah digunakan, Alat Pelindung Diri (APD) wajib untuk disimpan ditempat semula yang aman dan terhindar dari kontak bahaya. Selain itu juga APD perlu dilakukan perawatan dan pemeliharaan secara rutin agar tidak berkurang fungsi dan kefektifannya.

Ketentuan penyimpanan dan pemeliharaan APD yaitu:

a. Meletakkan APD pada tempatnya setelah selesai digunakan. b. Melakukan pembersihan secara berkala.

c. Memeriksa APD sebelum dipakai untuk mengetahui adanya kerusakan atau tidak layak pakai.

d. Memastikan APD yang digunakan aman untuk keselamatan jika tidak sesuai maka perlu diganti dengan yang baru.

e. Menjaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara penyimpanan, kebersihan serta kondisinya.

f. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan.


(49)

2.5.6. Kelemahan Alat Pelindung Diri

Sama dengan metode lain dalam hirarki pengendalian resiko dan bahaya. APD juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu:

a. Kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena memakai APD yang kurang tepat.

b. Fungsi dari ADP ini hanya untuk mengurangi akibat dari kondisi yang berpotensi menimbulkan bahaya.

c. Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan. d. Cara pemakaian APD yang salah.

e. APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu.

f. APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan penyerap (cartridge).

g. APD tertentu dapat menularkan penyakit apabila dipakai bergantian.


(50)

2.6. Kerangka Teori

Perilaku adalah hasil dari proses interaksi stimulus dengan respon. Dalam bidang kesehatan terdapat teori yang sering dijadikan acuan dalam sebuah penelitian terkait perilaku yaitu teori Lawrence Green.

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Faktor Predisposisi: - Pendidikan

- Pengetahuan - Masa Kerja - Sikap

Perilaku Penggunaan

Faktor Pendukung: APD

- Ketersediaan Fasilitas APD - Kegiatan Pelatihan

Faktor Pendorong: - Pengawasan

- Hukuman dan Penghargaan


(51)

36

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini sesuai dengan teori yang sebelumnya digunakan untuk menilai perilaku yaitu teori Lawrence Green. Teori ini menjelaskan konsep sehat yang dilihat dari faktor perilaku yang mempengaruhinya, yaitu diawali dengan adanya faktor predisposisi berupa pengetahuan, pendidikan dan masa kerja kemudian dipengaruhi oleh faktor pendukung yaitu kegiatan pelatihan dan ketersediaan APD.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi: - Pengetahuan - Pendidikan

- Masa kerja Perilaku

Penggunaan APD

Faktor Pendukung:

- Ketersediaan APD - Pelatihan


(52)

3.2. Variabel yang Tidak Diteliti

Dalam penelitian ini, variabel Sikap, Pengawasan, Hukuman dan Penghargaan tidak diteliti.

a. Sikap

Berdasarkan penelitian sejenis sebelumnya yang dilakukan oleh Linggasari di PT. Kiat Pulp & Paper Tbk. Pada tahun 2008, tidak terdapat hubungan antara Sikap dengan perilaku pekerja dalam menggunakan APD pada saat bekerja. Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk tidak meneliti variabel Sikap.

b. Pengawasan

Berdasarkan hasil analisis data yang sudah peneliti lakukan sebelumnya, data variabel Pengawasan memiliki kecenderungan Homogen. Oleh karena itu, peneliti menghilangkan variabel Pengawasan dalam penelitian kali ini. c. Hukuman dan Penghargaan

Hukuman dan Penghargaan tidak masuk dalam variabel penelitian karena di PT. Dirgantara Indonesia (Persero), belum ada peraturan khusus yang mengatur pemberian hukuman dan Penghargaan terkait penggunaan APD pada saat bekerja.


(53)

3.3. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Perilaku

penggunaan APD

Wujud pekerja menggunakan APD pada saat bekerja

Observasi Lembar Observasi

0 = Tidak menggunakan 1 = Mengunakan

Ordinal

Pengetahuan Semua informasi

tentang APD yang diketahui dan dimengerti pekerja

Wawancara Kuesioner 0 = Buruk 1 = Baik

Ordinal

Pendidikan Jenjang belajar formal terakhir yang pernah dicapai oleh pekerja

Wawancara Kuesioner 0 = Pendidikan rendah (SD, SMP, SMA)

1 = Pendidikan tinggi (D3, S1)

Ordinal

Masa Kerja Lama kerja tiap pekerja

Wawancara Kuesioner 0 = ≤ 2 tahun (baru) 1 = > 2 tahun (lama)

Ordinal

Pelatihan Kegiatan pemberian informasi terkait penggunaan APD

Wawancara Kuesioner 0 = Tidak pernah 1 = Pernah

Ordinal

Ketersediaan APD

Kesesuaian Jumlah APD yang dimiliki pekerja dengan

APD yang

disediakan perusahaan sesuai potensi bahaya ditempat kerja

Observasi Lembar Observasi

0 = Tidak Cukup 1 = Cukup


(54)

39

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2005).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) pada bulan September 2014.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah pekerja yang bekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Sampel penelitian ini adalah seluruh pekerja di Departemen metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) sebanyak 50 orang.

4.4. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto, 2006). Kelebihan metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner adalah dengan waktu yang relatif


(55)

singkat dapat memperoleh data yang banyak, tenaga yang diperlukan sedikit dan responden dapat menjawab dengan bebas tanpa pengaruh orang lain. Dalam penelitian ini, peneliti akan membagikan kuesioner kepada 50 pekerja di departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) untuk diisi.

Seluruh variabel penelitian, baik variabel dependen maupun variabel independen dilakukan proses scoring. Scoring yaitu pemberian skor jawaban responden pada beberapa pertanyaan di kuesioner sehingga dapat digabungkan menjadi satu variabel. Proses scoring untuk masing-masing variabel yaitu sebagai berikut:

1. Variabel pengetahuan tentang APD terdapat 15 pertanyaan, dimana pertanyaan 1-15 diberi skor 0-1. Mempunyai jumlah nilai 1-15. Berdasarkan hasil uji normalitas, data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Sehingga menggunakan mean sebagai cut of point. Pengetahuan dikategorikan baik apabila mempunya jumlah nilai ≥ 9,4, sedangkan dikategorikan buruk apabila mempunyai jumlah < 9,4. 2. Variabel pelatihan khusus APD terdapat 1 pertanyaan, dimana responden diberi

skor 0 jika tidak pernah mengikuti pelatihan seputar APD dan diberi skor 1 jika pernah mengikuti pelatihan seputar APD.

4.5. Uji Validitas dan Realibitas

Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden utama, peneliti memberikan kuesioner responden pada sasaran yang berbeda namun memiliki kesamaan karakteristik, yaitu pekerja di PT. Pindad (Persero) di Bandung. Uji validitas menunjukkan sejauh mana pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur. Perhitungan dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment kemudian membandingkan antara nilai korelasi atau r hitung dari variabel penelitian dengan r tabel.


(56)

Keputusan uji:

Bila r hitung > r tabel maka Ho ditolak, artinya variabel valid.

Bila r hitung < r tabel maka Ho gagal ditolak, artinya variabel tidak valid.

Jumlah responden yang dipakai dalam uji kuesioner ini adalah 30 responden, nilai r tabel dilihat dengan tabel tabel r dengan menggunakan df (N-2) menjadi df 30-2 = 28. Pada tingkat kemaknaan 5% didapat angka r tabel = 0,361. Berdasarkan hasil pengujian tersebut setiap item pertanyaan memiliki nilai > 0,361 sehingga semua pertanyaan pada kuesioner penelitian ini dinyatakan valid.

Kemudian item pertanyaan yang valid dilakukan uji realibilitas. Untuk mengukur realibilitas caranya adalah dengan membandingkan nila r tabel dengan nilai r hasil. Dalam uji realibilitas sebagai nilai r hasil adalah nilah Alpha (Cronbach’s Alpha). Ketentuannya apabila r alpha > r tabel maka kuesioner tersebut reliabel. Berdaarkan hasil uji realibilitas, nilai alpha yaitu 0,769 lebih besar dari 0,361 sehingga kuesioner tersebut dinyatakan realiabel.

2.6.Teknik Pengambilan Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari satu jenis yaitu data primer. Dalam pengumpulannya data primer diperoleh dari hasil jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden dan lembar observasi yang diisi oleh peneliti.

4.7. Pengolahan Data

Dalam pengolahan data dilakukan beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1. Coding

Yaitu proses pemberian kode pada jawaban kuesioner untuk memudahkan peneliti saat memulai proses komputerisasi yaitu tahap memasukan data ke


(57)

komputer. Coding merupakan kegiatan merubah data dari bentuk huruf menjadi data dalam bentuk angka atau bilangan.

Kode pada penelitian ini adalah:

a. Perilaku penggunaan APD yaitu 0 jika tidak menggunakan APD dan 1 jika menggunakan APD.

b. Pengetahuan yaitu 0 jika memiliki pengetahuan buruk dan 1 jika memiliki pengetahuan baik terkait APD.

c. Pendidikan yaitu 0 jika berpendidikan terakhir rendah (SD, SMP, SMK) dan 1 jika berpendidikan terakhir tinggi (D3, S1). (Kudus, 2003)

d. Masa Kerja yaitu 0 jika tergolong pekerja baru yang bekerja ≤ 2 tahun dan 1 jika tergolong pekerja lama yang bekerja > 2 tahun. (Winardi, 2004) e. Pelatihan yaitu 0 jika tidak pernah mengikuti pelatihan dan 1 jika pernah

mengikuti pelatihan khusus APD.

f. Ketersediaan APD yaitu 0 jika APD yang disediakan tidak cukup dengan jumlah pekerja dan 1 jika APD yang disediakan cukup.

2. Editing

Yaitu proses menyunting data dan mengidentifikasi kembali variabel pertanyaan yang belum di coding serta melihat kelengkpan, kejelasan, relevan, dan konsistensi jawaban sebelum di entry.

3. Entry Data

Yaitu proses memasukan data dari kuesioner ke komputer dengan menggunakan bantuan program komputer setelah semua jawaban kuesioner diberikan kode serta kuesioner terisi penuh dan benar.


(58)

4. Cleaning

Yaitu proses pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk memastikan tidak terdapat kesalahan pada data tersebut. Kemudian data tersebut siap diolah dan dianalisis.

4.8. Analisis Data

Analisis univariat merupakan analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran yang distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel dependen dan independen yang ada pada penelitian ini yaitu perilaku penggunaan APD, pengetahuan, tingkat pendidikan, masa kerja, pelatihan dan ketersediaan APD.

4.9. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan untuk menyusun informasi secara baik dan akurat sehingga memudahkan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel disertai uraian mengenai isi tabel tersebut.


(59)

44 HASIL

5.1. Gambaran Umum PT. Dirgantara Indonesia 5.1.1. Profil Perusahaan

Nama Perusahaan : PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Alamat : Jl. Pajajaran 154 Bandung 04174 Kelurahan : Husein Sastranegara

Kecamatan : Cicendo

Telp. Kantor : (022) 60033200 Jumlah Karyawan : 4064 karyawan

Hari dan Jam Kerja : Senin s.d Kamis (07.30 s.d 16.30) Jum’at (07.30 s.d 17.00)

5.1.2. Visi dan Misi Perusahaan a. Visi

Visi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu menjadi perusahaan dirgantara kelas dunia yang berbasiskan penguasaan teknologi unggul dan persaingan harga di pasar global.

b. Misi

Misi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yaitu:

1). Melakukan kegiatan produksi berorientasi pada harga yang kompetitif.


(60)

2). Menjadi pusat kompetensi bagi industri dirgantara terutama pada bidang rekayasa, desain, manufaktur, produksi, dan perawatan baik untukkepentngan komersial maupun militer.

3). Menjadi pemain utama dalam industr global yang bekerjasama dengan industri dirgantara kelas dunia lainnya.

5.1.4. Satuan Kerja a. Aircraft

Memproduksi beragam pesawat untuk memenuhi berbagai misi sipil, militer, dan juga misi khusus.

1) NC-212

Pesawat berkapasitas 19-24 penumpang, dengan beragam versi, dapat lepas landas dengan mendarat dalam jarak pendek, serta mampu beroperasi pada landasan rumput/tanah dll.

2) CN-235

Pesawat angkut komuter serbaguna dengan kapasitas 35-40 penumpang ini, dapat digunakan dalam berbagai misi, dapat lepas landas dan mendarat dalam jarak pendek dan mampu beroprasi pada landasan rumput/tanah/es/ dll.

3) NBO-105

Holikopter multi guna ini mampu membawa 4 penumpang, sangat baik untuk berbagai macam misi; mempunyai kemampuan hovering dan manuver dalam situasi penerbangan apapun.

4) SUPER PUMA NAS-332

Helikopter modern ini mampu membawa 17 penumpang, dilengkapi dengan aplikasi multi misi yang aman dan nyaman.


(61)

5) NBELL – 412

Helikopter yang mampu membawa 13 penumpang ini, memiliki prioritas rancanan yang rendah resiko: keamanan yang tinggi, biaya perawatan dan biaya operasi yang rendah.

b. Aerostructure

Didukung oleh tenaga ahli yang berpengalaman dan mempunya kemampuan tinggi dalam manufaktur dengan dilengkapi pula dengan fasilitas manufaktur dengan ketepatan tinggi (high precision), seperti : mesin-mesin canggih, bengkel sheet metal & welding/pengelasan, composite & bonding center, jig & tool shop, calibration, testing equipment & quality inspection (peralatan test & uji kualitas), pemeliharaan, disb.; bisnis Satuan Usaha Aerostructure meliputi :

 Pembuatan komponen aerostructure (Machined parts, Sub-assembly, Assembly)

 Pengembangan rekayasa (engineering package): pengembangan komponen aerostructure yang baru.

 Perancangan dan pembuatan alat-alat (tool design & manufacturing). Memberikan program-program kontrak tambahan (subcontract programs) dan offset, untuk Boeing, Airbus Industries, BAe System, Korean Airlines Aerospace Division, Mitsubishi Heavy Industries, AC CTRM Malaysia.


(62)

c. Aircraft services

Dengan keahlian dan pengalaman bertahun-tahun, Unit Usaha Aircraft Services menyediakan servis pemeliharaan pesawat dan helikopter berbagai jenis, yang meliputi: penyediaan suku cadang, pembaharuan dan modifikasi struktur pesawat, pembaharuan interior maintenance & overhaul.

d. Engineering services

Dilengkapi dengan peralatan perancangan dan analisis yang canggih, fasilitas uji berteknologi tinggi, serta tenaga ahli yang berlisensi dan berpengalaman standard internasional, Satuan Usaha Engineering Services siap memenuhi kebutuhan produk dan jasa bidang engineering.

e. Defence

Bisnis utama Satuan Usaha Defence, terdiri dari : produk-produk militer, perawatan, perbaikan, pengujian dan kalibrasi baik secara mekanik maupun elektrik dengan tingkat akurasi yang tinggi, integrasi alat-alat penyerang, produksi beragam sistem senjata antara lain : FFAR 2,75” rocket, SUT Torpedo, dll.


(63)

Tabel 5.1 Tabel Standar Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero)

STANDAR PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DEPARTEMEN K3LH & PRODUKTIVITAS

NO MESIN / ALAT/

PROSES MATERIAL

ASPEK K3LH /

AKTIVITAS POTENSI BAHAYA APD YANG DI PERLUKAN

1. Frais Machine

(Mesin Milling)

Logam

- Mat & tool handling - Setting / pemasangan - Proses kerja

- Pembongkaran benda kerja & tool

- Terlilit/tertarik

- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk - Terpukul/tertimpa/terbentur

/tersandung - Terpercik beram

- Kontak dengan benda berputar - Ergonomi/posisi kerja

- Kebisingan

- Spectacles/kacamata - Sarung tangan kulit

(hanya digunakan pada saat handling, setting &

pembongkaran) - Safety shoes - Ear plug - Masker - Apron

2. Turning Machine

(Mesin Bubut)

Logam

- Mat & tool handling - Setting / pemasangan - Proses kerja

- Pembongkaran benda kerja & tool

- Terlilit/tertarik

- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk - Terpukul/tertimpa/terbentur

/tersandung - Terpercik beram

- Kontak dengan benda berputar - Ergonomi/posisi kerja

- Spectacles/kacamata - Sarung tangan kulit

(hanya digunakan pada saat handling, setting &

pembongkaran) - Safety shoes - Ear plug - Masker - Apron


(64)

3.

Drilling Machine (Mesin Bor)

- Drilling Mach Conv - Jig Boring Machine

Logam

- Mat & tool handling - Setting / pemasangan - Proses kerja

- Pembongkaran benda kerja & tool

- Terlilit/tertarik

- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk - Terpukul/tertimpa/terbentur

/tersandung - Terpercik beram

- Kontak dengan benda berputar - Ergonomi/posisi kerja

- Spectacles/kacamata - Sarung tangan kulit

(hanya digunakan pada saat handling, setting &

pembongkaran) - Safety shoes - Ear plug - Masker - Apron

4.

Sawing Machine - Hack Saw machine - Circular Saw Mach - Band Saw Machine - Jig Saw Machine

Logam

- Mat & tool handling - Setting / pemasangan - Proses kerja

- Pembongkaran benda kerja & tool

- Terlilit/tertarik

- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk - Terpukul/tertimpa/terbentur

/tersandung - Terpercik beram

- Kontak dengan benda berputar - Kontak dengan permukaan panas - Ergonomi/posisi kerja

- Spectacles/kacamata - Sarung tangan kulit

(hanya digunakan pada saat handling, setting &

pembongkaran) - Safety shoes - Ear plug - Masker - Apron

5. Bending Machine

(Mesin Tekuk) Logam

- Mat & tool handling - Setting / pemasangan - Proses kerja

- Pembongkaran benda kerja & tool

- Terjepit/Terseret/Terhimpit - Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk - Terpukul/tertimpa/terbentur /tersandung - Terlilit/Tertarik - Spectacles/kacamata - Sarung tangan kulit

(hanya digunakan pada saat handling, setting &

pembongkaran) - Safety shoes - Ear plug - Masker - Apron


(65)

6. Shapping Machine (Mesin skrap)

Logam

- Mat & tool handling - Setting / pemasangan - Proses kerja

- Pembongkaran benda kerja & tool

- Terlilit/tertarik

- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk - Terpukul/tertimpa/terbentur

/tersandung - Terpercik beram

- Kontak dengan benda berputar - Ergonomi/posisi kerja

- Spectacles/kacamata - Sarung tangan kulit

(hanya digunakan pada saat handling, setting &

pembongkaran) - Safety shoes - Ear plug - Masker - Apron

7. Press Machine Logam

- Mat & tool handling - Setting / pemasangan - Proses kerja

- Pembongkaran benda kerja & tool

- Tergores/tersayat/terpotong/tertusuk - Terpukul/tertimpa/terbentur /tersandung - Tertarik - Terseret/Terhimpit/Terjepit - Spectacles/kacamata - Sarung tangan kulit

(hanya digunakan pada saat handling, setting &

pembongkaran) - Safety shoes - Ear plug - Masker - Apron


(66)

5.2. Gambaran Perilaku Penggunaan APD Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2014

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014

Penggunaan APD n %

Tidak Menggunakan APD 47 94

Menggunakan APD 3 6

Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa 47 responden (94%) tidak menggunakan APD dengan lengkap, lebih banyak dari responden yang menggunakan APD dengan lengkap yaitu 3 responden (6%). APD dalam penelitian ini berdasarkan hasil analisi potensi bahaya di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indonesia (Persero) yang meliputi Masker, Ear Plug, Safety Glasses, Apron, Safety Shoes dan Sarung tangan.


(67)

5.3. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara Indonesia (Persero) Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Tingkat Pendidikan di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014

Tingkat Pendidikan

Penggunaan APD

Total Tidak

Menggunakan Menggunakan

n % n % n %

Rendah 44 93,6 1 33,3 45 90

Tinggi 3 6,4 2 66,7 5 10

Total 47 100 3 100 50 100

Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa 45 pekerja (90%) berpendidikan rendah yaitu (SD, SMP, SMK) dan 5 pekerja (10%) berpendidikan tinggi (D3, S1/Sederajat). Pekerja yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan tidak menggunakan APD lebih banyak yaitu 44 pekerja (93,6%), daripada pekerja yang memiliki pendidikan tinggi dan tidak menggunakan APD yaitu 3 pekerja (6,4%).


(68)

5.4. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara Indonesia (Persero) Berdasarkan Masa Kerja

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Masa Kerja Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014

Masa Kerja

Penggunaan APD

Total Tidak

Menggunakan Menggunakan

n % n % n %

≤ 2 Tahun (baru) 41 87,2 0 0 41 82

> 2 Tahun (lama) 6 12,8 3 100 9 18

Total 47 100 3 100 50 100

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa 41 pekerja (82%) memiliki masa kerja baru (≤ 2 tahun) dan 9 pekerja (18%) memiliki masa kerja lama (> 2 tahun). Pekerja dengan masa kerja baru dan tidak menggunakan APD lebih banyak yaitu 41 pekerja (87,2%), daripada pekerja dengan masa kerja lama dan tidak menggunakan APD yaitu 6 pekerja (12,8%).


(69)

5.5. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara Indonesia (Persero) Berdasarkan Pengetahuan

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Pengetahuan Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014

Pengetahuan

Penggunaan APD

Total Tidak

Menggunakan Menggunakan

n % n % n %

Buruk 22 46,8 1 33,3 23 46

Baik 25 53,2 2 66,7 27 54

Total 47 100 3 100 50 100

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa 23 pekerja (46%) memiliki pengetahuan buruk terkait APD dan 27 pekerja (54%) memiliki pengetahuan baik terkait APD. Pekerja yang memiliki pengetahuan baik dan tidak menggunakan APD lebih banyak yaitu 25 pekerja (53,2%), daripada pekerja yang memiliki pengetahuan buruk dan tidak menggunakan APD yaitu 22 pekerja (46,8%).


(70)

5.6. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara Indonesia (Persero) Berdasarkan Ketersediaan APD

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Ketersediaan APD di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014

Ketersediaan APD

Penggunaan APD

Total Tidak

Menggunakan Menggunakan

n % n % n %

Tidak Cukup 13 27,7 3 100 16 32

Cukup 34 72,3 0 0 34 68

Total 47 100 3 100 50 100

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa 16 pekerja (32%) memiliki APD tidak cukup dan 34 pekerja (68%) memiliki APD cukup. Pekerja dengan APD cukup dan tidak menggunakan APD lebih banyak yaitu 34 pekerja (72,3%), daripada pekerja dengan APD tidak cukup dan tidak menggunakan APD yaitu 13 pekerja (27,7%).


(71)

5.7. Gambaran Perilaku Penggunaan APD di Departemen Metalforming PT Dirgantara Indonesia (Persero) Berdasarkan Pelatihan

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan variabel Pelatihan Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT. Dirgantara Indoonesia (Persero) Tahun 2014

Pelatihan

Penggunaan APD

Total Tidak

Menggunakan Menggunakan

n % n % n %

Tidak Pernah 4 8,5 0 0 4 8

Pernah 43 91,5 3 100 46 92

Total 47 100 3 100 50 100

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa 4 pekerja (8%) tidak pernah mengikuti pelathan khusus APD dan 46 pekerja (92%) pernah mengikuti pelatihan khusus APD. Pekerja yang pernah mengikuti pelatihan dan tidak menggunakan APD lebih banyak yaitu 43 pekerja (91,5%), daripada pekerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan dan tidak menggunakan APD yaitu 4 pekerja (8,5%)


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja &quot;Stimulasi&quot; di Unit Penderesan PT. Socfin Indonesia Tanah Besih Tahun 2014

9 102 115

Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

4 100 133

GAMBARAN DETERMINAN TINDAKAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) ( Studi Kasus Pada Pekerja Produksi Bagian Finish Mill Pabrik Gresik PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. )

1 6 134

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada industri pengelasan informal di Kelurahan Gondrong, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang Tahun 2013

2 29 157

Identifikasi bahaya dan gambaran perilaku penggunaan alat pelindung diri pada pekerja Laundry di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta Tahun 2013

11 86 142

Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pendengaran pada pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2015

2 39 0

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI DI PT. LEMBAH KARET PADANGTAHUN 2014.

1 11 10

Alat pelindung diri

0 0 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PEKERJA PENGELASAN INFORMAL

0 3 11

Gambaran Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja Departemen Produksi PT. Maruki Internasional Indonesia Makassar 2015 - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 120