BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Atas Penyitaan Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Di Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketidakpastian dan ketimpangan penguasaan kawasan hutan negara dapat

  menghambat pencapaian efektifitas dan keadilan dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Persoalan ini tidak hanya menimpa masyarakat adat ataupun masyarakat lokal yang berdiam dan memanfaatkan lahan dan sumber daya di dalam kawasan hutan, tetapi juga institusi bisnis kehutanan, pemerintah dan perbankan. Tumpang tindih klaim atas kawasan hutan terjadi diantaranya akibat legislasi dan kebijakan yang tidak terformulasi jelas, pemberian izin yang tidak terkoordinasi dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal terhadap penggunaan hutan.

  Hal ini memicu kemunculan konflik-konflik di kawasan hutan.

  Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan kemanfaatan lingkungan, pemerintah harusnya mempertahankan dan menetapkan luas kawasan hutan dalam suatu wilayah.

  “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

  1

  oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.” Pengertian kawasan hutan yang ditafsir sepihak olek Menteri Kehutanan sebagai kegiatan penunjukan semata dan penunjukan tersebut dianggap sudah mempunyai kekuatan hukum, maka berdampak kepada pelaksanaan penegakan 1 Pasal 1 angka 3 Undang – Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

  1 hukum di bidang kehutanan yang tidak adil juga mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum dalam menentukan sebuah kawasan hutan dan tumpang tindih

  2

  dalam penunjukan kawasan hutan. Bahkan di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara sekalipun penunjukan kawasan hutan mengakibatkan banyak warga yang dikriminalisasi oleh aparat penegak hukum.

  Penetapan kawasan hutan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur/mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kawasan hutan, termasuk menetapkan tanda batas dan rambu-rambu hutan. Namun dalam kenyataannya pemerintah kurang memperhatikan hal tersebut sehingga menimbulkan masalah dalam penguasaan hutan.

  Dalam Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960, Bupati diberikan wewenang untuk menilai atas kepentingan tanah dengan kebijaksanaan sebagai berikut :

  1. Atas tanah perkebunan, kehutanan, dan lain-lain dikuasai langsung oleh Negara. Manakala tanah tersebut telah dipakai untuk kepentingan pemerintah maka dijamin pemenuhannya;

  2. Tanah-tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain yang telah diduduki rakyat untuk perumahan dan perkampungan tetap dipertahankan keberadaannya;

  3. Tanah-tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain yang ditanami rakyat ditempuh jalan kebijakan;

  4. Tanah-tanah perkebunan, kehutanan, dan lain-lain yang telah diolah rakyat

  3 menjadi tanah pertanian dibagikan kepada rakyat tersebut.

  2 Elviana Sagala, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Yang

Masuk Dalam Kawasan Hutan Akibat Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor

SK.44/MENHUT-II/2005 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Propinsi Sumatera Utara (Studi Di

  

(Medan : Perpustakaan Usu, tesis, 2012), hlm. 120.

  Kabupaten Labuhan Batu), 3 Ibid hlm. 5.

  Berdasarkan Undang-Undang diatas, maka Bupati selaku Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk mempertahankan keberadaan perkampungan dan tanah pertanian untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat daerah. Hal ini juga merujuk kepada pasal 33 UUD 1945.

  Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai status hak atas tanah. Tanah negara dapat dimohonkan menjadi hak milik apabila telah memperoleh ijin atau pembebasan areal hutan dari menteri kehutanan setempat.

  Chairuddin K. Nasution dan Fauzi Chairul F, menuliskan “sebelum pengajuan sesuatu hak atas tanah yang dikuasai Negara (terutama areal-areal hutan) maka terlebih dahulu diperlukan pembebasan areal hutan tersebut. Konversi areal kehutanan untuk menjadi areal sesuatu hak atas tanah ditentukan berdasarkan

  4

  peraturan-peraturan.” Sehubungan dengan hal diatas, ternyata di wilayah Kabupaten Padang Lawas

  Utara terdapat beberapa wilayah pedesaan yang merupakan tanah negara telah berdiri hak milik diatas tanah tersebut tanpa dilakukan pembebasan areal hutan sebelumnya.

  Hak milik diberikan kepada masyarakat karena pengakuan tentang adanya tanah ulayat dari masyarakat hukum adat setempat yang terjadi secara turun menurun.

4 Chairuddin K. Nasution dan Fauzi Chairul F, Hukum Agraria (Suatu Pengantar), (Medan : Universitas Islam Sumatera Utara, diktat), hlm. 163.

  Dengan diakuinya hak ulayat tersebut, maka masyarakat adat yang telah bermukim dalam wilayah Padang Lawas Utara merasa mempunyai hak untuk melakukan peralihan secara hukum dan legal dihadapan Pejabat yang berwenang, serta berhak melakukan pendaftaran tanah.

  UUPA mengatur kewajiban bagi para pemegang hak untuk mendaftarkan hak atas tanahnya. Hal ini diatur dalam pasal 23 UUPA, yaitu : ayat (1) Hak milik demikian pula setiap peralihannya, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19, dan ayat (2) pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

  Menurut Boedi Harsono, pendaftaran tanah adalah “Suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus-menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayahtertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang

  5

  pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.” Pendaftaran tanah menghasilkan sertipikat hak milik sebagai tanda bukti hak.

  Pada tahun 2007 di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara, diterbitkan beberapa sertipikat hak milik oleh Kantor Pertanahan Tapanuli Selatan yang menurut 5 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan

  Pelaksanaannya (jilid I), (Jakarta : Djambatan, 1999), hlm. 72

  Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44.SK/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Sumatera Utara seluas 3.742.120 Ha sebagai turunan dan pelaksanaan dari Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, tanah-tanah yang didaftarkan tersebut termasuk dalam sebagian wilayah kawasan hutan Kabupaten Padang Lawas Utara. Namun ternyata penunjukan kawasan hutan ini belum seutuhnya diketahui oleh masyarakat di daerah tersebut. Sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi para pemegang hak.

  Sementara itu, tujuan pemberian tanda bukti hak oleh kantor pertanahan diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan perekonomian nasional, khususnya bagi perekonomian masyarakat Padang Lawas Utara karena sertipikat hak atas tanah yang diberikan dapat menjadi jaminan atau agunan untuk memperoleh kredit perbankan.

  Sesuai dengan perkembangan zaman serta kebutuhan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat, maka dari itu banyak sekali nasabah-nasabah Bank yang menggunakan fasilitas peminjaman modal yang telah disediakan oleh Bank yang bersangkutan. Lembaga keuangan seperti Bank dapat membantu peningkatan perekonomian masyarakat dan negara. Seperti yang tercantum dalam pasal 2 Undang- undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

  Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana, bank harus mendasarkan kegiatannya pada peraturan yang berlaku.

  Karena hal ini dapat berpengaruh pada tingkat kesehatan keuangan bank itu sendiri yang kemudian berakibat kepada pertumbuhan ekonomi suatu negara.

  Dalam kegiatan penyalur dana tersebut, bank aktif memberikan pinjaman atau kredit kepada nasabah/debitur. Pada tahun 2012, sertipikat-sertipikat yang berada dalam kawasan hutan itu dijaminkan oleh pemegang haknya kepada salah satu Bank di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara untuk memperoleh kredit.

  “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

  6

  jangka waktu tertentu dengan pemberian jumlah bunga.” Bank dapat meminjamkan modal kepada nasabahnya dan kemudian nasabah- nasabahnya itu yang telah diberi pinjaman modal harus sanggup mengembalikan pinjaman kepada pihak Bank sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama secara angsuran atau kredit. Pemberian fasilitas yang diberikan oleh pihak Bank menuntut pihak Bank untuk meminta jaminan atas peminjaman tersebut sebagai keyakinan dari bank bahwa pihak nasabah mampu untuk memenuhi prestasinya.

  Kredit diberikan berdasarkan keyakinan bank atas kesanggupan debitur melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dan tidak berkembang menjadi 6 Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. kredit bermasalah atau kredit macet. Oleh karena itu, pemberian kredit tentunya diikuti dengan penyerahan jaminan, baik jaminan berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Tidak sedikit yang memberikan jaminan berupa barang tidak bergerak yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ketempat yang lainnya, contohnya jaminan berupa tanah dan bangunan yang mereka punya agar mereka mendapatkan uang yang akan menjadi modal berusaha. Hak milik atas tanah yang merupakan hak terkuat dan terpenuh yang dipunyai orang atas tanah dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak milik dapat dijadikan jaminan dengan dibebani hak tanggungan yang mengandung unsur titel eksekutorial.

  “Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-

  7

  kreditur lain.” Biasanya debitur memberikan jaminan sertipikat hak atas tanah untuk mendapatkan plafond kredit yang lebih tinggi. Pada saat ini sertipikat hak atas tanah merupakan objek jaminan kredit yang paling disukai oleh bank, sebab tanah dianggap lebih bernilai secara ekonomis yang relatif tinggi dan dari segi prospeknya nilai tanah menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat.

  7 Pasal 1 angka 1 UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

  “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

  8

  syariah” Jaminan berarti kekayaan yang dapat diikatkan jaminan guna kepastian pelunasan dibelakang hari kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya. Penerima kredit merupakan siapa saja yang mendapat kredit dari bank dan wajib mengembalikannya setelah jangka waktu tertentu. Penerima kredit meliputi

  9 perseorangan ataupun badan usaha.

  Istilah jaminan juga mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya.

  Jaminan atau agunan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman dapat memiliki agunan tersebut.

  Dalam praktek perbankan jaminan kredit terdiri atas jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok adalah jaminan yang terdiri dari benda-benda bergerak atau benda-benda tidak bergerak, yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas usaha yang dibiayai dengan kredit. Sementara yang dimaksud dengan jaminan tambahan adalah jaminan yang dapat berupa jaminan pribadi atau jaminan perusahaan yang dibuat secara notaril. Atau dapat pula berupa benda-benda tidak bergerak / benda-benda bergerak yang tidak dijaminkan sebagai jaminan pokok, 8 9 Pasal 1 angka 23 UU Perbankan.

  Mariam Badrus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : Penerbit Alumni, 1978), hlm. 70. misalnya tanah atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) yang harus disimpan dalam berkas khusus.

  Dalam pengikatan kredit, jaminan sering menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan ataupun perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan merupakan satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya pinjaman.

  Sebagai kabupaten yang baru berkembang, banyak usaha perbankan yang ingin meningkatkan kegiatan bisnisnya di wilayah kabupaten Padang Lawas Utara.

  Hal ini dipicu karena masih banyak lahan masyarakat di wilayah tersebut yang belum dijaminkan pada lembaga perbankan, sehingga banyak pihak perbankan yang berlomba-lomba memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat, sehingga membuat masyarakat tergiur dan ingin menggunakan jasa bank untuk meningkatkan usahanya.

  Namun ternyata hal ini juga menimbulkan persaingan antara bank. Dan akhirnya bank lalai dalam melakukan penilaian terhadap jaminan kredit debitur.

  Dengan diterbitkannya sertipikat hak milik di beberapa wilayah di Kabupaten Padang Lawas Utara, bank beranggapan bahwa setiap sertipikat yang telah diterbitkan itu bebas dari sengketa, gugatan, dan mempunyai kepastian bagi pemegang haknya.

  Ini membuat bank langsung menerima jaminan tersebut tanpa melakukan pengecekan ke lokasi dan berkomunikasi kepihak terkait akan status hak tanah itu.

  Kelalaian bank akan hal tersebut diatas, pastinya akan menimbulkan risiko ataupun kerugian besar bagi kegiatan usahanya selaku kreditur. Karena apabila dilihat di peta kehutanan wilayah Propinsi Sumatera Utara, khususnya untuk wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara, jaminan sertipikat tanah yang diterimanya itu ternyata masuk dalam kawasan hutan negara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44.SK/Menhut-II/2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Propinsi Sumatera Utara.

  Sebenarnya secara umum Undang-Undang telah memberikan jaminan atau perlindungan kepada Kreditur. Tanpa diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak, kreditur sudah mempunyai hak verhaal atas benda-benda milik debitur, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari. Terhadap jaminan umum ini, para kreditur berkedudukan sebagai kreditur konkuren (persaingan), artinya kedudukan para kreditur adalah sama, tidak ada yang lebih diutamakan di antara satu dengan yang lain. Apabila debitur wanprestasi, maka semua benda miliknya dijual lelang dan dibagi di antara para kreditur secara seimbang dengan jumlah piutang masing-masing kreditur (secara

  10 ponds-ponds gewijze ). Hal ini diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata.

  Walaupun undang-undang telah memberikan perlindungan terhadap kreditur seperti yang telah disebutkan diatas, tetap saja kreditur belum merasa aman karena dalam prakteknya letak jaminan terhadap benda-benda kekayaan debitur itu dinyatakan masuk dalam kawasan hutan negara di Kabupaten Padang Lawas Utara.

10 Cintya Rachman, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan

  Atas Tanah Hak Guna bangunan Yang Jangka Waktunya Akan Berakhirdi PT. Bank Rakyat Indonesia perpustakaan, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hlm. 2. (Persero) Cabang Wonogiri,

  Apabila dikaji lebih dalam pengikatan kredit yang jaminannya berada dalam kawasan hutan akan menimbulkan masalah bagi kreditur apabila debitur wanprestasi, salah satunya adalah dalam proses penyitaan jaminan atau eksekusi.

  Berdasarkan hal tersebut diatas, maka diambil judul “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Terhadap Eksekusi Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Di Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara.”

  B. Permasalahan

  Ketidakpastian letak wilayah kawasan hutan menimbulkan diterimanya jaminan debitur yang masuk dalam kawasan hutan. Hal ini nantinya pasti akan menimbulkan masalah dalam proses pengikatan kredit dan juga eksekusi jaminan, karena penerbitan bukti kepemilikan hak itu tidak memperhatikan letak kawasan hutan.

  Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana akibat hukum terhadap hak milik atas tanah yang berada dalam kawasan hutan?

  2. Bagaimana perlindungan hukum bagi kreditur atas jaminan tanah hak milik yang berada dalam kawasan hutan di Padang Lawas Utara?

  3. Bagaimana eksekusi jaminan tanah hak milik yang berada dalam kawasan hutan ketika debitur wanprestasi?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk :

  1. Mengetahui akibat hukum terhadap hak milik atas tanah yang berada dalam kawasan hutan.

  2. Mengetahui perlindungan hukum bagi kreditur atas jaminan tanah hak milik yang berada dalam kawasan hutan di padang lawas utara.

  3. Mengetahui eksekusi jaminan tanah hak milik yang berada dalam kawasan hutan ketika debitur wanprestasi.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi akademis dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan hukum perdata pada khususnya, serta sebagai referensi/bahan perbandingan bagi para peneliti lainnya yang hendak melaksanakan penelitian lanjutan tentang tulisan ini.

  2. Manfaat praktis :

  a. Memberikan masukan kepada para Kreditur sebagai pihak yang memberikan kredit agar tercipta kelancaran pembayaran lunas hutang-hutang debitur.

  b. Memberikan masukan kepada Kantor Pertanahan sebagai penerbit sertipikat hak milik untuk lebih memperhatikan letak tanah yang dimohonkan haknya sehingga memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang Hak dan kreditur.

  c. Diharapkan sebagai acuan kepada Notaris/PPAT untuk melakukan pengecekan benda jaminan sebelum melakukan perjanjian kredit.

  E. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan pemeriksaan hasil judul-judul penelitian yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), khususnya pada Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian tentang “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Terhadap Eksekusi Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Di Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara” ternyata belum pernah diteliti dalam topik dan permasalahan yang sama.

  Namun ditemukan beberapa tesis karya mahasiswa yang menyangkut masalah sertipikat hak atas tanah dalam kawasan hutan, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat berbeda, yaitu :

  1. Tesis atas nama Elviana Sagala, Nim : 107011073, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Masuk Dalam Kawasan Hutan Akibat Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.44/MENHUT-II/2005 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Propinsi Sumatera Utara (Studi Di Kabupaten Labuhan Batu).”

  Jika dihadapkan judul ataupun permasalahan penelitian diatas dengan penelitian yang dilakukan ini adalah berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dinyatakan memiliki keaslian serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk dikritik yang sifatnya konstruktif (membangun).

  F. Kerangka Teori

  Setelah masalah penelitian dirumuskan, langkah selanjutnya adalah menentukan teori dari permasalahan. Teori menurut defenisinya adalah serangkaian konsep yang memiliki hubungan yang sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu. Teori merupakan salah satu hal yang paling fundamental yang harus dipahami seorang peneliti ketika ia melakukan penelitian karena dari teori-teori yang ada peneliti dapat menemukan dan merumuskan permasalahan sosial yang diamatinya

  11 secara sistematis.

  Teori berisi uraian sistematis mengenai teori-teori yang relevan dengan variabel penelitian. Landasan teori setidaknya meliputi penjelasan dan pendefinisian

  12 mengenai variabel, hubungan antar variabel.

  Van Hocke mendefinisikan teori hukum dalam ilmu hukum sebagai sistem pernyataan (klaim), pandangan dan pengertian yang saling berkaitan secara logikal berkenaan dengan sistem hukum itu, yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga berdasarkannya dimungkinkan untuk menjabarkan interpretasi aturan hukum atau

  13 pengertian dalam hukum konsep hukum) yang terbuka bagi pengujian.

  Teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum (rechtszekerheid / legal

  security ) yang kemudian didukung oleh teori persamaan hak, dan tumpang tindih hak.

  Hukum berperan sebagai alat penertiban masyarakat dan mengatur pergaulan hidup, menyelesaikan sengketa, serta mengubah aturan yang disesuaikan dengan perkembangan mansyarakat. Sedangkan fungsi hukum menurut Van Kan adalah hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan- 11 Erwan Agus Purwanto, dan Dyah Ratih Sulistyastuti, Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik Dan Masalah-Masalah Sosial, (Yogyakarta : Gava Media, 2011), hlm. 16. 12 hlm.34. 13 Ibid

  Teguh Prasetyo, dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2007), hlm. 74. kepentingan itu tidak dapat diganggu. Lebih jauh dijelaskan bahwa hukum mempunyai tugas menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap perbuatan hukum yang dilakukan seharusnya menjamin sebuah kepastian hukum.

  Teori ini dikemukakan dengan tujuan untuk membahas dan menganalisis masalah tentang kekaburan norma serta ketidakpastian yang terjadi terhadap pemegang hak atas tanah berupa sertipikat hak milik yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan, karena berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tanah-tanah tersebut merupakan wilayah kawasan hutan negara. Padahal menurut Undang-Undang Kehutanan, “hutan negara adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang tidak dibebani

  14

  hak milik.” Ini tentunya menimbulkan tumpang tindih hak dalam penguasaan hak atas tanah. Hal ini juga berdampak kepada pihak kreditur yang menerima sertifikat tersebut sebagai jaminan atas utang-utang debitur.

  Salah satu dampak yang dapat dirasakan pihak kreditur adalah proses penyitaan jaminan apabila debitur kredit macet. Dalam UUHT kreditur dengan kekuasaan sendiri dapat menjual langsung obyek hak tanggungan, sebagai salah satu ciri preferensi hak tanggungan dan merupakan perwujudan dari asas droit

  depreference.

  Sedangkan dengan adanya keputusan Menteri Kehutanan, kekuasaan kreditur seperti itu akan terganggu.

  Berdasarakan hal tersebut diatas terdapat ketidakkonsistenan dalam mengklaim wilayah kehutanan antara Kantor pertanahan dan dinas kehutanan yang 14 Chairuddin K. Nasution, Op.cit, hlm. 158. mengakibatkan pada ketidakpastian hukum. Selanjutnya dalam kaitannya dengan terjadinya suatu konflik norma dalam substansi perundang-undangan dalam hal penyitaan jaminan utang, maka diperlukan adanya interpretasi atau penafsiran hukum sebagai salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan yang tidak jelas mengenai peristiwa tersebut diatas.

  Teori persamaan hak merupakan salah satu asas terpenting dalam hukum modern saat ini, yang mengandung arti bahwa hukum memberi persamaan hak setiap orang. Negara Republik Indonesia, menganut asas bahwa setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hukum ini dibuat dengan maksud untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum.

  Persamaan hak terdapat pada bunyi pembukaan UUD 1945. Manusia lahir dengan membawa hak azasi pada dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari hak azasi itu dapat berupa Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contohnya hak mendapat perlindungan hukum, hak untuk diperlakukan secara adil, dan lain-lain, serta hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contohnya dalam penyelidikan, penahanan, penyitaan, dan lain-lain.

  Dalam pasal 28 UUD 1945 diperjelas juga bahwa :

  a. Setiap warga negara Indonesia berhak atas perlindungan dirinya sendiri dan harta benda yang dikuasainya.

  b. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

  Oleh karena itu, kreditur dan debitur berhak secara bersama-sama mendapatkan kepastian hukum khususnya dalam mengurus harta bendanya. Apabila pihak bank yang dirugikan karena debitur kredit macet berhak mendapat kompensasi atas kekayaan debitur, yaitu terhadap sertipikat hak milik yang telah dijaminkan debitur atas utang-utangnya itu. Demikian pula halnya debitur, debitur harus merelakan harta bendanya itu untuk disita dan kemudian dijual guna pelunasan utang- utangnya, dan apabila terdapat sisanya maka debitur berhak atas sisa pembayaran tadi.

  Teori selanjutnya adalah tumpang tindih hak. Banyaknya kebijakan dan keputusan dari beberapa instansi yang diakui oleh pemerintah menimbulkan tumpang tindihnya pemberian atau pengakuan hak atas tanah di Indonesia yang berujung kepada sengketa pertanahan, khususnya pada daerah Kabupaten Padang Lawas Utara.

  Pada umumnya tujuan penyelesaian sengketa adalah untuk memperoleh adanya kepastian hukum bagi seluruh pihak yang terlibat dalam suatu persengketaan.

  Tujuan kepastian itu sendiri akan dapat terpenuhi apabila seluruh perangkat atau sistem hukum itu dapat berjalan dan mendukung tercapainya suatu kepastian hukum, khususnya peranan lembaga-lembaga yang diberi wewenang untuk menciptakan kepastian hukum.

  Menurut Elza Syarief, “banyaknya lembaga yang memiliki wewenang dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang sering menimbulkan tumpang tindih kebijakan atau keputusan yang bersifat kelembagaan, merupakan salah satu faktor penyebab kurang terjaminnya kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia, walaupun faktor pendukung lainnya cukup dominan juga dalam mempengaruhi kurangnya kepastian hukum dimaksud, seperti banyaknya keputusan hakim yang tumpang tindih atau keputusan

  15

  hakim yang tidak dapat dieksekusi (non executable) di lapangan.”

G. Kerangka Konsepsi

  Konsepsi dipergunakan untuk menghindari adanya perbedaan pengertian dari beberapa istilah yang dipakai dalam penulisan. Oleh karena itu penulis menjelaskan beberapa defenisi yang ditemukan dalam tulisan ini, sebagai berikut :

  a. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum,yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,

  16 ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

  b. Penyitaan adalah proses, cara, perbuatan, pengambilan milik pribadi oleh

  17 pemerintah tanpa ganti rugi.

  18

  c. Kreditur adalah pihak yang berhak atas pemenuhan, pelaksanaan atau 15 pembayaran kewajiban, prestasi atau utang.

  Elza Syarief, Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, KPG, (Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), hlm. 371-372. 16 Perlindungan hukum, Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id, diakses pada tanggal 25 Maret 2013. 17 Penyitaan, http://www.artikata.com/arti-378867-penyitaan.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2013.

  19

  d. Debitur yaitu subjek hukum yang harus memenuhi kewajiban membayar prestasi atau utang yang harus dipenuhi, dilaksanakan, dan dilunasi.

  e. Jaminan, dirumuskan sebagai agunan.

  f. Pemegang hak adalah orang atau badan hukum yang memiliki hak atas tanah yang sudah terdaftar atau bersertipikat, atau tanah bekas milik adat yang

  20 belum terdaftar atau belum bersertipikat.

  g. Sertipikat hak milik adalah bukti hak berupa sertipikat yang pemiliknya memiliki hak penuh atas kepemilikan tanah pada kawasan tertentu dengan luas tertentu yang telah disebutkan dalam sertipikat itu.

  h. Kawasan hutan adalah wilayah hutan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk dilindungi keberadaannya. i. Kredit macet, adalah keadaan dimana salah satu pihak tidak membayar atau tidak mampu membayar utang-utangnya.

H. Metode Penelitian

  Metode berarti penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Menempuh suatu jalan tertentu untuk mencapai tujuan, artinya peneliti tidak

  21

  bekerja secara acak-acakan. Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji 18 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 19 20 Ibid . Pasal 1angka 3

  Pengertian pemegang hak atas tanah, http://penelitihukum.org/tag/pengertian-pemegang- hak-atas-tanah, diakses pada tanggal 25 Maret 2013. 21 Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia Publishing, 2005), hlm. 239-240.

  kebenaran suatu pengetahuan. Usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode- metode ilmiah untuk penelitian disebut metodologi penelitian (metodologi research).

  Maka yang dimaksudkan sebagai penelitian itu adalah sebagai aktivitas ilmiah bertujuan untuk menemukan sesuatu yang baru, dimana orang sebelumnya belum

  22 pernah menemukannya setelah kita melakukan studi kepustakaan.

  Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Tipe Penelitian

  Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam

  23

  hukum positif, mencari jawaban dari permasalahan melalui studi pustaka atau

  24

  peraturan perundang-undangan yang bersifat menjelaskan dengan cara meneliti dan membahas peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini.

  Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau

  25 norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.

  Oleh karena itu penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang- undangan (statute approach) yang kemudian didukung oleh wawancara kepada para pihak sebagai sumber yang memperkuat hasil penelitian. Pendekatan tersebut 22 Muslan Abdurrahman, Sosiologi Dan Metode Penelitian Hukum, (Malang : Penerbit UMM Press, 2009), hlm. 91. 23 24 Johnny Ibrahim, Op Cit, hlm. 240. 25 Muslan Abdurrahman, Op Cit, hlm. 94.

  Ibid , hlm. 126 melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan, norma-norma dalam hukum positif yang berhubungan dengan judul serta dihubungkan dengan praktek yang terjadi dalam masyarakat.

2. Sumber Data

  a. Data Sekunder Data yang diperoleh dari buku-buku, literature, artikel-artikel yang berasal dari surat kabar, tulisan ilmiah dan peraturan perUndang-Undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, meliputi :

  Untuk bahan penelitian, dikumpulkan sebanyak mungkin data yang diperoleh mengenai masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Karena penelitian ini bersifat yuridis normatif, maka digunakan:

  1. Bahan hukum primer, merupakan bahan pustaka yang berisikan peraturan- peraturan yang terdiri dari:

  • Undang-Undang Dasar 1945.
  • Hukum Acara Perdata.
  • Undang-Undang RI No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA).
  • Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
  • Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.
  • Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
  • Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

  Permeneg Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan - Pelaksanaan PP Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

  2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bahan hukum primer. Bahan sekunder juga merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganilisis dan memahami bahan hukum primer, seperti buku-buku ilmiah para sarjana, tesis atau hasil-hasil penelitian lainnya, majalah, dan makalah- makalah.

  3. Bahan hukum tersier yang di dapat untuk memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu Kamus hukum atau encyclopedia.

  3. Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Padang Lawas Utara yang terletak dalam Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan sehingga diperlukan perhatian khusus dalam pembangunan daerahnya.

  4. Teknik Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data adalah cara atau langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data sebanyak mungkin.

  Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan :

  1. Studi dokumen yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara (research library) dengan mengumpulkan segala data sekunder, baik itu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang berhubungan dengan topik penelitian, kemudian dipelajari sehingga dapat menjadi sumber penelitian.

  2. Wawancara merupakan alat pendukung dalam pengumpulan data penelitian ini. Wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan baik tertulis maupun lisan kepada informan secara bebas dan tertutup sehingga dapat menjadi sumber data yang akurat untuk menjawab permasalahan diatas.

  Wawancara ditujukan kepada Kepala Bidang Rahabilitas dan Perlindungan Hutan pada Kantor Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Padang Lawas Utara, Kepala Seksi I Bidang Peralihan dan Pendaftaran Tanah, Pimpinan PT. BANK SUMUT Cabang Gunung Tua, Masyarakat Padang Lawas Utara, Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Tapanuli Selatan, Juru Sita Pengganti Pengadilan Negeri Tapanuli Selatan.

5. Analisis Data

  Analisis data yang dipilih adalah analisis data secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.

  Analisis ini menulusuri masalah-masalah hukum yang dimulai dari aspek pemberian bukti sertipikat hak milik kepada pemegang hak, pemberian kredit dengan jaminan Sertipikat hak milik, dan berlanjut pada penyitaan jaminan karena debitur kredit macet yang ternyata jaminan sertipikat itu berada dalam kawasan hutan akibat adanya keputusan Menteri Kehutanan, kemudian kenyataan dan pelaksaannya diuji dan dianalisis dengan teori hukum yang ada dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Setelah itu digunakan metode deduktif untuk menarik kesimpulan dari data sekunder yang dianalisis sehingga dapat menjawab permasalahan dalam penulisan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran ilmiah.

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Hak Keperdataan Warga Masyarakat Di Atas Tanah Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No. 463/Menhut-II/2013 di Kota Batam.

5 126 167

Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Atas Penyitaan Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Di Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara

1 45 174

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Problematika Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi Pasca Bencana Tsunami Di Kota Banda Aceh

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Konsekuensi Jaminan Kredit Untuk Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Kreditur Di Medan

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 1 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang Berada di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Pakanbaru

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Kualitas Pelayanan Pengurusan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah (Studi Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Karo)

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Yang Berhak Atas Tanah Dalam Hal Ganti Rugi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

0 0 23

Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Atas Penyitaan Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Di Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 10