BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di

  seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Undang-Undang Pokok Agraria, selain bertujuan melindungi tanah juga mengatur hubungan hukum hak atas tanah melalui penyerahan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya.

  Terdapat beberapa jenis hak atas tanah sebagaimana yang diuraikan pada Pasal 16 ayat (1)Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agarari atau disebut UUPA, yaitu ” hak hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam

  Pasal 4 ayat (1) ialah : a. hak milik b. hak guna usaha, c. hak guna bangunan, d. hak pakai, e. hak sewa, f. hak membuka tanah, g. hak memungut hasil hutan, h. hak-hak lain yang termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksudkan dalam Pasal 53. "

  Pada Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan “ bahwa hak milik adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.”Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa hak milik merupakan hak yang paling kuat atas tanah, yang memberikan kewenangan kepada pemiliknya untuk dapat memberikan kembali suatu hak lain diatas bidang tanah hak milik yang dimilikinya tersebut (dapat berupa hak guna bangunan atau hak pakai,dengan pengecualian hak guna usaha), yang hampir sama dengan kewenangan

   Negara (sebagai penguasa) untuk memberikan tanah kepada warganya.

  Selanjutnya pada Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agararia menyatakan “ bahwa hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.”Dapat diketahui bahwa pada dasarnya hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh warga Negara yang didirikan di Indonesia maupun badan hukum yang didirikan diluar Negeri dengan pengecualian badan-badan hukum tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah

2 Nomor 38 tahun 1963. Untuk membuktikan kepemilikan seseorang atas tanah hak milik

  yang dimilikinya maka pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan sertipikat hak milik sebagai tanda bukti kepemilikan yang kuat melalui proses pendaftaran tanah guna mendapat kepastian hukum kepada pemegang haknya. Sebagaimana bunyi pada Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria yang menyatakan “ bahwa pendaftaran tanah diakhiri dengan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.”Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan administratif yang dilakukan oleh badan pemerintah sampai tahap penerbitan tanda bukti haknya dan

   memelihara rekamannya.

  1 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak-hak atas tanah, Jakarta, Kencana, 2008, hal.30 2 3 Ibid hal. 32

  M.Yamin Lubis dan A. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung, CV. Bandar Maju, 2012), hal. 118 Pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem pendaftaran tanah negatif bertendensi positif, dengan kata lain dalam pendaftaran tanah dan dalam pembuktian terhadap tanah, mengandung pengertian bahwa setiap orang berhak menuntut keabsahan sebidang tanah apabila pihak lain yang merasa berhak atas tanah tersebut dapat membuktikannya dengan pembuktian yang lebih kuat, artinya nama yang tertera di dalam sertipikat tersebut tidak mutlak sebagai pemiliknya tetapi masih diberi kesempatan pengadilan, bila pengadilan memutuskan bahwa orang yang paling berhak atas tanah tersebut adalah pihak lain, maka atas putusan itu juga memerintahkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membatalkan sertipikat hak yang namanya tertera di

   dalam sertipikat tersebut.

  Sesuai dengan pendapat Boedi Harsono bahwa walaupun seseorang telah memiliki sertipikat hak atas tanah, hal ini belum berarti pemegang sertipikat tersebut sudah mutlak sebagai pemilik. Pemegang sertipikat tersebut dianggap sebagai pemilik sepanjang tidak ada pihak lain yang mengganggu gugat, dalam arti kata bahwa pihak lain tersebut dapat menunjukkan bukti-bukti yang kuatdipengadilan, hal ini sejalan dengan sistem negatif yang dianut oleh Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 yang merupakan peraturan pelaksana mengenai pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana

   diatur oleh Pasal 19 UUPA.

  Pada Pasal 25 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan bahwa “hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.” Hak tanggungan 4 5 Op-cit hal. 198

  Suryati Tanjung, Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dan Perlindungan Pihak Ketiga Yang Beritikad Baik , Tesis, Medan, Fakultas Hukum Sumatera Utara, 2006, hal. 5 menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, adalah “ hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

  Dari rumusan diatas dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain, dengan objek jaminannya berupa hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Selanjutnya pada Pasal 10 Undang- Undang nomor 4 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa sesuai dengan sifat accesoir dari hak tanggungan, pemberiannya haruslah merupakan ikutan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang yang dijaminkan pelunasannya.Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa lahirnya hak tanggungan setelah diawali dengan suatu perjanjian hutang piutang yang dibuat kreditur dengan debitur.Lembaga jaminan hak tanggungan merupakan suatu perlindungan yang diberi Undang-Undang kepada kreditur guna pelunasan hutang debitur apabila debitur wanprestasi.

  Dalam pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan, timbul suatu permasalahan yang dapat merugikan salah satu atau kedua belah pihak, salah satunya apabila terjadinya pembatalan sertipikat hak atas tanah. Pembatalan sertipikat tersebut terjadi karena adanya gugatan dari pihak lain atas penerbitan sertipikat hak atas tanah tersebut, dan diputuskan oleh pengadilan bahwa pihak penggugat menjadi pemilik yang sah atas tanah tersebut sehingga hak pemilik lama dinyatakan hapus. Terjadinya pembatalan sertipikat hak atas tanah tersebut tentu saja berakibat pada perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan antara kreditor dan debitor.Pembatalan sertipikat hak milik baik karena cacat prosedur maupun cacat yuridis menyebabkan terjadinya

  Dalam Pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan menjelaskan “bahwa salah satu yang menyebabkan hak tanggungan hapus adalah hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.” Jika didasarkan pada ketentuan ini maka dengan adanya pembatalan sertipikat tanah yang sedang dijaminkan maka hapuslah hak dari debitur atas tanah tersebut dan ini berarti hak tanggungan pun terhapus, maka tanah yang dibebani hak tanggungan telah beralih ke pemilik baru, sementara pihak debitor (pemilik lama) belum melunasi utang pada kreditor, kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak bank sebagai kreditor, sebagaimana yang terjadi pada putusan Mahkamah Agung Nomor 140 K/TUN/2011, yang membatalkan sertipikat hak milik atas tanah yang dimiliki debitur karena cacat yuridis dan cacat prosedur pada proses penerbitan sertipikat hak milik atas tanahnya. Akibat pembatalan tersebut kreditur sangat dirugikan karena kreditur kehilangan barang jaminan untuk pelunasan hutang debitur apabila wanprestasi.

  Kreditur harus menempuh proses yang berbelit-belit dan memakan waktu yang sangat panjang untuk melakukan upaya-upaya hukum agar dapat mendapatkan pelunasan hutang debitur.

  Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menulis tesis ini dengan judul“ Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Atas Pembatalan SertipikatHak Milik Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan (Studi Putusan Mahkamah Agung, No. 140 K/TUN/2011). ”

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan 1.

  Apa faktor yang menyebabkan sertipikat hak milik atas tanah yang sedang dibebani hak tanggungan dibatalkan pengadilan pada putusan Mahkamah Agung nomor 140/KTUN/2011?

  2. Akibat hukum terhadap sertipikat hak milik atas tanah yang sedang dibebani hak tanggungan dibatalkan pengadilan pada putusan Mahkamah Agung nomor 140/KTUN/2011?

  3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur atas pembatalan sertipikat hak milik atas tanah yang sedang dibebani hak tanggungan pada putusan Mahkamah Agung nomor 140/KTUN/2011?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah :

  1. Untuk mengetahui faktor penyebab dibatalkannya sertipikat hak milik atas tanah yang sedang dibebani hak tanggungan pada putusan Mahkamah Agung nomor 140/KTUN/2011.

  2. Untuk mengetahui akibat hukum atas dibatalkannya sertipikat hak milik atas tanah yang sedang dibebani hak tanggunan pada putusan Mahkamah Agung nomor 140/KTUN/2011.

  3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur atas pembatalan sertipikat hak milik atas tanah yang sedang dibebani hak tanggungan pada putusan Mahkamah Agung nomor 140/KTUN/2011.

  Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis.

  a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi para akademisi dalam perkembangan ilmu pengetahuan tentang hukum jaminan dan kiranya dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi dan masyarakat umum serta kiranya dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu hukum jaminan.

  b. Manfaat Praktis Pembahasan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para kreditur sebagai pihak yang memberikan fasilitas kredit agar lebih memperhatikan dan meningkatkan prinsip kehatian-hatian dalam memberikan fasilitas kredit dan kiranya dapat menjadi masukan bagi para akademisi maupun praktisi.

E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan judul penelitian diatas, demikian juga permasalahan yang dirumuskan, ternyata judul dan permusan masalah tersebut tidak ada yang sama dengan penelitian ini, oleh karena itu penulisan ini asli dan dapat dipertanggung jawabkan keasliannya dari hasil akademik Fakultas Hukum Magister Kenotariatan sebelumnya adalah :

  1. Tesis atas nama Suryati Tanjung, dengan judul Pembatalan Sertipikat hak atas tanah dan perlindungan pihak ketiga yang beritikad baik (Studi Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Medan). hukum bagi kreditur atas penyitaan jaminan tanah berupa sertipikat hak milik yang berada dalam kawasan hutan di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara.

  3. Tesis Catur Muhammad Sarjono, NIM 097011059, dengan judul Analisis hukum putusan pengadilan agama yang memutuskan sertipikat hak milik atas tanah tidak berkekuatan hukum (studi kasus : putusan pengadilan agama tebing tinggi nomor 52/PDT.G/2008/PA TTD Jo putusan pengadilan tinggi agama Sumatera Utara nomor 145/PDT.G/2008/PTA-Medan).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

  1. Kerangka Teori Berkenaan dengan penelitian ini, teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori perlindunngan hukum didukung dengan kepastian hukum dan tujuan hukum.Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap setiap hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-

  

  hak yang diberikan oleh hukum. Pembatalan sertipikat yang sedang menjadi jaminan hak tanggungan dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur yang kehilangan barang jaminan yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan terutama jika pihak debitor wanprestasi. Pihak kreditur harus menempuh jalur atau upaya yang lebih berbelit dan panjang yaitu melalui pengadilan dan pihak bank mengalami kerugian dalam efisiensi dan efektifitasnya selaku perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan.Timbulnya kreditur atas fasilitas kredit yang telah diberikan kepada debitur.

  Menurut E. Utrecht bahwa hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum

  

(recht zekerhaid) dalam pergaulan manusia. Hukum harus menjamin kepastian pada

  pihak yang satu terhadap pihak yang lain. Sertipikat hak atas tanah adalah suatu produk Pejabat Tata Usaha negara (TUN) sehingga atasnya berlaku ketentuan-ketentuan Hukum Administrasi Negara, atas tindakan hukum tersebut seseorang selaku pejabat TUN dapat saja melakukan perbuatan yang terlingkup sebagai perbuatan mal administrasi atau penyalahgunaan wewenang, baik karena kesalahan maupun akibat kelalaian menjalankan kewajiban hukumnya.Kelalaian dalam proses penertbitan sertipikat hak milik dapat menyebabkan terjadinya permasalahan dalam masyarakat, khususnya apabila hak milik atas tanah tersebut sudah di jadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan, maka akan banyak pihak yang akan dirugikan atas permasalahan yang seperti ini.

  Menurut Van Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum yaitu 6 7 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 54.

  Liza Erwina, Ilmu Hukum, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2012), hal.34. melindungi kepentingan-kepentingan manusia sebagai manusia pribadi atas harta benda

  

  kekayaannya terhadap yang merugikannya. anah yang menjadi objek hak tanggungan telah beralih ke pemilik baru, sementara pihak debitur (pemilik lama) belum melunasi utang pada kreditur.Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak pemilik baru dan ketidakadilan bagi pihak kreditur. Di satu sisi, pihak pemilik baru memiliki dasar yang kuat yaitu Putusan Pengadilan namun di sisi lain pihak kreditur juga memiliki sertipikat tersebut untuk dibatalkan, dengan sendirinya tanah yang menjadi barang jaminan bukan lagi milik pemilik lama. Adanya ketidakpastian dan ketidakadilan bagi pihak kreditur inilah yang sangat merugikan kreditur atas fasilitas kredit yang sudah diberikan kepada debitur.

  2. Konsepsi Konsepsi adalah satu bagian yang terpenting dari teori.Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut

  

  dengan operational definition. eranan dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan.Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari istilah yang dipakai.Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus

  8 9 Ibid , hal. 30 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia , (Jakarta : Universitas Indonesia, 1993), hal. 10.

  di definisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

  Guna mempermudah menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengn tujuan penelitian yang ditentukan. Konsep itu ialah sebagai berikut :

  Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman terhadap setia hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada

   masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

  b.

  Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

   syariah.

  c.

  Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, berikut atau tidak benda-benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

   kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

  d.

  Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam 10 surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. 11 Satjipto Raharjo, Op. cit, hal. 54. 12 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, ( Jakarta : Sinar Grafika,20080), hal. 67.

  

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, (Bandung : Peneribit Alumni, 1999), hal.11. e.

  Pembatalan sertipikat hak milik adalah pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan

   pengadilan yang telah memperoleh ketetapan hukum tetap.

G. Metode Penelitian

  Secara etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau jalan menuju, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju

   proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.

  Metode merupakan penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu.Menempuh suatu jalan tertentu untuk mencapai tujuan, artinya peneliti tidak

   bekerja secara acak-acakan.

  Adapun dalam penulisan ini, digunakan metode penelitian sebagai berikut:

  1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode ini menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang

  

  bersangkutan. ebagai suatu hasil karya ilmiah yang memenuhi nilai-nilai ilmiah, maka menurut sifatnya penelitian yang dilaksanakan ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat deskriftif-analisis, maksudnya adalah suatu analisis data yang berdasarkan pada 13 Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah. 14 15 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung : Mandar Maju , 2008), hal. 13 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia

  Publishing,2005), hal. 239-240. 16 Koentjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal.70 teori hukum yang bersifat umum dipublikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat

   data yang lain.

  Penelitian ini bersifat deskrptif analisis sebab penelitian ini akanmenguraikan suatu penjelasan secara analisis tentang terjadinya suatu permasalahan yaitu suatu sertipikat hak milik atas tanah yang dijadikan jaminan untuk pelunasan hutang kemudian dibatalkan oleh pengadilan. metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum, kemudian berupa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjadi dasar pembatalan sertipikat hak milik yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional.

  2. Sumber Data Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah dalam

  

  bentuk jadi, yang terdiri dari : a.

  Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan-peraturan yang terdiri dari :

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria 2. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan 3. 17 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 18 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,1997), hal. 38.

  I Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis , (Yogyakarta:Andi,2006), hal.34.

4. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang

  Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 6. Permenag Agraria/Kepala BPN nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan

  Pelaksanaan PP nomor 24 tahun 1997 7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang b.

  Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang meberikan penjelasan lebih lanjut tentang bahan hukum primer. Bahan-bahan yang sangat erat hubungannya dengan bahan hukum primer agar dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti buku-buku ilmiah para sarjana, tesis atau hasil-hasil penelitian lainnya, artikel-artikel.

  c.

  Bahan hukum tersier yang didapat untuk memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu seperti kamus hukum.

  3. Alat Pengumpulan Data Adapun alat pengumpulan data dilakukan dengan cara : a. Studi dokumen yaitu terdiri dari bahan hukum yang berkaitan dengan hukum jaminan yang didukung dengan bahan hukum lainnya.

  b.

  Wawancara terstruktur dan tidak terstruktur kepada informan dari pihak terkait yaitu Badan Pertanahan Nasional, dan ahli hukum jaminan dan ahli hukum pertanahan.

  4. Analisis Data.

  Analisis data yang dipilih adalah analisa data secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai suatu penjelasan yang dibahas.

  Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai data yang diperoleh dengan menginventarisasi dasar dan alasan suatu putusan ketentuan hukum positif yang menyangkut tentang hukum pertanahan dan hukum perdata, kemudian analisis tersebut diperjelas lagi dari hasil wawancara dengan pihak Badan Pertanahan Kota Medan dan masukan dari ahli hukum jaminan dan pertanahan.

  Langkah selanjutnya melakukan reduksi data dengan membuat suatu abstraksi, kemudian menyusun rangkuman dalam abstraksi kemudian penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir dari yang khusus ke umum (induktif ) dan dari yang umum ke khusus (deduktif).

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan.(Studi Putusan Mahkamah Agung, No.140 K/TUN/2011)

5 64 118

Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Atas Penyitaan Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Di Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara

1 45 174

Kajian Yuridis Peralihan Hak Atas Tanah Warisan Yang Sedang Dibebani Hak Tanggungan

6 97 129

Analisis Yuridis Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Akibat Hapusnya Hak Atas Tanah Yang Diagunkan Karena Hak Atas Tanah Yang Dibebani Hak Tanggungan.

6 135 78

Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).

5 41 132

Tinjauan Yuridis Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik (Study Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2725 K/Pdt/2008)

1 55 132

Cacat Yuridis dan Cacat Administrasi Dalam Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Kualitas Pelayanan Pengurusan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah (Studi Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Karo)

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Problematika Produk Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT/S) dalam Melaksanakan Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat

0 0 23

BAB II FAKTOR YANG MENYEBABKAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH YANG SEDANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN DIBATALKAN PENGADILAN PADA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 140KTUN2011 - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur atas Pembatalan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah y

0 0 36