Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan Fakt

PENGARUH PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI MODERN WUS (15-49 TAHUN) KAWIN/HIDUP BERSAMA DI INDONESIA

(Analisis Data SDKI 2012)

NIEKEN de MISGA JURUSAN : STATISTIKA PEMINATAN : SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK JAKARTA

PENGARUH PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN FAKTOR SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI MODERN WUS (15-49 TAHUN) KAWIN/HIDUP BERSAMA DI INDONESIA

(Analisis Data SDKI 2012)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan

Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Oleh: NIEKEN de MISGA

13.7780

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK JAKARTA

2017

© Hak Cipta milik STIS, Tahun 2017

Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar STIS.

2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seizin STIS

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena pertolongan- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Pemberdayaan Perempuan dan Faktor Sosial Demografi terhadap Pemakaian Kontrasepsi Modern WUS (15-49 tahun) Kawin/Hidup Bersama di Indonesia (Analisis Data SDKI 2012)”. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Statistik;

2. Ibu Ika Yuni Wulansari, S.S.T., M.Stat., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing dengan penuh kesabaran;

3. Bapak Ir. Suryanto Aloysius, M.M. dan Ibu Risni Julaeni Yuhan, S.P., M.Stat., selaku dosen penguji atas koreksi dan saran yang diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini;

4. Ibu, bapak, dan mbak tercinta atas doa dan motivasi yang telah diberikan;

5. Power Rangers (Emy, Ratih, Iqoh, Rina, Isni, Ami), Sasa, teman- teman 4SK4, dan semua sahabat yang telah memberi dukungan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Agustus 2017

Nieken de Misga

ABSTRAK

NIEKEN de MISGA, “Pengaruh Pemberdayaan Perempuan dan Faktor Sosial Demografi terhadap Pemakaian Kontrasepsi Modern WUS (15-49 tahun) Kawin/Hidup Bersama di Indonesia (Analisis Data SDKI 2012) ”.

vii+111 halaman

Dalam jangka waktu lima belas tahun (2000 hingga 2015), jumlah penduduk Indonesia mengalami penambahan sekitar 50,06 juta jiwa (SUPAS, 2015). Total Fertility Rate (TFR) merupakan salah satu parameter demografi yang erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk. Tingginya TFR Indonesia menyebabkan belum tercapainya target TFR pada RPJMN 2014 dan SDG 2015. Pemakaian kontrasepsi merupakan variabel yang erat kaitannya dengan penurunan fertilitas. Kontrasepsi tidak luput dari peran wanita sebagai subjek pemakainya. Dalam International Conference on Population and Development (1995), menyatakan bahwa dengan meningkatnya status pemberdayaan perempuan, maka diharapkan wanita akan lebih banyak menyerap informasi mengenai pemakaian kontrasepsi dan membuat keputusan yang tepat untuk ikut memakai kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi terhadap pemakaian kontrasepsi modern di Indonesia tahun 2012. Data yang digunakan berasal dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menggunakan metode regresi logistik biner. Terdapat sembilan variabel sosial demografi dan lima variabel pemberdayaan perempuan yang signifikan memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern. Variabel sosial demografi yang signifikan memengaruhi adalah umur, pendidikan wanita, status bekerja, pendidikan suami, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, dan kunjungan petugas KB.

Kata kunci : kontrasepsi modern, pemberdayaan perempuan, SDKI

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Lampiran Halaman

1. Output cross-tabulation antara karakteristik sosial demografi dan pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia tahun 2012 .......................................................................

89

2. Output cross-tabulation antara karakteristik sosial demografi dan pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia tahun 2012 .......................................................................

92

96

3. Output regresi logistik biner ................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, dalam jangka waktu lima belas tahun yaitu dari tahun 2000 hingga 2015, jumlah penduduk Indonesia mengalami penambahan sekitar 50,06 juta jiwa. Dengan kata lain, jumlah penduduk Indonesia mengalami rata-rata penambahan 3,33 juta jiwa setiap tahun. Hal itu berdampak pada laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cenderung menurun. Namun, pada tahun 2000-2010 mengalami kenaikan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia 2010-2015 adalah sebesar 1,43 persen.

Total Fertility Rate (TFR) merupakan salah satu parameter demografi dan indikator kependudukan yang memengaruhi laju pertumbuhan penduduk. TFR adalah angka yang menggambarkan rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang wanita pada akhir masa reproduksinya. Angka TFR Indonesia berada di bawah angka TFR rata-rata negara ASEAN (Kemenkes, 2013). Angka TFR Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus menurun, dari angka 3,0 pada tahun 1991 menjadi 2,6 pada tahun 2012. Angka TFR sebesar 2,6 tersebut stagnan dalam tiga periode terakhir SDKI (2002, 2007, 2012). Angka TFR sebesar 2,6 anak, berarti seorang wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,6 anak selama masa reproduksinya. Millenium Development Goals (MDG) 2015 menargetkan angka TFR sebesar 2,11. Sedangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2014 menargetkan angka TFR sebesar 2,36. Sehingga tingginya TFR di Indonesia tidak mencapai target yang ditentukan.

Di Indonesia, Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program yang digencarkan pemerintah dalam menurunkan TFR melalui penyuluhan dan penyedia layanan terhadap pemakaian kontrasepsi kepada masyarakat. Menurut UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, menyebutkan bahwa keluarga berencana sebagai upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Pemakaian kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memengaruhi tingkat fertilitas. Sesuai dengan pernyataan Freedman (1975), pemakaian kontrasepsi adalah cara yang paling penting untuk mencapai pengembangan norma keluarga kecil. Dalam kerangka pikir Bongaarts (1978) mengenai delapan intermediate variable yang memengaruhi fertilitas, kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memengaruhi fertilitas.

Kontrasepsi tidak luput dari peran wanita sebagai subjek pemakainya. Tinggi rendahnya pemakaian kontrasepsi pada suatu negara diukur dari angka kesertaan ber-KB pada wanita usia subur (15-49 tahun) di negara tersebut. Hal ini menyebabkan wanita menjadi fokus perhatian dari berbagai konferensi pembangunan. Laporan dari International Conference on Population and Development (1995), menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan menjadi salah satu akses penting menuju peningkatan pembuatan keputusan di segala tingkatan, terutama pada kesehatan reproduksi dan seksual. Meningkatkan status wanita Kontrasepsi tidak luput dari peran wanita sebagai subjek pemakainya. Tinggi rendahnya pemakaian kontrasepsi pada suatu negara diukur dari angka kesertaan ber-KB pada wanita usia subur (15-49 tahun) di negara tersebut. Hal ini menyebabkan wanita menjadi fokus perhatian dari berbagai konferensi pembangunan. Laporan dari International Conference on Population and Development (1995), menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan menjadi salah satu akses penting menuju peningkatan pembuatan keputusan di segala tingkatan, terutama pada kesehatan reproduksi dan seksual. Meningkatkan status wanita

Mengingat pentingnya peran wanita dalam meningkatkan pemakaian kontrasepsi, pemberdayaan perempuan menjadi salah satu tujuan penting yang harus dilaksanakan oleh seluruh negara (ICPD, 1995). Dengan meningkatnya status pemberdayaan perempuan, maka diharapkan wanita akan lebih banyak menyerap informasi mengenai kontrasepsi dan membuat keputusan yang tepat untuk ikut memakai kontrasepsi yang aman dan efektif. Kabeer (1999), menyatakan bahwa pemberdayaan perempuan tidak hanya menurunkan fertilitas, juga memberikan banyak pengaruh baik bagi kesehatan anak, kesejahteraan keluarga, dan keadilan rumah tangga.

Pemberdayaan perempuan dan pemakaian kontrasepsi erat kaitannya dengan pengambilan keputusan yang dilakukan wanita bersama suami/pasangan. Oleh karena itu, tujuan dari ICPD, Millenium Development Goals (MDG), dan Sustainable Development Goals (SDG), adalah melakukan pemberdayaan perempuan khususnya bagi wanita yang sudah memiliki suami/pasangan dan akan berdampak pada peningkatan kesehatan reproduksi, penurunan tingkat fertilitas, dan keikutsertaan program KB.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kidayi (2015), wanita yang telah berdaya memiliki kecenderungan untuk memakai kontrasepsi modern. Hal ini terjadi dikarenakan pemberdayaan perempuan dapat memengaruhi pemakaian kontrasepsi dengan menentukan egalitarianisme hubungan suami istri. Kesetaraan istri dan suami/pasangan dianggap terkait dengan kemungkinan mereka Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kidayi (2015), wanita yang telah berdaya memiliki kecenderungan untuk memakai kontrasepsi modern. Hal ini terjadi dikarenakan pemberdayaan perempuan dapat memengaruhi pemakaian kontrasepsi dengan menentukan egalitarianisme hubungan suami istri. Kesetaraan istri dan suami/pasangan dianggap terkait dengan kemungkinan mereka

Melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas, pengaruh pemberdayaan perempuan terhadap pemakaian kontrasepsi modern menjadi penting dan menarik untuk diteliti.

1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah

Besarnya jumlah penduduk dan diikuti dengan tingginya TFR Indonesia merupakan masalah penting dalam bidang kependudukan. Salah satu variabel yang memengaruhi penurunan jumlah penduduk dan TFR adalah pemakaian kontrasepsi. Pemakaian kontrasepsi di Indonesia masih tergolong rendah. Rendahnya pemakaian kontrasepsi di Indonesia dapat digambarkan oleh Contraceptive Prevalence Rate (CPR).

Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), CPR atau Angka Kesertaan ber-KB modern di Indonesia hanya meningkat sebesar 1,2 persen dalam kurun waktu 3 periode terakhir SDKI (2002, 2007, 2012). CPR modern berdasarkan SDKI 2012 sebesar 57,9 persen. Target CPR modern dalam MDG 2015 adalah sebesar 65 persen, sedangkan target CPR modern dalam RPJMN 2014 sebesar 60,1 persen. Rendahnya CPR modern di Indonesia menyebabkan target tidak tercapai.

Mai Do (2012) menyatakan bahwa meningkatkan pemberdayaan wanita sangat penting dalam meningkatkan diskusi fertilitas bersama pasangan, yang berlanjut kepada keputusan untuk memakai kontrasepsi yang efektif dan aman. Sehingga diharapkan ketika tingkat pemberdayaan perempuan tinggi, maka Mai Do (2012) menyatakan bahwa meningkatkan pemberdayaan wanita sangat penting dalam meningkatkan diskusi fertilitas bersama pasangan, yang berlanjut kepada keputusan untuk memakai kontrasepsi yang efektif dan aman. Sehingga diharapkan ketika tingkat pemberdayaan perempuan tinggi, maka

Hameed, et al. (2014), melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberdayaan perempuan (pembuatan keputusan) terhadap pemakaian kontrasepsi dengan menggunakan kerangka pikir Malhotra (2002) yang telah dimodifikasi. Dalam penelitian tersebut, terdapat dua faktor yang diduga memengaruhi pemakaian kontrasepsi. Dua faktor tersebut adalah pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi. Pada penelitian tersebut, pemberdayaan perempuan dibagi menjadi tiga dimensi; dimensi keputusan ekonomi, dimensi keputusan rumah tangga, dan dimensi mobilitas fisik. Sedangkan faktor sosial demografi menyangkut latar belakang wanita dan pasangannya secara umum.

Penelitian ini meneliti pengaruh pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi yang diduga memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern pada wanita usia subur berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia. Variabel sosial demografi yang diduga memengaruhi pemakaian kontrasepsi modern adalah umur, pendidikan terakhir yang ditamatkan, status bekerja, pendidikan terakhir yang ditamatkan suami/pasangan, jumlah anak hidup, jumlah anak ideal, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, keterpaparan informasi KB dari televisi, radio, dan media cetak (poster, pamflet, majalah, atau koran) dan kunjungan petugas KB. Penelitian ini menggunakan mikro data sekunder hasil SDKI 2012 dengan unit analisis wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui gambaran karakteristik pemakaian kontrasepsi modern pada WUS kawin/hidup bersama di Indonesia.

2. Mengetahui pengaruh pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi terhadap pemakaian kontrasepsi modern WUS berstatus kawin/hidup bersama di Indonesia.

3. Mengetahui kecenderungan pemakaian kontrasepsi modern WUS kawin/hidup bersama di Indonesia.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang rinci serta mempermudah pembahasan, skripsi ini disajikan dengan sistematika penulisan yang terdiri atas lima bab. Bab I adalah pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan. Pada Bab I dibahas tentang masalah angka TFR Indonesia yang tidak mencapai target RPJMN 2014 dan MDG 2015.

Bab II adalah kajian pustaka yang memaparkan landasan teori yang digunakan, penelitian terkait, kerangka pikir, dan hipotesis penelitian. Pada bab ini diuraikan teori terkait metode analisis regresi logistik biner, teori-teori pendukung terkait pemakaian kontrasepsi, dan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.

Bab III berisi tentang metodologi penelitian. Pada bab ini memaparkan ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis yang digunakan dalam penelitian. Pada bab ini dijelaskan objek penelitian yang diperoleh dari data SDKI 2012 modul WUS dan tahapan-tahapan analisis menggunakan regresi logistik biner.

Bab IV merupakan hasil dan pembahasan yang berisi hasil dari tahapan analisis dan temuan-temuan dari penelitian. Pada bab ini dijelaskan gambaran karakteristik faktor pemberdayaan perempuan dan faktor sosial demografi, bagaimana pengaruh dan kecenderungannya terhadap pemakaian kontrasepsi modern di Indonesia. Bab V merupakan kesimpulan dan saran mengenai penelitian yang telah dilakukan. Bab ini mengandung ringkasan dari temuan- temuan hasil penelitian serta saran-saran berdasarkan hasil penelitian.

“... sengaja dikosongkan ...”

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Keluarga Berencana

Menurut World Health Organization (WHO), KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami-istri untuk:

1. Mendapatkan objektif-objektif tertentu

2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan ( unmet need )

3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan

4. Mengatur interval di antara kehamilan

5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami- istri

6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga, menyebutkan bahwa keluarga berencana sebagai upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.

Tujuan program KB adalah agar pasangan atau perseorangan mampu menentukan secara bebas dan responsibel jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang ingin mereka miliki. Selain itu, program KB berfungsi agar masyarakat mengetahui informasi lebih sehingga mampu menentukan pilihan dan memakai Tujuan program KB adalah agar pasangan atau perseorangan mampu menentukan secara bebas dan responsibel jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang ingin mereka miliki. Selain itu, program KB berfungsi agar masyarakat mengetahui informasi lebih sehingga mampu menentukan pilihan dan memakai

1. Mencegah risiko kesehatan terkait kehamilan pada wanita Kemampuan wanita dalam menentukan kapan memakai kontrasepsi dan

kontrasepsi apa yang akan dipakai akan berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraannya. Selain pembatasan kelahiran, pada wanita yang lebih tua juga bias mencegah kehamilan karena peningkatan risiko kehamilan seiring penambahan usia. Selain itu, pemakaian kontrasepsi mengurangi tingkat kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi kebutuhan akan aborsi yang tidak aman.

2. Mengurangi angka kematian bayi Pemakaian kontrasepsi berkaitan dengan penundaan kelahiran dan jarak

kelahiran yang terlalu dekat, yang keduanya berkaitan erat dengan tingkat kematian bayi. Bayi yang lahir dari ibu yang meninggal akibat melahirkan juga memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.

3. Membantu mencegah HIV/AIDS Pemakaian kontrasepsi mengurangi risiko kehamilan yang tidak

diinginkan pada wanita yang memiliki penyakit HIV, yang dapat menularkan penyakit pada bayinya. Selain itu, pemakaian kondom pria dan wanita memberikan perlindungan ganda terhadap kehamilan dari HIV dan IMS.

4. Memberdayakan masyarakat dan meningkatkan pendidikan Keluarga berencana memungkinkan orang untuk menentukan pilihan

berdasarkan informasi kesehatan reproduksi dan seksual. Pemakaian kontrasepsi berdasarkan informasi kesehatan reproduksi dan seksual. Pemakaian kontrasepsi

5. Mengurangi kehamilan remaja Kehamilan pada remaja cenderung melahirkan bayi prematur dan berat

lahir rendah. Bayi yang lahir dari kelompok umur remaja memiliki tingkat kematian neonatal yang lebih tinggi. Banyak remaja yang hamil dan meninggalkan sekolah. Padahal, menerukan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi memiliki implikasi terhadap kehidupan mereka sebagai individu, keluarga, dan masyarakat.

6. Memperlambat pertumbuhan penduduk Keluarga berencana adalah kunci untuk memperlambat pertumbuhan

populasi yang tidak berkelanjutan dan dampak negatif yang dihasilkan pada upaya pembangunan ekonomi, lingkungan, dan nasional.

Kontrasepsi

Bongaarts (1978), menyatakan bahwa kontrasepsi adalah segala alat, cara, dan kegiatan sukarela dan bebas —termasuk abstensi dan sterilisasi—untuk mengurangi risiko terjadinya konsepsi (pembuahan). Dalam keluarga berencana, kontrasepsi merupakan variabel utama yang digunakan untuk menurunkan angka kelahiran. Kontrasepsi atau alat/cara KB adalah upaya mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara ( reversible ) dan permanen ( irreversible ) (BKKBN, 2009).

Kontrasepsi yang dianggap ideal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (IBI, 2006):

1. Dapat dipercaya

2. Tidak menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan

3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan

4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus

5. Tidak memerlukan motivasi terus menerus

6. Mudah pelaksanaannya

7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat

8. Dapat diterima penggunaannya oleh pasangan bersangkutan Untuk mengurangi unmet needs , negara harus mengidentifikasi dan

menghapuskan semua penghalang yang tersisa untuk menggunakan pelayanan KB. Beberapa penghalang tersebut diantaranya ketidakcukupan alat KB, kualitas KB yang buruk, dan harga yang mahal untuk pelayanan KB (ICPD, 1995).

Jenis Kontrasepsi

Kontrasepsi terbagi menjadi dua, yaitu kontrasepsi modern dan kontrasepsi tradisional. Kontrasepsi modern terdiri dari sterilisasi wanita, sterilisasi pria, pil, IUD, suntikan, susuk, kondom, diafragma, metode amenore laktasi (MAL), dan kontrasepsi darurat. Sedangkan kontrasepsi tradisional terdiri dari pantang berkala dan senggama terputus (SDKI, 2012). Yang dimaksud dengan sedang memakai kontrasepsi modern apabila wanita atau suami/pasangan memakai salah satu atau lebih kontrasepsi modern di bawah ini:

1. Sterilisasi Wanita/Tubektomi/Kontrasepsi Mantap Wanita Kontap wanita adalah tindakan operasi menyumbat (mengikat dan atau

memotong) saluran keluar ovum, sehingga perjalanan ovum dari ovarium saat ovulasi tidak sampai ke tempat pembuahan di uterus. Dengan demikian, kehadiran sperma tidak mengakibatkan konsepsi, dan tidak terjadi kehamilan. Metode kontap wanita hanya untuk wanita yang tidak ingin memiliki anak lagi, karena tidak mudah untuk kembali seperti semula.

2. Sterilisasi Pria/Vasektomi/Kontrasepsi Mantap Pria Kontap pria merupakan tindakan operasi memotong dan mengikat saluran

sperma, sehingga sperma tidak sampai keluar dan membuahi ovum. Meski memiliki manfaat efektif, aman, dan tidak ada risiko kesehatan jangka panjang, namun kontap pria tidak mudah dikembalikan ke semula. Sehingga kontap pria ditujukan kepada pria yang benar-benar tidak ingin punya anak lagi. Wanita yang suami/pasangannya telah melaksanakan operasi sterilisasi pria, maka wanita tersebut dianggap memakai kontrasepsi modern.

3. IUD/Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) AKDR merupakan alat kecil yang dipasang dalam rahim, terbuat dari

rangka plastik yang lentur dengan tembaga dan benang. Alat ini bisa dicabut kapan saja dan dapat bekerja hingga 10 tahun lamanya tergantung jenisnya. AKDR merupakan alat yang sangat efektif dan aman. Meski demikian, efek samping pemakaian adalah dapat menambah pendarahan menstruasi atau menyebabkan kram. Wanita yang berkemungkinan hamil, belum mencapai 28 hari pasca melahirkan, memiliki risiko IMS/HIV, mengalami menstruasi yang tak biasa, dan infeksi organ kewanitaan tidak bisa memakai AKDR.

4. Suntik/Injeksi Suntik merupakan metode kontrasepsi dengan cara menyuntikkan cairan

yang mengandung hormon progestin dan estrogen setiap bulan atau tiga bulan sekali. Metode ini sangat efektif selama klien kembali tepat waktu untuk disuntik. Suntik aman bagi klien, mudah berhenti, dan hanya membutuhkan waktu sekitar empat bulan untuk bisa hamil. Efek samping dari suntik adalah dapat mengalami flek dan haid ringan biasa, mengubah periode haid bulanan, dan menambah berat badan.

5. Pil Metode ini dilakukan dengan cara meminum pil yang mengandung hormon

estrogen dan progestin satu biji setiap hari. Memakai metode pil sangat bergantung pada ingatan responden, karena jika lupa minum pil, responden bisa hamil. Di samping efek samping yang menyebabkan mual, sakit kepala, flek di antara masa haid, dan nyeri payudara, metode pil merupakan metode yang aman, efektif, dan mudah untuk berhenti. Wanita yang tidak dianjurkan memakai pil apabila merokok dan berusia > 35 tahun, memiliki tekanan darah tinggi, baru tiga minggu melahirkan, sedang menyusui < enam bulan, dan kemungkinan hamil.

6. Susuk/Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Alat ini terdiri dari 1, 2, atau 6 buah kapsul kecil yang mengandung hormon

progestin dan estrogen dan diletakkan di bawah kulit lengan atas. Bahan kapsul lunak dan lentur, namun tidak hancur di dalam tubuh. Pemasangan dilakukan selama 5 – 10 menit. Memakai susuk merupakan tindakan yang efektif dan mampu bertahan hingga tiga sampai lima tahun. Setelah susuk dicabut, klien progestin dan estrogen dan diletakkan di bawah kulit lengan atas. Bahan kapsul lunak dan lentur, namun tidak hancur di dalam tubuh. Pemasangan dilakukan selama 5 – 10 menit. Memakai susuk merupakan tindakan yang efektif dan mampu bertahan hingga tiga sampai lima tahun. Setelah susuk dicabut, klien

7. Kondom/Karet KB Kondom adalah alat KB berupa kantong karet tipis dan elastis dipakai oleh

rpia saat berhubungan sekksual. Dapat mencegah kehamilan dan HIV/IMS. Kondom sangat efektif apabila digunakan setiap kali bersenggama dan dipakai secara baik dan benar. Alat ini termasuk murah, mudah dicari, karena bisa dibeli di mana saja dan dapat dipakai oleh pria mana saja. Selain sebagai perlindungan tambahan, kondom juga digunakan sebagai cadangan bagi alat/cara KB lain apabila lupa minum pil, terlambat suntik, dll. Wanita yang suami/pasangannya memakai kondom, maka wanita tersebut dianggap memakai kontrasepsi modern.

8. Intravag/Diafragma Intravag adalah alat KB berupa tisu yang dimasukkan pada alat kelamin

wanita ketika akan melakukan hubungan seksual untuk mencegah kehamilan. Diafragma adalah alat/cara KB yang berbentuk mangkok terbuat dari karet lunak yang dimasukkan ke dalam vagina untuk menutup mulut rahim agar sperma tidak masuk ke dalam rahim dan bertemu dengan sel telur. Diafragma biasanya digunakan bersama spermisida (pembunuh sperma) berupa jelly atau krim yang berguna untuk menutup mulut rahim ( cervix ) sehingga menghalangi sperma bertemu sel telur.

9. Metode Amenore Laktasi (MAL) MAL merupakan metode kontrasepsi dengan menyusui, sehingga

sedemikian rupa hingga bisa mencegah kehamilan dengan menghentikan ovulasi. Metode ini efektif dilakukan selama enam bulan sejak persalinan dengan memberi

ASI pada bayi siang dan malam dan bayi tidak diberikan makanan dan minuman lain. Satu jam setelah persalinan selesai, bayi harus segera diberi ASI. MAL tidak dapat mencegah penularan HIV melalui ASI kepada bayi apabila ibu menderita HIV, sehingga penderita HIV tidak disarankan memakai cara ini. MAL tidak efektif setelah enam bulan pasca persalinan, sehingga klien harus mencari alat/cara KB lain.

10. Kontrasepsi Darurat Metode kontrasepsi darurat berupa pil mencegah kehamilan yang diminum dalam keadaan darurat (kondom bocor, lupa minum pil, lupa suntik, akibat perkosaan, dll) setelah melakukan hubungan seksual tanpa proteksi. Pil dapat diminum dalam waktu tiga hari (72 jam) setelah melakukan hubungan seksual.

Pemberdayaan Perempuan

Alsop, et al. (2006) mendefinisikan pemberdayaan sebagai suatu kemampuan dari suatu kelompok atau individu untuk membuat pilihan yang efektif, yaitu membuat pilihan dan mengubah pilihan tersebut menjadi tindakan dengan hasil yang diinginkan. Pemberdayaan menjadi sangat penting, karena selain memacu investasi dan pembangunan, di saat yang sama juga memberdayakan masyarakat ekonomi menengah ke bawah untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan. Pemberdayaan adalah hal yang terikat dengan kondisi ketidakberdayaan yang tidak terelakkan dan mengacu pada proses di mana orang-orang tidak mampu membuat pilihan.

Pemberdayaan adalah salah satu unsur penyusun utama pengentasan kemiskinan, dan sebagai tujuan bantuan pembangunan utama (Malhotra, 2002).

Bank Dunia juga telah membuat priotitas pengarusutamaan gender menjadi prioritas dalam bantuan pembangunan. Otonomi dan pemberdayaan sebagai istilah yang kurang lebih sama, dan mendefinisikan dengan baik dalam hal

perempuan, “mendapatkan kontrol atas kehidupan mereka sendiri terhadap keluarga, keluarga, masyarakat, dan pasar.”

Kabeer (1999) mendeskripsikan pemberdayaan perempuan adalah kemampuan seorang wanita untuk membuat pilihan hidup strategis. Pemberdayaan perempuan merupakan isu yang kompleks dan berhubungan dengan banyak isu lain, khususnya dengan norma sosial dan dinamika dalam rumah tangga. Peningkatan pemberdayaan perempuan umumnya dipandang sebagai hal positif yang memberikan pengaruh positif terhadap perempuan. Pemberdayaan dan otonomi wanita meningkatkan status politik, sosial, ekonomi, dan kesehatan wanita (ICPD, 1995).

Promosi pemberdayaan perempuan sebagai tujuan pembangunan didasarkan pada dua argumen; keadilan sosial adalah aspek penting dari kesejahteraan manusia dan secara intrinsik layak untuk dicapai, dan pemberdayaan perempuan adalah sarana untuk tujuan lain (Malhotra, 2002). Kebijakan dan program untuk memberdayakan wanita dan peningkatan persamaan gender meliputi jangkauan yang luas untuk membantu wanita menjadi aktor independen dalam ekonomi dan komunitas dalam masyarakat.

Dimensi Pemberdayaan Perempuan

Dengan menggunakan kerangka pikir yang diusulkan oleh Malhotra (2002), Haque (2011) dan Hameed, et al. (2014) menyusun pemberdayaan Dengan menggunakan kerangka pikir yang diusulkan oleh Malhotra (2002), Haque (2011) dan Hameed, et al. (2014) menyusun pemberdayaan

Pemberdayaan perempuan dalam dimensi keputusan ekonomi merujuk pada akses dan pengaturan terhadap sumber daya ekonomi dan partisipasi dalam pasar ekonomi. Dimensi ini diukur berdasarkan pertanyaan mengenai pengambilan keputusan penggunaan penghasilan wanita, perbandingan pendapatan responden dan suami/pasangan, pengambilan keputusan penggunaan penghasilan suami/pasangan, pembelian kebutuhan barang tahan lama, dan kepemilikan aset (rumah dan tanah).

Pemberdayaan perempuan dalam dimensi keputusan rumah tangga merujuk pada tingkat kemampuan wanita dalam berpartisipasi untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan rumah tangga, kesejahteraan anak, kesehatannya sendiri, keputusan akhir kesehatan wanita, dan sikap istri terhadap pemukulan suami/pasangan. Peningkatan peran pada pembuatan keputusan rumah tangga akan membuat wanita menambah self determinantion , kontrol akan sumber daya, self-esteem , dan status serta kekuatan hubungan dalam rumah tangga.

Pemberdayaan perempuan dalam dimensi mobilitas fisik merujuk pada keputusan kunjungan kepada kerabat dan keputusan bepergian sendiri. Kebebasan wanita untuk bepergian sendiri membuat wanita mampu untuk membuat Pemberdayaan perempuan dalam dimensi mobilitas fisik merujuk pada keputusan kunjungan kepada kerabat dan keputusan bepergian sendiri. Kebebasan wanita untuk bepergian sendiri membuat wanita mampu untuk membuat

Hubungan Pemberdayaan Perempuan terhadap Pemakaian Kontrasepsi

Faktor kunci yang mengintervensi hubungan antara pemberdayaan wanita dan pemakaian kontrasepsi adalah kemampuan dan kesediaan mengajak pasangan untuk melakukan perubahan perilaku (ICPD, 1995). Ketika pemberdayaan perempuan baik, tingkat pendidikan tinggi, dan wanita yang lebih terpelajar tidak hanya mau merubah perilaku, tetapi juga memiliki pengetahuan lebih mengenai alat/cara kontrasepsi dan bagaimana memakainya, dibandingkan wanita yang kurang terpelajar.

Otonomi perempuan juga dapat memengaruhi pemakaian kontrasepsi dengan menentukan kesederajatan dalam hubungan suami istri. Kesetaraan suami dan istri, bisa dihubungkan dengan komunikasi pasangan terhadap penjarangan kelahiran, yang akan mengarahkan mereka untuk memakai kontrasepsi (Mason, 1987).

Faktor Sosial Demografi

1. Umur Umur menjadi variabel penting dalam pemakaian kontrasepsi. Perilaku

seksual dan pemakaian kontrasepsi dapat berubah-ubah dengan kepentingan yang berbeda pada setiap tahap kehidupan (Gage, 1998). Keputusan mengenai aktivitas seksual dan pemakaian kontrasepsi akan berbeda bagi remaja (10-19 tahun atau

15-24 tahun sesuai dengan kultur masing-masing) dibandingkan dengan orang dewasa (25 tahun ke atas).

Untuk menurunkan angka kelahirang yang bermakna, maka ditempuh kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase, yaitu fase menunda/mencegah kehamilan, fase menjarangkan kelahiran, dan fase menghentikan/mengakhiri kehamilan/kesuburan (Hartanto, 1994). Fase menunda/mencegah kehamilan ditujukan bagi WUS kurang dari 20 tahun karena umur di bawah 20 tahun adalah umur yang sebaiknya tidak hamil. Fase menjarangkan kehamilan ditujukan bagi WUS antara 20 sampai 35 tahun karena pada rentang umur tersebut merupakan umur yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan. Fase menghentikan/ mengakhiri kehamilan ditujukan untuk WUS di atas 35 tahun karena pada umur tersebut dianjurkan untuk tidak hamil lagi (alasan medis).

2. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan Pendidikan formal tertinggi yang ditamatkan responden menjadi hal

fundamental bagi modernitas individu dan bagi kejiwaan untuk mengadopsi kontrasepsi (Gage, 1995). Telah menjadi hal umum apabila pendidikan memiliki hubungan erat dengan fertilitas. Pendidikan adalah salah satu aspek yang penting dalam memberdayakan wanita. Karena dengan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri diperlukan untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses pembangunan (ICPD, 1995). Penurunan fertilitas, kesakitan, tingkat kematian, pemberdayaan wanita, dan promosi demokrasi yang sesungguhnya paling besar progresnya dipengaruhi oleh pendidikan. Memiliki pendidikan tinggi menguatkan wanita dalam mengambil keputusan yang berdampak pada kehidupanya. Wanita yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung untuk bersosialisasi dengan fundamental bagi modernitas individu dan bagi kejiwaan untuk mengadopsi kontrasepsi (Gage, 1995). Telah menjadi hal umum apabila pendidikan memiliki hubungan erat dengan fertilitas. Pendidikan adalah salah satu aspek yang penting dalam memberdayakan wanita. Karena dengan pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri diperlukan untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses pembangunan (ICPD, 1995). Penurunan fertilitas, kesakitan, tingkat kematian, pemberdayaan wanita, dan promosi demokrasi yang sesungguhnya paling besar progresnya dipengaruhi oleh pendidikan. Memiliki pendidikan tinggi menguatkan wanita dalam mengambil keputusan yang berdampak pada kehidupanya. Wanita yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung untuk bersosialisasi dengan

3. Status bekerja Wanita yang bekerja adalah mereka yang memiliki penghasilan sendiri

dan diasumsikan memiliki kontrol yang lebih terhadap pembuatan keputusan rumah tangga, peningkatan kesadaran terhadap dunia luar, dan kontrol lebih untuk pembuatatan keputusan reproduksi (Gage, 1995). Sesuai dengan hipotesis pendekatan New Home Economics yang memengaruhi fertilitas, wanita yang bekerja dan atau memiliki kegiatan bermanfaat di luar rumah cenderung akan menaikkan opportunity cost tambahan anak (Mason, 1987). Wanita akan cenderung memikirkan biaya yang harus ditanggung untuk memiliki anak dan mengabaikan (atau tidak memilih) peluang lain.

4. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan Pendidikan tertinggi yang ditamatkan suami/pasangan adalah jenjang

pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh suami/pasangan yang ditandai dengan sertifikat/ijazah. Pendidikan suami/pasangan berpengaruh terhadap pemakaian kontrasepsi modern, karena pendidikan tinggi mencerminkan tingkat sosial dan ekonomi yang tinggi pula (Kamal, 2000). Apabila pendidikan suami/pasangan tinggi, diharapkan mereka mampu untuk membuat istri mereka lebih berdaya dan terbuka untuk diajak berdiskusi mengenai kontrasepsi, juga menyetujui istrinya untuk memakai kontrasepsi modern.

5. Jumlah anak hidup Jumlah anak hidup adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan dan dalam

keadaan hidup tanpa menghiraukan apakah mereka hidup dengan orang tuanya keadaan hidup tanpa menghiraukan apakah mereka hidup dengan orang tuanya

6. Daerah tempat tinggal Informasi lebih mudah sampai pada penduduk yang tinggal di perkotaan

dibandingkan yang tinggal di pedesaan. Hal ini menyebabkan pengetahuan wanita mengenai sepuluh alat/cara kontrasepsi modern lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan di perdesaan (Kemenkes, 2013). Pengetahuan mengenai alat/kontrasepsi modern berhubungan dengan keputusan apakah wanita akan memakai kontrasepsi modern atau tidak.

7. Indeks kekayaan Alasan ekonomi menjadi hal yang membuat aktivitas ekonomi dan

pemakaian kontrasepsi berbeda antar tingkatan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini, nilai anak juga berpengaruh (Mason, 1987). Umumnya, keluarga miskin cenderung menjadikan anak sebagai investasi untuk tenaga kerja. Sedangkan keluarga dengan kuintil kekayaan atas cenderung menjadikan anak sebagai biaya. Apabila orang tua memandang nilai anak adalah sebagai asuransi mereka di masa depan dan sandaran ekonomi, maka orang tua akan memilih untuk memiliki anak lebih banyak (Herartri, 2004).

8. Keterpaparan informasi KB melalui acara di radio, televisi, dan media cetak Media massa dan komunitas erat kaitannya dengan pengurangan potensi

perlawanan dari pasangan/suami, atau orang tua untuk memakai kontrasepsi pada wanita (Gupta, 2013). Pengetahuan masyarakat mengenai pengendalian kelahiran dan KB merupakan tolak ukur keberhasilan program KB. Pada penduduk perdesaan, keterpaparan informasi KB melalui radio, televisi, dan media cetak berhubungan signifikan dengan peningkatan pemakaian kontrasepsi (World Bank, 2005).

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) mengenai KB berhubungan dengan penurunan fertilitas, yaitu meningkatkan persentase pemakaian kontrasepsi modern. Pengalaman yang telah dilakukan membuktikan bahwa KIE akan lebih efektif apabila dilaksanakan secara kontinyu (Ross, 1989). Kampanye lebih baik dilakukan di banyak media massa seperti televisi, radio, poster, pamflet, dan koran.

9. Kunjungan petugas KB Kunjungan petugas KB dalam enam bulan terakhir merupakan salah satu

faktor yang memengaruhi wanita dalam memakai kontrasepsi modern. Kunjungan petugas KB mampu memberikan informasi berkaitan dengan KB, macam-macam alat dan metode yang dipakai, efisiensi setiap alat dan metode KB, dan cara pemakaian yang baik dan benar. Dalam kunjungannya, petugas KB juga bisa menjelaskan di mana sajakah responden atau suami/pasangan bisa memperoleh alat KB. Apabila alat atau metode KB belum tersedia di tempat yang tidak semua faktor yang memengaruhi wanita dalam memakai kontrasepsi modern. Kunjungan petugas KB mampu memberikan informasi berkaitan dengan KB, macam-macam alat dan metode yang dipakai, efisiensi setiap alat dan metode KB, dan cara pemakaian yang baik dan benar. Dalam kunjungannya, petugas KB juga bisa menjelaskan di mana sajakah responden atau suami/pasangan bisa memperoleh alat KB. Apabila alat atau metode KB belum tersedia di tempat yang tidak semua

Analisis Regresi Logistik Biner

Variabel independen pada penelitian ini berupa variabel kategorik biner, yaitu pemakaian kontrasepsi modern (memakai dan tidak memakai). Oleh karena itu, analisis inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi logistik biner.

Analisis regresi logistik adalah metode analasis data yang menjelaskan hubungan antara variabel respon dan satu atau lebih variabel penjelas dengan variabel respon bersifat diskrit dengan kemungkinan nilai terdiri atas dua nilai atau lebih (Hosmer and Lemeshow, 2000). Hal yang membedakan regresi logistik dengan regresi linier adalah variabel responnya yang berupa biner atau dikotomi yang terdiri dari dua kategori, misalnya nilai yang menyatakan hasil yang diperoleh sukses (y = 1) dan nilai yang menyatakan hasil yang diperoleh gagal (y = 0). Variabel respon atau y tersebut memenuhi distribusi Bernoulli dengan fungsi distribusi peluang untuk y dengan parameter π i adalah:

( πx = )

dimana p = banyak variabel penjelas

Nilai π(x) adalah peluang terjadinya kejadian sukses y = 1. Karena π(x) merupakan fungsi yang non-linier sehingga perlu ditransformasi ke dalam bentuk

logit agar berbentuk linier. Fungsi yang linier dapat digunakan untuk melihat logit agar berbentuk linier. Fungsi yang linier dapat digunakan untuk melihat

Logit, g(x), adalah linier dalam parameternya, kontinyu dan memiliki rentang dari - ∞ sampai +∞, tergantung dari rentang x.

g(x) = ln

= ln

= ln [

= ln [ x( )]

g(x) = (2)

Pada regresi logistik, variabel respon dengan syarat x dilambangkan dengan y = π x . Nilai memiliki dua kemungkinan, yaitu:

1. Jika y=1, maka = - π x dengan peluang π x

2. Jika y=0, maka = - π x dengan peluang 1 - π x mengikuti distribusi Binomial dengan rataan nol dan ragam π x [1- π x . Mengestimasi parameter logistik dapat memakai metode Maximum

Likelihood (MLE). Metode MLE mengestimasi besarnya nilai parameter yang tidak diketahui dengan memaksimalkan fungsi likelihood -nya (Hosmer and Lemeshow, 2000).

Pengujian Signifikansi Parameter

Uji Simultan

Uji simultan merupakan uji yang dilakukan untuk menguji kelayakan model secara menyeluruh dan apakah seluruh variabel penjelas secara bersama- sama memengaruhi variabel respon. Uji simultan dilakukan dengan menggunakan uji likelihood ratio (uji G). Pada uji tersebut dibandingkan apakah model yang terdiri dari seluruh variabel penjelas atau model yang hanya terdiri dari intercept (Hosmer and Lemeshow, 2000).

(3) Keterangan: L 0 = nilai likelihood dari model tanpa variabel penjelas

G = -2 ln = -2

L 1 = nilai likelihood dari model dengan variabel penjelas

Hipotesis yang akan diujikan adalah:

H 0 : β 1 = β 2 = ... = 0 (Secara simultan tidak ada pengaruh signifikan dari variabel penjelas terhadap variabel respon)

H 1 : Setidaknya ada satu β j ≠ 0 (Minimal terdapat pengaruh signifikan dari

satu variabel penjelas terhadap variabel respon) dengan j = 1, 2, ..., p.

Statistik uji yang digunakan adalah G ~ 2 χ (p) dengan derajat bebas sebesar banyaknya variabel penjelas di dalam model. Hipotesis nol akan ditolak pada

signifikansi α jika G > χ 2 (α;p) atau pada saat p-value < α yang berarti setidaknya signifikansi α jika G > χ 2 (α;p) atau pada saat p-value < α yang berarti setidaknya

Uji Parsial

Uji parsial dilakukan jika hasil uji simultan menghasilkan keputusan tolak

H 0 yang berarti setidaknya ada satu variabel penjelas yang memengaruhi variabel respon secara signifikan. Uji parsial dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel penjelas terhadap variabel respon. Statistik uji yang digunakan untuk menguji parameter secara parsial adalah Uji Wald (Hosmer and Lemesehow, 2000).

Hipotesis yang akan diujikan adalah:

H 0 : β j = 0 (Tidak ada pengaruh signifikan antara variabel penjelas ke-j terhadap variabel respon)

H 1 : β j ≠ 0 (Terdapat pengaruh signifikan antara variabel penjelas ke-j terhadap variabel respon) dimana j = 1, 2, 3, ..., p Statistik uji:

j = 1, 2, 3, ..., p Keterangan:

̂ = penduga parameter dari ̂ (̂ ) = standar error dari

Hipotesis nol akan ditolak pada signifikansi α jika W > χ 2 (α;1) atau saat p- value < α yang berarti variabel penjelas ke-j memengaruhi variabel respon secara

signifikan.

Pengujian Goodness of Fit

Uji goodness of fit digunakan untuk menguji apakah metode regresi logistik biner sudah tepat dalam menjelaskan variabel-variabel respon. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow test (Hosmer and Lemesehow, 2000).

Hipotesis yang akan diujikan adalah:

H 0 : Model fit/sesuai (Tidak ada perbedaan antara hasil observasi dan hasil prediksi dari model)

H 1 : Model tidak fit/tidak sesuai (Ada perbedaan antara hasil observasi dan hasil prediksi dari model) Statistik uji:

Keterangan: = jumlah subjek pada kelompok k = jumlah variabel respon pada kelompok-k ̅ = rata-rata estimasi peluang

Hipotesis nol akan ditolak pada signifikansi α jika Ĉ > χ 2 (α; g-2) atau saat p- value < α. Pada uji goodness of fit , diharapkan hasilnya tidak tolak H 0 , agar model

fit/sesuai.

Rasio Kecenderungan ( Odds Ratio )

Untuk kemungkinan keberhasilan π(x), odds (Ω) didefinisikan sebagai berikut (Agresti, 2002):

Odds bernilai tidak negatif, dengan Ω > 1 apabila sukses lebih mungkin dibandingkan gagal. Odds ketika x = 1 didefinisikan sebagai π(1)/[1-π(1)], begitu pula ketika x = 0 odds didefinisikan π(0)/[1-π(0)].

Odds ratio adalah ukuran untuk mengetahui tingkat risiko, yaitu perbandingan antara dua kejadian yaitu kategori sukses dan gagal. OR atau Odds

Ratio dapat dihitung melalui persamaan berikut (Hosmer and Lemesehow, 2000):

OR =

OR = exp

2.2 Penelitian Terkait

Dalam penelitian yang berjudul “Women’s Autonomy, Education and Employment in Oman and their Influence on Contraceptive Use”, Asya Al

Riyami, et al. (2004) meneliti mengenai dampak pemberdayaan perempuan, pendidikan, dan status bekerja terhadap pemakaian kontrasepsi modern di Oman. Dengan menggunakan metode analisis bivariat dan analisis multivariat, penulis membuktikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara pemberdayaan perempuan terhadap pemakaian kontrasepsi modern. Meski demikian, pemberdayaan perempuan tidak lagi berhubungan signifikan dengan pemakaian kontrasepsi bila ditambahkan variabel pendidikan dan status bekerja responden ke dalam model. Pada variabel status bekerja, wanita yang tidak bekerja memiliki kecenderungan untuk memakai kontrasepsi dua kali dibandingkan dengan wanita yang bekerja. Wanita yang memiliki pendidikan minimal universtias memiliki kecenderungan untuk memakai kontrasepsi 3,63 kali dibandingkan wanita yang tidak terpelajar. Penyebab rendahnya hubungan antara pemberdayaan perempuan dan pemakaian kontrasepsi modern adalah adanya cultural lag . Cultural lag di Oman terjadi antara penduduk kelompok umur kurang dari 30 tahun dan lebih dari

30 tahun. Adanya cultural lag ini, terdapat perbedaan perilaku dan tingkah laku terhadap pemakaian kontrasepsi.

Dalam penelitian yang berjudul “Married women’s decision making power on modern contraceptive use in urban and rural southern Ethiopia ”, Binyam

Bogale, et al. (2011) menggunakan metode regresi logistik multivariat untuk mengukur kekuatan wanita kawin untuk membuat keputusan dalam memakai metode kontrasepsi modern dan perbedaan kekuatan wanita di daerah perdesaan Bogale, et al. (2011) menggunakan metode regresi logistik multivariat untuk mengukur kekuatan wanita kawin untuk membuat keputusan dalam memakai metode kontrasepsi modern dan perbedaan kekuatan wanita di daerah perdesaan

Dalam penelitian yang berjudul “Socio-Demographic Factors Associated with Contraceptive Use among Young Women in Comparison with Older Women

in Uganda”, Asiimwe, et al (2013) menggunakan model multiple logistic regression . Pemberdayaan perempuan merupakan prediktor yang sangat penting

dalam pemakaian kontrasepsi modern, namun hanya pada wanita dengan kelompok umur 25-34 tahun. Wanita kelompok umur muda kurang berdaya dibandingkan wanita kelompok umur tua. Pada wanita kelompok umur 15-24, tingkat pendidikan, indeks kekayaan, daerah tempat tinggal, dan jumlah anak hidup memiliki pengaruh signifikan terhadap pemakaian kontrasepsi modern. Pada wanita kelompok umur 25-34 tahun, tingkat pendidikan, indeks kekayaan, keterpaparan informasi KB, keinginan untuk memiliki anak, dan kemampuan menolak untuk berhubungan seksual memiliki pengaruh signifikan terhadap pemakaian kontrasepsi modern. Pada kelompok umur tua, pengaruh tingkat pendidikan terhadap pemakaian kontrasepsi modern.