Hukum Menipu Polisi saat Merazia Lalu Li

MAKALAH
HUKUM MENIPU POLISI SAAT MERAZIA LALU LINTAS
NOVI VERAWATI
1502030078

Ahwalush Syakhsiyah (AS)
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
1438 H /2016 M

1

ABSTRAK
Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas
dimana manusia tumbuh dan berkembang pula. Namun belakangan ini,
terjadi berbagai distorsi perubahan dalam masyarakat Indonesia yang
kemudian dikenal sebagai krisis moral. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah
hukum yang berlaku.

Penipu adalah suatu perilaku yang bersumber dari kemunafikan.
Lalu razia lalu lintas adalah pemeriksaan serentak yang dilakukan oleh
pihak berwajib di jalan perhubungan yang terdapat tindak lalu lintas.
Hukum menipu polisi yang merazia lalu lintas adalah tidak
diperbolehkan karena melanggar hukum. di dalam UU pun telah
disebutkan begitupun dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW.
dimana didalamnya telah disebutkan bahwa perbuatan menipu dan
berbohong adalah tabiat orang munafik. Sebagai warga negara yang baik
dan pemeluk agama yang taat pada agamanya seorang individu harus
slalu mentaati hukum jika melakukan pelanggaran, setiap orang harus
mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. Karena dalam hal ini
polisi hanya menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum.

2

HUKUM MENIPU POLISI YANG MERAZIA LALU LINTAS
A. PENDAHULUAN
Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas
dimana manusia tumbuh dan berkembang pula. Namun belakangan ini,

terjadi berbagai distorsi perubahan dalam masyarakat Indonesia yang
kemudian dikenal sebagai krisis moral. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah
hukum yang berlaku.1
Kejahatan sebagai suatu fenomena yang kompleks harus
dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Hal ini dibuktikan dalam
keseharian, kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu
peristiwa kejahatan yang berbeda-beda satu dengan yang lain.
Perkembangan teknologi informasi, pengetahuan, bahkan perkembangan
hukum,

ikut

pula

berimbas

kepada

perkembangan


kejahatan.

Sederhananya, peraturan perundang-undangan yang semakin banyak
dan rumit seolah-olah memaksa pelaku kejahatan untuk semakin kreatif
dan inovatif dalam melaksanakan kegiatan kejahatannya.
Salah satu bentuk kejahatan yang masih sangat marak terjadi di
masyarakat yaitu penipuan. Perbuatan penipuan itu selalu ada bahkan
cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring
kemajuan zaman. Padahal perbuatan penipuan tersebut dipandang dari
sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa saling
tidak percaya dan akibatnya merusak tata kehidupan masyarakat.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri pada Pasal 378
menegaskan bahwa seseorang yang melakukan kejahatan penipuan
diancam dengan sanksi pidana. Walaupun demikian masih dirasa kurang
1 Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus Putusan
Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h.1.

3


efektif dalam penegakan terhadap pelanggarannya, karena dalam
penegakan hukum pidana tidak hanya cukup dengan diaturnya suatu
perbuatan di dalam suatu undang-undang, namun dibutuhkan juga aparat
hukum sebagai pelaksana atas ketentuan undang-undang serta lembaga
yang berwenang untuk menangani suatu kejahatan seperti kepolisian,
kejaksaan dan pengadilan. Hal inilah yang membuat penulis ingin
menelusuri lebih dalam tentang bagaimanakah penerapan hukum pidana
materil oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap tindak pidana penipuan
serta apa yang menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus perkara
mengenai tindak pidana penipuan.2

B. KONSEP DASAR PENIPUAN
1. Definisi

Penipu adalah suatu perilaku yang bersumber

dari

kemunafikan. hal ini merupakan suatu tindak pidana yang

berkaitan dengan harta. Jika ditinjau dari tujuan hukum, yang
antara lain seperti yang dikemukakan diatas, akibat penipuan
pihak tertipu dirugikan. Namun jika ditinjau dari sisi pelakunya,
penipu lebih memiliki potensi psikis yaitu kepandaian, baik
dalam kata-kata maupun dalam bidang administratif. Ditinjau
dari ruh syariat menipu adalah membohongi. Berlaku dusta
adalah merupakan ciri kemunafikan.3
Dalam bahasa Arab kata munafik sebenarnya bukan
merupakan kata sifat, sebagaimana yang dipahami dalam
bahasa Indonesia, tetapi kata ini digunakan untuk menunjuk
pada orang atau pelakunya. Kata yang tepat untuk menyebut
perbuatan

orang

munafik

adalah

nifaq.


Namun,

sudah

disepakati bahwa yang dimaksud dengan munafik dalam
bahasa Indonesia adalah sama seperti nifaq dalam bahasa
2 Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus Putusan
Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h. 2.
3 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, ), h. 71.

4

Arab. Dalam bahasa Indonesia, munafik diartikan berpura-pura
percaya atau setia kepada agama dan sebagainya, tetapi
sebenarnya dalam hatinya tidak. Munafik juga diartikan suka
(selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan
perbuatannya, atau dalam bahasa praktisnya adalah bermuka
dua. Munafik merupakan penyakit jiwa yang sangat berbahaya

baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain yang dihadapinya.
Orang munafik adalah orang yang lain di mulut dan lain di hati.
Apa yang dikatakan orang munafik berbeda dengan apa yang
dilakukannya. Orang munafik selalu mengatakan yang baikbaik, yang manismanis, dan yang menyenangkan orang lain,
tetapi apa yang diperbuatnya tidaklah demikian. Dalam
pandangan agama Islam, orang munafik adalah orang yang
selalu menampakkan keimanan tetapi hatinya mengingkari. Dia
menjual imannya dengan kekufuran.4
Berdasarkan teori dalam hukum pidana mengenai
penipuan, terdapat dua sudut pandang yang tentunya harus
diperhatikan, yakni menurut pengertian bahasa dan menurut
pengertian yuridis, yang penjelesannya adalah sebagai berikut: 5
a. Menurut Pengertian Bahasa
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ananda S,
2009 : 364)6 disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara,
perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu,
dsb), dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau
mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara
menipu, perkara menipu (mengecoh). Dengan demikian
4http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Marzuki,%20M.Ag./Dr.

%20Marzuki,%20M.Ag_.%20Buku%20PAI%20SMP%20-%208%20Akhlak%20Bab
%208.pdf di unduh pada 15 november 2016
5 Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus Putusan
Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h. 11.
6
5

maka berarti bahwa yang terlibat dalam penipuan adalah dua
pihak yaitu orang menipu disebut dengan penipu dan orang
yang tertipu. Jadi penipuan dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak
jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau
mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau
kelompok.
b. Menurut Pengertian Yuridis
Pengertian Tindak Pidana Penipuan dengan melihat dari
segi hukum sampai sekarang belum ada, kecuali apa yang
dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP
bukanlah


suatu

definisi

melainkan

hanyalah

untuk

menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat
dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.
Penipuan menurut Pasal 378 KUHP oleh Moeljatno (2007 :
133)7 sebagai berikut :
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan
memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu;
dengan


tipu

muslihat,

ataupun

rangkaian

kebohongan,

menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya,

atau

supaya

memberi

utang


maupun

menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.” 8
Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana penipuan yang
terkandung dalam rumusan Pasal 378 KUHP di atas. Maka R.
Sugandhi (1980 : 396-397) mengemukakan pengertian
penipuan bahwa :
7 Moeljatno, sebagaimana dikutip Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik
Penipuan (Studi Kasus Putusan Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h.
12.
8 Ibid.

6

“Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat,
rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu
dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.
Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong
yang tersusun demikian rupa yang merupaka cerita sesuatu
yang seakan-akan benar”.

2. Dasar Hukum
Penipuan adalah

suatu

perilaku

yang

bersumber

dari

kemunafikan. seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an :

    
      
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada
tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali
tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” 9
Al-Quran menggambarkan perbuatan orang munafik ini
dengan ayatnya yang lain yaitu:
Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami
beriman

kepada

Allah

dan

hari

kemudian”,

padahal

sesungguhnya mereka itu bukan orang-orang yang beriman.”

10

Dalam ayat lain ditegaskan:
Artinya: “Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang
beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila
mereka kembali kepada syetan-syetan (pemimpin-pemimpin)

9 QS. An-Nisaa (3) :145.
10 QS. al-Baqarah (2): 8.

7

mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian
dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.”11
Di dalam hadits juga telah disebutkan, bahwa menipu adalah
tabiat orang munafik. Yang artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘an-huma, dia telah
berkata:

Rasulullah

shallallahu

‘alaihi

wa

sallam

pernah

bersabda:”ada empat perkara, barangsiapa mempunyai empat
perkara tersebut, maka di merupakan orang munafik murni. Dan
barangsiapa mempunyai salah satu sifat dari padanya berarti dia
mempunyai

slah

satu

sifat

kemunafikan,

sehingga

dia

meninggalkannya: apabila berkata dia berbohong, apabila membuat
persetujuan dia khianat, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila
bertengkar dia curang.”12
Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia telah berkata:
“sesungguhnya

rasulullah

shallallahu

‘alaihi

wa

sallam

telah

bersabda:’tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara: apabila
berkata dia berbohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila
diberi amanah dia mengkhianatinya.”13

Demikianlah Al-Quran menggambarkan perbuatan orang
munafik yang tidak bisa dipegang perkataannya. Nabi juga
menjelaskan

perbuatan-perbuatan

orang

munafik

yang

sekaligus menjadi ciri khasnya.

Seperti halnya hukum yang ada di Indonesia dalam Pasal 378
dibawah

ini

telah

dijelaskan

larangan

melakukan

penipuan/kebohongan antara lain:

11 QS. al-Baqarah (2): 14.
12 Ahmad Mudjab Mahalli, Hadit-hadis Mutafaqun ‘Alaih Bagian Ibadat, (Jakarta:
Kencana, 2003), h. 56-57.
13 Ibid.

8

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atu
martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu
kepadanya atau supaya memberi hutag maupun menhapuskan
piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.”14

C. KONSEP DASAR RAZIA LALU LINTAS
1. Definisi
Didalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan razia adalah pemeriksaan serentak
(surat-surat

kendaraan

bermotor,

televisi

dan

sebagainya).

Sedangkan lalu lintas bermakna berjalan, bolak-balik, hilir mudik,
perihal perjalanan dan sebagainya atau juga dapat diartikan
pehubungan antara tempat dengan tempat yang lain (dengan jalan
pelayaran, kereta api, dan sebagainya).15
Maka dapat disimpulkan bahwa razia lalu lintas adalah
pemeriksaan serentak yang dilakukan oleh pihak berwajib di jalan
perhubungan yang terdapat tindak lalu lintas.

2. Dasar Hukum
Dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 80
Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di
Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
disebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan meliputi
pemeriksaan: 16
14 KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 126-127.
15 www.kbbi.web.id di unduh pada 13 oktober 2016.
16 Riekarvie Rumondor, “Penegakan Hukum Razia Lalu Lintas Oleh Polisi Menurut
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012” Dalam Lex Privatum, (:), Vol.Iv/No.

9

a. Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Kendaraan Bermotor,
Surat Tanda Coba Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012
Tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan
Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau
b.
c.
d.
e.

Tanda coba Kendaraan Bermotor,
Tanda bukti lulus uji bagi kendaraan wajib uji,
Fisik kendaraan bermotor,
Daya angkut dan/atau cara pengangkutan barang dan/atau
Izin penyelenggaraan angkutan 5,

Kemudian dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun
2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
disebutkan bahwa pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan yang
dilakukan oleh Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia secara
berkala atau incidental. Mengenai pemeriksaan kendaraan bermotor
di malam hari, maka berpedoman pada ketentuan pasal 22 Peraturan
Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi:17
1. Pada Tempat Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara
berkala dan incidental, wajib dilengkapi dengan tanda yang
menunjukan adanya tanda Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di
Jalan, kecuali tertangkap tangan.
2. Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada
jarak paling sedikit 50 (lima puluh) meter sebelum

tempat

pemeriksaan.
3. Pemeriksaan yang dilakukan pada jalur jalan yang memiliki lajur
lalu lintas dua arah yang berlawanan dan hanya dibatasi oleh
marka jalan, ditempatkan tanda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pada jarak paling sedikit 50 meter sebelum dan sesudah
tempat pemeriksaan
4/Apr/2016, h. 24.
17 Ibid.

10

4. Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus
ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat oleh
pengguna jalan
5. Dalam Hal Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan
pada malam hari, petugas wajib:
a. Menempatkan Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3)
b. Memasang lampu isyarat bercahaya kuning dan
c. Memakai rompi yang memantulkan cahaya
Dengan demikian jika pemeriksaan kendaraan bermotor dilakukan
oleh petugas kepolisian yang tidak menempatkan tanda/plang
pengumuman yang menunjukan adanya pemeriksaan kendaraan
bermotor, tidak memasang lampu isyarat bercahaya kuning, dan tidak
memakai rompi yang memantulkan cahaya, maka pemeriksaan
kendaraan yang dilakukan polisi tersebut tidak sah secara hukum.18
Proses
menghendaki

penyelenggaraan
adanya

kekuasaan

akuntabilitas,

dan

kewenangan

transparansi,

terbuka,

bertanggung jawab. Polisi sebagai petugas yang melakukan
penindakan pelanggaran lalu lintas harus pula mentaati tata cara
pemeriksaan kendaraan sesuai aturan yang berlaku. Akan tetapi
dalam hal tertangkap tangan seperti yang disebutkan dalam pasal 22
ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan Penindakan Pelanggaran
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.19 Tempat pemeriksaan kendaraan
bermotor di jalan tidak wajib dilengkapi tanda adanya pemeriksaan
kendaraan bermotor, yang dimaksud tertangkap tangan dalam
pemeriksaan secara incidental yaitu terjadi pelanggaran yang terlihat
secara kasat indera atau tertangkap oleh alat penegakan hukum
secara elektronik. Dalam hal bidang penegakan aturan lalu lintas
polisi memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 260
18 Ibid.
19 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
dalam Riekarvie Rumondor, “Penegakan Hukum Razia Lalu Lintas Oleh Polisi Menurut
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012” Dalam Lex Privatum, (:), Vol.Iv/No.
4/Apr/2016, h. 26.

11

ayat(1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan antara lain:
a. Memberhentikan, melarang atau menunda pengoperasian
dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut
diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan
alat dan/atau hasil kejahatan.
b. Melakukan pemeriksaan atas

kebenaran

keterangan

berkaitan dengan penyidikan tindak pidana dibidang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
c. Meminta keterangan dari pengemudi, pemilik kendaraan
bermotor, dan/atau perusahaan Angkutan Umum.
d. Melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi,
Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau
tanda lulus uji sebagai barang bukti.
e. Melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran
atau kejahatan Lalu Lintas menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. Membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan.
g. Menghentikan penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti.
h. Melakukan Penahanan yang berkaitan dengan tindak pidana
kejahatan Lalu Lintas,dan/atau melakukan tindakan lain
menurut hukum secara bertanggung jawab.
Jika penindakan pelanggaran lalu lintas dilakukan oleh polisi yang
sedang tidak berdinas atau tidak menggunakan surat perintah, telah
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012
tentang

Tata

Penindakan

Cara

Pemeriksaan

Pelanggaran

Lalu

Kendaraan

Lintas

dan

Bermotor
Angkutan

dan
jalan

sebagaimana disebutkan dalam pasal 15 ayat (1) jo, pasal 16 ayat (1)
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan Penindakan Pelanggaran
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa petugas kepolisian yang
melakukan

pemeriksaan

kendaraan

12

bermotor

di

jalan

wajib

melakukan pakaian seragam dan atribut serta wajib dilengkapi surat
perintah tugas.20
Polisi melaksanakan tugas dan wewenang berdasarkan pada
norma hukum, dan mengindahkan norma agama, kesopanan dan
kesusilaan,

menjunjung

tinggi

hak

asasi

manusia

serta

mengutamakan tindakan pencegahan. Berkaitan dengan tugas dan
wewenang polisi, di dalam melaksanakan tugas dan wewenang
kepolisian dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia

(Kapolri),

dan

Kapolri

bertanggung

penyelenggaraan

kegiatan

operasional

penyelenggaraan

pembinaan

kemampian

jawab

kepolisian
Kepolisian

atas
serta

Negara

Republik Indonesia kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan.
Berkaitan dengan pimpinan Kepolisian diatur secara berjenjang dari
tingkat pimpinan pusat sampai dengan tingkat daerah yang
dipertanggungjawaabkan secara hirearki.21
Di dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2002 diatur secara tegas
bahwa

kekuasaan

Kepolisian

dipertanggungjawabkan

kepada

Presidan. Hal ini besar kemungkinan berorientasi pada pengangkata
Kapolri yang dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dan atau kedudukan Kepolisian Negara yang
berada langsung di bawah Presiden. Dalam Tugas dan wewenang
polisi yang juga diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 lebih
ditegaskan bahwa fungsi kepolisian sebagai salah satu pemegang
fungsi pemerintahan negara khususnya di bidang pemeliharaan
keamanan

dan

ketertiban

masyarakat,

penegakan

hukum,

perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dan
lebih prinsipil bahwa kedudukan Kepolisian Negara Republik
Indonesia tidak lagi sebagai unsur Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, yang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia masih ditetapkan
sebagai bagian dari Angkatan Bersenjata.22
20 Ibid, h. 26.
21 Ibid.
22Riekarvie Rumondor, “Penegakan Hukum Razia Lalu Lintas Oleh Polisi Menurut
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012” Dalam Lex Privatum, (:), Vol.Iv/No.

13

D. HUKUM MENIPU POLISI YANG MERAZIA LALU LINTAS

Pengertian penipuan sesuai uraian di atas tampak jelas
bahwa yang dimaksud dengan penipuan adalah tipu muslihat atau
serangkaian perkataan bohong sehingga seseorang merasa
terpedaya karena omongan yang seakan-akan benar. Biasanya
seseorang yang melakukan penipuan, adalah menerangkan
sesuatu yang seolah-olah betul atau terjadi, tetapi sesungguhnya
perkataannya itu adalah tidak sesuai dengan kenyataannya, karena
tujuannya hanya untuk meyakinkan orang yang menjadi sasaran
agar diakui keinginannya, sedangkan menggunakan nama palsu
supaya yang bersangkutan tidak diketahui identitasnya, begitu pula
dengan menggunakan kedudukan palsu agar orang yakin akan
perkataannya. Penipuan sendiri dikalangan masyarakat merupakan
perbuatan yang sangat tercela namun jarang dari pelaku tindak
kejahatan tersebut tidak dilaporkan kepihak kepolisian. Penipuan
yang bersifat kecil-kecilan dimana korban tidak melaporkannya
membuat pelaku penipuan terus mengembangkan aksinya yang
pada akhirnya pelaku penipuan tersebut menjadi pelaku penipuan
yang berskala besar.23
Firman Allah: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang
Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat,
maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan yang
nyata.”24
Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw.
bersabda: “Barangsiapa mengangkat senjata terhadap kami
(durhaka keluar dari jamaah kaum Muslimin), bukanlah termasuk
golongan kami. Dan barangsiapa menipu kami, maka bukanlah
termasuk golongan kami.” (HR Muslim)
4/Apr/2016, h. 25.
23 Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus Putusan
Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Hasanudin, Makasar, 2013, h. 14.
24Q.S. Al-Ahzab: 58

14

Dalam riwayat lain dikatakan, suatu ketika Rasulullah saw.
lewat pada setumpukan makanan, lalu beliau memasukkan tangan
beliau ke dalam makanan itu. Tangan beliau menemukan
kelembaban (kebasahan), beliau bertanya: “Apa ini, hai pemilik
makanan?” Pemilik makanan menjawab: “Terkena hujan wahai
Rasulallah.” Rasulullah saw. bersabda: “Mengapa tidak kamu
letakkan di atas makanan, sehingga orang-orang mengetahuinya
(dan tidak tertipu, kelihatannya kering tapi di bawah basah).
Barangsiapa berbuat curang kepada kami, maka bukanlah
termasuk golongan kami.”
Ada beberapa dasar larangan untuk menipu orang lain. 25
Dari Abu Hurairah ra. bahwasannya Rasulullah saw.
bersabda: “Janganlah kalian menawar barang dagangan dengan
maksud untuk menipu orang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Umar ra. bahwasannya Rasulullah saw. melarang
menawar barang dengan maksud untuk menipu orang lain.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Bahwasannya ada seseorang
bercerita kepada Rasulullah saw. bahwa dirinya ditipu di dalam
berjual beli, kemudian Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa
yang berjual beli, maka katakanlah tidak boleh ada penipuan.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa mengganggu dan menipu istri atau budak orang lain,
maka bukanlah ia termasuk golongan kami.” (HR Abu Dawud)
Peranan Polisi dalam rangka penegakan hukum razia lalu lintas
belum berjalan optimal. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan
hukum di Indonesia sangat memprihatinkan, saat dilakukannya razia lalu
lintas oleh polisi, sebagian besar masyarakat tidak puas terhadap razia
lalu lintas yang dilakukan oleh polisi lalu lintas, dikarenakan banyak razia
yang illegal atau tidak sah. Banyak oknum polisi yang melakukan razia
lalu lintas yang tidak sesuai dengan Peraturan PemerintahNo. 80 Tahun
25 https://alquranmulia.wordpress.com/2013/07/13/larangan-menipu/
pada 15 Desember 2016

15

diunduh

2012, seperti tidak adanya papan operasi yang menunjukan adanya
pemeriksaan kendaraan dan tanpa menunjukan adanya surat tugas, di
samping itu anehnya banyak juga masyarakat yang ikut-ikutan melanggar
hukum, seperti memberi suap kepada polisi yang bertugas,sehingga
masyarakat sudah sangat terlatih bagaimana mengatasinya jika terjadi
pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukannya, apakah itu bentuk
pelanggaran lalu lintas, atau melakukan delik-delik umum, atau
melakukan tindak pidana korupsi. Ini membuktikan bahwa penegakan
hukum yang dilakukan di Indonesia tidak sesuai denganharapan.
Sebagian besar masyarakat kita telah terlatih benar bagaimana
mempengaruhi proses penegakan hukum yang sedang berjalan agar ia
dapat terlepas dari jerat hukumannya.26
Polisi sebagai pihak berwajib yang harus menegakkan hukum di
Indonesia maka dengan wewengannya dapat melaksanakan tugasnya.
Dengan salah satu contoh menegakkan hukum di lalu lintas. Yaitu
memeriksa secara langsung bagaimana peraturan dijalan ditaati. Namun
masih banyak sekali peraturan yang dilanggar seperti contoh tidak
memakai helm yang SNI, tidak memiliki izin berkendara dan bahkan
banyak ditemukan di jalan bahwa anak dibawah umur mengendarai
kendaraan. Dan tentunya masih banyak pelanggaran yang lain. Kadang
kala masyarakat memilih membayar denda/tilang ditempat kejadian
namun adapula yang pasrah dengan hal tersebut dan bersedia
menyerahkan Surat Tanda Nomor Kendaraan untuk ditahan di kantor
polisi dan menunggu persidangan. Tidak hanya dalam cangkupan kedua
hal tersebut namun karena ingin terbebas dari denda dan pengadilan
masyarakat menghalalkan segala macam cara agar lolos. Salah satunya
dengan berbohong/menipu polisi. Hal ini sama sekali tidak dibenarkan
baik itu dalam ranah hukum atau agama sekalipun.
Hukum menipu pun telah dijelaskan pada pembahasan diatas.
Menipu orang lain itu sudah dianggap sangat salah apalagi kita harus

26 Riekarvie Rumondor, “Penegakan Hukum Razia Lalu Lintas Oleh Polisi Menurut
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012” Dalam Lex Privatum, (:), Vol.Iv/No.
4/Apr/2016, h. 28.

16

menipu penegak hukum hanya untuk melindungi diri dari hukuman atas
kesalahan yang tidak patuh terhadap hukum dan prosedurnya.
Mencari perlindungan untuk diri sendiri sangat baik dilakukan tapi
jika berlindung dari perkara yang telah kita langgar itu sangatlah tidak
dibenarkan dalam UUD maupun dalam hukum agama. Sebaiknya setiap
individu menghindari sifat tersebut, karena akan merapuhkan keimanan.

E. PENUTUP
1. Simpulan
Penipu adalah suatu perilaku yang bersumber dari kemunafikan.
Lalu razia lalu lintas adalah pemeriksaan serentak yang dilakukan
oleh pihak berwajib di jalan perhubungan yang terdapat tindak lalu
lintas.
Hukum menipu polisi yang merazia lalu lintas adalah tidak
diperbolehkan karena melanggar hukum. di dalam UU pun telah
disebutkan begitupun dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa ayat 145 dan
hadis nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr r.a dan Abi
Hurairah r.a dimana didalamnya telah disebutkan bahwa perbuatan
menipu dan berbohong adalah tabiat orang munafik. Sebagai warga
negara yang baik dan pemeluk agama yang taat pada agamanya
seorang individu harus slalu mentaati hukum jika melakukan
pelanggaran, setiap orang harus mampu mempertanggung jawabkan
perbuatannya. Karena dalam hal ini polisi hanya menjalankan
tugasnya sebagai penegak hukum.

17

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim
Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.
Ahmad Mudjab Mahalli. Hadit-hadis Mutafaqun ‘Alaih Bagian Ibadat. Jakarta:
Kencana, 2003.
KUHP dan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 2015
Riekarvie Rumondor, “Penegakan Hukum Razia Lalu Lintas Oleh Polisi Menurut
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012” Dalam Lex Privatum,

,

Vol.Iv/No. 4/Apr/2016.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.%20Marzuki,
%20M.Ag./Dr.%20Marzuki,%20M.Ag_.%20Buku%20PAI%20SMP
%20-%208%20Akhlak%20Bab%208.pdf

di

unduh

pada

15

november 2016
Kiky Wahyuni, “Tinjauan Yuridis Tentang Delik Penipuan (Studi Kasus
Putusan Nomor: 556/Pid.B/2012/PN/Mks)” Dalam Skripsi pada

18

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas
Hasanudin, Makasar, 2013.
www.kbbi.web.id di unduh pada 13 oktober 2016.
https://alquranmulia.wordpress.com/2013/07/13/larangan-menipu/ di
unduh pada 15 Desember 2016

19