PENGEMBANGAN TRADITIONAL CRUISE KAPAL WI
WISATA BAHARI WAHANA PELESTARI WARISAN BUDAYA KAPAL LAUT TRADISIONAL:
“Daya Tarik Kapal Tradisional Sebagai Kapal Wisata Bahari (traditional cruise)”
Roby Ardiwidjaja 1
GAMBARAN UMUM
Indonesia dengan potensi wilayahnya berupa laut, merupakan negara yang sekitar ¾ dari luas
wilayahnya adalah laut. Sebagai negara kepulauan dengan potensi sekitar 17.508 pulau, Indonesia
dikenal antara lain sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas lautan mencapai 5,8 juta
km persegi, sebagai benua ke enam dunia dengan sebutan benua maritim Indonesia, serta memiliki
garis pantainya yang terpanjang kedua (81 ribu km) di dunia. Belum lagi dengan letak dan kondisi
wilayahnya, Indonesia memiliki kekayaan berupa keaneka ragaman alam, flora dan fauna yang khas
dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Dahuri, 2002).
Dari kekayaan potensi tersebut, Indonesia patut dikenal sebagai negara yang memiliki potensi
utama berupa sumberdaya kelautan serta budaya baharinya. Seharusnya Indonesia memiliki peluang
besar menjadi salah satu negara maritim terbesar di dunia yang akar pembangunan dan pendapatan
utama ekonomi negara adalah dari potensi kekayaan baharinya. Banyak hal dapat dilakukan dari
mulai bidang pendidikan, perikanan hingga pariwisata untuk mengembangkan pemanfaatan
kekayaan potensi sumberdaya bahari yang ada di wilayah Indonesia. Misalnya mengembangkan
keaneka ragaman potensi atraksi sumber daya bahari, melalui salah satunya pemanfaatan daya tarik
warisan budaya bahari berupa moda transportasi laut tradisional sebagai sarana penghubung ke
destinasi wisata bahari.
Propek wisata bahari sebagai industri yang menjanjikan tersebut didukung dari gambaran
prospek wisata bahari sebagai sumber devisa oleh WTTC (Word Tourism and Traveling Council), yang
menyebutkan pada tahun 1993 wisata bahari menghasilkan devisa lebih dan US $ 3,5 triliun atau
sekitar 6-7 persen dari total pendapatan kotor dunia. Peluang usaha dibidang kepariwisataan ini juga
didukung dengan perkembangan wisata bahari secara global yang cenderung prospektif akibat
adanya peluang pasar yang terus mengalami pertumbuhan pesat. Disamping itu juga gambaran
minat wisata bahari dari PADI (The Professional Association of Driving Instructor), ditunjukkan dari
pemberian sertifikat selam di seluruh dunia meningkat pesat dari 500 ribu tahun 1967 menjadi 10
juta sertifikat pada tahun 2000.
1 Researcher of Culture and Tourism Ministry
Atas dasar kondisi tersebut, maka artikel ini akan membahas masalah pelestarian (perlindungan,
pengembangan dan pemanfaatan) warisan budaya bahari kapal laut tradisional sebagai salah satu
daya tarik dari komponen pengembangan wisata bahari di Indonesia yang socially accepted, people
centered (pro Poor, Job, Growth), culturally appropriate, indiscriminative, dan environmentally sound.
ISU STRATEGIS
Kecenderungan new global of tourism tersebut telah menjadi bahan pertimbangan negara-negara
anggota WTO (World Tourism Organization) dalam merumuskan ketentuan-ketentuan umum
‘pariwisata berkelanjutan’ (sustainable tourism). Pengelolaan pariwisata di satu sisi sangat
mengandalkan sumberdaya alam dan budaya yang terpelihara dengan baik agar dapat menciptakan
nilai tambah pendapatan dan lapangan usaha yang bermanfaat bagi masyarakat secara
berkelanjutan. Namun di sisi lain sering terlupakan yang sangat penting adalah pariwisata harusnya
memberi manfaat antara lain kraetivitas, wawasan, pemahaman hubungan lintas budaya serta
revitalisasi infrastruktur dan pemanfaatan lahan. Seperti yang disinggung oleh Ashley dkk (2005),
bahwa penyelenggaraan pariwisata di banyak tempat belum memperhatikan adanya kesimbangan.
Di dalam pertumbuhan yang demikian cepat, pariwisata juga mengalami perubahan secara cepat
yang terlihat:
1.
perubahan ekonomi pariwisata dari mass market ke niche travel; dari perjalanan
yang diselenggarakan oleh travel agent ke individual travel sebagai bentuk inovasi bagi aplikasi
special interest . Berikut 9 karakteristik khas dari pasar wisatawan minat khusus (niche market):
a.
Menginginkan suatu pengalaman asli yang mendalam dan berfaedah
secara individu ataupun sosial.
b.
Tidak menyukai kelompok wisata yang besar dan ketat dengan rencana
perjalanan
c.
Mencari tantangan phisik dan mental
d.
Mengharapkan interaksi dengan masyarakat local dengan mempelajari
budayanya
e.
Dapat beradaptasi dan bahkan lebih memilih akomodasi yang bernuansa
pedusunan
f.
Ketidaknyamanan (minimnya kasesibilitas dan amenitas klas bintang)
menjadi aspek daya tarik dan petualangan
g.
Mencari keterlibatan yang aktif
h.
Lebih memprioritaskan pengalaman dibanding biaya dan kenyamanan
perjalanan
2. Hingga saat ini jenis wisata yang paling popular adalah wisata bahari, hal tersebut diperkuat
antara lain:
a.
Menurut WTO, 12 dari 15 negara sebagai destinasi wisata yang paling
popular di dunia adalah Negara yang aktivitas utamanya adalah pesisir atau bahari (United
Kingdom, France, Mediterranean, Caribbean, Gulf of Mexico, Indian Ocean Islands, and
islands of the South Pacific).
b.
Hasil study dari UN menjelaskan bahwa wisata bahari memiliki peran
penting pada ekonomi Negara tropis, bahari dan berkembang (Economic Planning Group,
2005)
c.
pertumbuhan pasar wisata selam terlihat dari pemberian sertifikat di seluruh
dunia oleh PADI (The Professional Association of Diving Instructor) dari 500 ribu tahun 1967
menjadi 10 juta sertifikat pada tahun 2000
d.
Prospek wisata bahari sebagai sumber devisa WTTC (Word Tourism and
Traveling Council) yang menyebutkan pada tahun 1993 wisata bahari menghasilkan devisa
lebih dan US $ 3,5 triliun atau sekitar 6-7 persen dari total pendapatan kotor dunia.
3. Sebagai Negara kepulauan yang memiliki keaneka ragaman potensi kelautan dan budaya bahari,
prioritas pembangunan tentunya akan di arahkan lebih pada wilayah laut yang salah satunya
melalui bidang pariwisata. Namun mengingat bahwa upaya pengembangan wisata bahari baru
dilakukan beberapa tahun terakhir, maka masih terdapat berbagai permasalahan dan peluang
yang perlu dikaji lebih mendalam terhadap konsep, pemahaman dan kesamaan pandang terkait
wisata bahari beserta komponennya seperti atraksi, aksesibilitas, amenitas hingga kelembagaan
dan kebijakan yang ada. Beberapa isu yang menjadi perhatian dalam pengembangan wisata
bahari secara umum mencakup antara lain:
a. Pembangunan wisata bahari belum dikembangkan secara holistic mencakup pemanfaatan
potensi sumberdaya alam bahari dan keterkaitannya dengan potensi sumberdaya budaya
bahari
b. wisata bahari dapat menjadi alat strategis (strategic weapon) dalam melestarikan warisan
budaya bahari termasuk transportasi kapal layar tradisional sebagai salah satu identitas
peradaban bangsa bahari untuk negara kepulauan.
c. wisata bahari mempunyai dampak positif untuk tumbuh bangkitnya kembali jiwa dan
budaya bahari yang dengan itu dapat memberikan efek berganda dalam mendorong
terwujudnya negara maritime yang tangguh.
d. sebagai negara maritime dengan luas laut sebesar 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayahnya
adalah lautan dengan lebih dari 17.000 gugusan pulau besar dan kecil dikenal sebagai
negara kepulauan terbesar didunia dan letak strategis di kawasan yang diapit oleh dua
benua dan dua samudera yang memiliki kekayaan ragam flora fauna alam laut yang khas
dan unik sehingga jarang ditemuni di negara lain.
e. wisata bahari dapat mempunyai efek berganda (multiplier effect) serta terobosan ekonomi
(economic breakthrough) yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui kreativitas akar budaya bahari, serta mendorong konservasi
lingkungan.
PENGERTIAN DAN KONSEP
1. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Visi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) tidak lagi berpusat pada
pertumbuhan yang menekankan hasil ekonomi, tetapi pembangunan yang lebih berpusat pada
rakyat dengan mengutamakan pelestarian alam dan budaya masyarakat (Korten, 2002: 54). Dari UUD
1945, UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, UU no. 11 tahun 2010 tenang cagar budaya, UU
No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (SDHE), serta deklarasi
pembangunan berkelanjutan, disebutkan bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya
dapat dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian dan memperhatikan prinsip keberlanjutan yang
didasarkan azas manfaat dan lestari, kerakyatan, kesejahteraan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan,
dan keterpaduan.
Dalam program pengembangan produk pariwisata, pemerintah memprioritaskan pada
pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan kelestarian sumber daya alam dan
budaya Indonesia. Indonesia dilihat dari kondisi wilayahnya merupakan negara maritime yang
memiliki ciri khas keaneka ragaman alam dan budaya bahari yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Dengan pendekatan pariwisata berkelanjutan dan minat khusus diharapkan dapat
meningkatkan pengembangan pariwisata tidak hanya yang berbasis darat (land based), tetapi juga
mulai mengoptimalkan yang berbasis laut (sea based). Selain itu pendekatan new tourism telah
melengkapinya melalui deklarasi Piagam Pariwisata berkelanjutan yang berbunyi: “Pengembangan
pariwisata didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang secara ekologis harus dikelola dalam jangka
panjang, dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, etika dan sosial masyarakat” (KLH, 1998).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa potensi kelautan yang mengandung nilai strategis
selain perlu dilestarikan juga perlu dikelola secara bijak agar bermanfaat bagi berbagai kepentingan
seperti ilmu pengetahuan, sosial budaya dan pariwisata.
2. Pelestarian Warian Budaya
Pelestarian (conservation) warisan budaya di Indonesia memiliki lingkup yang luas. Pelestarian
tidak semata berhubungan dengan kegiatan pemugaran bangunan kuno atau perawatan naskahnaskah kuno saja. Pelestarian mencakup upaya-upaya pemeliharaan, perlindungan, pemugaran,
pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya. Pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya
merupakan alat dan strategi pelestarian, dalam upaya memberdayakan dan mengangkat nilai-nilai
penting warisan budaya.
Nilai-nilai penting warisan budaya meliputi nilai penting bagi ilmu
pengetahuan, edukasi, kebudayaan, sejarah hingga nilai ekonomi yang terkandung dalam warisan
budaya. Oleh karena itu pengelolaan warisan budaya perlu dilakukan dengan berbasis pelestarian.
Artinya, pelestarian menjadi kata kunci utama dalam melakukan pengelolaan warisan budaya
termasuk budaya bahari.
Pengelolaan warisan budaya pada hakekatnya adalah melestarikan warisan budaya bersifat
kebendaan atau non kebendaan agar tetap ada dalam konteks system dan berguna bagi kehidupan
masyarakat sekarang. Pengelolaan warisan budaya adalah upaya untuk memberi makna baru bagi
warisan budaya itu, apakah sebagai identitas atau jatidiri, daya tarik wisata ataupun untuk kajian ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu jika tidak ada makna baru yang dapat dirasakan oleh masyarakat
sekarang, upaya pengelolaan itu akan terasa sulit atau bahkan tidak akan mencapai sasaran
(Tanudirjo 2006: 14).
Disadari pengelolaan warisan budaya untuk berbagai kepentingan, misalnya situs-situs arkeologi
serta adat dan tradisi bahari di kawasan pesisir tidak sesulit jika dilakukan di kawasan yang relatif
berpenduduk banyak seperti di perkotaan. Kawasan pesisir merupakan suatu permukiman yang
memiliki pusat pemerintahan, pusat religi, maupun pusat perdagangan. Pada umumnya daerah
pesisir mempunyai keseragaman tradisi dalam keberagaman masyarakatnya. Kenyataan ini membuat
upaya mencari kesepakatan pemaknaan baru warisan budaya menjadi lebih memungkinkan.
Masing-masing pihak mempunyai kepentingan dan mengambil manfaat dari warisan budaya,
mengingat warisan budaya memang dapat memiliki nilai penting yang berbeda bagi masyarakatnya
(Tanudirjo 2006: 14).
Berdasarkan hal tersebut, pengelolaan warisan budaya bahari khususnya di kawasan pesisir yang
dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata, perlu memperhatikan berbagai nilai
penting warisan budaya (ilmu pengetahuan, jatidiri, dan nilai ekonomi). Dalam hal ini pariwisata
budaya dan eko wisata (Eco-Culture Tourism) dapat mensinergikan berbagai nilai penting warisan
budaya yang dipersepsikan oleh tiap pihak.
3. Wisata Bahari
Menurut Vallega ( 1997) Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas
yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine), kegiatan yang clilakukan di
bawah permukaan laut (submarine), maupun kegiatan yang dilakukan di pesisir (coastal). Wisata
bahari oleh pemerintah Indonesia melalui Direktorat jenderal Pariwisata, dimasukkan dalam wisata
minat khusus (Depbudpar, 2001). Sedangkan wisata minat khusus sendiri didefinisikan sebagai suatu
bentuk perjalanan wisata wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan
khusus terhadap suatu objek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi atau daerah
tujuan wisata tersebut (Cooper dkk, 1996). Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang
memiliki aktivitas yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine), maupun
kegiatan yang dlilakukan di bawah permukaan laut (submarine). Wisata bahari oleh pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pariwisata, dimasukkan dalam wisata minat khusus (Budpar,
2001). Sedangkan wisata minat khusus sendiri didefinisikan sebagai suatu bentuk perjalanan
wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan khusus terhadap suatu
objek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi atau daerah tujuan wisata tersebut
(Budpar, 2001).
Sebagai bagian dari ekowisata, wisata bahari secara koseptual dilandaskan pada pariwisata
berkelanjutan dengan prinsip mendukung upaya-upaya konservasi lingkungan bahari (alam dan
budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberi manfaat
ekonomi kepada masyarakat setempat. Dengan demikian wisata bahari merupakan suatu bentuk
wisata berbasis laut yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi
pengembangannya juga menggunakan strategi konservasi yang mempertahankan keutuhan dan
keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Adapun sumber daya atraksi wisata ini meliputi antara
lain:
a. obyek wisata dan aktivitas yang diselenggarakan antara lain:
Tabel 1. Potensi Atraksi dan Aktivitas
LAUT
PESISIR/PANTAI
1. Upacara adat di
pantai
2. Kehidupan
masyarakat pesisir
3. Homestay dan kuliner
4. bola volley pantai,
5. Sun Bathing dan lainlain
1.
2.
3.
4.
5.
PERMUKAAN
kegiatan
memancing (fishing
game);
kegiatan
layar dan dayung;
ski air;
upacara
adat yang dilakukan
di laut;
Selancar
dan sebagainya.
BAWAH/DASAR
selam
;
2.
Under
water Archaeology
3.
Peneli
tian bawah air
4.
Under
water Museum
1.
6.
snorklin
g;
b. Kegiatan wisata bahari yang mencakup rekreasi lainnya di wilayah perairan antar lain
kegiatan marina; kapal wisata; kapal layar; dan pengelolaan pulau kecil;
c. Usaha penunjang kegiatan wisata bahari antara lain jasa penyediaan moda transportasi;
kapal pesiar; pengelola pulau kecil; pengelola taman laut hotel dan restoran terapung;
pemandu wisata selam; dan rekreasi pantai dan lain sebagainya.
4. Kapal Wisata Tradisional (Traditional Cruise)
Aksesibilitas dan mobilitas wisatawan ke daerah tujuan wisata akan sangat didukung oleh
ketersediaan infrastruktur transportasi, sebagai
akses bagi wisatawan untuk kemudahan menuju
daerah tujuan wisata. Ini berarti, keterkaitan antara
wisata bahari dan transportasi merupakan suatu
hubungan yang mutlak terjadi
terutama di
Indonesia sebagai negara kepulauan. Pergerakan
manusia yang dilakukan dari daerah/negara satu ke
daerah/negara lain melibatkan transportasi sebagai
sistem
untuk
mewujudkannya.
Keterpisahan
daerah-daerah oleh lautan membutuhkan sarana
dan prasarana angkutan laut dan udara. Sedangkan
keterpisahan
daerah-daerah
oleh
hambatan
geografis berupa daratan juga membutuhkan
sarana dan prasarana angkutan darat.
Salah satu sarana transportasi laut yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu
daerah tujuan wisata dan sekaligus dapat menjadi daya tarik wisata bahari, adalah sarana
transportasi berupa kapal tradisional yang menjadi bagian dari ciri khas budaya yang ada. Kapal
tradisional dapat menjadi kelengkapan sarana wisata untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam
menikmati perjalanan wisatanya ke daerah tujuan wisata, sekaligus menikmati salah satu unsur
kehidupan budaya bahari masyarakat setempat.
Kapal tradisional ini merupakan Kapal kayu yang dibangun dan didesain secara tradisional
berdasarkan pengalaman si pembuatnya. Umumnya berukuran kecil dan digunakan untuk
menangkap ikan , mengangkut penumpang dan barang. Walaupun semakin banyak kapal moderen
seperti kapal ferry, dan super jet dari besi atau fiber yang digunakan sebagai moda transportasi laut,
namun kapal tradisional ini hingga sekarang masih digunakan di beberapa wilayah Indonesia, dan
bahkan menjadi andalan dibidang transportasi antar pulau. Bahkan dapat dikatakan bahwa kapal
tardisional sudah menjadi industry skala kecil di bidang perkapalan dengan bahan kayu. Ciri khas
kapal tradisional ini kebanyakan mengunakan layar, kecepatannya rendah dan ukurannya mulai dari
perahu kecil yang disebut kelotok atau ketingting yang bisa memuat 10 penumpang, hingga bus air
berupa perahu panjang (long boat) yang bisa mengangkut puluhan penumpang.
Dengan beranekaragamnya budaya bahari di Indonesia, memperlihatkan bahwa jenis kapal
tadisional yang ada di Indonesia juga bervariasi seperti kapal tradisional asal Sulawesi seperti kapal
patorani, kapal pakur, kapal padewakang, dan kapal pinisi. Asal Madura seperti kapal golekan lete,
kapal Sope dari Jakarta, kapal Alut Pasa dari Kalimantan Timur, kapal Lancang Kuning dari Riau, kapal
Gelati dari Perairan Bali, dan kapal Kora-kora dari Maluku.
Ciri khas daya tarik kapal ini beraneka ragam, misalnya kapal pinisi sebagai kapal layar tradisional
khas asal Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar,
yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk
pengangkutan barang antarmpulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan dua tiang
dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu
mengarungi tujuh samudera besar di dunia.
Sejarah membuktikan ketika pinisi Amanagappa dengan gagah berlayar ke semenanjung
Madagaskar. Kapal tradisonal jenis Pinishi ini sudah pernah melanglang buana ke segala penjuru
dunia. Salah satu buktinya adalah pulau Madagaskar. Menurut sejarah, orang Indonesia banyak yang
datang ke Madagaskar sejak zaman dahulu. Diantara mereka itu adalah orang-orang Bugis yang tentu
saja belayar dengan perahu Pinishi. Konon ada 2 kali perpindahan besar-besar penduduk Sulawesi
Selatan ke Madagaskar, yaitu sekitar 150 tahun dan 900 tahun silam. Buktinya adalah adanya
persaman bentuk bangunan dibeberapa daerah di Madagaskar dengan bangunan di Sulawesi. Selain
itu, dialek bahasa salah satu suku di Madagaskar juga sama dengan dialek Konjo, salah satu suku di
Tanaberu, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Malah katanya, nama ibukota Madagaskar, Antananarivo
(ada juga yang menyebut Tan anarive) berasal dari kata Makasar, tanena narappe, yang artinya tanah
yang sempat di jangkau.
PENYELENGGARAAN PELAYARAN KAPAL TRADISIONAL
Dari sejarah diketahui bahwa liberalisasi dalam bidang pelayaran sudah mulai dirintis sejak tahun
1865 dengan dikeluarkannya peraturan tarif nondiferensial tahun 1865 (Campo, 1992). Pemerintah
kolonial Belanda mulai mengendorkan kebijaksanaan yang monopolistik den proteksionistik, namun
juga mulai memperbesar peran pelayaran dan perdagangan bebas di Indonesia. Pembukaan
sejumlah pelabuhan untuk perdagangan umum (algerneen handel) tidak hanya pada pelabuhan
besar seperti Batavia, Surabaya, Semarang, Padang, Makasar, tetapi juga pada pelabuhan-pelabuhan
skala kecil, baik di kawasan pulau Jawa maupun di luar Jawa seperti Palembang, Sibolga, Singkel,
Baros, Natal, Bengkalis, Teluk Betung, Cirebon, Banten, Juana, Pasuruan, Probolinggo, Menado,
Ambon, Tual, Kupang, Merauke (Maziyah dkk, 1999).
Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa pada masa ini peran
pelayaran perahu tradisional pribumi memegang peran penting dalam
perkembangan perekonomian Indonesia. Hal tersebut disebabkan
karena biaya yang murah, memiliki pangsa pasar sendiri, serta tidak
terikat dngan jalur dan jadwal pelayaran tertentu. Perkembangan
pelayaran Indonesia terus berkembang hingga saat ini, dan
permasalahannya adalah adanya penyederhanaan perizininan di
bidang usaha pelayaran. Kebijakan ini disamping memperlancar arus
barang dan penumpang juga menimbulkan pengaruh negatip bagi
pertumbuhan pelayaran Nasional. Akibatnya deregulasi kebijakan ini memberikan keleluasan bagi
kapal-kapal bendera asing untuk beroperasi di Indonesia sehingga mendesak pangsa pasar pelayaran
nasional baik untuk pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri.
Sasaran pembangunan transportasi dalam pembangunan ke depan adalah meningkatnya peranan
sistem transportasi nasional dalam memenuhi kebutuhan mobilitas manusia, barang, dan jasa;
terwujudnya sistem transportasi nasional yang makin
efisien yang didukung oleh kemampuan penguasaan
teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas;
meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha
transportasi; meluasnya jaringan transportasi yang
menjangkau daerah terpencil dan terisolasi, terutama di
kawasan timur Indonesia; dan tersedianya pelayanan
transportasi yang andal untuk mendukung
industri,
pertanian, perdagangan, dan pariwisata.
Di bidang transportasi laut, angkutan sungai, danau dan penyeberangan adalah menyediakan sarana
dan prasarana transportasi laut yang memadai melalui kegiatan meliputi:
1.
kegiatan pengembangan fasilitas pelabuhan laut;
2.
kegiatan pengembangan keselamatan pelayaran;
3.
kegiatan pembinaan dan pengembangan armada pelayaran.
Dalam program pembinaan pelayaran nusantara ini, difokuskan pada dan pelayaran rakyat, yaitu
pelayaran tradisional dan dikelola oleh usaha kecil seperti koperasi sebagai sarana angkutan laut
antarpulau, khususnya di daerah kepulauan dan desa sekitar pantai. Pelayaran-Rakyat atau disebut
juga sebagai Pelra adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik
tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar termasuk
Pinisi, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran
tertentu. Pelayaran rakyat mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang tidak hanya terdapat pada
cara pengelolaan usaha serta pengelolanya misalnya mengenai hubungan kerja antara pemilik kapal
dengan awak kapal, tetapi juga pada jenis dan bentuk kapal yang digunakan.
Namun sejalan dengan perkembangan tehnologi kapal yang mengarah kepada kapal yang lebih cepat
dan lebih besar saat ini, peran pelayaran rakyat semakin memprihatinkan karena hanya sesuai untuk
angkutan dengan demand yang kecil, menghubungkan pulau-pulau yang jumlah penduduknya masih
rendah, ataupun pada angkutan pedalaman guna memenuhi
kebutuhan masyarakat didaerah aliran sungai-sungai khususnya
di Kalimantan, Sumatera dan Papua. Belum lagi masalah
angkutan sungai yaitu pendangka lan pada musim kemarau.
Sehubungan dengan permasalahan yang ada, pemerintah terus
berupaya mendorong pelayaran rakyat untuk meningkatkan
pelayanan ke daerah pedalaman dan/atau perairan yang
memiliki alur dengan kedalaman terbatas termasuk sungai dan
danau; meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional dan lapangan
kerja; dan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kewiraswastaan dalam bidang usaha
angkutan laut dan angkutan pedalaman nasional. Salah satu upaya lainnya dalam mengakselerasi
peran pelayaran tradisional adalah dengan pemberdayaan masyarakat di bidang pariwisata melalui
peningkatan pelayanan kapal layar tradisional sebagai kapal wisata tradisional (Traditional Cruise).
PENGEMBANGAN KAPAL WISATA TRADISONAL
Indonesia dilihat dari kondisi wilayahnya merupakan negara maritim yang memiliki ciri khas keaneka
ragaman alam, flora dan fauna serta tanaman laut yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
(Indroyono, 2000). Dari jumlah pulau tersebut, lebih dari 10.000 pulau yang merupakan pulau-pulau
kecil tidak berpenghuni, belum bernama dan 67 pulau dari kurang lebih 100 pulau terluar berbatasan
langsung dengan 10 negara tetangga (Bapenas, 2002). Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan,
konsep pariwisata berkelanjutan dengan pendekatan wisata berbasis bahari tentunya dapat
memberikan manfaat kepada pelestarian dan hiburan yang mendidik di areal yang harus ditetapkan
sebagai kawasan sensitiv, fenomena alam dan bentang alam, laut dan lain sebagainya. Hingga saat ini
upaya pemanfaatan ekosistem alam melalui pendekatan wisata berbasis bahari di banyak tempat
terus digalakkan sebagai jembatan untuk pelestarian sumber daya alam dan budaya termasuk
tinggalan budaya bawah air sekaligus menciptakan peluang usaha dan kerja terkait pariwisata bagi
masyarakat setempat, khususnya masyarakat pesisir (Robyi, 2005).
Pembangunan
wisata
berbasis
bahari
sangat
bertumpu pada sumber daya lokal mulai dari sumber
daya pariwisata itu sendiri sampai pada pengadaan
sarana, prasarana, hingga suprasarana yang ramah
lingkungan.
Dengan
basis
kekayaan
dan
keanekaragaman potensi alam dan budaya bahari
yang dimiliki Indonesia baik yang berada di pesisir,
laut permukaan (marine) maupun yang berada di
kedalaman
laut
(submarine)
maka
sangat
dimungkinkan sasaran pembangunan pariwisata
Indonesia adalah mejadikan Indonesia sebagai
destinasi pariwisata bahari dunia dan sebagai
destinasi wisata kapal pesiar (cruise) dan kapal layar
(yacht) baik tradisional maupun internasional. Dalam
situasi masih lemahnya infrastruktur perhubungan dan fasilitas pariwisata di sebagian besar wilayah
pulau-pulau kecil di Indonesia, kegiatan wisata dengan menggunakan transportasi laut di Indonesia
pada dasarnya mempunyai peluang yang besar. Daya tarik alam bawah laut, lansekap panorama
pantai dan keunikan budaya masyarakat pesisir di wilayah pulau-pulau kecil menjadi tidak punya nilai
astetika untuk wisatawan pada umumnya karena sulit dicapai dan buruknya sarana transportasi.
Upaya memanfaatkan keanekaragaman daya tarik pulau-pulau kecil yang ada, menjadikan
keberadaan transportasi yang menghubungkan antar pulau sebagai daereh tujuan wisata bahari
menjadi penting. Walaupun hingga saat ini sarana transportasi laut yang disediakan pemerintah
masih sangat minim, namun hubungan antar pulau di beberapa wilayah banyak di dilakkan oleh
pelayaran rakyat dalam bentuk kapal layar tradisional.
Potensi Kapal Layar Tradisional
Indonesia mempunyai banyak faktor pendukung unggulan yang dapat menjadikannya sebagai pusat
pariwisata bahari dunia. Salah satu upaya yang diyakini mempunyai manfaat yang sangat besar
dalam mendorong perekonomian di daerah yang berbasis pada wisata bahari adalah pemanfaatan
kapal layar tradisional sebagai kapal wisata (Traditional Cruise)
Di banyak wilayah kepulauan menunjukkan bahwa kapal tradisional inilah yang telah meringankan
beban pemerintah mempercepat aksesibilitas dalam menembus keisolasian hubungan antar pulau,
walaupun
masih
kenyamanan
dan
kurang
memadai
fasilitas
dari
kapal.
segi
Dalam
pengembangan transportasi Wisata Bahari, dapat
dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat di
bidang pemanfaatan salah satu budaya bahari yaitu
kapal tradisional. Keanekaragaman kapal tradisional
tidak saja dapat dimanfaatkan dari budayanya
seperti budaya pembuatan kapal tradisional mulai
dari upacara penyiapan bahan baku, pendesainan
kapal hingga pembagian tugas pembuatan kapal.
Tetapi juga dapat dimanfaatkan dari fungsinya dari
kapal nelayan atau angkutan menjadi kapal wisata
(Traditional Cruise) baik yang melayani transportasi
antar pulau (small islands cruise) maupun yang
melayani transportasi pedalaman (river cruise).
Adapun
beberapa
karakteristik
kapal
layar
tradisional yang dapat dipertimbangkan sebagai
sarana transportasi wisata bahari mencakup:
a. Penyelenggaraan pelayaran kapal tradisional yang dilakukan oleh perusahaan Pelayaran
Rakyat dengan menggunakan kapal tradisional dengan layar; Kapal tradisional dengan layar
dan motor; Kapal tradisional dengan motor,
b. Batas pelayarannya menyinggahi antar pulau dan bahkan antar Negara tetangga.
c. Kapal pelayaran rakyat memiliki Beaya menggunakan perahu tradisional lebih murah dari
pada kapal uap atau bermesin; memiliki pangsa pasar tersendiri yang tidak tersentuh oleh
pelayaran kapal-kapal lain; tidak selalu terikat pada jalur dan jadwal pelayaran tertentu; dan
Ramah lingkungan
Strategi Pengembangan
Masalah pemenuhan kebutuhan sarana transportasi dalam kegiatan wisata bahari dengan kondisi
geografis Indonesia yang memiliki daya tarik wisata alam dan budaya yang tersebar di seluruh
wilayah, sangat dimungkinkan dengan memanfaatkan kapal-kapal layar tradisional yang lebih
fleksibel dalam pengaturan jadwal dan tujuan pelabuhan yang ada. Berdasarkan data sejarah
beberapa kawasan di Indonesia memiliki banyak pelabuhan tua yang hingga kini masih berfungsi
dengan komunitas masyarakatnya yang beragam. Pelabuhan ini dapat menjadi kesatuan daya tarik
mulai dari jalur pelayaran tradisional, pelabuhan tradisional/rakyat, kehidupan social budaya bahari
masyarakat pesisir, hingga daya tarik sarana,
fasilitas dan layanan di dalam kapal itu sendiri.
Adapun untuk pelabuhan tidak harus ada di
sebuah teluk yang dalam dan terlindung dari
tiupan angin, tetapi bisa juga pelabuhan terdapat
di pedalaman yang jalan masuknya melalui sungaisungai
(river
cruise)
besar
seperti
banyak
ditemukan di Pulau Sumatra, seperti di Jambi
melalui Sungai Batanghari dan Palembang melalui
Sungai Musi; Kalimantan seperti Pontianak melalui
Sungai Kapuas, Banjarmasin melalui Sungai Barito
dan sebagainya.
1. Berbasis Akar budaya. Usaha kapal pesiar
tradisional harus berbasis pada ciri budaya
bahari masyarakat yang ada di Indonesia
2. Pemberdayaan Masyarakat. Pengusahaan
diselenggarakan oleh komunitas kelembagaan masyarakat
melalui pendekatan pola
pendampingan oleh pihak pemerintah dan industri
3. Pengusahaan Pelayaran Rakyat dapat dilakukan:
a. Warga Negara perorangan atau dalam bentuk Badan Hukum Indonesia, dengan:
b. memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang tenaga ahli dibidang Ketatalaksanaan,
dan/atau nautis, dan/atau teknis pelayaran niaga tingkat dasar.
c. berbendera Indonesia dan
d. laik laut yang dibuktikan dengan salinan Groos Akte, surat ukur dan sertifikat
keselamatan kapal yang masih berlaku
4. Keamanan. Kapal pesiar tradisional harus memiliki perangkat keselamatan minimum antara
lain pemadam kebakaran, pelampung atau baju pelampung, perahu sekoci, perangkat radio
komunikasi, peralatan navigasi
5. Kenyamanan. Kapal pesiar tradisional harus memiliki fasilitas minimum yang dapat
memberikan kenyamanan kepada penumpang antara lain Sanitasi dan air bersih, fasilitas
ruang duduk, kamar mandi, ruang tidur, dan ruang informasi.
6. Pengemasan Paket. Kapal pesiar tradisional harus memiliki beberapa alternatif jasa dan
layanan terkait atraksi, aktifitas, serta kebutuhan lainnya seperti kuliner, informasi dan
kesenian yang dikemas dalam kesatuan paket wisata yang berbasis budaya bahari
7. Kemiteraan. Kapal pesiar tradisional merupakan usaha kecil hingga menengah yang
dijalankan oleh komunitas masyarakat, dibantu pihak-pihak lainnya seperti pihak
pemerintah, swasta, perbankandan ,LSM melalui pola kerjasama kemiteraan.
PENUTUP
1. Mengakomodasi kebutuhan transportasi laut yang mampu menghubungkan jejaring antar
daerah terpencil khususnya daerah kepulauan
2. Memperkuat upaya pelestarian warisan budaya bahari terkait dengan alat transportasi
tradisional masyarakat pesisir di Indonesia
3. Meningkatkan apresiasi, kesadaran dan kepedulian masyarakat sebagai warga negara
kepulauan terhadap budaya bahari
4. Mendukung pemerintah dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal
khususnya daerah pesisir dan pulau-pulau kecil yang letaknya terisolir
5. Memudahkan pengelolaan pemanfatan sumberdaya budaya bahari khususnya di pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagai daya tarik, dan sekaligus perlindungan nusantara yang berbatasan
negara tetangga
6. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui pemanfaatan
akar budaya bahari, sekaligus pemberdayaan dibidang layanan jasa dan usaha transportasi
kapal laut tradisional sebagai kapal wisata tradisional (Traditional Cruise)
SUMBER BACAAN
Adalberto Vallega. 1997. Integrating Information in Coastal Zone Management, FROM RIO TO JOHANNESBURG:
THE ROLE OF COASTAL GIS, CoastGIS’03,
BAPPENAS, 2002. Pengelolaan Sumberdaya Alam Dengan Strategi Kemitraan, Naskah Kebijakan, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta
Cabrini Luigi, 2004. Trend of International Tourism, 13th Central European Trade Fair, WTO,
Caroline Ashley, Clive Poultney, Gareth Haysom, Douglas McNab and Adrienne Harris, 2005. How to…? Tips and
tools for South African tourism companies on local procurement, products and partnerships. Brief 2:
Stimulating local cultural and heritage products, Produced by Overseas Development Institute Business
Linkages in Tourism
Chris Cooper, John Fletcher, David Gilbert and Stephen Wanhill. 1996. Tourism Principles and Practice. Longman
Group Limited, Malaysia,
Dahuri R. 1998. Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Jakarta: Dit. Pengelolaan Sumberdaya
Lahan dan Kawasan, TPSA BPPT, CRMP USAID.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2001. Rencana Induk Pengembangan Wisata Bahari, Executive
Summary Report,
Fletcher John, Prof. DR, 1996, “Heritage Tourism: Enhancing The Net Benefits of Tourism”, International
Conference on Tourism and Heritge Management, Yogyakarta, Indonesia
http://muislife.com/sejarah-pelayaran-indonesia.html
Indroyono Soesilo, 2000. “Peranan Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal
Muatan Kapal Tenggelam”, Diskusi Panel: Harta Karun Bawah Air: Tantangan Bagi Arkelogi, Gedung
Gramedia, Jakarta,
Kebijakan dan strategi Nasional Pengembangan Wisata Ekologi Alam (draft IV), kantor Menteri Negara LH,
1998
Nurhayato Wiendu, 1996, “Interpreting Heritage for Tourism: Complexities and Contradictions”, International
Conference on Tourism and Heritge Management, Yogyakarta, Indonesia
Roby, Ardiwidjaja, 2005. Pengembangan Pariwisata Budaya, dalam Jurnal Kepariwisataan Indonesia, Puslitbang
Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Rudito, Bambang dan Arif Budimanta, 2005, Metode dan Teknik Pengelolaan Community Development,
Jakarta: ICSD
Sedyawati, Edi, 1996, “Potensial and Challenges of Tourism: Managing The National Cultural Heritage”,
International Conference on Tourism and Heritge Management, Yogyakarta, Indonesia
Siti Maziyah, Sugiyarto, Singgih Tri Sulistiyono, 1999. Strategi Pelayaran Perahu Tradisional Indonesia 18791911. Laporan Hasil Penelitian, Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan, Fakultas
Sastra Universitas Dipenogoro.
Tanudirdjo, Daud, 2006, “Pengelolaan Sumberdaya Budaya di Perko¬taan”, dalam Jurnal Arkeologi Sidhayatra
Volume 11 Nomor 1 Mei 2005 (hlm. 13-18). Palembang: Balai Arkeologi.
The Fine Art Department of Thailand, 1999, Cultural System: For Quality Management, Bangkok, Thailand,
World Tourism Organization, 1997. Tourism Market Trend, Spain,
WTO, 2006. International Tourism, UNWTO World Tourism Barometer, V0l. 4, January
“Daya Tarik Kapal Tradisional Sebagai Kapal Wisata Bahari (traditional cruise)”
Roby Ardiwidjaja 1
GAMBARAN UMUM
Indonesia dengan potensi wilayahnya berupa laut, merupakan negara yang sekitar ¾ dari luas
wilayahnya adalah laut. Sebagai negara kepulauan dengan potensi sekitar 17.508 pulau, Indonesia
dikenal antara lain sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas lautan mencapai 5,8 juta
km persegi, sebagai benua ke enam dunia dengan sebutan benua maritim Indonesia, serta memiliki
garis pantainya yang terpanjang kedua (81 ribu km) di dunia. Belum lagi dengan letak dan kondisi
wilayahnya, Indonesia memiliki kekayaan berupa keaneka ragaman alam, flora dan fauna yang khas
dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Dahuri, 2002).
Dari kekayaan potensi tersebut, Indonesia patut dikenal sebagai negara yang memiliki potensi
utama berupa sumberdaya kelautan serta budaya baharinya. Seharusnya Indonesia memiliki peluang
besar menjadi salah satu negara maritim terbesar di dunia yang akar pembangunan dan pendapatan
utama ekonomi negara adalah dari potensi kekayaan baharinya. Banyak hal dapat dilakukan dari
mulai bidang pendidikan, perikanan hingga pariwisata untuk mengembangkan pemanfaatan
kekayaan potensi sumberdaya bahari yang ada di wilayah Indonesia. Misalnya mengembangkan
keaneka ragaman potensi atraksi sumber daya bahari, melalui salah satunya pemanfaatan daya tarik
warisan budaya bahari berupa moda transportasi laut tradisional sebagai sarana penghubung ke
destinasi wisata bahari.
Propek wisata bahari sebagai industri yang menjanjikan tersebut didukung dari gambaran
prospek wisata bahari sebagai sumber devisa oleh WTTC (Word Tourism and Traveling Council), yang
menyebutkan pada tahun 1993 wisata bahari menghasilkan devisa lebih dan US $ 3,5 triliun atau
sekitar 6-7 persen dari total pendapatan kotor dunia. Peluang usaha dibidang kepariwisataan ini juga
didukung dengan perkembangan wisata bahari secara global yang cenderung prospektif akibat
adanya peluang pasar yang terus mengalami pertumbuhan pesat. Disamping itu juga gambaran
minat wisata bahari dari PADI (The Professional Association of Driving Instructor), ditunjukkan dari
pemberian sertifikat selam di seluruh dunia meningkat pesat dari 500 ribu tahun 1967 menjadi 10
juta sertifikat pada tahun 2000.
1 Researcher of Culture and Tourism Ministry
Atas dasar kondisi tersebut, maka artikel ini akan membahas masalah pelestarian (perlindungan,
pengembangan dan pemanfaatan) warisan budaya bahari kapal laut tradisional sebagai salah satu
daya tarik dari komponen pengembangan wisata bahari di Indonesia yang socially accepted, people
centered (pro Poor, Job, Growth), culturally appropriate, indiscriminative, dan environmentally sound.
ISU STRATEGIS
Kecenderungan new global of tourism tersebut telah menjadi bahan pertimbangan negara-negara
anggota WTO (World Tourism Organization) dalam merumuskan ketentuan-ketentuan umum
‘pariwisata berkelanjutan’ (sustainable tourism). Pengelolaan pariwisata di satu sisi sangat
mengandalkan sumberdaya alam dan budaya yang terpelihara dengan baik agar dapat menciptakan
nilai tambah pendapatan dan lapangan usaha yang bermanfaat bagi masyarakat secara
berkelanjutan. Namun di sisi lain sering terlupakan yang sangat penting adalah pariwisata harusnya
memberi manfaat antara lain kraetivitas, wawasan, pemahaman hubungan lintas budaya serta
revitalisasi infrastruktur dan pemanfaatan lahan. Seperti yang disinggung oleh Ashley dkk (2005),
bahwa penyelenggaraan pariwisata di banyak tempat belum memperhatikan adanya kesimbangan.
Di dalam pertumbuhan yang demikian cepat, pariwisata juga mengalami perubahan secara cepat
yang terlihat:
1.
perubahan ekonomi pariwisata dari mass market ke niche travel; dari perjalanan
yang diselenggarakan oleh travel agent ke individual travel sebagai bentuk inovasi bagi aplikasi
special interest . Berikut 9 karakteristik khas dari pasar wisatawan minat khusus (niche market):
a.
Menginginkan suatu pengalaman asli yang mendalam dan berfaedah
secara individu ataupun sosial.
b.
Tidak menyukai kelompok wisata yang besar dan ketat dengan rencana
perjalanan
c.
Mencari tantangan phisik dan mental
d.
Mengharapkan interaksi dengan masyarakat local dengan mempelajari
budayanya
e.
Dapat beradaptasi dan bahkan lebih memilih akomodasi yang bernuansa
pedusunan
f.
Ketidaknyamanan (minimnya kasesibilitas dan amenitas klas bintang)
menjadi aspek daya tarik dan petualangan
g.
Mencari keterlibatan yang aktif
h.
Lebih memprioritaskan pengalaman dibanding biaya dan kenyamanan
perjalanan
2. Hingga saat ini jenis wisata yang paling popular adalah wisata bahari, hal tersebut diperkuat
antara lain:
a.
Menurut WTO, 12 dari 15 negara sebagai destinasi wisata yang paling
popular di dunia adalah Negara yang aktivitas utamanya adalah pesisir atau bahari (United
Kingdom, France, Mediterranean, Caribbean, Gulf of Mexico, Indian Ocean Islands, and
islands of the South Pacific).
b.
Hasil study dari UN menjelaskan bahwa wisata bahari memiliki peran
penting pada ekonomi Negara tropis, bahari dan berkembang (Economic Planning Group,
2005)
c.
pertumbuhan pasar wisata selam terlihat dari pemberian sertifikat di seluruh
dunia oleh PADI (The Professional Association of Diving Instructor) dari 500 ribu tahun 1967
menjadi 10 juta sertifikat pada tahun 2000
d.
Prospek wisata bahari sebagai sumber devisa WTTC (Word Tourism and
Traveling Council) yang menyebutkan pada tahun 1993 wisata bahari menghasilkan devisa
lebih dan US $ 3,5 triliun atau sekitar 6-7 persen dari total pendapatan kotor dunia.
3. Sebagai Negara kepulauan yang memiliki keaneka ragaman potensi kelautan dan budaya bahari,
prioritas pembangunan tentunya akan di arahkan lebih pada wilayah laut yang salah satunya
melalui bidang pariwisata. Namun mengingat bahwa upaya pengembangan wisata bahari baru
dilakukan beberapa tahun terakhir, maka masih terdapat berbagai permasalahan dan peluang
yang perlu dikaji lebih mendalam terhadap konsep, pemahaman dan kesamaan pandang terkait
wisata bahari beserta komponennya seperti atraksi, aksesibilitas, amenitas hingga kelembagaan
dan kebijakan yang ada. Beberapa isu yang menjadi perhatian dalam pengembangan wisata
bahari secara umum mencakup antara lain:
a. Pembangunan wisata bahari belum dikembangkan secara holistic mencakup pemanfaatan
potensi sumberdaya alam bahari dan keterkaitannya dengan potensi sumberdaya budaya
bahari
b. wisata bahari dapat menjadi alat strategis (strategic weapon) dalam melestarikan warisan
budaya bahari termasuk transportasi kapal layar tradisional sebagai salah satu identitas
peradaban bangsa bahari untuk negara kepulauan.
c. wisata bahari mempunyai dampak positif untuk tumbuh bangkitnya kembali jiwa dan
budaya bahari yang dengan itu dapat memberikan efek berganda dalam mendorong
terwujudnya negara maritime yang tangguh.
d. sebagai negara maritime dengan luas laut sebesar 5,8 juta km2 atau 2/3 luas wilayahnya
adalah lautan dengan lebih dari 17.000 gugusan pulau besar dan kecil dikenal sebagai
negara kepulauan terbesar didunia dan letak strategis di kawasan yang diapit oleh dua
benua dan dua samudera yang memiliki kekayaan ragam flora fauna alam laut yang khas
dan unik sehingga jarang ditemuni di negara lain.
e. wisata bahari dapat mempunyai efek berganda (multiplier effect) serta terobosan ekonomi
(economic breakthrough) yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui kreativitas akar budaya bahari, serta mendorong konservasi
lingkungan.
PENGERTIAN DAN KONSEP
1. Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Visi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) tidak lagi berpusat pada
pertumbuhan yang menekankan hasil ekonomi, tetapi pembangunan yang lebih berpusat pada
rakyat dengan mengutamakan pelestarian alam dan budaya masyarakat (Korten, 2002: 54). Dari UUD
1945, UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, UU no. 11 tahun 2010 tenang cagar budaya, UU
No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (SDHE), serta deklarasi
pembangunan berkelanjutan, disebutkan bahwa dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan budaya
dapat dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian dan memperhatikan prinsip keberlanjutan yang
didasarkan azas manfaat dan lestari, kerakyatan, kesejahteraan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan,
dan keterpaduan.
Dalam program pengembangan produk pariwisata, pemerintah memprioritaskan pada
pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan kelestarian sumber daya alam dan
budaya Indonesia. Indonesia dilihat dari kondisi wilayahnya merupakan negara maritime yang
memiliki ciri khas keaneka ragaman alam dan budaya bahari yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Dengan pendekatan pariwisata berkelanjutan dan minat khusus diharapkan dapat
meningkatkan pengembangan pariwisata tidak hanya yang berbasis darat (land based), tetapi juga
mulai mengoptimalkan yang berbasis laut (sea based). Selain itu pendekatan new tourism telah
melengkapinya melalui deklarasi Piagam Pariwisata berkelanjutan yang berbunyi: “Pengembangan
pariwisata didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang secara ekologis harus dikelola dalam jangka
panjang, dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, etika dan sosial masyarakat” (KLH, 1998).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa potensi kelautan yang mengandung nilai strategis
selain perlu dilestarikan juga perlu dikelola secara bijak agar bermanfaat bagi berbagai kepentingan
seperti ilmu pengetahuan, sosial budaya dan pariwisata.
2. Pelestarian Warian Budaya
Pelestarian (conservation) warisan budaya di Indonesia memiliki lingkup yang luas. Pelestarian
tidak semata berhubungan dengan kegiatan pemugaran bangunan kuno atau perawatan naskahnaskah kuno saja. Pelestarian mencakup upaya-upaya pemeliharaan, perlindungan, pemugaran,
pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya. Pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya
merupakan alat dan strategi pelestarian, dalam upaya memberdayakan dan mengangkat nilai-nilai
penting warisan budaya.
Nilai-nilai penting warisan budaya meliputi nilai penting bagi ilmu
pengetahuan, edukasi, kebudayaan, sejarah hingga nilai ekonomi yang terkandung dalam warisan
budaya. Oleh karena itu pengelolaan warisan budaya perlu dilakukan dengan berbasis pelestarian.
Artinya, pelestarian menjadi kata kunci utama dalam melakukan pengelolaan warisan budaya
termasuk budaya bahari.
Pengelolaan warisan budaya pada hakekatnya adalah melestarikan warisan budaya bersifat
kebendaan atau non kebendaan agar tetap ada dalam konteks system dan berguna bagi kehidupan
masyarakat sekarang. Pengelolaan warisan budaya adalah upaya untuk memberi makna baru bagi
warisan budaya itu, apakah sebagai identitas atau jatidiri, daya tarik wisata ataupun untuk kajian ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu jika tidak ada makna baru yang dapat dirasakan oleh masyarakat
sekarang, upaya pengelolaan itu akan terasa sulit atau bahkan tidak akan mencapai sasaran
(Tanudirjo 2006: 14).
Disadari pengelolaan warisan budaya untuk berbagai kepentingan, misalnya situs-situs arkeologi
serta adat dan tradisi bahari di kawasan pesisir tidak sesulit jika dilakukan di kawasan yang relatif
berpenduduk banyak seperti di perkotaan. Kawasan pesisir merupakan suatu permukiman yang
memiliki pusat pemerintahan, pusat religi, maupun pusat perdagangan. Pada umumnya daerah
pesisir mempunyai keseragaman tradisi dalam keberagaman masyarakatnya. Kenyataan ini membuat
upaya mencari kesepakatan pemaknaan baru warisan budaya menjadi lebih memungkinkan.
Masing-masing pihak mempunyai kepentingan dan mengambil manfaat dari warisan budaya,
mengingat warisan budaya memang dapat memiliki nilai penting yang berbeda bagi masyarakatnya
(Tanudirjo 2006: 14).
Berdasarkan hal tersebut, pengelolaan warisan budaya bahari khususnya di kawasan pesisir yang
dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata, perlu memperhatikan berbagai nilai
penting warisan budaya (ilmu pengetahuan, jatidiri, dan nilai ekonomi). Dalam hal ini pariwisata
budaya dan eko wisata (Eco-Culture Tourism) dapat mensinergikan berbagai nilai penting warisan
budaya yang dipersepsikan oleh tiap pihak.
3. Wisata Bahari
Menurut Vallega ( 1997) Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang memiliki aktivitas
yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine), kegiatan yang clilakukan di
bawah permukaan laut (submarine), maupun kegiatan yang dilakukan di pesisir (coastal). Wisata
bahari oleh pemerintah Indonesia melalui Direktorat jenderal Pariwisata, dimasukkan dalam wisata
minat khusus (Depbudpar, 2001). Sedangkan wisata minat khusus sendiri didefinisikan sebagai suatu
bentuk perjalanan wisata wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan
khusus terhadap suatu objek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi atau daerah
tujuan wisata tersebut (Cooper dkk, 1996). Wisata bahari adalah jenis wisata minat khusus yang
memiliki aktivitas yang berkaitan dengan kelautan, baik di atas permukaan laut (marine), maupun
kegiatan yang dlilakukan di bawah permukaan laut (submarine). Wisata bahari oleh pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pariwisata, dimasukkan dalam wisata minat khusus (Budpar,
2001). Sedangkan wisata minat khusus sendiri didefinisikan sebagai suatu bentuk perjalanan
wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan khusus terhadap suatu
objek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan di lokasi atau daerah tujuan wisata tersebut
(Budpar, 2001).
Sebagai bagian dari ekowisata, wisata bahari secara koseptual dilandaskan pada pariwisata
berkelanjutan dengan prinsip mendukung upaya-upaya konservasi lingkungan bahari (alam dan
budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberi manfaat
ekonomi kepada masyarakat setempat. Dengan demikian wisata bahari merupakan suatu bentuk
wisata berbasis laut yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi
pengembangannya juga menggunakan strategi konservasi yang mempertahankan keutuhan dan
keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Adapun sumber daya atraksi wisata ini meliputi antara
lain:
a. obyek wisata dan aktivitas yang diselenggarakan antara lain:
Tabel 1. Potensi Atraksi dan Aktivitas
LAUT
PESISIR/PANTAI
1. Upacara adat di
pantai
2. Kehidupan
masyarakat pesisir
3. Homestay dan kuliner
4. bola volley pantai,
5. Sun Bathing dan lainlain
1.
2.
3.
4.
5.
PERMUKAAN
kegiatan
memancing (fishing
game);
kegiatan
layar dan dayung;
ski air;
upacara
adat yang dilakukan
di laut;
Selancar
dan sebagainya.
BAWAH/DASAR
selam
;
2.
Under
water Archaeology
3.
Peneli
tian bawah air
4.
Under
water Museum
1.
6.
snorklin
g;
b. Kegiatan wisata bahari yang mencakup rekreasi lainnya di wilayah perairan antar lain
kegiatan marina; kapal wisata; kapal layar; dan pengelolaan pulau kecil;
c. Usaha penunjang kegiatan wisata bahari antara lain jasa penyediaan moda transportasi;
kapal pesiar; pengelola pulau kecil; pengelola taman laut hotel dan restoran terapung;
pemandu wisata selam; dan rekreasi pantai dan lain sebagainya.
4. Kapal Wisata Tradisional (Traditional Cruise)
Aksesibilitas dan mobilitas wisatawan ke daerah tujuan wisata akan sangat didukung oleh
ketersediaan infrastruktur transportasi, sebagai
akses bagi wisatawan untuk kemudahan menuju
daerah tujuan wisata. Ini berarti, keterkaitan antara
wisata bahari dan transportasi merupakan suatu
hubungan yang mutlak terjadi
terutama di
Indonesia sebagai negara kepulauan. Pergerakan
manusia yang dilakukan dari daerah/negara satu ke
daerah/negara lain melibatkan transportasi sebagai
sistem
untuk
mewujudkannya.
Keterpisahan
daerah-daerah oleh lautan membutuhkan sarana
dan prasarana angkutan laut dan udara. Sedangkan
keterpisahan
daerah-daerah
oleh
hambatan
geografis berupa daratan juga membutuhkan
sarana dan prasarana angkutan darat.
Salah satu sarana transportasi laut yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu
daerah tujuan wisata dan sekaligus dapat menjadi daya tarik wisata bahari, adalah sarana
transportasi berupa kapal tradisional yang menjadi bagian dari ciri khas budaya yang ada. Kapal
tradisional dapat menjadi kelengkapan sarana wisata untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam
menikmati perjalanan wisatanya ke daerah tujuan wisata, sekaligus menikmati salah satu unsur
kehidupan budaya bahari masyarakat setempat.
Kapal tradisional ini merupakan Kapal kayu yang dibangun dan didesain secara tradisional
berdasarkan pengalaman si pembuatnya. Umumnya berukuran kecil dan digunakan untuk
menangkap ikan , mengangkut penumpang dan barang. Walaupun semakin banyak kapal moderen
seperti kapal ferry, dan super jet dari besi atau fiber yang digunakan sebagai moda transportasi laut,
namun kapal tradisional ini hingga sekarang masih digunakan di beberapa wilayah Indonesia, dan
bahkan menjadi andalan dibidang transportasi antar pulau. Bahkan dapat dikatakan bahwa kapal
tardisional sudah menjadi industry skala kecil di bidang perkapalan dengan bahan kayu. Ciri khas
kapal tradisional ini kebanyakan mengunakan layar, kecepatannya rendah dan ukurannya mulai dari
perahu kecil yang disebut kelotok atau ketingting yang bisa memuat 10 penumpang, hingga bus air
berupa perahu panjang (long boat) yang bisa mengangkut puluhan penumpang.
Dengan beranekaragamnya budaya bahari di Indonesia, memperlihatkan bahwa jenis kapal
tadisional yang ada di Indonesia juga bervariasi seperti kapal tradisional asal Sulawesi seperti kapal
patorani, kapal pakur, kapal padewakang, dan kapal pinisi. Asal Madura seperti kapal golekan lete,
kapal Sope dari Jakarta, kapal Alut Pasa dari Kalimantan Timur, kapal Lancang Kuning dari Riau, kapal
Gelati dari Perairan Bali, dan kapal Kora-kora dari Maluku.
Ciri khas daya tarik kapal ini beraneka ragam, misalnya kapal pinisi sebagai kapal layar tradisional
khas asal Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar,
yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk
pengangkutan barang antarmpulau. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan dua tiang
dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu
mengarungi tujuh samudera besar di dunia.
Sejarah membuktikan ketika pinisi Amanagappa dengan gagah berlayar ke semenanjung
Madagaskar. Kapal tradisonal jenis Pinishi ini sudah pernah melanglang buana ke segala penjuru
dunia. Salah satu buktinya adalah pulau Madagaskar. Menurut sejarah, orang Indonesia banyak yang
datang ke Madagaskar sejak zaman dahulu. Diantara mereka itu adalah orang-orang Bugis yang tentu
saja belayar dengan perahu Pinishi. Konon ada 2 kali perpindahan besar-besar penduduk Sulawesi
Selatan ke Madagaskar, yaitu sekitar 150 tahun dan 900 tahun silam. Buktinya adalah adanya
persaman bentuk bangunan dibeberapa daerah di Madagaskar dengan bangunan di Sulawesi. Selain
itu, dialek bahasa salah satu suku di Madagaskar juga sama dengan dialek Konjo, salah satu suku di
Tanaberu, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Malah katanya, nama ibukota Madagaskar, Antananarivo
(ada juga yang menyebut Tan anarive) berasal dari kata Makasar, tanena narappe, yang artinya tanah
yang sempat di jangkau.
PENYELENGGARAAN PELAYARAN KAPAL TRADISIONAL
Dari sejarah diketahui bahwa liberalisasi dalam bidang pelayaran sudah mulai dirintis sejak tahun
1865 dengan dikeluarkannya peraturan tarif nondiferensial tahun 1865 (Campo, 1992). Pemerintah
kolonial Belanda mulai mengendorkan kebijaksanaan yang monopolistik den proteksionistik, namun
juga mulai memperbesar peran pelayaran dan perdagangan bebas di Indonesia. Pembukaan
sejumlah pelabuhan untuk perdagangan umum (algerneen handel) tidak hanya pada pelabuhan
besar seperti Batavia, Surabaya, Semarang, Padang, Makasar, tetapi juga pada pelabuhan-pelabuhan
skala kecil, baik di kawasan pulau Jawa maupun di luar Jawa seperti Palembang, Sibolga, Singkel,
Baros, Natal, Bengkalis, Teluk Betung, Cirebon, Banten, Juana, Pasuruan, Probolinggo, Menado,
Ambon, Tual, Kupang, Merauke (Maziyah dkk, 1999).
Dari hasil penelitian ini dijelaskan bahwa pada masa ini peran
pelayaran perahu tradisional pribumi memegang peran penting dalam
perkembangan perekonomian Indonesia. Hal tersebut disebabkan
karena biaya yang murah, memiliki pangsa pasar sendiri, serta tidak
terikat dngan jalur dan jadwal pelayaran tertentu. Perkembangan
pelayaran Indonesia terus berkembang hingga saat ini, dan
permasalahannya adalah adanya penyederhanaan perizininan di
bidang usaha pelayaran. Kebijakan ini disamping memperlancar arus
barang dan penumpang juga menimbulkan pengaruh negatip bagi
pertumbuhan pelayaran Nasional. Akibatnya deregulasi kebijakan ini memberikan keleluasan bagi
kapal-kapal bendera asing untuk beroperasi di Indonesia sehingga mendesak pangsa pasar pelayaran
nasional baik untuk pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri.
Sasaran pembangunan transportasi dalam pembangunan ke depan adalah meningkatnya peranan
sistem transportasi nasional dalam memenuhi kebutuhan mobilitas manusia, barang, dan jasa;
terwujudnya sistem transportasi nasional yang makin
efisien yang didukung oleh kemampuan penguasaan
teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas;
meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha
transportasi; meluasnya jaringan transportasi yang
menjangkau daerah terpencil dan terisolasi, terutama di
kawasan timur Indonesia; dan tersedianya pelayanan
transportasi yang andal untuk mendukung
industri,
pertanian, perdagangan, dan pariwisata.
Di bidang transportasi laut, angkutan sungai, danau dan penyeberangan adalah menyediakan sarana
dan prasarana transportasi laut yang memadai melalui kegiatan meliputi:
1.
kegiatan pengembangan fasilitas pelabuhan laut;
2.
kegiatan pengembangan keselamatan pelayaran;
3.
kegiatan pembinaan dan pengembangan armada pelayaran.
Dalam program pembinaan pelayaran nusantara ini, difokuskan pada dan pelayaran rakyat, yaitu
pelayaran tradisional dan dikelola oleh usaha kecil seperti koperasi sebagai sarana angkutan laut
antarpulau, khususnya di daerah kepulauan dan desa sekitar pantai. Pelayaran-Rakyat atau disebut
juga sebagai Pelra adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik
tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar termasuk
Pinisi, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran
tertentu. Pelayaran rakyat mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang tidak hanya terdapat pada
cara pengelolaan usaha serta pengelolanya misalnya mengenai hubungan kerja antara pemilik kapal
dengan awak kapal, tetapi juga pada jenis dan bentuk kapal yang digunakan.
Namun sejalan dengan perkembangan tehnologi kapal yang mengarah kepada kapal yang lebih cepat
dan lebih besar saat ini, peran pelayaran rakyat semakin memprihatinkan karena hanya sesuai untuk
angkutan dengan demand yang kecil, menghubungkan pulau-pulau yang jumlah penduduknya masih
rendah, ataupun pada angkutan pedalaman guna memenuhi
kebutuhan masyarakat didaerah aliran sungai-sungai khususnya
di Kalimantan, Sumatera dan Papua. Belum lagi masalah
angkutan sungai yaitu pendangka lan pada musim kemarau.
Sehubungan dengan permasalahan yang ada, pemerintah terus
berupaya mendorong pelayaran rakyat untuk meningkatkan
pelayanan ke daerah pedalaman dan/atau perairan yang
memiliki alur dengan kedalaman terbatas termasuk sungai dan
danau; meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional dan lapangan
kerja; dan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kewiraswastaan dalam bidang usaha
angkutan laut dan angkutan pedalaman nasional. Salah satu upaya lainnya dalam mengakselerasi
peran pelayaran tradisional adalah dengan pemberdayaan masyarakat di bidang pariwisata melalui
peningkatan pelayanan kapal layar tradisional sebagai kapal wisata tradisional (Traditional Cruise).
PENGEMBANGAN KAPAL WISATA TRADISONAL
Indonesia dilihat dari kondisi wilayahnya merupakan negara maritim yang memiliki ciri khas keaneka
ragaman alam, flora dan fauna serta tanaman laut yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia
(Indroyono, 2000). Dari jumlah pulau tersebut, lebih dari 10.000 pulau yang merupakan pulau-pulau
kecil tidak berpenghuni, belum bernama dan 67 pulau dari kurang lebih 100 pulau terluar berbatasan
langsung dengan 10 negara tetangga (Bapenas, 2002). Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan,
konsep pariwisata berkelanjutan dengan pendekatan wisata berbasis bahari tentunya dapat
memberikan manfaat kepada pelestarian dan hiburan yang mendidik di areal yang harus ditetapkan
sebagai kawasan sensitiv, fenomena alam dan bentang alam, laut dan lain sebagainya. Hingga saat ini
upaya pemanfaatan ekosistem alam melalui pendekatan wisata berbasis bahari di banyak tempat
terus digalakkan sebagai jembatan untuk pelestarian sumber daya alam dan budaya termasuk
tinggalan budaya bawah air sekaligus menciptakan peluang usaha dan kerja terkait pariwisata bagi
masyarakat setempat, khususnya masyarakat pesisir (Robyi, 2005).
Pembangunan
wisata
berbasis
bahari
sangat
bertumpu pada sumber daya lokal mulai dari sumber
daya pariwisata itu sendiri sampai pada pengadaan
sarana, prasarana, hingga suprasarana yang ramah
lingkungan.
Dengan
basis
kekayaan
dan
keanekaragaman potensi alam dan budaya bahari
yang dimiliki Indonesia baik yang berada di pesisir,
laut permukaan (marine) maupun yang berada di
kedalaman
laut
(submarine)
maka
sangat
dimungkinkan sasaran pembangunan pariwisata
Indonesia adalah mejadikan Indonesia sebagai
destinasi pariwisata bahari dunia dan sebagai
destinasi wisata kapal pesiar (cruise) dan kapal layar
(yacht) baik tradisional maupun internasional. Dalam
situasi masih lemahnya infrastruktur perhubungan dan fasilitas pariwisata di sebagian besar wilayah
pulau-pulau kecil di Indonesia, kegiatan wisata dengan menggunakan transportasi laut di Indonesia
pada dasarnya mempunyai peluang yang besar. Daya tarik alam bawah laut, lansekap panorama
pantai dan keunikan budaya masyarakat pesisir di wilayah pulau-pulau kecil menjadi tidak punya nilai
astetika untuk wisatawan pada umumnya karena sulit dicapai dan buruknya sarana transportasi.
Upaya memanfaatkan keanekaragaman daya tarik pulau-pulau kecil yang ada, menjadikan
keberadaan transportasi yang menghubungkan antar pulau sebagai daereh tujuan wisata bahari
menjadi penting. Walaupun hingga saat ini sarana transportasi laut yang disediakan pemerintah
masih sangat minim, namun hubungan antar pulau di beberapa wilayah banyak di dilakkan oleh
pelayaran rakyat dalam bentuk kapal layar tradisional.
Potensi Kapal Layar Tradisional
Indonesia mempunyai banyak faktor pendukung unggulan yang dapat menjadikannya sebagai pusat
pariwisata bahari dunia. Salah satu upaya yang diyakini mempunyai manfaat yang sangat besar
dalam mendorong perekonomian di daerah yang berbasis pada wisata bahari adalah pemanfaatan
kapal layar tradisional sebagai kapal wisata (Traditional Cruise)
Di banyak wilayah kepulauan menunjukkan bahwa kapal tradisional inilah yang telah meringankan
beban pemerintah mempercepat aksesibilitas dalam menembus keisolasian hubungan antar pulau,
walaupun
masih
kenyamanan
dan
kurang
memadai
fasilitas
dari
kapal.
segi
Dalam
pengembangan transportasi Wisata Bahari, dapat
dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat di
bidang pemanfaatan salah satu budaya bahari yaitu
kapal tradisional. Keanekaragaman kapal tradisional
tidak saja dapat dimanfaatkan dari budayanya
seperti budaya pembuatan kapal tradisional mulai
dari upacara penyiapan bahan baku, pendesainan
kapal hingga pembagian tugas pembuatan kapal.
Tetapi juga dapat dimanfaatkan dari fungsinya dari
kapal nelayan atau angkutan menjadi kapal wisata
(Traditional Cruise) baik yang melayani transportasi
antar pulau (small islands cruise) maupun yang
melayani transportasi pedalaman (river cruise).
Adapun
beberapa
karakteristik
kapal
layar
tradisional yang dapat dipertimbangkan sebagai
sarana transportasi wisata bahari mencakup:
a. Penyelenggaraan pelayaran kapal tradisional yang dilakukan oleh perusahaan Pelayaran
Rakyat dengan menggunakan kapal tradisional dengan layar; Kapal tradisional dengan layar
dan motor; Kapal tradisional dengan motor,
b. Batas pelayarannya menyinggahi antar pulau dan bahkan antar Negara tetangga.
c. Kapal pelayaran rakyat memiliki Beaya menggunakan perahu tradisional lebih murah dari
pada kapal uap atau bermesin; memiliki pangsa pasar tersendiri yang tidak tersentuh oleh
pelayaran kapal-kapal lain; tidak selalu terikat pada jalur dan jadwal pelayaran tertentu; dan
Ramah lingkungan
Strategi Pengembangan
Masalah pemenuhan kebutuhan sarana transportasi dalam kegiatan wisata bahari dengan kondisi
geografis Indonesia yang memiliki daya tarik wisata alam dan budaya yang tersebar di seluruh
wilayah, sangat dimungkinkan dengan memanfaatkan kapal-kapal layar tradisional yang lebih
fleksibel dalam pengaturan jadwal dan tujuan pelabuhan yang ada. Berdasarkan data sejarah
beberapa kawasan di Indonesia memiliki banyak pelabuhan tua yang hingga kini masih berfungsi
dengan komunitas masyarakatnya yang beragam. Pelabuhan ini dapat menjadi kesatuan daya tarik
mulai dari jalur pelayaran tradisional, pelabuhan tradisional/rakyat, kehidupan social budaya bahari
masyarakat pesisir, hingga daya tarik sarana,
fasilitas dan layanan di dalam kapal itu sendiri.
Adapun untuk pelabuhan tidak harus ada di
sebuah teluk yang dalam dan terlindung dari
tiupan angin, tetapi bisa juga pelabuhan terdapat
di pedalaman yang jalan masuknya melalui sungaisungai
(river
cruise)
besar
seperti
banyak
ditemukan di Pulau Sumatra, seperti di Jambi
melalui Sungai Batanghari dan Palembang melalui
Sungai Musi; Kalimantan seperti Pontianak melalui
Sungai Kapuas, Banjarmasin melalui Sungai Barito
dan sebagainya.
1. Berbasis Akar budaya. Usaha kapal pesiar
tradisional harus berbasis pada ciri budaya
bahari masyarakat yang ada di Indonesia
2. Pemberdayaan Masyarakat. Pengusahaan
diselenggarakan oleh komunitas kelembagaan masyarakat
melalui pendekatan pola
pendampingan oleh pihak pemerintah dan industri
3. Pengusahaan Pelayaran Rakyat dapat dilakukan:
a. Warga Negara perorangan atau dalam bentuk Badan Hukum Indonesia, dengan:
b. memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang tenaga ahli dibidang Ketatalaksanaan,
dan/atau nautis, dan/atau teknis pelayaran niaga tingkat dasar.
c. berbendera Indonesia dan
d. laik laut yang dibuktikan dengan salinan Groos Akte, surat ukur dan sertifikat
keselamatan kapal yang masih berlaku
4. Keamanan. Kapal pesiar tradisional harus memiliki perangkat keselamatan minimum antara
lain pemadam kebakaran, pelampung atau baju pelampung, perahu sekoci, perangkat radio
komunikasi, peralatan navigasi
5. Kenyamanan. Kapal pesiar tradisional harus memiliki fasilitas minimum yang dapat
memberikan kenyamanan kepada penumpang antara lain Sanitasi dan air bersih, fasilitas
ruang duduk, kamar mandi, ruang tidur, dan ruang informasi.
6. Pengemasan Paket. Kapal pesiar tradisional harus memiliki beberapa alternatif jasa dan
layanan terkait atraksi, aktifitas, serta kebutuhan lainnya seperti kuliner, informasi dan
kesenian yang dikemas dalam kesatuan paket wisata yang berbasis budaya bahari
7. Kemiteraan. Kapal pesiar tradisional merupakan usaha kecil hingga menengah yang
dijalankan oleh komunitas masyarakat, dibantu pihak-pihak lainnya seperti pihak
pemerintah, swasta, perbankandan ,LSM melalui pola kerjasama kemiteraan.
PENUTUP
1. Mengakomodasi kebutuhan transportasi laut yang mampu menghubungkan jejaring antar
daerah terpencil khususnya daerah kepulauan
2. Memperkuat upaya pelestarian warisan budaya bahari terkait dengan alat transportasi
tradisional masyarakat pesisir di Indonesia
3. Meningkatkan apresiasi, kesadaran dan kepedulian masyarakat sebagai warga negara
kepulauan terhadap budaya bahari
4. Mendukung pemerintah dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal
khususnya daerah pesisir dan pulau-pulau kecil yang letaknya terisolir
5. Memudahkan pengelolaan pemanfatan sumberdaya budaya bahari khususnya di pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagai daya tarik, dan sekaligus perlindungan nusantara yang berbatasan
negara tetangga
6. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil melalui pemanfaatan
akar budaya bahari, sekaligus pemberdayaan dibidang layanan jasa dan usaha transportasi
kapal laut tradisional sebagai kapal wisata tradisional (Traditional Cruise)
SUMBER BACAAN
Adalberto Vallega. 1997. Integrating Information in Coastal Zone Management, FROM RIO TO JOHANNESBURG:
THE ROLE OF COASTAL GIS, CoastGIS’03,
BAPPENAS, 2002. Pengelolaan Sumberdaya Alam Dengan Strategi Kemitraan, Naskah Kebijakan, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta
Cabrini Luigi, 2004. Trend of International Tourism, 13th Central European Trade Fair, WTO,
Caroline Ashley, Clive Poultney, Gareth Haysom, Douglas McNab and Adrienne Harris, 2005. How to…? Tips and
tools for South African tourism companies on local procurement, products and partnerships. Brief 2:
Stimulating local cultural and heritage products, Produced by Overseas Development Institute Business
Linkages in Tourism
Chris Cooper, John Fletcher, David Gilbert and Stephen Wanhill. 1996. Tourism Principles and Practice. Longman
Group Limited, Malaysia,
Dahuri R. 1998. Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Jakarta: Dit. Pengelolaan Sumberdaya
Lahan dan Kawasan, TPSA BPPT, CRMP USAID.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2001. Rencana Induk Pengembangan Wisata Bahari, Executive
Summary Report,
Fletcher John, Prof. DR, 1996, “Heritage Tourism: Enhancing The Net Benefits of Tourism”, International
Conference on Tourism and Heritge Management, Yogyakarta, Indonesia
http://muislife.com/sejarah-pelayaran-indonesia.html
Indroyono Soesilo, 2000. “Peranan Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal
Muatan Kapal Tenggelam”, Diskusi Panel: Harta Karun Bawah Air: Tantangan Bagi Arkelogi, Gedung
Gramedia, Jakarta,
Kebijakan dan strategi Nasional Pengembangan Wisata Ekologi Alam (draft IV), kantor Menteri Negara LH,
1998
Nurhayato Wiendu, 1996, “Interpreting Heritage for Tourism: Complexities and Contradictions”, International
Conference on Tourism and Heritge Management, Yogyakarta, Indonesia
Roby, Ardiwidjaja, 2005. Pengembangan Pariwisata Budaya, dalam Jurnal Kepariwisataan Indonesia, Puslitbang
Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Rudito, Bambang dan Arif Budimanta, 2005, Metode dan Teknik Pengelolaan Community Development,
Jakarta: ICSD
Sedyawati, Edi, 1996, “Potensial and Challenges of Tourism: Managing The National Cultural Heritage”,
International Conference on Tourism and Heritge Management, Yogyakarta, Indonesia
Siti Maziyah, Sugiyarto, Singgih Tri Sulistiyono, 1999. Strategi Pelayaran Perahu Tradisional Indonesia 18791911. Laporan Hasil Penelitian, Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan Terapan, Fakultas
Sastra Universitas Dipenogoro.
Tanudirdjo, Daud, 2006, “Pengelolaan Sumberdaya Budaya di Perko¬taan”, dalam Jurnal Arkeologi Sidhayatra
Volume 11 Nomor 1 Mei 2005 (hlm. 13-18). Palembang: Balai Arkeologi.
The Fine Art Department of Thailand, 1999, Cultural System: For Quality Management, Bangkok, Thailand,
World Tourism Organization, 1997. Tourism Market Trend, Spain,
WTO, 2006. International Tourism, UNWTO World Tourism Barometer, V0l. 4, January