analisis karya sastra dan indonesia

NAMA

: Putra Wahyu Purnomo

NPM

: 180110140010

TUGAS

: pengganti UAS Folklore

SALAH TAFSIR MASYARAKAT MENGENAI MAKNA LAGU
KIDUNG LINGSIR WENGI

1. LATAR BELAKANG
Menurut Jan Harold Brunvand, nyanyian rakyat adalah salah satu genre atau
bentuk Folklore yang terdiri dari kata-kata dan lagu yang beredar secara lisan di
antara kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian
(brundvand, 1968:130) berbeda dengan kebanyakan bentuk-bentuk folklor lainya,
nyanyian rakyat berasa dari berbagai sumber dan timbul dalam berbagai macam

media.
Analisis nyanyian rakyat yang ada di Indonesia adalah salah satu dari bagian
folklore yang ada dan tergabung dalam sastra lisan, karena nyanyian rakyat sendiri
ada dan terkenal melalui perbincangan dari satu orang dengan orang lainnya,
nyanyian rakyat di daerah jawa, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah biasa disebut
dengan tembang, atau lagu dolanan. Tembang merupakan bagian dari karya sastra
karena di dalamnya terkandung makna atau curahan hati dari pengarangnya, tembang
juga bisa diartikan sebagai puisi. Begitu pula dengan Kidung Lingsir Wengi, sebuah
tembang jawa yang sudah melegenda di tanah Jawa, kidung ini sudah dikenal di
masyarakat sejak jaman dulu sebagai sebuah kidung (doa) yang bertujuan untuk
meminta perlindungan pada Tuhan, ketika malam hari, juga bisa sebagai lagu untuk
menidurkan anak – anak, lagu ini juga merupakan salah satu folklore yang ada di
daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, lagu ini diciptakan oleh salah satu dari
walisongo yaitu, Sunan Kalijaga. Beliau menciptakan kidung ini sebagai sarana
dakwah dalam proses penyebaran Islam di pulau Jawa.
Dalam Kidung Lingsir Wengi ini terdapat berbagai makna yang berisi doa
kepada Tuhan Yang Maha Pencipta, namun dalam perjalanannya kidung ini juga

dianggap sebagai lagu pemanggil mahkluk halus, itu karena kidung ini pernah
digunakan sebagai salah satu soundtrack dalam film kuntilanak 3 yang di bintangi

oleh Julie Estelle sebagai pemeran utamanya. Di film itu di perdengarkan lagu ini
sebagai lagu untuk memanggil kuntilanak, dari film itu jugalah, masyarakat mulai
berpikir, jika lagu ini adalah lagu yang bisa mengundang datanya mahkluk halus,
contohnya adalah kuntilanak.
Di sini saya akan mencoba menjelaskan kembali tentang makna dari lagu
Kidung Lingsir Wengi tersebut secara benar, sehingga tidak muncul lagi anggapan
bahwa kidung ini sebagai media untuk memanggil atau menggundang mahkluk halus.
Tembang ini merupakan folklore yang sudah ada di masyarakat Jawa, sehingga harus
diluruskan kembali makna dari kidung ini, agar tidak terjadi kesalah pahaman
mengenai kidung ini. Sebab dalam kidung ini terandung doa dan nasihat – nasihat dari
Kanjeng Sunan Kalijaga untuk masyarakat Jawa pada umumnya. Sehingga kidung ini
dapat memberikan dampak positif bagi pendengarnya dan tetap dilestarikan oleh kita
sebagai penerusnya.
Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…
Ojo tangi nggonmu guling…
Awas jo ngetoro…
Aku lagi bang wingo wingo…
Jin setan kang tak utusi…
Dadyo sebarang…
Wojo lelayu sebet…


Artinya:
Menjelang malam, dirimu mulai sirna...
Jangan terbangun dari tidurmu...
Awas, jangan memperlihatkan diri...
Aku sedang gelisah,
Jin setan ku perintahkan
Jadilah apapun juga,
Namun jangan membawa maut…

Itu adalah lirik kidung tersebut beserta maknanya dalam bahasa indonesia. Di
dalam kidung tersebut terkandung banyak makna yang hendak disampaikan oleh
pengarangnya, mengenai bagaimana fungsi lagu tersebut dalam masyarakat
umumnya.
2.

TEORI PENELITIAN

Teori Hermeneutika Paul Ricoeur


Hermeneutika

adalah

teori

tentang

berkerjanya

pemahaman

dalam

menafsirkan teks (Ricoeur, 1981: 43), dan palmer (2003: 8) menjelaskan bahwa dua
fokus dalam kajian hermeneutika mencakup; (1) peristiwa pemahaman terhadap teks,
(2) perseolan yang lebih mengarah mengenai pemahaman dan interpretasi. Hal ini
memperlihatkan bahwa gagasan utama dalam hermeutika adalah “pemahaman
terhadap teks”.
Ricoeur (1981: 146) menjelaskan bahwa teks adalah sebuah wacana yang dibakukan

lewat bahasa. Apa yang dibakukan oleh tulian adalah wacana yang dapat diucapkan,
tetapi wacana ditulis karena tidak diucapkan. Disini terlihat bahwa teks merupakan
wacana yang disampaikan dengan tulisan. Jadi, teks sebagai wacana , yang di tuliskan
dalam hermeneutika Paul Recouer, berdiri secara otonom, bukan merupakan turunan
dari bahasa lisan, seperti yang dipahami oleh strukturalisme.
2.1 Teori Metafora
Metafora

kata

Monroe,

adalah

“puisi

dalam

miniature”.


Metafora

menghubungkan makna harfiah dengan makan figuratif dalam karya sastra. Dalam hal
ini,

karya

sastra

merupakan

karya

wacana

yang

menyatukan

makna eksplisit dan implisit. Dalam tradisi positivisme logis, perbedaan antara

makna eksplisit danimplisit di

berlakukan

dalam

perbedaan

antara

bahasa kognitifdan emotif, yang kemudian dialihkan menjadi perbedaan menjadi
vocabuleri denotasi dan konotasi. Denotasi dianggap sebagai makna kognitif yan
merupakan tatanan semantik, sedangkan konotasi adalah ekstra-semantik. Konotsi

terdiri ataas seruan-seruan emotif yang terjadi serentak yang nilai kognitifnya
dangkal.
Dengan demikian arti figuratif suatu teks harus dilihat sebagai hilangnya makna
kognitif apapun. Karya sastra dibuka oleh saling berpenngaruhnya makna-makna ini,
yang memusatkan analisisnya pada desain verbal, yaitu karya wacana yang
menghasilkan ambiguitas semantik yang mencirikan suatu karya sastra. Karya wacana

inilah yang dapat dilihat dalam miniatur dalam metafora (Ricoeur, 1976: 43).
2.2 Teori Simbol
Kata “simbol” yang berasal dari kata Yunani sumballo berarti
“menghubungkan atau menggabungkan” . symbol merupakan suatu tanda, tetapi tidak
setiap tanda adalah simbol. Simbol yang berstruktur polisemik adalah ekspresi yang
mengkomunikasikan banyak arti. Bagi Ricoeur, yang menandai suatu tanda sebagai
simbol adalah arti gandanya atau intensionalitas arti gandanya. Ricouer merumuskan
bahwa setiap struktur pengertian adalah suatu arti langsung primer, harfiah, yang
menunjukkan arti lain yang bersifat tidak langsung sekunder, figuratif yang tidak
dapat dipahami selain lewat arti pertama (Poespoprodjo, 2004: 119).
3.

ANALISIS
Judul lagu, “Kidung Lingsir Wengi” kidung atau berarti doa atau nasihat yang
hendak disampaikan oleh pengarang kepada setiap orang yang mendengar lagu ini,
jika ditarik dari realitas yang ada pada zaman lagu ini diciptakan, lagu ini diciptakan
oleh Kanjeng Sunan Kalijaga sebagai pesan terhadap masyarakat pada masa itu.
Sedang makna dari Lingsir menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
tenggelam, terbenam, atau turun dan Wengi memiliki makna malam, jika kedua kata
tersebut digabungkan menjadi Lingsir Wengi yang memiliki arti menjelang malam,

menjelang malam bisa juga dikatakan sebagai waktu maghrib, yang di tanah Jawa
terkenal mitos yang sampai sekarang masih dipegang teguh oleh kebanyakan orang,
yaitu bahwa waktu maghrib adalah waktu yang tak diperbolehkan untuk kita
berkegiatan apapun, sebab dalam waktu tersebut adalah waktu yang rawan akan
gangguan dari mahkluk halus. Selain itu waktu tersebut merupakan waktu untuk

beribadah bagi umat Islam. Jadi pesan pertama yang henda disampaikan oleh
pengarang ialah jangan ada kegiatan yang dilakukan di waktu maghrib.
Selanjutnya adalah pada larik pertama lagu tersebut, Lingsir wengi sliramu
tumeking sirno… pada larik tersebut terdapat kata sirno yang dalam bahasa
Indonesia mempunyai arti hilang atau lenyap, jika di hubungkan dengan hal lainnya
kata sirno tersebut bermakna terbenamnya matahari di ufuk barat dan akan
bergantinya hari menjadi malam. Sementara dari sisi agama kata itu berarti hilang
atau tertutupnya waktu bagi kita bekerja serta menunjukan saatnya kita untuk
mendekatkan diri pada yang Kuasa karena sudah masuk waktu Sholat Maghrib.
Ojo tangi nggonmu guling… pada larik kedua lagu ini memiliki makna
Jangan terbangun dari tidurmu... kata yang harus diperhatikan disini adalah Guling
yang dalam KBBI berarti bantal yg bentuknya bulat panjang. yang bila
diterjemahkan lagi dalam lagu ini berarti tempat tidur karena guling adalah salah
satu bagian dari tempat tidur kebanyaan, selain itu juga menjadi peringatan agar

tidak tidur waktu maghrib, itu karena kepercayaan orang Jawa yang beranggapan
bahwa tidur di saat maghrib itu bisa mendatangkan mimpi buruk, serta banyak pula
mitos – mitos yang berkembang di masyarakat, bahwa jika tidur waktu maghrib itu
tidak baik, selain itu menurut agama juga tidak baik jika tidur pada waktu itu, karena
di waktu – waktu itu, adalah waktunya untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan,
sebab menurut para ulama Jawa bahwa waktu maghrib itu adalah waktu yang paling
mulia dan paling didengar doanya bila seseorang berdzikir, ataupun berdoa pada
waktu itu.
Awas jo ngetoro…pada lirik ketiga ini menjelaskan bahwa jangan sampai
terlihat, itu berarti jangan sampai kita melakukan perbuatan apapun yang baik atas
niat ingin di lihat orang, Sunan Kalijaga sendiripun dulu sebelum menjadi wali
adalah seorang Begal(rampok) yang terkenal, namun segala hasil rampokannya dari
orang – orang kaya tersebut, selalu disumbangkan kepada rakyat kecil yang lebih
membutuhan, begitu pula kita, dalam lagu ini kita di tuntut untuk berbuat baik, tapi
segala perbuatan baik kita jangan sampai atas dasar ingin dilihat oleh orang lain,
sebab jika itu yang menjadi niat, percuma kita berbuat baik. Itu juga yang terjadi
pada masyarakat jawa pada umumnya, yang berbuat baik lantaran ingin dilihat oleh

orang lain, sehingga segala perbuatannya itu buan lahir dari hati yang tulus ikhlas,
melainkan semata ingin mendapatkan pujian.

Aku lagi bang wingo wingo… memiliki arti Aku sedang gelisah, itu
menunjukan bagaimana keadaan hati pengarang pada saat itu, gelisah, gelisah
melihat keadaan umatnya yang semakin hari semakin turun moralnya, gelisah
tentang bagaimana cara untuk menyebarkan ajaran baru tanpa harus menciptakan
suatu perpecahan di antara sesama manusia yang saat itu masih berpegang teguh
dengan ajaran Hindunya yang kental. Juga kegelisahan yang saya maknai sebagai
gelisah seorang utusan Tuhan, tentang kegelisahan yang tak kunjung menemui titik
terangnya. Kata gelisah juga relevan bila dibandingkan dengan keadaan saat ini, saat
ini banyak manusia gelisah karena kebutuhannya tidak bisa terpenuhi, walaupun
kebutuhannya itu tidak terlalu penting
Jin setan kang tak utusi… yang berarti jin dan setan yang aku perintah, itu bisa
bermakna pengarang adalah orang yang memiliki ilmu tinggi karena bisa
memerintah jin dan setan, karena pada dasarnya setan dan jin itu sebagai mahkluk
yang membangkang, tetapi kenapa mereka mau di perintah? Itu juga menjadi
pertanyaan, selain itu karena derajat manusia lebih tinggi dibandingkan dengan
mahkluk lainnya, selain itu ini juga sebagai peringtan bagi kita, tentang pentingnya
ibadah itu sendiri maupun bersama, dalam lapar atau kenyang, juga berbagai hal
karena itu sebagai manusia hendaklah bila mereka mau mendengarnya bahwa setiap
jin atau setan yang sering menampakan diri untuk menemui orang – orang yang lalai
dalam ibadahnya sebagai peringatan agar mereka kembali ke jalan yang benar dan
tidak melupakan siapa dirinya dan dengan siapa kita hidup di dunia ini. Pada lirik
lagu ini pengarang menceritakan bahwa jin dan setan itu menjadi pengganggu
manusia tapi pengarang mencitraan dan meminta kepada bangsa jin dan setan itu
sebagai penjaga.
Dadyo sebarang… yang memiliki arti jadilah apapun juga itu artinya
pengarang mempersilahan kita jadi apapun juga karena hak manusia sendiri untuk
menghendaki jadi apa dirinya, asalkan tetap ada pad jalan lurus, namun jika
disambungkan dengan lirik sebelumnya pengarang hendak meminta jin dan setan itu
untuk menjadi apapun juga karena itu adalah kehendak mereka, jin dan setan banyak

dibahas di sini, sebab pada dasarnya kidung ini berkisah tentang malam, malam yang
berarti gelap, kelam, tempat segala kejahatan baik dari mahkluk yang terlihat
ataupun tidak, malam juga sebagai simbol dari kebodohan, itu juga dalam islam
sendiri sebelum nabi Muhammad Saw. Dilahirkan ke dunia dunia masih dalam
zaman jahiliyahnya yang artinya zaman kegelapan islam, menurut pandangan islam
malam adalah waktu yang paling tepat untuk menyerahkan diri pada Tuhan,
terutama pada sepertiga malam terahkhirnya, oleh karena itu oleh pengarang jadilah
apapun yang kamu inginkan bisa bermakna jin itu menjadi penjaga bagi manusia –
manusia yang hendak melakukan ibadah atau sebagai pengingat pada orang – orang
yang lalai, sehingga tentang apapun yang dilakukan oleh kaum jin itu tidak
mengganggu manusia yang kuat imannya.
Pada larik terakhir lagu ini berbunyi Wojo lelayu sebet… yang memiliki arti
asal jangan membawa maut, kata yang menjadi kunci di sini adalah Sebet, yang
berarti maut, menurut kepercayaan orang jawa maut adalah hal tabu yang tidak
pantas untuk dibicarakan, sehingga kesan yang tergambar selalu menyeramkan,
padahal jika dimaknai secara keseluruhan itu memiliki arti asal jangan membawa
maut, yang berhubungan lagi dengan jin itu tadi, memang dalam hidup kita kita
selalu berdampingan dengan hal – hal yang tidak terlihat, pengarang ingin
menyampaikan keberadaan mahkluk – mahkluk itu di dunia ini, dan berdampingan
dengan kehidupan kita, jin dan setan yang memang ada dan selalu berdampingan
dengan kita, jika sifat jin dan setan itu mengganggu manusia, hal itu dibenarkan oleh
pengarang tapi pengarang sendiri meminta dengan halus kepada jin dan setan
tersebut agar mereka bebas menjadi hal apapun yang mereka inginkan asal mereka
tidak membawa maut, sebab pada dasarnya sifat jin dan setan adalah mengganggu
manusia bukan membunuh, jika dihubungkan dengan sifat manusia pada zaman
sekarang bahkan manusia itu lebih buruk dari setan ataupun jin, karena manusia
membunuh sesamanya atas hasutan-hasutan dari jin atau setan tersebut. Setan dan jin
merasa menang dari manusia jika mereka dapat menghasut manusia untuk berbuat
lalai dan ingkar. Atas sifat itulah pengarang mengingatkan kaum itu agar bebas
menjadi apapun asal jangan membawa maut bagi manusia.
Sebenarnya jika di analisis secara keseluruhan banyak makna yang terdapat
dalam setiap lirik dari kidung ini, kidung sendiri berarti doa, syair, atau nyanyian –

nyanyian. Kanjeng Sunan Kalijaga sendiri menciptakan kidung ini sebagai doanya
kepada Allah agar setiap umatnya diberi perlindungan dari apa – apa yang yang
dapat mengganggu umatnya dalam beribadah. Sementara dari isi lagu ini bahwa
setiap liriknya mempunyai keterikatan makna yang saling berhubungan. Semua itu
berhubungan dengan kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya yang mempercayai
bahwa bangsa jin atau setan itu benar – benar mendarah daging dalam kehidupan
masyarakat, sehingga penulis yang merupakan salah satu Wali menciptakan sebuah
kidung yang menceritakan tentang kehidupan malam yang tak ada orang tahu apa
yang akan terjadi pada malam hari.
4.

SIMPULAN
Kesimpulan yang dapat saya berikan mengenai Kidung Lingsir Wengi ini
adalah dalam lagu tersebut sebenarnya bermakna doa – doa yang disampaikan oleh
Kanjeng Sunan Kalijaga sebagai doa perlindungan untuk masyarakat, sebenarnya
lagu ini bukanlah lagu yang dapat mengundang datangnya mahkluk gaib seperti
yang telah beredar luas di masyarakat. dalam lagu ini pula banyak terdapat nasihat
dari Kanjeng Sunan untuk masyarakat agar lebih mendekatkan diri pada Sang
Pencipta, lagu ini juga sebagai lagu pengantar tidur bagi anak – anak di Jawa pada
zaman dulu, selain itu lagu ini dipercaya sebagai penolak bala agar tidak terjadi hal –
hal yang tidak dikehendaki lagu ini pula digunakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga
dalam menyebarkan agama Islam di Jawa.
Jadi pada dasarnya lagu ini tak ada hubungannya sama sekali dengan hal
mistis yang kerap dibicarakan oleh kebanyakan orang. Lagu ini mulai dikenal
sebagai lagu yang dapat memanggil sosok mahkluk gaib setelah lagu ini dipakai
sebagai soundtrack sebuah film horror produksi dalam negeri yang berjudul
Kuntilanak 3 yang diperankan oleh aktris cantik bernama Jullie Estelle yang pada
salah satu bagian film itu, tampak aktris tersebut menyanyikan Kidung ini untuk
memanggil kuntilanak yang dipelihara oleh keluarganya. Mulai saat itulah lagu ini
dipercaya sebagai lagu yang dapat mengundang mahkluk gaib datang mendekat.
Kesalahan pandang masyarakat inilah yang membuat saya tertarik untuk
menganalisis lagu ini, dan pada akhirnya lagu ini bukanlah lagu yang dapat

mendatangkan mahkluk gaib bila diperdengarkan. Meskipun dalam liriknya terdapat
kata jin dan setan. Karena dalam lagu tersebut jin dan setan mempunyai makna lain
yang dijelaskan oleh penulis.
Jadi kesimpulan yang dapat saya tarik dari lagu Kidung Lingsir Wengi ini
adalah hendaknya kita sebagai manusia mempercayai adanya hal – hal yang tak
kasat mata pada kehidupan ini sebab dalam hidup kita akan selalu berdampingan
dengan mahkluk tersebut, selama kita tak mengganggunya maka mereka tak akan
pula mengganggu kita, begitu pula sebaliknya. Lagu Kidung Lingsir Wengi ini juga
hendaknya dimaknai dengan semestinya dan tak dilebih – lebihkan. Hanya sebagai
doa bahkan sebagai lagu pengantar tidur bagi anak – anak di Jawa.

DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/47381464/Teori-Hermeneutika-Paul-Ricoeur