PROGRAM LEGISLASI NASIONAL UNDANG UNDANG

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
UNDANG-UNDANG PERDAGANGAN

Oleh:
Fauzi Ikhsan Kamil
110620170005

Dosen:
Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H.
Dr. Hernandi Affandi, S.H., LL.M.

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ujian Akhir Mata
Kuliah Politik Hukum

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017

A. Latar Belakang

Pada dewasa ini, apabila kita melihat tujuan dan arah pembangunan
nasional sebagaimana ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional
(Propenas),1 yakni berusaha untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil
dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang,
diantaranya adalah bidang ekonomi yang terdapat di negara kita ini, seperti
dalam sektor pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan,
industri, perdagangan dan jasa-jasa.
Perdagangan pada umumnya adalah suatu perbuatan seseoang yang
dalam hal ini disebut sebagai produsen yang dalam penyelenggaraan barang
untuk pemenuhan kebutuhan hidup orang banyak yaitu konsumen yang pada
zaman modern saat ini sangat dibutuhkan. Pengertian perdagangan yang
dikemukakan oleh C.S.T Kansil dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok
Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia , menjelaskan bahwa perdagangan

adalah:
“perdagangan atau perniagaan pada umumnya, ialah pekerjaan
membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual
barang itu di tempat lain pada waktu yang berikut dengan maksud
memperoleh keuntungan.”2
Dalam zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian

perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan
menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan
penjualan itu. Perdagangan dalam perkembangannya tidak hanya dilakukan di
dalam suatu negara itu saja namun dapat dilakukan dengan negara lainnya
juga, namun tentu saja dalam pelaksanaannya pasti ada rintangan-rintangan
yang dapat menghambat perdagangan tersebut sehingga dapat merugikan para
pihak yang sedang melakukan perdagangan itu sendiri.

1

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2006, hlm.

1.
2

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia , Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 15.

1


Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan suatu peraturan yang dapat
mengatur penyelenggaraan perdagangan mengingat pada zaman modern ini
sistem

penyelenggaraan

perdagangan

banyak

pilihan

dan/atau

cara

penyelenggaraannya, misalnya dapat dilakukan dengan cara langsung antara
produsen dengan konsumen maupun secara tidak langsung yaitu dengan cara
melalui perantara, sehingga dirasa sangat penting adanya peraturan yang
secara khusus untuk melangsungkan penyelenggaraan perdagangan yang

dapat memberikan kepastian hukum untuk memberikan rasa aman kepada
para penyelenggara perdagangan tersebut.
Sistem peraturan perdagangan di Indonesia sejak zaman dulu masih
menggunakan produk dari pemerintah kolonial belanda. Ada dua macam
peraturan perundang-undangan yang dibuat pada masa Hindia Belanda.
pertama, peraturan perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan di Negeri
Belanda untuk ditetapkan juga di Hindia Belanda (Indonesia). Kedua,
peraturan perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh perangkat
pemerintahan Hindia Belanda sendiri. selain pertimbangan bahwa peraturan
perundang-undangan ini adalah produk kolonial (yang tidak dapat lain
merupakan cerminan dari politik hukum kolonial), juga telah ketinggalan
zaman. Perkembangan masyarakat, ilmu dan teknologi setelah perang dunia
kedua, menuntut diciptakan hukum-hukum baru.3
Seiring perkembangan zaman yang semakin modern pemerintah
menyadari bahwa perlunya pengaturan yang lebih mandiri bagi mengenai
suatu sistem hukum yang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri yang lebih
khusus mengatur bidang perdagangan. Selama 80 tahun ini perdagangan
nasional diatur oleh produk belanda yaitu dalam Bedrijfsreglementerings
Ordonnantie (BO) tahun 1934 yang banyak mengatur mengenai perizinan


usaha saja. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, praktis tidak ada
satu pun undang-undang yang mengatur perdagangan secara menyeluruh.
Meskipun, sebenarnya berbagi aturan menyangkut perdagangan telah
3

Bagir Manan dan Kunta Magnar, Peranan pertauran Perundang-undangan Dalam
Pembinaan Hukum Nasional, CV. Armico, Bandung, 1987, hlm. 11.

2

dihasilkan selama ini, namun aturan mengenai perdagangan baru di setujui
pada tanggal 11 Februari 2014 yang akhirnya bangsa Indonesia memiliki
Undang-Undang tentang Perdagangan. Setelah melewati proses yang
panjang, melalui sidang paripurna. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
menyetujui dan mengesahkan draf Rancangangan Undang-Undang (RUU)
Perdagangan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan (UU Perdagangan).
Pembentukan undang-undang merupakan salah satu unsur penting
dalam rangka pembangunan nasional bagi bangsa Indonesia. Sementara itu
untuk menghasilkan suatu undang-undang yang sesuai maupun tepat dengan

dinamika pada masyarakat di era globalisasi sekarang ini yang didukung oleh
kemajuan teknologi informasi tidak cukup mudah, selain itu dalam
pembentukan undang-undang dari segi horizontal menghindarkan tumpang
tindih nya peraturan perundang-undangan yang ada dan secara vertikal tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan
pembangunan nasional bagi bangsa Indonesia maka pembentukan undangundang tersebut perlu di bentuk secara terencana, terpadu dan sistematis yaitu
melalui suatu alat berupa Program Legislasi Nasional (Prolegnas), tentunya
dengan tetap memperhatikan skala prioritas sesuai dengan kebutuhan hukum
masyarakat, mengingat bahwa tujuan utama penyelenggaraan pembangunan
nasional bangsa Indonesia sendiri adalah untuk memajukan kesejahteraan
umum seluruh rakyat bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pasal 33 dan
Pasal 34 UUD 1945.4 Lahirnya undang-undang perdagangan tersebut
merupakan pembuka harapan baru bagi bangkitnya kekuatan ekonomi
nasional. Undang-Undang ini memberikan perlindungan bagi pelaku usaha
dan konsumen dalam penyelenggaraan perdagangan.
Pembentukan UU Perdagangan ini didesain untuk melayani dan
memfasilitasi bangkitnya kekuatan ekonomi kecil untuk bertahan dan turut
menjadi tulang punggung bagi pertumbuhan perekonomian nasional.
4


Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 merupakan dasar dalam terciptanya kesejahteraan umum,
dalam pasal ini dikatakan bahwa “perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi
ekonom, lalu kekayaan alam di kuasai oleh negara dan dipergunkan oleh seluruh rakyat.”

3

Perdagangan merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional
bangsa indonesia dewasa ini harus dihadapkan dengan pada perdagangan
bebas yang mengintegrasikan potensi dan kekuatan ekonomi dunia. Jelas ini
bukan merupakan kemajuan besar bagi bangsa Indonesia. munculnya
perdagangan bebas ini pun menjadi salah satu faktor UU Perdagangan ini
untuk mendorong daya saing

sektor perdagangan Indonesia di tengah

integrasi ekonomi dunia yang serat dengan ketidak pastian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka penelitian ini
memfokuskan untuk mengangkat rumusan masalah (isu hukum) sebagai
berikut:

1. Apa yang menjadi tujuan penyusunan Rencana Undang-Undang
Perdagangan dalam Proglam Legislatif Nasional?
2. Apakah terdapat pelanggaran konstitusional dalam Undang-Undang
Perdagangan tersebut?
C. Metode Penelitian
Metode penelitian sangat penting dalam rangka memperoleh hasil
penelitian yang akurat, oleh karena itu metodologi yang dipakai dalam
penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan jenis penelitian
deskriptif yang pendekatannya yuridis normatif, yaitu penelitian yang
mencakup penelitian suatu asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi
hukum vertikal dan horizontal.5 Penelitian ini berdasarkan kepada data
sekunder yang berkaitan dengan Program Legislasi Nasional Perdagangan yang
terdiri dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan yang
diperoleh langsung untuk digunakan dalam penelitian ini. Contohnya
adalah peraturan perundang-undangan.

5

Soerjono soekanto dan Sri Mammudji, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 37.

4

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan pustaka yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer seperti penjelasan undangundang, literatur-literatur.
D. PEMBAHANASAN
1. Tujuan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Perdagangan
Sebagai Tonggak Pembangunan Nasional Perekonomian Bangsa
Pembentukan suatu undang-undang merupakan salah satu cara
untuk menapai tujuan tertib pembangunan hukum nasional. Pembangunan
hukum sangatlah dibutuhkan untuk meneruskan perjuangan bangsa
merdeka setelah terlepas dari belenggu penjajahan kolonialisme barat, serta
merupakan eksistensi sebagai negara yang berdaulat tentunya memerlukan
kehadiran hukum nasional yang mencerminkan nilai-nilai kultur budaya
bangsa . pembangunan hukum pada dasarnya meliputi usaha mengadakan
pembaruan pada sifat dan isi dari ketentuan hukum yang berlaku dan
usaha-usaha yang diarahkan bagi pembentukan hukum baru yang
diperlukan dalam pembangunan masyarakat.6
Perkembangan zaman terus berkembang dari waktu ke waktu

sehingga akan muncul berbagai persoalan yang baru dan lebih kompleks
dalam lingkungan masyarakat. Perkembangan zaman akan tidak terkendali
apabila tidak cukup peraturan yang mengatur dalam kehidupan bangsa ini,
karena di samping perubahan zaman maka akan adanya perubahan pada
manusia itu sendiri selaku objek hukum yang dicirikan oleh perubahan
sehingga peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin
bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang
teratur demikian dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan
pengadilan atau bahkan kombinasi dari kedua-duanya, sehingga dapat

6

Satjipto Rahardjo dalam Abd. G. Hakim Nusantara dan Nasroen Yasabari, Beberapa
Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, Alumni, Bandung, 1980, hlm 1.

5

dikatakan bahwa hukum menjadi suatu alat yang tidak dapat diabaikan
dalam proses pembangunan.7
sehingga hukum harus terus berpacu dengan perubahan zaman

tersebut. Undang-undang sebagai salah satu jenis produk hukum yang
merupakan salah satu unsur penting dalam rangka pembangunan nasional,
namun adakalanya undang-undang tersebut lebih lamban dari pada
perkembangan zaman, hal ini dimungkinkan karena yang pertama
masyarakat terus berkembang secara dinamis, karena para penyusun
undang-undang dasar tidak selalu mampu melihat ke muka hal-hal yang
perlu diatur dalam undang-undang dasar.8
Pengertian undang-undang dalam kepustakaan Belanda dibedakan
dengan konstitusi. Menurut paham tersebut undang-undang dasar adalah
bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan konstitusi memuat baik
peraturan tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis.
“Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari
hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum
dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar
itu berlaku juga hukum Dasar yang tidak tertulis, ialah aturanaturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.” 9
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, harmonis
dan mudah diterapkan dalam masyarakat merupakan salah satu tiang utama
dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Peraturan perundangundangan dapat dijadikan pedoman maupun sebagai acuan bagi para pihak
yang berhubungan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
yang diterapkan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Peraturan
yang memberikan pedoman tentang pembentukan peraturan perundangundangan tersebut selama ini selalu ditunggu dan diharapkan dapat
memberikan suatu arahan dan panduan dalam penyusunan perundang7

Mochtar Kusumaatmadja dalam Otje Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum
dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 1.
8
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta, cet ke-3, 1978,
hlm. 95.
9
Ibid, hlm 102.

6

undangan yang meliputi tahap-tahap tersusun secara sistematis mulai dari
tahap perencana, persiapan perumusan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan dan pengunadangannya menjadi lebih jelas.10 Undang-undang
yang ideal sesuai dengan dinamika masyarakat dapat terlaksana apabila
pembentukan undang-undang itu dilakukan secara terencana, terpadu dan
ter sistematis melalui Program Legislasi Nasional (yang selanjutnya
disingkat menjadi Prolegnas).
Prolegnas merupakan pedoman dan pengendali penyusunan
peraturan perundang-undangan tingkat pusat yang mengikat lembagalembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Prolegnas
tidak saja akan menghasilkan peraturan perundang-undangan yang
diperlukan untuk mendukung tugas umum pemerintahan dan pembangunan
sesuai dengan amanat dasar UUD 1945, tetapi untuk memenuhi kebutuhan
hukum masyarakat pada masa sekarang dan yang akan datang. Dasar
hukum melakukan kegiatan Prolegnas adalah Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(selanjutnya disebut UU-PPP) yang berasal dari usulan Inisiatif Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR).
Koordinasi penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah
tersebut dilakukan melalui alat kelengkapan DPR yang khusus di bidang
legislasi. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh
alat kelengkapan DPR yang khususnya mengenai bidang legislasi,
sedangkan di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundangundangan.11 Lebih jelasnya lagi pengertian Prolegnas dalam Pasal 1 angka
9 UU-PPP di artikan sebagai instrumen perencanaan dalam program
pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu dan
sistematis. Perencanaan dalam pembentukan suatu perundang-undangan
10

Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya ,
Kanisius, Yogyakarta, cet. Ke-9, 2012, hlm 1-2.
11 Ibid, hlm 12-13.

7

yang baik sekurang-kurangnya harus mendasari kepada tiga landasan,
yaitu:12
1. Landasan Filosofis
Landasan ini lebih kearah Filsafat atau pandangan hidup
sesuatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral atau etika dari
bangsa, yang mana nilai moral dan etika pada dasarnya adalah
nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Nilai yang baik
adalah pandangan dan cita-cita dijunjung tinggi

yang

mengandung nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan, dan
berbagai nilai lainnya yang dianggap baik, sehingga hukum
dapat dikatakan baik yang mana harus berdasarkan kepada
semua itu.
2. Landasan sosiologis
Sebuah undang-undang dapat dikatakan mempunyai landasan
sosiologis apabila dalam ketentuannya telah sesuai dengan
keyakinan umum atau kesadaran hukum dalam masyarakat.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan hukum yang menjadi dasar
kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan suatu undang-undang tentu tak dapat dilepaskan
apabila jika kita melihat dari pengertian politik hukum yang sebagaimana
dibahas dalam bukunya Moh. Mahfud MD yang berjudul “Politik Hukum
di Indonesia”, bahwa politik hukum adalah:13
“legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan
diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan
penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.”
Garis besar pengertian politik hukum berdasarkan Mahfud MD di
atas adalah pilihan tentang hukum-hukum yang akan diberlakukan
12

Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar Maju,
Bandung, 1998, hlm. 43-44.
13
Moh. Mahfud MD, politik hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm. 1.

8

sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan diterapkan dalam
pembentukan perundang-undangan dengan maksud untuk mencapai tujuan
negara. Politik hukum merupakan kebijakan dasar yang menentukan arah,
bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk.14 Kebijakan tersebut
sebagai patokan penyelenggara dalam menerapkan hukum itu sendiri
dalam bentuk pembentukan, penerapan dan penegakan hukum.
Kekuasaan sering bersumber pada wewenang formal yang
memberikan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau suatu pihak
daqlam suatu bidang tertentu. Dalam hal demikian dapat kita katakan,
bahwa kekuasan itu bersumber pada hukum, yaitu ketentuan-ketentuan
hukum

yang

perdagangan

mengatur
lahir

dari

pemberian

wewenang

serangkaian

ritual

tadi.15

politik

di

Kebijakan
parlemen,

pembentukan UU Perdagangan ini bersandar pada landasan filosofis yang
bersumber dari cita-cita luhur untuk menciptakan masyarakat adil dan
makmur. Para perumus UU Perdagangan ingin memposisikan tujuan besar
ini sebagai sandaran menyusun pasal per pasal dalam naskah perundangundangan. Sejatinya tujuan pembentukan negara Indonesia adalah untuk
memajukan
diamanatkan

kesejahteraan
dalam

rakyat.

pembukaan

Tujuan

tersebut

Undang-Undang

dengan

Dasar

jelas

Republik

Indonesia Tahun 1945.
Selanjutnya tujuan tersebut dijabarkan dalam Pasal 33 UUD 45
yang menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Demikian pula
halnya dengan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
juga dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Tidak dapat di pungkiri lagi bahwa sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dapat diwujudkan melalui suatu tatanan perekonomian
nasional yang diselenggarakan berdasarkan asas domokrasi ekonomi. „
14

Padmo wahjono, indonesia negara berdasarkan atas hukum, ghalia indonesia, 1986, cet.
II, hlm. 160.
15
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, PT. Alumni,
Bandung, 2013, hlm. 5.

9

Demokrasi ekonomi tersebut berdasarkan kepada prinsip-prinsip:
kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemanirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional. Kehadiran UU Perdagangan sebagai payung dari
kegiatan perdagangan di Indonesia memberikan suatu kejelasan bagi
seluruh pihak dalam mengimplementasikannya, dalam penyusunannya
banyak hal-hal yang mesti dipertimbangkan oleh pemerintah.
Yang menjadi tujuan dalam Prolegnas RUU Perdagangan ini
adalah bahwa UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan bertujuan
untuk menggairahkan dunia perdagangan Indonesia, memperkuat sistem
perekonomian melalui perdagangan yang mengutamakan kepentingan
nasional, serta sebagai jawaban bagi hadirnya tantangan global. Selain
untuk meningkatkan perekonomian nasional dan berdasarkan kepentingan
nasional. UU Perdagangan ini diharapkan menjadi kepastian hukum dan
memberikan rasa aman dalam berusaha yang dilakukan oleh semua
golongan mulai dari usaha menengah kebawah sampai menengah keatas
selain itu, Perdagangan nasional Indonesia adalah aspek strategis yang
bertujuan mewujudkan suatu keadilan Indonesia di bidang ekonomi yang
diharapkan hasil akhirnya tercapai makin majunya ekonomi bangsa dan
makin sejahteranya rakyat Indonesia. Kronologi penyusunan rancangan
undang-undang perdagangan dalam perkembangannya dalam tahun ke
tahun16 :
1. Tahun 1996-2000

Rancangan akademik RUU tentang Perdagangan sudah disusun
sejak tahun 1996, yang ditindak lanjuti dengan penyampaian Prakarsa
Penyusunan RUU tentang Perdagangan kepada Presiden. Pada tahun
1999, DPR-RI telah menghasilkan dua Undang-Undang Inisiatif DPRRI yakni:

16

INTRA Indonesia Trade Indight, Selamat Datang Undang-Undang Perdagangan, 2014,
hlm. 17. Diunduh dari: http://www.kemendag.go.id pada tanggal 19 Desember 2017, pukul 17.00
WIB..

10

- UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
- UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
- UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang WTO; dan
- UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Tahun 2001-2004

Pada

tahun

2001,

dilakukan

penyusunan

kembali

RUU

Perdagangan. Presiden R.I. melalui Surat Nomor : 686/MPP/XI/2003
tanggal 7 November 2003 dan Presiden R.I melalui Sekretaris Negara
memberikan

Persetujuan

Prakarsa

Penyusunan

RUU

tentang

Perdagangan dengan Surat Nomor B-323 tanggal 31 Desember 2003.
Pembentukan Tim Antardep yang bertugas menyusun dan membahas
RUU.
3. Tahun 2005-2007

Pembahasan RUU Perdagangan sudah mulai fokus mengatur halhal yang belum diatur dalam UU lainnya, seperti: Kewenangan
Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Usaha Perdagangan,
Perdagangan Barang, Perdagangan Jasa, Perizinan, Lembaga Usaha
Perdagangan,

Perdagangan

Lintas

Batas,

Standarisasi

Dalam

Perdagangan, Ekspor Impor, Perlindungan Perdagangan, Transaksi
Elektronik, dan memasukkan Praktek Perdagangan Yang Dilarang:
Sumberdaya Manusia Perdagangan dan Pengawasan-Penyidikan.
4. Tahun 2008-2012

Draft RUU Perdagangan telah melalui tahapan pembahasan
harmonisasi yang dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Draft ini sudah melalui kajian pembahasan oleh LPEM UI, survei ke
sejumlah negara, dan review terhadap 31 perundang-undangan lainnya.
Hasil seluruh rapat harmonisasi yang dikoordinir oleh Kementerian
Hukum dan HAM, dikoreksi kembali dari sisi legal drafting nya dan

11

disampaikan ke Kementerian Perdagangan tanggal 9 Agustus 2011,
melalui surat Menteri Hukum dan HAM No. PPE.PP.02.03-1282
tanggal 9 Agustus 2011. Di tahun ini, terjadi pembahasan atas istilah
“demi kepentingan nasional.” Presiden melalui surat No. R29/Pres/03/2012 Tanggal 5 Maret 2012 telah menyampaikan naskah
RUU Perdagangan kepada Ketua DPR-RI.
5. Tahun 2013

Menteri Perdagangan membentuk Tim Pembahas RUU tentang
Perdagangan Tahun 2013 untuk pemantapan pembahasan di DPR
melalui SK Mendag No. 104/M-DAG/ KEP/2/2013. Bulan Juni
2013Masukan untuk perbaikan RUU Perdagangan dari DPR.
6. Juni 2013

Masukan untuk perbaikan RUU Perdagangan dari DPR,
masyarakat, organisasi usaha, media massa, dll meliputi:
a. Naskah Akademik dan RUU Perdagangan menganut paham
liberalisme karena menyerahkan perekonomian Indonesia ke
dalam sistem pasar bebas;
b. RUU Perdagangan bertentangan dengan amanat konstitusi
yang ada dalam Pasal 33 UUD 1945 yaitu “demokrasi
ekonomi”;
c. RUU Perdagangan memberikan peluang bagi Pemerintah
Daerah untuk melakukan liberalisasi sektor perdagangan retail
tanpa mengacu pada peraturan nasional.
7. Juli-Agustus 2013

Lahir RUU Perdagangan disesuaikan dengan naskah akademik
yang baru, setelah melalui serangkaian pembahasan dengan semua
fraksi di parlemen, penyusunan daftar inventaris masalah (DIM) dan
pembahasannya secara intensif.
8. 10 Februari 2014

12

Pada tanggal 10 Februari 2014, Tim Perumus dan Tim
Sinkronisasi melaporkan hasil perumusan dan sinkronisasi pasalpasal
dalam RUU Perdagangan kepada Tim Panitia Kerja.

9. 11 Februari 2014

Pada tanggal 11 Februari 2014 RUU Perdagangan disetujui oleh
semua fraksi di DPR-RI untuk disahkan menjadi UU No. 7 tentang
Perdagangan.
10. 11 Maret 2014

UU tentang Perdagangan ditandatangani oleh Presiden RI dan
diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 11 Maret
2014 menjadi UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran
Negara Tahun 2014 Nomor 45 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5512).
2. Pelanggaran konstitusional dalam Undang-Undang Perdagangan
sebelum membahas pelanggaran konstitusional dalam undang-undang
perdagangan, baiknya kita pahami terlebih dahulu istilah dari konstitusi
terlebih dahulu, sebagaimana diuraikan oleh Taufiqurrahman Syahuri dalam
bukunya yang berjudul “Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum”, secara
singkat konstitusi diartikan dalam arti absolut, yaitu mencakup17:
a. Konstitusi sebagai kesatuan oragnisasi negara;
b. Konstitusi sebagai bentuk negara baik demokrasi ataupub monarki
c. Konstitusi sebagai faktor integrasi; dan
d. Konstitusi sebagai norma hukum dasar negara.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka konstitusi merupakan bagian dari
negara yang mencakup berbafai aspek mulai dari sebagai organisasi negara,
17

Taufiqurrahman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Kencana,
Jakarta, 2011, hlm. 32-33.

13

bentuk negara, dan yang paling pentin konstitusi sebagai norma negara. Maka
dalam menjaga konstitusi suatu negara dibutuhkan aturan yang relevan,
maksudnya adalah bahwa aturan itu tidak boleh bertentangan dengan konstitusi
karena apabila bertentangan maka konstitusi negara tersebut menjadi
terlanggar.
pembentukan undang-undang merupakan salah satu unsur penting dalam
pembangunan hukum nasional yang dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu melalui, yurisprudensi dan hukum tidak tertulis. Dari berbagai cara
tersbut, peraturan perundang-undangan menduduki tempat atau peran utama.
Ada berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam
pembentukan suatu undang-undang, peranan peraturan perundang-undangan
dalam suatu negara tergantung pula pada tradisi hukum yang dianut oleh
negara yang bersangkutan. Secara tradisional, terdapat dua kelompok tradisi
hukum yang utama di dunia ini, yaitu tradisi hukum kontinental (Civil Law
Tradition), dan tradisi hukum angloaskis (Common Law Traditional). Di

samping itu, ada juga yang menambahkan dengan tradisi hukum yang ketiga,
yaitu tradisi hukum sosial (Socialist Law Tradition).18
Republik Indonesia secara historis bersentuhan lebih banyak dengan
tradisi hukum kontinental, karena Belanda menjajah Bangsa Indonesia selama
kurang lebih tiga setengah abad, sehingga bangsa Indonesia mengenai
penerapan hukumnya tidak terlepas dari pengaruh hukum kontinental. Hal
tersebut terdapat dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang

Perdagangan (Undang-Undang Perdagangan). Dalam hal pengesahan Undangundang Perdagangan oleh DPR RI bersama dengan Pemerintah pada dasarnya
tidak mengubah wajah kolonialisme dari undang-undang perdagangan
terdahulu yaitu Bedrijfsreglementerings Ordonnantie (BO) tahun 1934. Hal ini
karena pasal-pasal yang diatur dalam UU Perdagangan yang baru merupakan
pengadopsian dari ketentuan perjanjian perdagangan internasional, yakni
WTO.

18

Bagir Manan dan Kunta Magnar, Op.cit, hlm 13.

14

Sebagai contoh lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal merupakan realisasi dari kesepakatan keanggotaan
Indonesia dalam Organisasi perdagangan dunia, dengan pemberlakuan prinsipprinsip perdagangan internasional yang terdapat dalam GATT/WTO yaitu
antara lain prinsip non diskriminasi (Most Favoured Nation) dan prinsip
perlakuan yang sama (National Treatment), ketentuan penanaman modal
Indonesia semakin liberal hal ini terlihat dari beberapa pasar yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
yaitu antara lain Pasal 3 ayat (1) huruf d, Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Pasal 6
yang merupakan pencerminan dari prinsip GATT/WTO mengenai National
Treatment dan Most Favoudr Nations, Pasal 8, Pasal 12, Pasal 18 angka 4,

Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (4).19
Liberalisasi perdagangan bebas yang berkaitan dengan penanaman modal
asing membawa dampak yang besar bagi perkembangan hukum penanaman
modal dan perdagangan internasional di Indonesia. di satu sisi Indonesia harus
membuat peraturan atau ketentuan-ketentuan yang memudahkan perusahaanperusahaan multinasional untuk menanamkan modalnya di Indonesia, tetapi di
satu sisi ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan pun tidak boleh bertentangan
dengan landasan ekonomi Indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 UndangUndang Dasar 1945 dan Pancasila.
Apabila kita melihat tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana
ditetapkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas),20 yakni
berusaha mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur itu akan
diwujudkan melalui pembangunan di berbagai bidang ekonomi yang terdapat
di negara kita ini, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan,
pertambangan, industri, perdagangan dan jasa-jasa. Melihat dari ketentuan
WTO merupakan suatu bentuk aturan neo-kolonialisme yang mendorong
liberalisasi perdagangan sehingga mengakibatkan hilangnya kedaulatan Negara
19

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penananman Modal, PT. Alumni, Bandung, 2014, hlm.
15.
20
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Loc.cit, hlm. 1.

15

dalam mempertahankan kepentingan nasionalnya akibat komitmen yang
diikatkannya. Oleh karena itu, UU perdagangan berpotensi melanggar
Konstitusi, sebagai contohnya adalah:21
1. UU Perdagangan telah menimbulkan perlakuan yang tidak adil
bagi pelaku usaha kecil (petani, nelayan, dan UMKM).




Pasal 2 huruf c, Pasal 14 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 57 ayat
(1) dan (2), Pasal 133
Prinsip non-diskriminasi yang diterapkan dalam UU perdagangan
terhadap seluruh pelaku usaha telah merugikan petani, nelayan,
dan UMKM ketika harus berhadap-hadapan secara langsung
dengan pelaku usaha yang lebih besar. Perbedaan yang sangat
besar diantara mereka mengakibatkan petani, nelayan, dan
UMKM tidak akan mampu bersaing secara setara dalam medan
perdagangan bebas yang berjalan hari ini. Hal ini akan berdampak
terhadap kesejahteraan serta kelangsungan atas usaha yang



menjadi penghidupan petani, nelayan, dan UMKM.
Oleh karena itu, Negara seharusnya memberikan perlindungan
bagi petani, nelayan, dan UMKM secara eksklusif dengan
perlakuan khusus terhadap mereka. Dan hal ini telah dilindungi
dalam Konstitusi.

2. UU Perdagangan telah menimbulkan ketidakpastian hukum
yang adil bagi kelompok rakyat ekonomi rentan sehingga
menghilangkan

tanggung

jawab

Negara,

dalam

hal

ini

pemerintah , untuk melindungi hak-hak dasar kelompok
masyarakat rentan yang dirugikan dari praktik perdagangan
bebas.


Pasal 13

Indonesia for global jusdtice & IKAPPI, “Pelanggaran Konstitusi dalam UU
Perdagangan, 3 Maret 2014, diunduh dari: http://igj.or.id. Pada tanggal 19 Desember 2017, pukul
15.00 WIB.
21

16



Praktik

perdagangan

bebas

yang

merugikan

masyarakat,

khususnya petani, nelayan, dan UMKM, semakin dilanggengkan
dengan

keberadaan

perlindungan

UU

kepentingan

Perdagangan.
nasional

Bahkan

terhadap

aturan
ancaman

perdagangan bebas seakan sengaja dibuat mengambang dan tidak
mengikat kuat secara hukum. Sehingga menghilangkan jaminan


kepastian hukum bagi masyarakat.
Hal ini akibat pengikatan komitmen terhadap berbagai perjanjian
perdagangan internasional yang tidak dapat dilanggar sehingga
menghilangkan kedaulatan pemerintah dalam menetapkan isi dari
regulasi nasional yang mampu melindungi kepentingan nasional
secara tegas, kuat, dan mengikat. Inilah yang akhirnya
menyebabkan

hilangnya

tanggung

jawab

Negara

dalam

memenuhi kewajibannya sebagaimana amanat dari konstitusi.
3. UU Perdagangan telah menghilangkan hak-hak petani, nelayan,
dan UMKM untuk mendapatkan perlindungan dan melakukan
pembelaan untuk mempertahankan kepentingannya.
 Pasal 67 ayat (3), Pasal 70 ayat (1), Pasal 97 ayat (3)

 Dalam hal pengambilan kebijakan perdagangan yang akan
berdampak terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat,
Negara tidak melibatkan petani, nelayan, dan UMKM sebagai
unsur

utama.

Terlebih

lagi

pengadopsian

mekanisme

perlindungan dan pengamanan perdagangan yang diambil dari
perjanjian WTO sama sekali tidak mencerminkan suatu
mekanisme yang diperuntukkan bagi perlindungan pelaku usaha
kecil. Hal ini karena mekanisme WTO diperuntukkan bagi
perusahaan multinasional yang dirugikan dari kebijakan sebuah
Negara

yang

melakukan

proteksi

terhadap

kepentingan

nasionalnya.

17

 Oleh karena itu, setiap warga Negara mempunyai hak untuk
melakukan pembelaan dan memperjuangkan haknya demi
mempertahankan kepentingannya. Hal ini telah dilindungi di
dalam Konstitusi.
4. UU Perdagangan telah menghilangkan kedaulatan rakyat untuk
dapat mempertahankan penghidupannya

 Pasal 26 ayat (1), Pasal 57 ayat (4), Pasal 57 ayat (7)

 Pembukaan pasar telah mendorong lonjakan impor yang akhirnya
menyingkirkan keberadaan produk lokal yang kalah bersaing
dengan produk impor. Selain itu, pembukaan pasar tidak lagi
mewajibkan pemerintah untuk mengutamakan produksi dalam
negeri sebagai satu-satunya sumber dalam memenuhi kebutuhan
domestik nya. Pengelolaan Negara terhadap cabang-cabang
produksi yang penting dan strategis menjadi hilang. Sehingga
pilihan impor selalu menjadi jalan keluar.

 Hal ini kemudian berdampak terhadap pelaku usaha kecil lokal
yang

semakin

tersingkir

perannya

dan

pada

akhirnya

menghilangkan sumber penghidupannya. Kedaulatan rakyat atas
ekonominya menjadi hilang.
5. UU Perdagangan telah menghilangkan jaminan dan hak rakyat
untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.




Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 57 auat (4) dan ayat (7)
Berdasarkan Point 5 diatas, ketika kedaulatan rakyat telah hilang
dalam mempertahankan kepentingannya, dalam hal ini adalah
sumber-sumber penghidupan ekonominya, maka hal ini sudah
tentu juga telah menghilangkan jaminan perlindungan terhadap
hak pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyat.

6. UU Perdagangan telah melanggar kedaulatan ekonomi nasional.
 Pasal 13 ayat 1

18

 Bahwa esensi dari pengaturan perdagangan dalam UU ini didasari
pada semangat liberalisasi ekonomi, bukan kepada semangat
ekonomi kerakyatan yang didasari pada Pasal 33 ayat (1), (2), dan
(3).
UU Perdagangan pada nyatanya seperti yang telah dijabarkan diatas yaitu
masih terdapatnya suatu kekurangan, yaitu adanya pela pelanggaran konstitusi,
padahal apabila kita melihat dari tujuan pembentukan UU Perdagang terebut
yang berdasarkan kepada Pasal Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 yang
menyebutkan

bahwa

dalam

terciptanya

kesejahteraan

umum

ialah

perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi, lalu
kekayaan alam di kuasai oleh negara dan dipergunkan oleh seluruh rakya.
Pada kenyataanya UU Perdagagan ini pun terdapat beberapa Pasal yang
melanggar asasi manusia. Bahwasanya dalam Pasal 28 huruf D UUD 1945
tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa:22
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
4. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam UU Perdagangan ini banyak
dirasakan oleh para pengusasa kecil yang munculnya diskriminatif terhadap
haknya, ketidakpastian hukum yang adil bagi kelompok rakyat ekonomi rentan,
menghilangkan hak-hak petani, nelayan, dan UMKM untuk mendapatkan
perlindungan
kepentingannya,

dan

melakukan

menghilangkan

pembelaan
kedaulatan

untuk
rakyat

mempertahankan
untuk

dapat

mempertahankan penghidupannya, menghilangkan jaminan dan hak rakyat
22

Hernandi Affandi, Hak Asasi Manusia, Pemerintahan Yang Baik, dan Demokrasi di
Indonesia,CV. Kancana Salakadomas, Bandung, 2013, hlm. 12.

19

untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, melanggar
kedaulatan ekonomi nasional.
E. Kesimpulan
Yang menjadi tujuan dalam Prolegnas RUU Perdagangan ini adalah
bahwa UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan bertujuan untuk
menggairahkan

dunia

perdagangan

Indonesia,

memperkuat

sistem

perekonomian melalui perdagangan yang mengutamakan kepentingan nasional,
serta sebagai jawaban bagi hadirnya tantangan global. Selain untuk
meningkatkan perekonomian nasional dan berdasarkan kepentingan nasional.
UU Perdagangan ini diharapkan menjadi kepastian hukum dan memberikan
rasa aman dalam berusaha yang dilakukan oleh semua golongan mulai dari
usaha menengah kebawah sampai menengah keatas selain itu, Perdagangan
nasional Indonesia adalah aspek strategis yang bertujuan mewujudkan suatu
keadilan Indonesia di bidang ekonomi yang diharapkan hasil akhirnya tercapai
makin majunya ekonomi bangsa dan makin sejahteranya rakyat Indonesia
Terdapatnya suatu pelanggaran konstitusional dalam Undang-Undang
Perdagangan yang mana diantaranya adalah munculnya diskriminatif terhadap
haknya, ketidakpastian hukum yang adil bagi kelompok rakyat ekonomi rentan,
menghilangkan hak-hak petani, nelayan, dan UMKM untuk mendapatkan
perlindungan

dan

kepentingannya,

melakukan

menghilangkan

pembelaan
kedaulatan

untuk
rakyat

mempertahankan
untuk

dapat

mempertahankan penghidupannya, menghilangkan jaminan dan hak rakyat
untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, melanggar
kedaulatan ekonomi nasional.
F. Rekomendasi
Dalam Naskah Akademik perlu diuraikan tentang rujukan terkait dengan
RUU yang akan dibuat. Hal ini bertujuan untuk menghindari tumpang
tindihnya aturan baik secara horizontal maupun vertikal, serta untuk
harmonisasi dan sinkronisasi berbagai undang-undang yang sudah ada dalam
proses pembentukan undang-undang. harmonisasi dan singkronisai disini

20

terbilang penting juga supaya pemerintah dalam membuat suatu undangundang dapat diterima oleh semua kalangan manusia yang tanpa merugikan
siapapun, sehingga saya dengan melihat adanya pelanggaran konstitusional
dalam UU Perdagangan tersebut maka saya harap pemerintah memperbaharui
UU Perdagangan tesebut guna untuk benar-benar terciptanya kesejahteraan
rakyat dalam bidang perekonomian nasional yang hak-hak rakyat selaku
bagian dari bangsa indonesia dapat terjamin haknya tersebut.

21

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Hernandi. 2013. Hak Asasi Manusia, Pemerintahan Yang Baik, dan
Demokrasi di Indonesia . CV. Kancana Salakadomas. Bandung.

Budiardjo, Miriam. 1978. Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta
Chandrawulan, An.An, 2014. Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi
Hukum Perdagangan Internasional dan Hukum Penananman Modal, PT.

Alumni, Bandung.
Ilmar, Aminuddin . 2006. Hukum Penanaman Modal di Indonesia . Kencana.
Jakarta.
Indrati, Maria Farida. 2012. Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik
Pembentukannya , Kanisius. Yogyakarta.

Kansil, C.S.T dan Christine S.T. Kansil. 2004. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum
Dagang Indonesia . Sinar Grafika. Jakarta.

Kusumaatmadja, Mochtar. 2013. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,
PT. Alumni, Bandung.
MD, Moh. Mahfud. 2009. Politik Hukum Di Indonesia , Rajawali Pers. Jakarta
Manan, Bagir dan Kunta Magnar. 1987 Peranan pertauran Perundang-undangan
Dalam Pembinaan Hukum Nasional. CV. Armico. Bandung.

Nusantara, Abd. G. Hakim dan Nasroen Yasabari. 1980. Beberapa Pemikiran
Pembangunan Hukum di Indonesia. PT. Alumni. Bandung.

Ranggawidjaja, Rosjidi. 1998. Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia ,
Mandar Maju, Bandung.
Salman, Otje dan Eddy Damian. 2002. Konsep-Konsep Hukum dalam
Pembangunan, Alumni, Bandung.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mammudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif. Suatu
Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Syahuri, Taufiqurrahman. 2011. Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum,
Kencana, Jakarta.

22

Wahjono, Padmo. 1986, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, ghalia
indonesia. Jakarta.

Undang-Undang:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

Sumber lain-lain:
Indonesia for global jusdtice & IKAPPI, “Pelanggaran Konstitusi dalam UU
Perdagangan, 3 Maret 2014, diunduh dari: http://igj.or.id. Pada tanggal 19
Desember 2017, pukul 15.00 WIB
INTRA Indonesia Trade Indight, Selamat Datang Undang-Undang Perdagangan,
2014, hlm. 17. Diunduh dari: http://www.kemendag.go.id pada tanggal 19
Desember 2017, pukul 17.00 WIB..

23