PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS PEDESAAN tinj

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS PEDESAAN
UNTUK MENGURANGI KERUSAKAN HUTAN DAN
PENCEMARAN SUMBER AIR
Runi Asmaranto1*, Denny Widhiyanuriyawan2, dan Sugiharto2
1

Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
2

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
* runi_asmaranto@ub.ac.id

Intisari
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menunjang kelestarian lingkungan
diantaranya adalah konservasi daerah aliran sungai (DAS), perlindungan mata
air (PERMATA) dan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT). Upaya
lain yang dapat dilakukan adalah Pengembangan Teknologi Biogas Pedesaan,
selain mengurangi konsumsi kayu bakar bagi masyarakat desa hutan juga dapat
mengurangi pencemaran air dari hulu DAS akibat kotoran hewan. Badan Penelitian
dan Pengabdian Kepada Masyarakat(BPP) FT-UB, dalam mewujudkan misi
visinya mendukung kegiatan energi terbarukan salah satunya adalah pengembangan

teknologi biogas kotoran sapi. Dalam waktu 5 tahun terakhir, melalui kegiatan
pengabdian masyarakat telah mengelola 18 desa binaan energi mandiri hijau dan
ramah lingkungan. Mulai tahun 2011 hingga tahun 2015, dengan didukung oleh
sumber dana dipa FT-UB dan CSR telah membangun 45 digester biogas yang
tersebar di beberapa desa binaan mulai wilayah Jawa Timur dan Wonogiri (Jawa
Tengah). Pengembangan teknologi biogas masih perlu dikembangkan mengingat
teknologi ini berdampak positif terhadap perubahan perilaku masyarakat desa hutan
(hulu DAS) yang semula mengkonsumsi kayu bakar untuk kebutuhan energi seharihari beralih dengan konsumsi gas methan yang dihasilkan dari digester biogas.
Selain itu kotoran hewan (slurry) yang telah mengering keluar dari outlet digester
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan budidaya cacing (makanan ikan)
sehingga menunjang ekonomi produktif masyarakat.
Kata Kunci: daerah aliran sungai, biogas, digester.

LATAR BELAKANG
Salah satu isu hangat yang sedang berkembang dalam tiga dasawarsa terakhir
adalah masalah kerusakan lingkungan. Ketertarikan masyarakat internasional
terhadap masalah ini muncul akibat kenyamanan manusia dipermukaan bumi mulai
terganggu akibat adanya kerusakan lingkungan, yang ditandai dengan adannya
perubahan iklim global dan penurunan kualitas lingkungan (Endang Sulistiawati
dan Susy YP, 2005). Selain itu untuk mendukung program ketahanan pangan dan

energi yang dicanangkan oleh pemerintah adalah menjaga kelestarian lingkungan
daerah aliran sungai. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menunjang kelestarian
lingkungan diantaranya adalah reboisasi, konservasi DAS secara mekanik dan
vegetatif, perlindungan mata air (PERMATA), Rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah (RLKT), dll. Namun upaya lain yang dapat dilakukan adalah Pengembangan
Teknologi Biogas Pedesaan, selain menunjang program konservasi daerah aliran

66

sungai (konsumsi kayu bakar bagi masyarakat desa hutan menjadi berkurang) dan
mengurangi pencemaran air dari hulu DAS akibat sumber pencemar kotoran hewan
karena tertampung dalam reaktor (digester) selanjutnya diolah menjadi biogas.
Manfaat yang paling mudah dari kotoran sapi adalah digunakan sebagai pupuk
kandang. Sedangkan di berbagai tempat di belahan dunia, kotoran sapi yang kering
(dikeringkan) digunakan sebagai bahan bakar. Kotoran sapi juga digunakan untuk
menghasilkan biogas untuk menghasilkan listrik dan panas. Biogas memiliki
kandungan gas metana dan telah digunakan secara luas di berbagai pedesaan di
India dan Pakistan sebagai sumber energi terbarukan. Di Afrika Tengah, masyarakat
suku Maasai membakar kotoran sapi di dalam rumah untuk menangkal nyamuk,
sedangkan di tempat dingin, kotoran sapi bisa dijadikan sebagai bahan insulasi

termal. Manfaat lain dinegara berkembang, kotoran sapi juga merupakan salah satu
pilihan bahan baku pembuatan bahan bangunan setara dengan bata.
Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena produksi
biogas dari kotoran peternakan sapi ditunjang oleh kondisi yang kondusif
perkembangan peternakan sapi akhir-akhir ini. Disamping itu regulasi di bidang
energi seperti kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liqueied Petroleum
Gas), premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah
mendorong pengembangan sumber energi alternatif yang murah, berkelanjutan dan
ramah lingkungan. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan kegiatan pembangunan
instalasi unit pemroses biomasa (kotoran sapi) menjadi energi Biogas yang dilakukan
oleh BPP FT-UB di beberapa wilayah desa binaan
KAJIAN PUSTAKA
Sejarah Biogas
Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar di
benua Eropa. Penemuan ilmuwan Volta terhadap gas yang dikeluarkan di rawa-rawa
terjadi pada tahun 1770, beberapa dekade kemudian, Avogadro mengidentiikasikan
tentang gas metana. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk
dari proses anaerobik digestion (Ana Nurhasanah, dkk, 2007). Tahun 1884 Pasteour
melakukan penelitian tentang biogas menggunakan kotoran hewan, era penelitian
Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini.

Biogas adalah suatu jenis gas yang bisa dibakar, yang diproduksi melalui proses
fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa
limbah pertanian atau campuran keduanya, didalam suatu ruang pencerna
(digester). Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersebut terbesar
adalah gas Methan (CH4) sekitar 54 - 70% serta gas karbondioksida (CO2) sekitar
27 - 45%. Gas methan (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan
bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu
sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m³, sedangkan gas metana murni mengandung
energi 8900 Kcal/m³. Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat
dipergunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakkan mesin dan
sebagainya. Sistim produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti
(a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak
sedap, (c) sebagai pupuk dan (d) produksi daya dan panas.

67

Proses pembuatan biogas
Pada prinsipnya, pembuatan Biogas sangat sederhana, hanya dengan memasukkan
substrat seperti kotoran ternak ke dalam digester yang anaerob yang kemudian akan
menghasilkan biogas dan dapat dimanfaatkan seperti untuk kompor gas. Digester

atau reaktor yang digunakan untuk memperoleh biogas pun terdiri atas beberapa
jenis, biasanya ada tiga jenis reaktor biogas yaitu jenis reaktor kubah tetap (ixed
dome), jenis loating drum dan jenis balon (plug low digesters) (Karthik Rajendran,
et.al 2012)
Prinsip kerja pembentukan biogas adalah pengumpulan feces ternak kedalam suatu
tangki kedap udara yang disebut “digester” (pencerna). Di dalam digester tersebut
kotoran dicerna dan difermentasi oleh bakteri yang menghasilkan gas methan serta
gas-gas lain. Gas yang timbul dari proses ini kemudian ditampung di dalam suatu
tangki lanjutan atau langsung disalurkan ke rumah konsumen biogas. Penumpukan
produksi gas akan menimbulkan tekanan sehingga dapat disalurkan ke rumah
konsumen melalui pipa penyalur. Gas yang dihasilkan tersebut dapat dipakai untuk
memasak dengan menggunakan kompor gas, untuk penerangan dengan mengubah
lampu petromaks disesuaikan dengan sistem penggunaaan bahan bakar gas, atau
penggerak motor listrik (Gambar 1). Gas yang dihasilkan ini sangat baik untuk
pembakaran karena mampu menghasilkan panas yang tinggi, apinya berwarna biru,
tidak berbau dan tidak berasap (anonim, 2012).

Gambar 1. Proses pemanfaatan biogas kotoran sapi
Tabel 1. Komposisi kandungan kimia pada Biogas (Anonim, 2012)


68

Kandungan Zat Kimia

Simbol

Prosentase

Methan
Karbon Dioksida
Hydrogen
Nitrogen
Uap Air

CH
CO4
H2
N2
H 2O 2


50 - 70 %
30 - 40 %
5 - 10 %
1-2%
0.3 %

Tabel 1 menjelaskan komposisi kandungan kima dari biogas dimana hampir
sekitar 50 – 70 % didominasi oleh Methan (CH4), Karbondioksida sekitar 30-40 %
sedangkan sisanya berupa Hydrogen, nitrogen dan uap air. Sedangkan Tabel 2
(Anonim, 2012) menunjukkan kesetaraan volume 1 m3 biogas yang dihasilkan jika
dibandingkan dengan sumber bahan bakar yang lain.
Tabel 2. Kesetaraan 1 m³ Reaktor Biogas dibanding bahan bakar lainnya
Bahan bakar
Elpiji
Minyak Tanah
Solar
Bensin
Kayu Bakar

Volume

0.46 kg
0,62 liter
0,52 liter
0,80 liter
3,5 kg

METODOLOGI
Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif tentang upaya penurunan sumber
pencemaran air akibat limbah kotoran ternak dan penurunan kerusakan hutan
melalui pemberdayaan masyarakat desa hutan melalui program desa mandiri
energi berbasis biogas kotoran ternak. Kajian yang dilakukan adalah analisa biaya
dan analisa ekonomi pembuatan digester secara mandiri oleh masyarakat mitra.
Hasil kajian akan dilihat sejauh mana nilai manfaat bagi peternak sapi ditinjau dari
manfaar biogas yang dihasilkan dan penurunan bahan pencemaran akibat kotoran
hewan (kohe).
HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN
Pencemaran Air akibat Limbah Kotoran Hewan
Limbah ternak merupakan hasil sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, dan sebagainya. Semakin
berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.

Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar
usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan urine
merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar manure
dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba.
Limbah peternakan dapat berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan.
Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase
padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak).
Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air
seni atau urine, air dari pencucian alat-alat).
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk
mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Kehadiran
limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan pencemaran yaitu
dengan menimbulkan debu. Hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan
Hewan Cakung, Jakarta yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas
air menurun, yang disebabkan oleh kandungan sulida dan amoniak bebas di atas
kadar maksimum kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp. yang
membahayakan kesehatan manusia.

69


Akibat pencemaran air oleh limbah ternak
Banyak sekali sumber pencemaran air permukaan atau air tanah, diantaranya
adalah : sumber pencemaran pertanian, industri, peternakan/perikanan, dan limbah
domestik (Sunu, 2001). Salah satu akibat pencemaran air oleh limbah ternak ialah
meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai
efek polusi yang spesiik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi
penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutroikasi, penurunan
konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitriikasi yang terjadi di dalam air
yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air. Masih menurut Sunu,
hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung, Jakarta yang
dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang disebabkan
oleh kandungan sulida dan amoniak bebas di atas kadar maksimum kriteria kualitas
air. Selain itu adanya Salmonella spp, yang membahayakan kesehatan manusia.
Dibeberapa wilayah di Indonesia, banyak sekali peternak tinggal di kawasan hulu
DAS dan membuang kotoran ternak ke saluran irigasi atau ke sungai dan bermuara
di waduk. Salahsatu contoh adalah waduk selorejo yang tercemar dari kotoran
ternak dari Desa Pujon kidul (Gambar 2). Beberapa dampak yang lain adalah terjadi
pendangkalan sedimen kotoran hewan di beberapa ruas saluran irigasi bahkan pintu
bagi/sadap, sehingga mengurangi kinerja sarana irigasi. Pembuangan slurry kotoran
hewan secara langsung ke saluran drainasi juga mengurangi kapasitas saluran

drainasi akibat endapan dan mengurangin keindahan lingkungan (Gambar 3) .




Gambar 2. Limbah slurry kotoran ternak yang dibuang ke saluran irigasi dari beberapa
kandang ternak mengalir ke Sungai Konto dan bermuara di Waduk Selorejo
Ada beberapa cara menangani pencemaran limbah ternak adalah : pemanfaatan
untuk pakan dan media cacing tanah, pupuk organik dan pemanfaatan energi biogas.
Berdasarkan data PJT I tahun 2013, pertumbuhan eceng gondok di Waduk
Selorejo, Ngantang Kabupaten Malang, Jawa Timur, sangat cepat. Pertumbuhan
telah mencapai 100 hektare dari total luas waduk sekitar 650 hektare.
Padahal, waduk dengan kapasitas air maksimum 62 juta meter kubik itu digunakan
untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik 45 juta kWh per tahun. Juga untuk
kebutuhan irigasi area pertanian seluas 5.700 hektare di daerah Kecamatan Pare,
Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Jombang. Sedangkan menurut Ayu Pratama, et.al
(2015) Waduk Selorejo telah mengalami eutroikasi dengan kategori hipereutrof
berdasarkan PerMenNLH tahun 2009 dengan parameter Total P dan NO3N,
kloroil a dan kecerahan rata-rata. Telah terlihat bahwa kondisi Waduk Selorejo

70

sebelum terjadi erupsi Gunung Kelud maupun setelah terjadi erupsi Gunung
Kelud, kondisi waduk tetap mengalami proses eutroikasi atau pengkayaan unsur
hara bagi kesuburan perairan. Pada kondisi eutroikasi (pengkayaan nutrisi) akan
menyebabkan
fenomena alga bloom
pada genangan waduk.



Gambar 3. Limbah slurry kotoran ternak yang dibuang ke saluran drainasi
Tabel 3. Kriteria Status Troik Kadar Kloroil a Danau/Waduk



Selain disebabkan oleh pencemaran limbah pertanian (pupuk) didaerah hulu, sumber
penyebab pengayaan nutrisi di lingkungan perairan (eutroikasi) juga diakibatkan
oleh kotoran hewan yang dibuang langsung di sungai dan mengalir ke waduk.
Eutroikasi dapat meningkatkan kesuburan tumbuhan air, dengan melimpahnya
tumbuhan air maka banyak yang tidak termakan oleh konsumen dan akhirnya mati
mengendap di dasar perairan dan menyebabkan pendangkalan. Menurut beberap
peneliti, pupuk kandang / kotoran ternak ayam adalah sangat kaya kandungan
nitrogen organik untuk menyuburkan tanah, sedangkan menurut Organic Vegetable
Cultivation in Malaysia (2005) menyebutkan bahwa kandungan makro terbanyak
pada kotoran sapi adalah unsur Nitrogen (2,04%) sisanya berupa unsur P, K, Ca dan
Mg (Anonim, 2015).

71

Kegiatan pembangunan biogas di Desa binaan FT- UB
Semenjak tahun 2009 Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT-UB) lebih
memfokuskan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat pada 12 desa
binaan di Jawa Timur, dimana kegiatan yang dilakukan berdasarkan kebutuhan
masyarakat dan lebih menuju pada keenergian. Dalam perkembangannya, sejak
tahun 2012 telah dikembangkan lebih lanjut sehingga jumlah desa binaan dari
semula 12 desa bertambah menjadi 19 desa yang tersebar di Propinsi Jawa Timur
(Kota Malang, Kabupaten Malang, Lumajang, Probolinggo, Ponorogo, Blitar)
dan Wonogiri Jawa Tengah (Runi Asmaranto, 2014). Kegiatan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat yang di koordinasikan oleh peran aktif lembaga
BPP FT-UB disesuaikan dengan potensi masing – masing desa binaan. Beberapa
hasil isik pembangunan keenergian yang terkait dengan biogas antara lain:
1. Pembuatan 13 unit biogas, 2011, di desa Tegalweru, Kec. Dau, Kab. Malang,
kerjasama dengan CSR PT Danareksa (Persero) Jakarta. Saat ini dimanfaatkan
sebagai sarana memasak dan penerangan untuk 14 KK.
2. Pembuatan 1 unit biogas, 2013, di desa Cemorokandang, Kec. Kedungkandang,
Kab. Malang, Pengabdian Kepada Masyarakat/PKM Terpadu FT UB. Saat ini
dimanfaatkan sebagai sarana memasak dan penerangan untuk 1 KK.
3. 1 unit biogas, 2013, di desa Selorejo, Kec. Dau, Kab. Malang, Pengabdian
Kepada Masyarakat/PKM DIPA FT UB. Saat ini dimanfaatkan sebagai sarana
memasak dan penerangan untuk 1 KK
4. 20 unit biogas, 2013, di Kecamatan Tutur, Kab. Pasuruan, kerjasama dengan
CSR PT Gas Negara (PGN) Jakarta. Saat ini dimanfaatkan sebagai sarana
memasak dan penerangan untuk 20 KK
5. 1 unit biogas, 2014, di desa Cemorokandang, Kec. Kedungkandang, Kab.
Malang, Pengabdian Kepada Masyarakat/PKM Terpadu FT UB. Saat ini
dimanfaatkan sebagai sarana memasak dan penerangan untuk 1 KK
6. 4 unit biogas, 2014, di desa Pohijo Kec. Sampung Kab. Ponorogo, Pengabdian
Kepada Masyarakat/PKM Terpadu FT UB. Saat ini dimanfaatkan sebagai
sarana memasak dan penerangan untuk 8 KK
7. 2 unit biogas, 2014, di desa Purwoharjo Kec. Karang Tengah Kab. Wonogiri,
Pengabdian Kepada Masyarakat/PKM Terpadu FT UB. Saat ini dimanfaatkan
sebagai sarana memasak dan penerangan untuk 4 KK.
Parameter desain Biogas yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
a. 1 kg kotoran akan menghasilkan ± 37 liter biogas
b. Masa retensi kotoran hingga 50 hari
c. Menggunakan kotoran ternak/ bahan organik sebagai bahan pengisi,
membutuhkan minimal 20-30 kg kotoran ternak.
d. Perbandingan jumlah kotoran & air - 1:1
e. Digunakan untuk keperluan rumah tangga
f. Eisiensi penyimpanan volume gas hingga 60%, jumlah gas yang cukup
untuk memasak dan penerangan.

72





Gambar 4. Lampu dan kompor biogas bantuan BPP FT-UB di Desa Pohijo yang
diresmikan oleh Bupati Ponorogo
Kajian Ekonomi Pembangunan Digester Biogas
Kajian ekonomi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat di Desa Binaan bahwa, pembangunan digerster biogas secara swadaya
tanpa subsidi tetap akan menguntungkan jika dibandingkan dengan penggunaan
energi yang lain. Biaya konstruksi reaktor biogas dengan ukuran 8 m3 adalah sebesar
= Rp. 7.500.000 dengan produksi biogas per m3 digester setara dengan LPG 0.46 kg
sehingga dihasilkan = 3,68 kg. Dengan harga gas LPG = Rp. 4.600/L dihasilkan nilai
jual sebesar Rp. 16.928/hari atau Rp. 6.094.080/tahun. Nilai manfaat lain seperti
pupuk organik hasil limbah biogas tidak diperhitungkan. Biaya tahunan berupa
biaya operasi dan pemeliharaan diambil sebesar 20% dari biaya konstruksi. Biaya
tidak termasuk biaya pembelian sapi karena instalasi biogas ini dikhususkan bagi
peternak sapi yang sudah ada. Dari hasil kajian analisis ekonomi didapatkan bahwa
investasi ini sangat layak dengan nilai EIRR = 79% (kondisi Normal) dan EIRR =
69% (biaya naik 20%, keuntungan tetap) sebagimana disajikan pada Gambar 5. Hal
ini berarti jika suku bunga bank bagi Kredit Usaha Mikro sebesar 18 % maka pada
tahun ke-10 dihasilkan nilai NPV sebesar Rp. 19.213.200,- (kondisi Normal).
Jika diasumsikan calon peternak sapi harus membeli 1 ekor sapi dan mendapatkan
bantuan 1 ekor subsidi sapi (dana CSR atau instansi terkait), maka hasil biogas
masih sangat layak dengan nilai EIRR = 22 % (kondisi normal) dan nilai NPV tahun
ke-10 sebesar = Rp. 2.865.000,-. Nilai manfaat yang dihitung hanya dari biogas
kotoran hewan tidak termasuk manfaat daging atau susu perah yang dihasilkan. Jika
dilakukan analisis lebih lanjut maka manfaat lain secara ekonomi dan sosial dari
pembangunan digester biogas sebagai berikut:
1. Manfaat Ekonomi digester Biogas :
a. Mengurangi Penggundulan hutan (1 m3 biogas identik dengan 3,5 kg kayu
bakar, sehingga jika dibuat 1 buah digester berukuran 8m3 setara dengan
pengurangan kayu bakar 28,0 kg/hari).
b. Mengurangi sumber pencemaran akibat kotoran hewan yang dibuang
secara langsung ke sumber air (sungai, danau, waduk, dll)
c. Mengurangi penggunaan pupuk kimia (akibat melimpahnya pupuk organik
sisa pemrosesan biogas)
d. Mengurangi Polusi udara

73

e. Budidaya pakan ikan dengan ternak cacing limbah biogas
f. Pengurangan Emisi akibat pemanasan global (pemanfaatan bahan bakar
fosil)
g. Kesehatan lingkungan meningkat
2. Manfaat Sosial pembangunan Digester Biogas :
a. Berkurangnya waktu untuk memasak (memasak lebih cepat)
b. Meningkatnya standar hidup masyarakat
c. Peluang kesempatan kerja meningkat
d. Pemanfaatan sumberdaya lokal
e. Ketersediaan pupuk organik yang bernilai jual.
8

7
Kondisi Normal

Kondisi Biaya naik 20%, Manfaat Tetap

Kondisi Manfaat Naik 20%, Biaya Tetap

6

B/C

5

4

IRR = 65,71 %
3

IRR = 79 %
2

1

0
0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Suku Bunga (%)

Gambar 5. Graik hubungan antara suku bunga dan BCR (beneit cost ratio)
pembuatan digester biogas
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Penerapan teknologi biogas kotoran hewan di daerah hulu DAS akan
membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat khususnya
masyarakat desa hutan (MDH). Penerapan teknologi ini akan membantu
mengurangi ketergantungan masyarakat akan hasil hutan (pemanfaatan kayu
bakar, dll) karena produksi gas yang dihasilkan cukup melimpah sekitar 3,68
kg/hari untuk digester berukuran 8 m3. Hal ini setara dengan pengurangan
bahan bakar kayu bakar seberat 28 kg/hari untuk 1 buat digester.
2. Biaya pembuatan instalasi digester biogas berukuran 8 m3 sekitar Rp.
7.500.000 menghasilan manfaat pertahun dari gas sekitar Rp. 6.000.000,Investasi biogas sangat layak secara ekonomi meskipun nilai manfaat hanya
didasarkan atas nilai jual gas yang dihasilkan (belum termasuk susu perah
atau daging). Pada kondisi ini diperoleh nilai EIRR = 79,25 % atau diatas
nilai bunga bank yang berlaku.

74

3. Peternak di daerah hulu kebanyakan tidak mempunyai instalasi pengolah
limbah sendiri, sehingga pengembangan teknologi biogas secara mandiri
atau bersama dapat mengurangi beban pencemar yang dibuang langsung
ke sungai/ ke waduk yang menimbulkan eutroikasi (pengayaan nutrisi di
lingkungan perairan).
Rekomendasi
Perlu kajian mendalam mengenai penyebaran dan jumlah peternak di seluruh
kawasan hulu daerah aliran sungai, serta kajian sumber pencemaran yang dihasilkan.
Selain itu proses transfer of technology tidak hanya dilakukan saat proses pembuatan
digester namun diperlukan pendampingan teknologi untuk menjamin keberlanjutan
operasi dan pemeliharaan digester agar menghasilkan biogas secara kontinu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan pada semua pihak terkait yang mendukung
kegiatan pembangunan digester biogas baik oleh mitra masyarakat industri maupun
mitra UKM yang telah membantu mengembangkan kegiatan pengabdian kepada
masyarakat BPP-FT UB untuk mewujudkan terciptanya desa energi mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Pengembangan Biogas di KAN Jabung, Rakornas Desa Mandiri
Energi (DME), Malang 20-21 Nopember.
Anonim 2015. Kandungan Unsur Hara Kotoran Sapi, Kambing, Domba dan Ayam.
http://www.organikilo.co/2014/12/kandungan-unsur-hara-kotoran-sapi.html
[diakses 25 Juli 2015]
Asmaranto, R., 2014. Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat BPP FT UB,
Workshop Pengembangan Potensi Desa Binaan, FT UB 3 Mei 2014.
Nurhasanah, A.,Widodo, T.W., Asari, A., dan Rahmarestia, E., 2007.
Perkembangan Digester Biogas di Indonesia (Studi Kasus di Jawa Barat dan
Jawa Tengah), Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.
Carlson, R.E. and Simpson, J., 1996. A Coordinator’s Guide to Volunteer Lake
Monitoring Methods. North American Lake Management Society. 96 pp.
Pratama, A.P., et.al. 2015. Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran
Berdasarkan Kriteria Status Troik Waduk Selorejo Pasca Erupsi Gunung
Kelud. Skripsi Teknik Pengairan FT UB.
Rajendran, K., Aslanzadeh, S., dan Taherzadeh, M.J., 2012. Household Biogas
Digesters—A Review, Energies 2012, 5, 2911-2942; ISSN 1996-1073 www.
mdpi.com/journal/energies.
Sulistiawati, E., dan Susy Y.P., 2005. Dampak Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Terhadap Keseimbangan Lingkungan, Jurnal Kaunia Vol.1 No. 1 April 2005:
37-53.
Sunu, P., 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. PT.
Grasindo. Jakarta.

75