Teeth Extraction Multiple of Child with Cerebral Palsy

92

Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009

Multiple Ekstraksi Gigi pada Anak Penderita Cerebral Palsy
Teeth Extraction Multiple of Child with Cerebral Palsy
Rusdima Udi1
ABSTRACT
Cerebral Palsy is a state of non progressive, neuromuscular condition composed a series of symptoms as a
result of damage to the brain, which occurred either prenatally, during birth, or in the postnatal period, before
the central nerve system reached maturity. Patients with cerebral palsy have a higher incidence of dental
caries, periodontal disease, malocclusions, bruxism, and teeth clenching. The condition of mental retardation
makes these children difficult to dental treatment, because they are uncooperative, and have neuromotor
disorders, with difficulties in communication. The case was a child 9 years old, consulted by general dental
practitioner. After consultation with anaesthetizes, the multiple teeth extraction was conducted with general
anesthesia. This case reports was conducted to over come the difficulties in multiple teeth extraction of child
with cerebral palsy, (Sains Medika, 1 (1) : 92-99).
Keywords: cerebral palsy, dental caries, neuromotor disorders, teeth extraction
ABSTRAK
Cerebral palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak yang tidak progresif dengan gambaran klinis menunjukkan
kelainan dari sel-sel motorik susunan syaraf pusat, yang dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal, atau

postnatal, sebelum sistem saraf pusat tumbuh sempurna. Sebagian besar penderita cerebral palsy mengalami
insidensi karies gigi, penyakit periodontal dan maloklusi, bruxism, dan kesulitan mengatupkan mulut. Kondisi
retardasi mental ini menyebabkan anak-anak kesulitan mendapatkan perawatan gigi karena tidak kooperatif,
mempunyai kelainan neuromotor, dan kesulitan komunikasi. Kasus ini terjadi pada anak berusia 9 tahun rujukan
dari dokter gigi umum. Setelah berkonsultasi dengan dokter anastesi, ekstraksi gigi multiple dilakukan dengan
anastesi umum. Tujuan dari laporan kasus adalah untuk menjelaskan tentang kesulitan yang terjadi pada saat
melakukan ekstraksi gigi multiple pada anak dengan cerebral palsy, (Sains Medika, 1 (1) : 92-99).
Kata Kunci: cerebral palsy, ekstraksi gigi, karies gigi, kelainan neuromotor.

PENDAHULUAN
Dokter gigi seringkali mendapat kesulitan sewaktu melakukan perawatan gigi
dan mulut anak-anak penderita cerebral palsy. Perawatan gigi dan mulut pada penderita
ini memerlukan penanggulangan khusus, sebab ada beberapa masalah, seperti gangguan
motorik, yang sering menyulitkan pada waktu perawatan gigi dan mulut.
Penderita cacat sulit medapatkan dokter gigi yang sanggup merawatnya. Dokter
gigi menghadapi kesulitan untuk menangani dan merawat penderita cacat disebabkan
oleh beberapa hal, pertama kurang memahami serta mendalami pengetahuan perawatan
gigi penderita cacat, kedua menganggap kurang mampu untuk merawat penderita cacat
secara klinis, dan ketiga timbulnya rasa cemas dan takut dari dokter gigi ketika berhadapan
dengan penderita cacat.

1

Bagian Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Multiple Ekstraksi Gigi pada Anak Cerebral Palsy

93

Sebagian besar penderita cerebral palsy menderita kelainan abnormal pada gigi,
mulut, dan jaringan sekitarnya. Insidensi karies gigi, penyakit periodontal dan maloklusi
penderita cerebral palsy lebih tinggi dibandingkan masyarakat pada umumnya.
Fungsi dokter gigi adalah untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut penderita
cerebral palsy. Kemampuan dokter gigi memberikan pelayanan sangat tergantung dari
wawasan pengetahuan dan kemampuan teknisnya. Memelihara kesehatan gigi dan mulut
juga membutuhkan peranan orangtua, fisioterapis, dokter anak, ahli saraf, dan lainnya.
Dokter gigi sebaiknya memahami masalah cerebral palsy ini, sebab akan berkaitan dengan
penatalaksanaan perawatan gigi dan mulut, agar hal-hal yang akan menyulitkan dapat
diatasi. Oleh karena itu, berikut ini akan dilaporkan kasus seorang penderita cerebral
palsy yang memerlukan tindakan ekstraksi gigi multiple.


TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi dan Etiologi Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak dari sel-sel motorik susunan
syaraf pusat yang menahun dan tidak progresif dengan gambaran klinis menunjukkan
kelainan dalam sikap dan pergerakan serta kelainan mental. Penyakit ini dapat terjadi
pada saat prenatal, perinatal, atau postnatal, sebelum sistem saraf pusat tumbuh
sempurna (Nowak, 1976).
Penyebab utama adalah kerusakan luas dari sel-sel saraf penggerak di otak yang
disebabkan oleh kekurangan suplai oksigen ke otak selama beberapa saat, sebagai akibat
dari berbagai faktor penyebab selama masa kehamilan dan setelah saat kelahiran
(Swallow, 1968). Faktor prenatal terjadi selama awal kehamilan sampai kehamilan berusia
28 minggu, yang dapat disebabkan baik faktor janin bayi maupun faktor ibu. Faktor janin
bayi dapat berupa kelainan genetik, kelainan kongenital, infeksi, obat-obatan, radiasi,
dan kelainan metabolik. Faktor ibu berupa kelahiran prematur dan anoksia, penderita
diabetes mellitus, perdarahan uterin, dan pernah mengalami abortus sebelumnya.
Faktor perinatal terjadi mulai gestasi 28 minggu sampai 7 hari setelah kelahiran.
Faktor penyebabnya adalah anoksia, perdarahan otak, dan infeksi susunan saraf pusat.
Sedangkan faktor postnatal terjadi mulai 7 hari sesudah kelahiran sampai usia 1 tahun.

94


Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009

Faktor penyebabnya adalah benturan trauma pada kepala, infeksi, gangguan vaskular,
tumor otak, anoksia, dan malnutrisi.

b. Diagnosis
Mendiagnosis cerebral palsy memang tidak mudah pada awal masa kecil. Evaluasi
komprehensif penderita cerebral palsy adalah multidisipliner. Diperlukan penilaian tingkat
pertumbuhan fisik, tingkat perkembangan anak, kemampuan otot penggerak dan
neurologis, evaluasi psikologis untuk tingkat intelektualnya, serta evaluasi berbicara,
penglihatan dan pendengaran (Lange et al., 1983).
Kegagalan mencapai gerakan motorik yang sesuai dengan waktu tercapainya,
bertahannya reflek sederhana sampai semestinya telah menghilang, kekurangan
pergerakan kaki dan tangan yang terkena, serta ketidakseimbangan tonus otot-otot kaki
dan tangan, menunjukkan adanya cerebral palsy. Penting dilakukan pemeriksaan CT scan
otak untuk dapat memperlihatkan ketidaknormalan bagian kortikal otak atau daerah
yang mengalami kerusakan.

c. Klasifikasi

Istilah cerebral palsy meliputi berbagai macam jenis kelainan gangguan motorik.
Klasifikasi cerebral palsy menurut Darby (1995), adalah:
1.

Berdasarkan adanya gangguan motorik, yaitu spastisitas, athetosis, hipotonia,
rigiditas, dan campuran.

2.

Menyangkut anggota badan, yaitu monoplegia, hemiplegia, paraplegia, kuadriplegia,
dan triplegia.
Spastisitas adalah suatu kejadian dimana dengan stimulasi sedikit dapat

menyebabkan kelebihan kontraksi otot. Athetosis terjadi apabila timbul kontraksi otot
tanpa sengaja. Atasia terjadi apabila otot motorik dapat terstimulasi tetapi tidak dapat
berkontraksi penuh terjadi gangguan koordinasi. Hipotonia tidak dapat membalas
stimulasi kemauannya. Bentuk campuran bila didapat 2 atau lebih tipe gangguan motorik,
paling banyak biasanya spastisitas dan athetosis.
Monoplegia adalah kelumpuhan menyangkut 1 anggota badan, sedangkan
hemiplegia adalah kelumpuhan anggota badan dan tangan pada satu sisi yang sama,


Multiple Ekstraksi Gigi pada Anak Cerebral Palsy

95

paraplegia adalah kelumpuhan anggota badan sisi bawah, diplegia menyangkut
kelumpuhan anggota badan sisi bawah dan sebagian kecil terkena sisi atas, kuadriplegia
mengenai keempat anggota badan, dan triplegia mengenai ketiga sisi badan.

d. Manifestasi Oral
Karies dentis pada penderita cerebral palsy lebih menonjol dibanding anak
normal. Faktor indirek penderita cerebral palsy adalah stagnasi makanan, yang disebabkan
ketidakmampuan anak atau orangtuanya membersihkan mulut (Reilly, 1996). Pada kasus
ini makanan padat dihindarkan, dan yang dimakan hanya makanan yang dihaluskan atau
dalam bentuk cairan, sehingga penyakit periodontal meningkat karena mudahnya
makanan melekat pada gigi. Karies dental, penyakit periodental dan maloklusi saling
mempengaruhi dan dapat memperburuk keadaan. Gigi berjejal memungkinkan makanan
tersangkut sehingga menyebabkan terjadinya karies dan penyakit periodontal.
Penyakit periodontal diderita oleh lebih dari ¾ penderita cerebral palsy, dan
insidensi ini makin tinggi pada anak dengan bertambahnya usia (Swallow, 1968).

Gangguan fungsi motorik dan koordinasi dapat menghambat pemeliharaan kebersihan
mulut yang baik dan sebagian besar pasien menderita ginggivitis yang berat. Daya
kemampuan membersihkan dari lidah, bibir, dan pipi biasanya rendah dan tidak normal,
ditambah dengan keadaan sulit menelan, sering menetesnya air liur, sehingga dapat
memperburuk keadaan. Pada penderita cerebral palsy pengaruh defisiensi vitamin dan
nutrisi menyebabkan debris makanan dan deposit kalkulus melingkar di leher gigi,
menyebabkan jaringan lunak gusi terinfeksi dan gigi bisa tanggal karena jaringan
pendukung telah rusak (Powell, 1973).
Penderita cerebral palsy mempunyai insiden maloklusi yang tinggi disebabkan
keabnormalan aktivitas otot-otot mulut (Frank & Winter, 1974). Hal ini dihubungkan
dengan derajat tonisitas otot-otot muka, mastikasi atau gerakan deglutasi, dan gerakan
involentari yang tidak normal, mempengaruhi lengkung rahang. Trauma terjadi akibat
tidak adanya koordinasi dan seringnya jatuh. Maloklusi terjadi karena ukuran besarnya
gigi dan tulang rahang tidak seimbang. Gigi besar sedangkan rahang yang kecil
menyebabkan susunan gigi tidak beraturan. Pengaruh aktivitas otot yang tidak harmonis

96

Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009


misalnya secara hiperaktif menjulurkan lidah dapat mempengaruhi posisi gigi insisivus.
Penarikan otot bibir bawah yang ketat pada gigi depan bawah dapat menyebabkan gigi
berinklinasi ke lingual. Menjulurkan lidah sering menyebabkan ulserasi traumatik yang
dalam di bawah lidah.

e. Perawatan Kesehatan Gigi
Perawatan kesehatan gigi penderita cerebral palsy dapat sangat terbatas dan
dapat diterapkan pada praktek pribadi apabila dokter gigi berpengalaman luas,
mempunyai keterampilan klinik, dan latar belakang pengetahuan yang baik. Dokter gigi
harus memperhatikan tingkah laku dari kecacatan pasien dan dapat melakukan tindakan
serta prosedur untuk dapat mengatasinya dengan tepat. Dokter gigi membutuhkan
perasaan, pengertian, dan keharuan yang mendalam, sehingga dapat menghargai emosi
dan keadaan medis dari penderita cerebral palsy.
Penderita cacat mempunyai masalah tambahan yang dapat mempengaruhi
perilaku penerimaan terhadap perawatan kesehatan gigi. Kebanyakan penderita cerebral
palsy cukup kooperatif, namun tidak dapat duduk dengan tenang di kursi gigi (Frank &
Winter, 1974). Gerakan abnormal pada penderita cerebral palsy yang didapat terutama
pada gerakan kepala, leher, tulang belakang, bahu, pinggul, dan panggul akan sangat
berpengaruh. Gerakan yang tidak terkontrol dari penderita cerebral palsy dapat
mencelakakan dirinya sendiri maupun dokter gigi yang merawatnya.

Cara mengatasi gangguan motorik pada penderita cerebral palsy berbeda-beda
tergantung dari kondisi penderita, peralatan yang tersedia, dokter gigi, perawat gigi atau
anggota keluarga yang membantu selama perawatan. Pengendalian gangguan motorik
dapat dilakukan secara fisik, pemberian premedikasi atau pemakaian bius umum.
Pengendalian secara fisik dilakukan dengan pemakaian alat, dalam berbagai bentuk, yang
dapat menahan seluruh tubuh atau sebagian saja. Pemilihan alat fisik harus disesuaikan
dengan jenis cerebral palsy. Sebelum menggunakan alat ini dokter gigi memberi
penjelasan dahulu kepada penderita dan orangtuanya agar tidak menimbulkan
kesalahpahaman. Alat penahan fisik yang sering digunakan adalah alat pengekang,
penopang kepala, penyokong tubuh, dan penahan mulut.

Multiple Ekstraksi Gigi pada Anak Cerebral Palsy

97

LAPORAN KASUS
Penderita anak laki-laki umur 9 tahun, rujukan dari sejawat dokter gigi praktek
swasta. Penderita datang dengan dipangku orang tuanya. Terlihat keempat anggota
tubuhnya tidak normal. Wrest joint dan ankle joint tidak normal seperti tertekuk. Kepala
selalu bergerak, bicara dan juga pendengaran terganggu. Penderita datang dengan

maksud mencabutkan gigi-giginya yang dirasakan sakit oleh penderita. Menurut
orangtuanya, penderita memang demikian sejak lahir. Penderita tersebut adalah anak
pertama, anak-anak berikutnya normal.
Penderita dipangku orangtuanya yang duduk di kursi gigi. Penderita dengan
bantuan asisten perawat gigi dan ibunya dapat dengan susah payah menjaga gerakan
spontan penderita. Dengan susah payah, sepintas pemeriksaan intra oral banyak sisa
akar gigi, gigi yang karies, dan oral hygiene jelek. Tekanan waktu pemeriksaan intra oral
menyebabkan penderita masuk pada keadaan epilepsi.
Atas persetujuan orangtua, penderita dijadwalkan perawatan gigi dan mulutnya
dengan pembiusan total setelah adanya persetujuan dari ahli anak, ahli saraf, dan ahli
anastesi. Mengingat adanya gerakan hiperaktif penderita, pemasangan infus untuk
masuknya obat-obatan tidak bisa dikerjakan pada waktu penderita masih sadar. Terlebih
dahulu penderita ditidurkan dengan pembiusan inhalasi. Setelah tertidur baru dapat
dipasang infus dan seterusnya dapat dilakukan pembiusan seperti biasanya.
Pemeriksaan seksama intra oral didapatkan gigi bercampur. Banyak sisa akar
gigi, karies gigi, susunan gigi yang masih utuh tidak teratur, hiperemi ginggiva, banyak
debris makanan sekitar mahkota gigi. Tindakan berupa pencabutan gigi, sisa akar gigi,
disisakan hanya gigi yang utuh atau gigi dengan karies yang masih kecil. Luka pencabutan
diusahakan penjahitan secara maksimal.
Di ruang pulih penderita dijaga ketat menunggu pulihnya kesadaran. Begitu

penderita pulih kesadarannya, infus langsung dilepas untuk menjaga jangan sampai
terlepas akibat gerakan aktif penderita. Obat-obatan paska bedah berupa antibiotika,
analgetika, anti perdarahan, roboransia diberikan dalam bentuk sirup.

98

Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari –Juni 2009

PEMBAHASAN
Penderita cerebral palsy menunjukkan berbagai derajat paralisis, kelemahan
gerak motorik dan disfungsi. Penderita cerebral palsy mempunyai riwayat kejang-kejang,
retardasi mental, permasalahan tingkah laku atau emosi, serta kekurangan pendengaran
dan penglihatan. Kesemuanya berpengaruh buruk terhadap perkembangan kemampuan
bicara dan belajar.
Permasalahan bagi penderita cerebral palsy dalam perawatan kesehatan gigi
adalah keterbatasan waktu dan perhatian dari keluarganya. Selain itu, juga keterbatasan
dana, kekurangsabaran, yang dapat menimbulkan sikap negatif dari orangtua terhadap
perawatan kebersihan mulut. Dengan demikian mereka bersikap defensif dan sulit untuk
memberikan riwayat medis yang jujur. Sementara anak penderita cacat menjadi takut.
Penderita cerebral palsy yang menyangkut kepala dan leher, merupakan
permasalahan dalam perawatan gigi dan mulut digolongkan jenis kesulitan dari segi
mental, fisik, dan keadaan gigi. Penampilan yang meringis, sudut mulut yang “ngeces”
dan gerakan tubuh motorik yang berlebihan dapat menghambat dan menyulitkan
perawatan gigi.

KESIMPULAN
Pengendalian gangguan motorik merupakan hal yang penting dalam penanganan
penderita cerebral palsy, agar ketulian yang sering timbul selama perawatan gigi dan
mulut dapat diatasi. Gerakan yang tidak terkontrol sebagai manifestasi gangguan motorik
ini dapat diatasi dengan pemakaian alat fisik. Apabila dengan pemakaian alat fisik tersebut
gangguan motorik belum teratasi maka digunakan anastesi umum.

DAFTAR PUSTAKA
Darby, M.L., 1995, Mosby’s Comprehensive Reviews of Dental Hygiene, Ed. Ke-3, Mosby
St. Louise-Toronto, 564-5.
Nowak A.S., 1976, Dentistry for Handicapped Patients, Mosby St. Louise-Toronto, PP. 325, 280-4, 315-30.
Swallow, J.N., 1968, Dental Disease in Cerebral Palsied Chilren, Develop Med. Child. Neurol
(10): 180-9.

Multiple Ekstraksi Gigi pada Anak Cerebral Palsy

99

Lange, B.M., Entwistle, B.M., dan Lipson, L.F., 1983, Dental Management of the
Handicapped: Approaces for Dental Auxiliaries, Ed 1. Lea & Febriger Philadelhia,
123-44.
Reilly S., 1996, Prevalence of feeding Problems and Oral Motor Dysfunction in Children
with Cerebral Palsy, A Community Survey, J. Pediatr; 129: 867-72.
Powell E.B., 1973, A Quantitative Assessment of the Oral Hygiene of Mentally Retarded
in a State Institution, J. Public Health Dent, 33 (1): 27-34.
Frank, A.S.T., and Winter G.B., 1974, Management of the Handicapped Chronic Sick Patient
in the Dental Practice; Dental Care of Handicapped Children. Brit Dent J. 136(2):
62-7.