Kajian Epistemologi Matematika dan Ilmu

2012

KAJIAN EPISTEMOLOGI MATEMATIKA DAN ILMU ALAM
Rezky Agung Herutomo

Abstrak
Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori,
karena terdiri dari proposisi yang menegaskan atas dasar alasan saja. Alasan
tersebut termasuk logika deduktif dan definisi yang digunakan dalam
hubungannya dengan seperangkat asumsi aksioma atau postulat matematika,
sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan matematika. Setiap pernyataan
adalah aksioma yang diambil dari yang sebelumnya ditetapkan oleh set aksioma,
atau diturunkan oleh aturan inferensi dari satu atau lebih pernyataan terjadi
sebelumnya dalam urutan. Logika adalah masa muda matematika dan
matematika adalah masa dewasa logika. Logika menjadi lebih matematis dan
matematika menjadi lebih logis.
Ilmu-ilmu alam bukan hanya berupa kumpulan lukisan gejala alam. Ada
semacam keyakinan bahwa masing-masing gejala alam itu tidak berdiri sendiri,
tetapi saling berkaitan dalam satu pola sebab akibat yang dapat dipahami dengan
penalaran yang seksama. Ini menjadi tugas teori dalam ilmu-ilmu alam. Jika
diteliti, sekelompok gejala dapat dirangkum dalam suatu wadah yang meletakkan

masing-masing gejala itu pada jalur-jalur yang berkaitan dengan hukum
penalaran yang serasi dari aturan sebab akibat yang dinamakan hukum alam.
Adakalanya gejala-gejala alam yang tersedia masih berupa bahan mentah, jauh
dari siap untuk dirangkaikan dalam satu teori. Untuk itu perlu dikembangkan
konsep-konsep baru sebagai penolong. Konsep-konsep tersebut meskipun sangat
abstrak namun harus tetap murni, artinya ada pengamatan atau pengukuran yang
sanggup memberi informasi tentang nilai konsep tersebut.

1. Kajian Epistemologi Matematika
Ilmu-ilmu pengetahuan semuanya telah menggunakan matematika, baik
matematika sebagai perkembangan aljabar maupun statistik. Philosophy modern
tampaknya juga tidak tepat bila pengetahuan tentang matematika tidak
mencukupinya. Banyak sekali ilmu-ilmu sosial sudah sampai mempergunakan
matematika sebagai sosiometri, psychometri, economimetri, dan sebagainya.
Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika hampir sama luasnya dengan
fungsi bahasa (Santoso, 1976).
Matematika

dan


logika,

sejarah

berbicara,

banyak

studi

yang

membedakannya. Matematika terkait dengan ilmu pengetahuan, sedangkan logika

2012

terkait dengan Yunani. Tapi keduanya telah berkembang di zaman modern: logika
menjadi lebih matematis dan matematika menjadi lebih logis. Konsekuensinya
adalah bahwa kini telah menjadi sepenuhnya mustahil untuk menarik garis antara
keduanya, bahkan, keduanya adalah satu. Mereka berbeda sebagai anak dan

manusia dewasa: logika adalah masa muda matematika dan matematika adalah
masa dewasa logika (Russel, 1919). Dari konsep dasar logika nantinya
dikembangkan sejumlah konsep matematika seperti himpunan, aljabar, teori
bilangan, fungsi, hingga limit yang melahirkan kalkulus nantinya (Bartle, 2000).
Floyd (2005) menjelaskan matematika dan logika memiliki kemampuan untuk
menggali, merumuskan, dan menilai secara kritis asumsi mengenai ekspresi ilmu
pengetahuan, makna, dan berpikir dalam bahasa yang filosofis yang bergantung
pada sifat matematika dan logika kebenaran.
Matematika adalah ilmu deduktif, yang dimulai dari premis tertentu, setelah
diterima melalui proses yang ketat dari deduksi di berbagai teorema yang ada.
Memang benar bahwa dalam deduksi masa lalu, matematika sering sangat kurang
tajam, namun demikian, sejauh ketegasan yang kurang dalam bukti matematis
atau bukti yang rusak, maka tidak akan ada pembelaan yang mendesak akal sehat
untuk menunjukkan hasil yang benar, karena jika kita mengandalkan itu, maka
akan lebih baik untuk membuang argumen/bukti rusak yang sama sekali tidak
digunakan, ketimbang membawa kekeliruan dalam akal sehat. Tidak ada
bandingan untuk akal sehat, atau “intuisi” atau apa pun kecuali logika deduktif
yang ketat, yang seharusnya diperlukan dalam matematika setelah premis
ditetapkan (Russel, 1919).
Ernest (1991) menjelaskan bahwa pendekatan epistemologi yang secara

luas diadopsi adalah dengan mengasumsikan bahwa pengetahuan dalam bidang
apapun diwakili oleh seperangkat proposisi bersama dengan prosedur untuk
memverifikasi kebenarannya. Atas dasar ini, pengetahuan matematika terdiri dari
satu set proposisi bersama dengan bukti-buktinya.
Menurut Ernest (1991) secara tradisional filsafat matematika telah melihat
tugasnya sebagai penyedia landasan suatu kepastian pengetahuan matematika.
Artinya, menyediakan sistem dimana pengetahuan matematika dapat dibangun

2012

secara sistematis kebenarannya. Hal ini tergantung pada asumsi, yang diadopsi
secara luas, secara implisit jika tidak secara eksplisit. Pengetahuan apriori terdiri
dari proposisi yang menegaskan atas dasar alasan saja, tanpa jaminan untuk
dilakukan pengamatan di dunia. Alasan tersebut terdiri dari penggunaan logika
deduktif dan makna dari istilah yang dapat ditemukan dalam definisi. Sebaliknya,
pengetahuan posteriori terdiri dari proposisi menegaskan atas dasar pengalaman,
yaitu, berdasarkan pengamatan dari dunia.
Berdasarkan pengertian pengetahuan apriori dan posteriori, maka
pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori, karena
terdiri dari proposisi yang ditegaskan atas dasar alasan saja. Alasan tersebut

meliputi logika deduktif dan definisi yang digunakan yang berkaitan dengan
seperangkat asumsi aksioma atau postulat matematika sebagai dasar untuk
menyimpulkan pengetahuan matematika (Ernest, 1991). Dengan demikian dasar
pengetahuan matematika, yang merupakan alasan untuk menyatakan kebenaran
proposisi matematika, terdiri dari bukti deduktif. Bukti dari proposisi matematika
adalah urutan terbatas proposisi yang memenuhi sifat-sifat tertentu. Setiap
proposisi berdasarkan pada aksioma-aksioma yang sebelumnya telah ditetapkan,
atau proposisi dapat diturunkan oleh aturan inferensi dari satu atau lebih proposisi
yang terjadi sebelumnya dalam urutan. Seperangkat aksioma merupakan istilah
yang dipahami secara luas, yang meliputi proposisi yang diakui kebenarannya
tanpa perlu dibuktikan (Ernest, 1991).
Wittgenstein (1978) dalam Suyitno (2012) menjelaskan bahwa aksioma
diitetapkan untuk suatu tujuan tertentu tanpa melihat realisasinya, disusun bukan
untuk

mengekspresikan

pengalaman,

tetapi


untuk

mengekspresikan

ketidakmungkinan membayangkan sesuatu yang berbeda. Aksioma ditetapkan
berdasarkan kesepakatan. Aksioma dibutuhkan karena penalaran deduktif
membutuhkan premis. Premis itu harus merupakan suatu pernyataan yang bukan
merupakan hasil penalaran deduktif, maka aksioma harus benar dengan sendirinya
(self evident trust, tidak memerlukan bukti). Aksioma memuat undefined element
dan relasi diantaranya (Soehakso dalam Suyitno, 2012). Semua pernyataan
matematika harus taat terhadap aksioma. Cara memperoleh aksioma diawali

2012

dengan menetapkan unsur yang tidak diketahui (undefined term), mendefinisikan
konsep, dan kemudian menetapkan suatu pernyataan dasar atau asumsi dasar yang
disebut aksioma. Konsep-konsep dan aksioma dijadikan dasar penalaran untuk
memperoleh konklusi (Suyitno, 2012).
Teorema matematika merupakan hasil penarikan kesimpulan dengan

penalaran deduktif dari suatu himpunan aksioma (Kline, 1961). Teorema
merupakan suatu informasi matematika yang kebenarannya harus dibuktikan.
Bukti dalam matematika merupakan rangkaian argumen deduktif dan setiap
argumen deduktif premis dan konklusi. Pemahaman suatu teorema harus diiringi
dengan pemahaman terhadap buktinya (Suyitno, 2012).
Matematika itu sendiri tampaknya menjadi sebuah pertemuan aktivitas
pengetahuan. Matematika berbicara tentang teorema yang diketahui orang yang
tahu dan yang tidak. Dengan demikian, filsafat matematika, setidaknya sebagian
juga sama dengan cabang epistemologi lainnya. Namun, matematika secara prima
facie berbeda dari usaha epistemik lainnya (Shapiro, 2005). Prinsip-prinsip dasar

matematika, seperti “7 + 5 = 12” atau “bilangan prima tak terhingga banyaknya”,
kadang-kadang diadakan sebagai paradigma yang diperlukan kebenarannya dan
bersifat apriori, sebagai pengetahuan sempurna. Tidak perlu dipertanyakan lagi
tingkat kebenarannya, namun kepastian ini tetap harus dijelaskan. Beberapa dari
dasar prinsip-prinsip logika, atau tampaknya benar-benar diperlukan secara
keseluruhan dan apriori dalam matematika. Jika seseorang meragukan prinsip
dasar logika, kemudian, mungkin menggunakan definisi lain, maka dia tidak
berpikir logis sama sekali. Sebab Prima facie; untuk berpikir logis saja perlu
berpikir logis (Shapiro, 2005).


Hintikka (2000) menjelaskan bahwa filosofi matematika adalah bentuk
paradigmatik dari apa yang dikenal sebagai pendekatan logis untuk matematika.
Tesis utamanya adalah (a) bahwa kebenaran matematika adalah suatu analisis
priori dan (b) bahwa matematika adalah cabang logika. Tesis kedua dapat
dipandang sebagai cara untuk membantu tesis yang pertama. Dengan kata lain, (a)
proposisi matematika tidak dapat dibantah oleh bukti empiris, tetapi juga melalui
analisis. Tesis kedua (b) mengenai status matematika sebagai cabang logika

2012

berarti bahwa (a) semua konsep matematika, yaitu, aritmatika, aljabar dan analisis
dapat didefinisikan dalam konsep logika murni, (b) semua teorema matematika
dapat dideduksi dari definisi melalui prinsip-prinsip logika.
Brown (2008) menjelaskan karakteristik matematika, diantaranya yaitu,
kepastian (certainty); misalnya teorema yang membuktikan ketakterbatasan
bilangan prima tampaknya di luar dugaan merupakan hal yang pasti. Ilmu-ilmu
alam tidak bisa melakukan hal seperti itu. Meskipun memiliki prestasi yang
indah, Fisika Newton telah gagal dalam mendukung mekanika kuantum dan
relativitas, dan tidak ada manusia yang akan bertaruh terlalu berat dalam waktu

yang panjang tentang teori itu. Matematika, sebaliknya, tampaknya satu-satunya
tempat di mana kita manusia dapat benar-benar yakin kita sudah benar.
Karekateristik matematika lainnya adalah objektivitas (objectivity);
barangsiapa pertama memikirkan teorema ini dan buktinya, ia adalah penemu
yang hebat. Ada hal-hal lain dimana kita mungkin tidak dapat menemukan,
melainkan menciptakannya. ”Raja bergerak secara diagonal” Ini adalah aturan
catur, itu tidak ditemukan, melainkan diciptakan. Sudah pasti, namun kepastian
yang berasal dari resolusi itulah yang digunakan untuk memainkan permainan
catur itu. Cara lain untuk menggambarkan situasi ini dengan mengatakan bahwa
teorema kita adalah kebenaran obyektif yang telah dibuktikan, bukan hasil
konvensi semata-mata. Bukti adalah hal terpenting (proof is essential); dengan
bukti, hasilnya pasti, tanpa itu, kepercayaan harus ditangguhkan. Itu kekuatan
matematika. Terkadang matematikawan percaya proposisi matematika meskipun
mereka tidak memiliki bukti. Mungkin kita harus mengatakan bahwa tanpa bukti,
proposisi matematika tidak dibenarkan dan tidak boleh digunakan untuk
menurunkan proposisi matematika lainnya. Dugaan Goldbach adalah contoh. Ia
mengatakan bahwa setiap bilangan genap adalah penjumlahan dari dua bilangan
prima, dan ada banyak contoh untuk itu, misalnya 4 = 2 + 2, 6 = 3 + 3, 8 = 3 + 5,
10 = 5 + 5, 12 = 7 + 5, dan seterusnya. Sudah diperiksa ke miliaran dan tidak ada
contoh yang kontra, tetapi hal tersebut bukanlah bukti (melainkan hanyalah

eksplorasi induktif), jika hal itu dianggap bukti, maka kita melanggar karakteristik
matematika yang bersifat abstrak dan deduktif. Tetapi bagi Ahli biologi jangan

2012

ragu untuk menyimpulkan bahwa semua gagak bewarna hitam berdasarkan cara
semacam ini, tetapi matematikawan (sementara mereka mungkin percaya bahwa
dugaan Goldbach adalah benar) tidak akan menyebutnya teorema dan tidak akan
menggunakan untuk membangun teorema lain, karena tanpa bukti (Brown, 2008).

2. Kajian Epistemologi Ilmu Alam
Kant (1786) menjelaskan setiap ilmu alam harus mencakup prinsip-prinsip
yang rasional dan bersama dengan seluruh item pengetahuannya. Jadi doktrin
alam atau pemikiran-mungkin sebaiknya dibagi menjadi (a) doktrin sejarah alam,
yang berisi hal-hal selain fakta sistematis sekitar alam, sebagai sistem hal-hal
alami sesuai dengan kesamaan golongan dan sejarah. Alam sebagai kesatuan
sistematis hal-hal alami dalam waktu dan tempat yang berbeda, dan (b) ilmu alam.
Ilmu alam yang benar akan memperlakukan materi pengetahuan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip apriori, sedangkan ilmu alam yang tidak benar akan
memperlakukan subjek-materinya menurut hukum pengalaman. Lebih lanjut Kant

menegaskan tidak ada yang dianggap sebagai ilmu yang tepat kecuali
apodeictically tertentu, yaitu tertentu karena benar-benar diperlukan.

Suprapto (1976) menjelaskan ilmu-ilmu alam membatasi diri dengan hanya
membahas gejala-gejala alam yang dapat diamati. Tentu saja kata pengamatan
yang dimaksud lebih luas daripada hasil interaksi langsung dengan pancaindera
kita, yang lingkup kemampuannya sangat terbatas. Banyak gejala alam yang
hanya teramati dengan pertolongan alat bantu. Tuntutan lebih lanjut bagi gejala
alam yang lazim dibahas ilmu-ilmu alam adalah bahwa pengamatan gejala itu
dapat diulangi orang lain (reproducible). Jadi suatu gejala alam baru akan
terdaftar dalam perbendaharaan ilmu-ilmu alam setelah melalui ujian berulang
kali sehingga tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Pembatasan yang ketat
tentang gejala-gejala alam yang lazim dibahas dalam ilmu-ilmu alam itu tentu saja
merupakan jaminan untuk membangun ilmu yang tangguh. Akan tetapi dipihak
lain hal itu berarti bahwa ilmu-ilmu alam terpaksa melepaskan diri dari masalahmasalah yang mempunyai spektrum variabel yang amat luas, dimana karakteristik

2012

hasil pengamatan sangat tidak menentu, seperti perangai manusia sebagai
individu.
Lebih lanjut menurutnya ilmu-ilmu alam bukan hanya berupa kumpulan
lukisan gejala alam. Ada semacam keyakinan bahwa masing-masing gejala alam
itu tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dalam satu pola sebab akibat yang
dapat dipahami dengan penalaran yang seksama. Ini menjadi tugas teori dalam
ilmu-ilmu alam. Jika diteliti, sekelompok gejala dapat dirangkum dalam suatu
wadah yang meletakkan masing-masing gejala itu pada jalur-jalur yang berkaitan
dengan hukum penalaran yang serasi dari aturan sebab akibat yang dinamakan
hukum alam. Adakalanya gejala-gejala alam yang tersedia masih berupa bahan
mentah, jauh dari siap untuk dirangkaikan dalam satu teori. Untuk itu perlu
dikembangkan konsep-konsep baru sebagai penolong. Konsep-konsep tersebut
meskipun sangat abstrak namun harus tetap murni, artinya ada pengamatan atau
pengukuran yang sanggup memberi informasi tentang nilai konsep tersebut.
Dengan perkataan lain teori yang besar dalam ilmu-ilmu alam umumnya lahir
sebagai karya bersama dari rentetan pengamatan dan teori yang saling menopang.
Suprapto (1976) menegaskan ilmu yang hanya sanggup mengumpulkan
informasi dan merangkaikannya akan berupa ilmu yang pasif. Memang, dengan
mengumpulkan gejala-gejala alam dan menyusunnya dalam pola sebab akibat
yang serasi kita sudah dapat merasa senang sebab sudah dapat memahami apa
yang terjadi di alam ini. Rupanya ilmu alam belum merasa puas dengan ilmu
semacam itu dan sudah melangkah lebih jauh lagi. Ini sudah sewajarnya sebab
gejala-gejala alam yang dikumpulkan tentunya akan selalu bertambah. Perlu
diambil teori-teori alam yang tidak hanya sanggup merangkaikan gejala-gejala
alam yang telah diketahui, tetapi juga sanggup meramalkan gejala alam lain yang
belum dikenal, sebagai konsekuensi logis dari penalaran yang dipergunakannya.
Gejala ramalan itu harus dirumuskan dalam bentuk operasional sehingga
memungkinkan untuk diuji dengan eksperimen. Dengan tuntutan ini dapat
disaring teori yang paling meyakinkan dan sekaligus dapat dibuka cakrawala baru
bagi usaha pengumpulan gejala-gejala alam selanjutnya.

2012

Ahli ilmu alam berhubungan dengan gejala fisik yang bersifat umum.
Penelaahannya meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang relatif kecil yang
dapat diukur secara tepat. Gejala fisik umumnya bersifat seragam dan gejala
tersebut dapat diamati sekarang. Seorang ahli kimia atau ahli fisika bisa
mengulang kejadian yang sama tiap waktu dan mengamati suatu kejadian tertentu
secara langsung.
Gejala fisik seperti unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang
mati. Ahli ilmu alam tidak usah memperhitungkan tujuan atau motif dari planet.
Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami dan menyusun hukum yang bersifat
umum mengenai proses. Ahli alam tidak bermaksud untuk mengubah alam atau
harus setuju dan tidak setuju dengan proses tersebut. Ahli ilmu alam hanya
berharap bahwa pengetahuan mengenai gejala fisik dari alam akan memungkinkan
manusia untuk memanfaatkan proses alam. Jika seorang ahli ilmu alam menyusun
suatu hipotesa untuk menerangkan gejala fisik tertentu maka ia tahu dengan pasti
bahwa kesimpulannya yang bersifat umum tidak akan mengubah karakteristik
yang ditelaahnya (Van Dalen, 1966). Ahli ilmu alam mempelajari fakta dan
memusatkan perhatiannya pada keadaan yang terjadi pada alam.
Kant (1786) menjelaskan ilmu alam yang asli memerlukan bagian murni
yang bisa menjadi dasar bagi kepastian apodeictic. Karena prinsip-prinsip bekerja
di bagian murni membuatnya benar-benar berbeda dari bagian yang menggunakan
prinsip empiris, ada banyak hal yang bisa kita diperoleh dari suatu prosedur
dimana bagian empiris tidak perlu digunakan, melainkan bagian murni itu sendiri
yang menjelaskan sebagaimana yang benar-benar terjadi dari fenomena alam.
Ilmu alam yang baik dapat mengandaikan metafisika Alam, yaitu murni rasional
pengetahuan dari konsep-konsep belaka. Kenapa? Karena ilmu dengan benar apa
yang disebut harus mencakup proposisi yang diperlukan, dan dalam ilmu ini
mereka harus diperlukan kebenaran dengan adanya hal-hal tersebut, sehingga
mereka tidak bisa didasarkan pada intuisi apriori belaka, karena tidak ada intuisi
tersebut dapat menyajikan sesuatu yang menyangkut eksistensi. Proposisi yang
terlibat dalam ilmu alam harus konsep yang berbasis ‘Metafisika Alam’.

2012

Newton (1953) (dalam Thayer, History Of Philosophy Of Science) sangat
tidak setuju dengan Gottfried Leibniz (1646-1716), yang berpikir bahwa hukumhukum alam yang kontingen namun dapat diketahui melalui pertimbangan apriori.
Hal itu terlalu empiris mengingat fenomena bahwa Newton memulai dengan
hukum-hukum (misalnya, hukum Kepler). Kemudian, dengan cara penalaran
matematika dan aksioma dasar atau hukum gerak, ia menarik kesimpulan lebih
jauh, misalnya, bahwa hukum kuadrat terbalik dari gravitasi berlaku untuk semua
planet. Ini semacam pengurangan dari fenomena telah digambarkan sebagai
induksi demonstratif. Pengamatan adalah induksi, karena pada akhirnya bertumpu
pada pengalaman dan tidak bisa memberikan benar-benar suatu keyakinan ilmu
pengetahuan. Tapi yang dilakukan Newton itu demonstratif, karena berlangsung
secara matematis ketat.
Hal menarik dari Ilmu Alam adalah Matematika merupakan elemen kunci
dalam pembangunan alami ilmu alam yang tepat, tanpa matematika tidak ada
doktrin menyangkut hal-hal alami yang dapat ditentukan. Pada dasar ini, Kant
mengemukakan bahwa kimia usianya adalah lebih dari sebuah seni daripada ilmu.
Ironinya, adalah bahwa meskipun banyak pemikir besar masa lalu (Newton
khususnya) meniadakan metafisika dan mengandalkan hanya matematika untuk
memahami alam, mereka gagal untuk melihat bahwa ketergantungan seperti pada
matematika membuat mereka tidak mampu untuk mengembangkan ilmu alam
dengan metafisika. Ternyata dalam ilmu alam pun terjadi pro dan kontra dalam
hal mencari kebenaran hukum alam.
Dua aliran rasionalisme dan empirisme rupanya juga menimbulkan
perdebatan panjang dan berlarut di eropa. Hingga dengan munculnya Immanuel
Kant (1787) dalam bukunya Critique Pure Reason yang mendamaikan keduanya.
Ia mengatakan bahwa kebenaran itu bukan karena pendekatan sebjek sendiri atau
karena objek yang mendekati subjek, melainkan karefna subjek itu sendirilah
yang mendekati objek. Kita melihat botol, karena mata kita yang melihatnya.
Hingga

dalam

mencari

kebenaran

kita

dapat

melakukannya

dengan

menurunkannya secara rasional ataupun dengan mengujinya secara empirik.
Adapun konsep pengetahuan yang ada di zaman modern saat ini adalah konsep

2012

yang dicetuskan oleh Immanuel Kant. Science bisa didapat secara empirik,
ataupun dengan menurunkannya secara rasional. Matematika umumnya masih
menggunakan pendekatan rasional, sedangakan fisika dan kimia secara rasional
dan empirik.
Landasan yang berbeda inilah yang membuat perbedaan mendasar antara
ilmu alam dan matematika, sebuah pernyataan di matematika akan benar cukup
dengan membuktinya secara logis sedangkan fisika dan kimia perlu dibuktikan
dulu di alam, seperti pada gambaran berikut: Secara matematika kita dapat
menyatakan dari y = a (u + v) sebagai y = au + av, sedangkan secara fisis y = a (u
+ v) ada kemungkinan ia tidak sama dengan au + av hingga y = a (u + v) ≠ au +
av, misalnya karena av atau au itu tidak ada dialam. Konsep epistemologi baru

yang disusun oleh Kant ini memberikan suatu bangunan besar kepada kita yaitu
science modern yang ada sekarang

Referensi:
Bartle, R. dan Sherbert. 2000. Introduction Real Analysis Third Edition. New
York: John Wiley & Sons.
Brown, J. 2008. Philosophy Of Mathematics A Contemporary Introduction to the
World of Proofs and Pictures Second Edition. New York: Routledge.
Floyd, J. 2005. Wittgenstein on Philosophy of Logic and Mathematics. In Stewart
Shapiro (Ed.), The Oxford Handbook of Philosophy of Mathematics and
Logic. Oxford University Press.
Ernest, P. 1991. The Philosophy of Mathematics Education. London: Routledge
Falmer.
Hintikka, J. 2000. Hempel’s Logicist Philosophy of Mathematics: Background
and Sequel. In James Fetzer (Ed.) Science, Explanation, and Rationality
Aspects of the Philosophy of Carl G. Hempel. Oxford University Press.
Kant,

I. 1786. Metaphysische Anfangsgründe der Naturwissenschaft.
(Metaphysical Foundations of Natural Science, The English edition of
Jonathan Bennett, June 2009)

Kant, I. 1787. Critique Pure Reason. (The English edition of Meiklejohn, reprint
in 2010). Pennsylvania State University, Electronic Classics Series.

2012

Kline. M. 1961. Matematika. Dalam Jujun Suriasumantri (Ed.), Ilmu dalam
Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Russel, B. 1919. Introduction to Mathematical Philosophy (Online Edition,
February 5, 2010). London: George Allen & Unwin, Ltd.
Shapiro, S. 2005. Philosophy Of Mathematics and Its Logic: Introduction. The
Oxford Handbook of Philosophy of Mathematics and Logic (ed. Stewart
Shapiro). Oxford: Oxford University Press.
Santoso, S. I. 1976. Fungsi Bahasa, Matematika, dan Logika Untuk Ketahanan
Indonesia dalam Abad 20 Di Jalan Raya Bangsa-Bangsa. Matematika.
Dalam Jujun Suriasumantri (Ed.), Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Suprapto. 1976. Aturan Permainan dalam Ilmu Alam. Matematika. Dalam Jujun
Suriasumantri (Ed.), Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Suyitno, Hardi. 2012. Nilai-Nilai Pendidikan Matematika bagi Pembentukan
Karakter Bangsa. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional
Jurusan Matematika di Universitas Negeri Semarang pada tanggal 13
Oktober 2012.
Thayer, H. S., ed. Newton’s Philosophy of Nature: Selections from His Writings.
History Of Philosophy Of Science. Encyclopedia Of Philosophy Vol. 7.
New York: Hafner
van Dalen. 1966. Ilmu-Ilmu Alam dan Ilmu-Ilmu Sosial: Beberapa Perbedaan.
Matematika. Dalam Jujun Suriasumantri (Ed.), Ilmu dalam Perspektif.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2