Kosmologi MInangkabau Pandangan Dunia da
Kosmologi Minangkabau,1
Perspektif Dunia dalam Tambo Minangkabau
Oleh: Drs. Sheiful Yazan, M.Si.
Lektor Kepala pada Institut Agama Islam Negeri, IAIN Imam Bonjol Padang
1. Asal Mula “Alam Takambang”
Pertanyaan kosmologis adalah pertanyaan tentang dunia. Pertanyaan yang pertama umumnya
berbunyi: “Bagaimana asal mula alam semesta?”
Pertanyaan tersebut dapat saja muncul dari pikiran awam maupun dari pikiran para filosof.
Awam membiarkan pertanyaan tersebut sebagai khasanah yang tidak terjawab. Sebaliknya para
pemikir dan filosof tidak pernah berhenti untuk mencari jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan yang menggoda pikirannya. Dari jawaban-jawaban tersebutlah lahir pengetahuan
tentang dunia. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian menjadi berbagai
aliran kosmologi dalam masyarakat dan kebudayaan di seluruh dunia.
Berbagai agama dan budaya besar dunia telah memberikan jawabannya masing-masing tentang
asal mula alam semesta. Banyak perbedaan, tapi ada beberapa kesamaan, bahkan banyak yang
senada. Seolah-olah ada saling pinjam, saling pakai konsep, bahkan saling “mencuri” pandangan
kosmologis di antara kebudayaan dan agama-agama besar dunia tersebut.
Kosmologi Hindu2 bercerita banyak tentang asal mula alam semesta. Salah satunya dalam kitab
Weda dinyatakan bahwa alam semesta bermula dari ketiadaan. Menurut filsafat Hindu dalam
Regweda, elemen dasar dunia adalah Asat atau ketiadaan, yang sama dengan Aditi, yaitu
ketidakterbatasan. Semua yang ada adalah Diti, yaitu yang terikat. Ajaran dalam Regweda juga
menyatakan bahwa alam semesta diciptakan oleh Brahman dari unsur yang sudah ada.
Berikut ini kutipan dari Upanishads: “Sungguh, alam semesta ini berasal dari Brahman. Di dalam
Brahman, ia hidup dan beroleh perwujudannya. Pasti, seluruhnya adalah Brahman. Biarlah
seseorang terbebas dari cemar nafsu, menyembah Brahman saja.3
1
Tulisan ini adalah BAB I dari buku “Kosmologi Minangkabau”.
2
Axel Michaels dalam buku “Hinduism, Past and Present” (2004) menyatakan bahwa periode 1750 – 800 SM
dianggap sebagai periode awal perkembangan agama Hindu. Masa tersebut dinyatakan sebagai masa
berkembangnya penulisan dan penyebaran kitab suci Weda.
3
“Pada mula sesekali berada Maha Ada sendirian, Mahaesa tanpa ada yang kedua. Dia, yang Mahaesa, berpikir
terhadap diri-Nya: Biarlah Aku menjadi banyak, biarlah Aku berkembang. Lantas dari zat-Nya sendiri. Dia
melantunkan alam semesta dari zat-Nya sendiri, ia pun masuk ke dalam setiap ada.” (Upanishads, Chandogya)
Dalam kitab lain, Purana, diceritakan bahwa alam semesta dibangun dari lima unsur, yakni:
tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat gas), api (plasma), dan ether. Kelima unsur tersebut
disebut Pancamahabhuta atau lima unsur materi.4
Kosmologi Cina menceritakan bahwa pada mulanya langit dan bumi kacau tanpa bentuk. Pangu
lahir pada langit dan bumi kacau tanpa bentuk tersebut. Setelah 18.000 tahun, Pangu memakai
sebuah kapak membelah langit dan bumi. Yang ringan dan terang naik ke atas menjadi langit;
yang berat dan suram turun ke bawah menjadi bumi. Pangu takut langit dan bumi akan
bergabung kembali, maka ia berdiri menahan langit dan bumi. Langit setiap hari naik 10 mistar,
Pangu juga setiap hari bertambah tinggi 10 mistar. Setelah 18.000 tahun kemudian, Pangu
meninggal dan organ tubuhnya menjadi berbagai barang di alam semesta ini: badannya
berubah menjadi pegunungan, darahnya mengalir membentuk sungai, ototnya berubah
menjadi tanah yang subur, sumsum tulangnya berubah menjadi mineral, giginya berubah
menjadi batu permata, kulit dan bulu badannya berubah menjadi berbagai tanaman. 5
Cerita Pangu dari China memiliki kemiripan dengan kosmologi Nordik, Skandinavia, masyarakat
Eropa Utara: Denmark, Norwegia, Islandia, dan Swedia, sebelum kedatangan agama Kristen.
Kosmologi Nordik menceritakan Ymir sebagai raksasa pertama, kakek moyang dari Odin
/Wodin, raja para dewa. Mitos-mitos Nordik diadaptasi oleh penulis JRR Tolkien dalam novel
terkenal yang telah difilmkan, The Lord of The Ring.6
Kosmologi Yunani hampir senada dengan Hindu, menceritakan awal mula alam semesta dari
Chaos (Χαος), kekacauan, tidak adanya aturan atau tata tertib. Selain itu, Chaos juga dapat
berarti "kekosongan yang luas atau jurang", dimana pengertian tersebut dapat diartikan bahwa
Chaos juga melambangkan suatu tatanan baru yang muncul mengenai penggabungan yang
berlawanan atau terpisah jauh, seperti langit dan bumi serta dewa dan manusia. 7
4
Setiap materi di alam semesta mengandung dua unsur pokok: Purusa dan Prakerti. Purusa dan Prakerti
merupakan unsur yang bersifat kekal, halus, dan tidak dapat dipisahkan. Purusa adalah unsur yang bersifat
kejiwaan sedangkan Prakerti adalah unsur yang bersifat kebendaan atau material. Pada penciptaan alam semesta,
Prakerti berevolusi menjadi Pancatanmatra yaitu lima benih yang belum berukuran. Pancatanmatra setelah
melalui evolusi yang panjang akhirnya menjadi Pancamahabhuta, yakni lima unsur materi. Lima unsur materi ini
kemudian membentuk anggota alam semesta, seperti matahari, bumi, bulan, bintang-bintang, planet-planet, dan
lain-lain.
5
Kosmologi Cina merupakan kosmologi yang paling berkembang dan mendunia. Konsep dualisme kosmologis Yin –
Yang, Feminin – Maskulin, nyaris diadopsi/ ditiru hampir seluruh kosmologi di dunia.
6
Dewa-dewa Nordik sangat mempengaruhi kebudayaan Eropah sampai sekarang, seperti penamaan hari-hari yang
berasal dari nama-nama dewa Nordik, Sun, Tiw, Wodin, Thor, Freiyja, menjadi hari Sun (Sunday), Tuesday, dan
seterusnya.
7
Menurut Hesiodos: Chaos adalah ketiadaan. Dari situlah muncul Gaia (bumi), Tartaros (dunia bawah tanah yang
kelam dan kejam, ada juga yang menyebutkannya sebagai neraka), Eros (dewi cinta dan nafsu), Niks (dewi malam),
Kosmologi Yahudi8 kuno dan Kristen memiliki dua legenda penciptaan, keduanya tercatat di
Bible/Alkitab. Legenda itu bercerita bahwa Allah menciptakan Langit dan Bumi. Bumi belum
berbentuk dan kosong. Gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang
di atas permukaan air, Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi.9
Legenda kedua, menceritakan bahwa Tuhan membuat bumi, lalu laki-laki pertama, lalu
tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, lalu terakhir seorang wanita.
Kosmologi Budha10 pada dasarnya tidak punya atau tidak mengakui adanya “awal mula” alam
semesta, karena Budha bertolak dari konsep siklus alam semesta. Menurut agama Buddha,
alam semesta telah mengalami banyak siklus pembentukan dan kehancuran yang tidak
terhitung. Periode dari terbentuknya alam semesta sampai dengan kehancurannya disebut
mahakappa atau mahakalpa. Lamanya satu siklus semesta atau satu mahakappa tidak pernah
dihitung dalam angka tahun yang pasti, tetapi hanya dikatakan sangat lama.11
dan Erebos (kegelapan) . Khaos juga diterangkan sebagai "rather a crude and indigested mass, a lifeless lump,
unfashioned and unframed, of jarring seeds and justly Chaos named."
8
Merujuk kepada garis waktu menurut Perjanjian Lama, Musa diangkat sebagai utusan Tuhan pada usia 40 tahun,
atau sekitar tahun 1487 SM. Berarti penyebaran ajaran Torah/ Taurat Musa berlangsung sesudah 1487 SM sampai
periode Kristen pada abad pertama.
9
“Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap Dan Allah menamai terang itu
siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama. Allah menjadikan cakrawala di
tengah segala air untuk memisahkan air dari air. Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang
ada di atasnya. Allah menamai cakrawala itu langit, itulah hari ke dua. Segala air yang di bawah langit berkumpul
pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering. Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu laut.
Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohonpohonan yang menghasilkan buah yang berbiji di bumi, itulah hari ke tiga. Matahari dan bulan serta bintangbintang pada hari ke empat, semua burung dan hewan laut pada hari ke lima, Binatang ternak, melata, liar dan
laki-laki dan wanita pertama pada hari ke enam.”
10
Kosmologi Budha berawal dari Siddhartha Gautama ( + 563-483 SM). Pernyataan Budha: “Alam semesta ini tidak
pernah tidak ada” sekaligus menyatakan tidak adanya penciptaan, di samping tidak adanya konsep tentang awal
alam semesta.
11
Buddha menjelaskan lamanya satu mahakappa sebagai berikut: “Andaikan, para bhikkhu, terdapat sebuah batu
besar yang bermassa padat, satu mil panjangnya, satu mil lebarnya, satu mil tingginya, tanpa ada retak atau cacat,
dan setiap seratus tahun sekali seseorang akan datang dan menggosoknya dengan sehelai kain sutra, maka batu
tersebut akan aus dan habis lebih cepat daripada satu siklus dunia. Namun dari siklus-siklus dunia tersebut, para
bhikkhu, banyak yang telah dilewati, beratus-ratus, beribu-ribu, beratus-ratus ribu. Bagaimana hal ini mungkin?
Tidak terbayangkan, para bhikkhu, lingkaran kehidupan (samsara) ini, tidak dapat ditemukan awal mula dari
makhluk pertama, yang dihalangi oleh ketidaktahuan dan diliputi oleh nafsu keinginan, berkelana ke sana ke mari
dalam lingkaran kelahiran kembali ini.” (Samyutta Nikaya, XV:5)
Ada kemiripan kosmologi di antara agama-agama Abrahamik: Yahudi, Kristen, dan Islam,
terutama dalam periode penciptaan alam yang berlangsung enam “hari”, dan perintah
“Jadilah!”12
Kosmologi Yahudi dan Kristen termasuk yang paling intens membahas konsep asal mula alam
semesta. Kitab Kejadian (Genesis) adalah kosmogoni yang sangat nyinyir bercerita tentang
peristiwa asal muasal alam semesta dan asal muasal isi dunia. Sebagian besar ayat dalam Kitab
Kejadian juga diulas dan dikembangkan dalam kitab-kitab lainnya. Peristiwa penciptaan alam
yang enam masa dan sebagainya, adalah uraian kosmogoni yang sangat melekat dalam memori
kolektif penganut dua agama tersebut.13
Kosmologi Islam menyatakan bahwa Allah menciptakan bumi dan isinya masing-masing dalam
dua masa, kemudian Dia menuju ke langit yang masih berupa kabut untuk menciptakan isi
langit selama dua masa. Kemudian pada hari keenam sekira waktu Ashar, Dia menciptakan
Adam sebagai manusia pertama.14
Penciptaan alam dalam enam masa juga terdapat dalam kosmologi Zoroaster. Kitab Penciptaan
(Bundahishn) yang berisi informasi mengenai kosmologi dan kosmogoni Zoroaster menyatakan:
“Pada mulanya, tidak ada suatu pun di dunia ini selain Ahura Mazda, Tuhan Yang Maha
Bijaksana, yang tinggal di Cahaya Tiada Akhir, dan Ahriman, Ruh Jahat, yang tinggal di
Kegelapan Mutlak. Di antara keduanya hanya ada kekosongan. Kemudian, Ahura Mazda
membuat ciptaan-ciptaan-Nya dalam enam masa.” 15
12
Dalam Al-Qur’an setidaknya ada 6 ayat dalam 6 surat berbeda yang menyisipkan kalimat “kun fayakun” secara
umum diterjemahkan dengan “Jadilah, (maka) jadilah ia !”. Berturut-turut ke-enam ayat tersebut dari depan
adalah : QS 2 : 117; QS 6 : 73; QS : 16 : 40; QS 19:35; QS 36:82; dan QS 40:68. Meski dari keenam surat tersebut
yang paling populer di masyarakat hanyalah “kun fayakun” dalam Surat Yasin ayat 82.
13
Kejadian 1:1: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Kejadian 1:26-27: “Berfirmanlah Allah:
"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap
di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia;
laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Kejadian 1:31: “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya
itu, sungguh amat baik.” Kejadian 2:2: “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuatNya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.”
14
Mengenai enam masa penciptaan tersebut, Ayatullah Makarim Shirazi memaparkan, "Tahap pertama adalah
tahap di mana alam semesta berbentuk gumpalan asap. Tahap kedua adalah fase di mana tumpukan-tumpukan
besar dari gumpalan asap tersebut mulai terpisah dan berputar pada poros inti gumpalan. Tahap ketiga, tata surya
termasuk matahari dan bumi, mulai terbentuk. Tahap keempat, bumi mulai dingin dan siap menyambut
kehidupan. Pada tahap kelima, tumbuh-tumbuhan dan pepohonan mulai tumbuh di bumi. Tahap keenam, hewan
dan manusia mulai tampak di bumi." (Tafsir Nemune, jil 6, hal 202)(IRIB Indonesia)
15
“Pertama, Dia, Ahura Mazda, membentuk langit dari logam, bercahaya dan terang. Kedua, Dia menciptakan air
murni. Ketiga, Tuhan Yang Maha Bijaksana menciptakan Bumi, datar dan bundar tanpa pegunungan dan lembah.
Keempat, Dia menciptakan tumbuh-tumbuhan, basah dan lembut tanpa kulit kayu atau duri. Kelima, Dia
Dalam kosmologi Zoroaster, dualisme baik dan buruk diperankan oleh dua oknum berbeda:
Ahura Mazda dan Ahriman atau Angra Mainyu (Aŋra Mainiuu). Pertempuran sepanjang masa
antara ciptaan baik Ahura Mazda dan ciptaan Ahirman menjadi dinamika perjalanan kosmologis
alam semesta.
Banyak ilmuwan yang mencoba mencari kesamaan/ kesenadaan konsep penciptaan alam
menurut kitab-kitab suci agama dengan konsep penciptaan menurut kosmologi ilmiah. Ada
banyak kesenadaan, tapi tidak sedikit pula pendapat yang memandang dengan sinis, dan
menganggap semua usaha itu bersifat apologis, bahkan justifikatif.
Bagaimanapun, semua agama pada dasarnya menganut paham kosmogonik, alias memandang
bahwa alam semesta mempunyai awal. Hal yang senada juga dianut oleh hampir semua
kebudayaan, termasuk kebudayaan modern yang diwakili dunia ilmu pengetahuan.
Menukik ke beberapa kebudayaan di Nusantara, ternyata juga memiliki konsep kosmogoni. Di
Nusantara terdapat beberapa kosmologi yang punya banyak kemiripan dengan kosmologi
budaya besar dunia.
Dalam kosmologi Batak, pencipta dunia adalah Mulajadi na Bolon (atau Debata Mulajad
Nabolon). Dia dibantu dengan sederetan dewa-dewi lainnya, yang dapat dibagi menjadi tujuh
tingkat dalam dunia atas. 16
Kosmologi Arat Sabulungan masyarakat Mentawai menceritakan tiga lapis dunia yang
diciptakan Ulau Manua (Tuhan), mirip dengan kosmologi Batak. Manusia beserta lingkungannya
memperoleh posisi sentral di dunia tengah, dan menerima hasil hutan untuk kehidupan dari
Taikaleleu (semacam dewa) Penguasa Hutan sebagai wakil Ulau Manua di dunia tengah.17
Dalam Kosmologi Jawa, awal penciptaan alam semesta terjadi dengan munculnya dualisme
kosmis dari keadaan yang sebelumnya kosong (Tan kena Kinaya Napa, Suwung, Awangmenciptakan hewan, besar dan kecil. Lalu Dia menciptakan manusia pertama, Gayomard, cerdas, tinggi, dan
gagah. Dan terakhir, Dia menciptakan api dan meyebarkan ke seantero ciptaan. Tuhan Yang Maha Bijaksana
memerintahkan api untuk melayani manusia dalam menyiapkan makanan dan mengusir dingin.” (Kitab Penciptaan
/Bundahishn)
16
Anak-anaknya merupakan tiga dewata bernama Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Ketiganya dikenal
sebagai kesatuan dengan nama Debata Sitolu Sada (tiga dewa dalam satu) atau Debata na Tolu (tiga dewata).
Dalam urut-urutan dewata mereka berada di bawah Mulajadi na Bolon. Diceritakan pula bahwa Mulajadi na Bolon
telah mengirim putrinya Tapionda ke bumi ke kaki gunung Pusuk Buhit. Tapionda kemudian menjadi ibu raja yang
pertama di Batak.
17
Arat Sabulungan atau “Adat Daun-Daun” adalah adat Mentawai yang sangat asing dalam pandangan orang
Minangkabau, walaupun Mentawai merupakan masyarakat yang dekat secara geografis dengan “Tanah Tepi”
Minangkabau.
Awung). Dualisme kosmis Jawa terdiri dari Bapa Akasa dan Ibu Bumi. Kosmogoni ini senada
dengan Shiva-Shakti, Lingga-Yoni, atau konsep Yin-Yang dalam kosmologi Cina. 18
Kajian kosmologi ilmiah mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta, antara lain,
dikenal dengan Big Bang Theory, Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahysat. Adalah
Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori ledakan
dahsyat mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai "hipotesis atom
purba".19
Kosmologi ilmiah pada satu sisi memberi “dukungan” terhadap kosmologi agama-agama
tentang penciptaan alam semesta. Tapi, pada sisi lain mengguncangkan mitos kosmologis yang
ada di berbagai kebudayaan. Padahal, kosmologi ilmiah juga bersifat teoritis bahkan hipotetis,
tidak dapat dibuktikan keberadaannya. Hanya dapat “dibuktikan” secara teoritis dan hipotetis
juga. Tidak satupun peralatan yang mampu membawa manusia ke awal waktu penciptaan, atau
awal peristiwa Big Bang. Dengan kata lain, kosmologi ilmiah sama-sama tidak dapat dibuktikan
kebenarannya seperti kosmologi lainnya.20
Kosmologi Minangkabau Tanpa Kosmogoni
Apa bunyi pepatah-petitih, ungkapan, mamangan, atau kata-kata Minangkabau yang (mungkin)
berbicara tentang asal mula alam semesta?
18
Dualisme kosmis tersebut merupakan lambang dari prinsip positif (Maskulinitas) dan negatif (Feminimitas).
Persatuan keduanya akan melahirkan empat unsur utama alam yaitu Tanah, Air, Api, dan Udara (unsur dasar
pembentuk alam dalam kosmologi Budha). Persatuan tersebut hanya dimungkinkan bila keduanya berada dalam
keadaan seimbang. Dualisme kosmis juga sering dilambangkan dengan Kama Bang (ovum, sel telur) dan Kama
Putih (Sperma, sel Mani). Personifikasi Bumi sebagai Ibu dan Akasa atau Langit sebagai Bapa melambangkan
kedekatan hubungan emosional antar keduanya dengan manusia.
19
Kerangka model teori ini bergantung pada teori relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi
sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori ledakan dahsyat
dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Berdasarkan permodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam
keadaan sangat panas dan padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran
terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu
menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini dianggap telah memberikan penjelasan
paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
20
Karlina Supeli (1999: Kosmologi Awam, Ilmiah, dan Religius: dari Kosmologi ke Dekosmologisasi): “Ketika kita
mengamati sejarah kosmologi yang ditandai dengan peralihan dari satu model kosmologis ke model lainnya
(misalnya kosmologi mitis, kosmologi Aristotelian, kosmologi Copernican, kosmologi Newtonian, kosmologi
Ledakan Dahsyat, dan sebagainya), kita melihat keberhasilan kosmologi melampaui keberhinggaan konseptual
yang muncul dalam tiap-tiap momen penyelidikan yang berbeda. Dalam tiap-tiap model itu, kosmologi terus
berjalan dan belajar menaklukkan cakrawala keberhinggaannya. Ketika satu cakrawala berhasil dilampaui, manusia
pun memasuki dan ‘hadir’ dalam sebuah alam semesta yang baru.”
Dari berbagai literatur, maupun dari para guru adat, ternyata tidak ada pernyataan yang cukup
kuat dari khasanah Minangkabau yang membahas kosmogoni, asal muasal alam semesta.21
Semua tambo bicara tentang “baramulo kaba” atau “baramulo kaji” sebagai berikut: “Tak kalo
maso dahulunyo, samaso alun baralun, adolah urang maso itu, nan tasabuik-sabuik.”
Kaba selalu dimulai dengan kisah seseorang, tentang tokoh, bukan tentang penciptaan alam.
Kaba Alun Baralun dalam berbagai Tambo Alam Minangkabau memulai kisah tentang tiga orang
putra Iskandar Zulkarnain: Maharajo Alif, Maharajo Dipang, dan Maharajo Dirajo. 22
Tambo lebih peduli dengan asal-usul tokoh niniak muyang: “Dari mano titiak palito, di baliak
telong nan batali; dari mano turun niniak kito, dari puncak gunuang Marapi.”
Kalaupun ada tuturan tentang alam, hanya tentang pulau Paco: “Pisau sirauik bari hulunyo,
Diasah mangko bamato, Lautan sajo dahulunyo, Mangko banamo pulau Paco,” tentang “Lauik
nan basentak turun, Bumi nan basentak naiak.” Tidak ada tentang asal usul alam takambang.
Sebagian tambo Minangkabau memuat kosmologi Sufistik Islam, ketika penciptaan alam
dimulai dengan: “Pado mulonyo, nan ado hanyolah Nur Muhammad.” Lalu dilanjutkan dengan
kisah penciptaan alam seperti dalam hikayat Nur Muhammad. Kosmogoni ini hanya diketahui
oleh sebagian penutur dan pencatat tambo yang terpengaruh Tasawuf. Dalam kosmogoni ini
juga tercampur konsep empat unsur pembentuk alam dari kosmologi Hindu, Budha, dan Cina:
air, tanah, api, dan angin. 23
“Tuhan menciptakan tujuh laut, kemudian Nur Muhammad diperintahkan untuk berenang ke
dalamnya. Sekeluarnya dari ketujuh laut itu Nur Muhammad disuruh untuk menggerakkan
badannya sehingga keluarlah tetesan-tetesan air. Dari tetesan air badannya itulah tercipta
segala sesuatu. Tuhan menciptakan empat unsur, air, api, angin dan tanah. Nur Muhammad
disuruh mendatangi keempat unsur tadi. Kesemuanya menyombongkan diri kecuali tanah.
21
Tambo di Minangkabau secara garis besar dibagi dua bagian utama: (1)Tambo alam, yang mengisahkan asal usul
nenek moyang serta tentang kerajaan Minangkabau. (2) Tambo adat, yang mengisahkan adat, sistem
pemerintahan, dan undang-undang tentang pemerintahan Minangkabau di masa lalu. Ada 47 buah tambo asli
Minangkabau yang tersimpan di berbagai perpustakaan di luar negeri, 10 diaantaranya ada di Perpustakaan
Negara Jakarta.
22
Umumnya Tambo Alam memulai dengan kisah Sri Maharajo Dirajo yang berlayar di lautan, dengan pengikutpengikutnya.
23
Tidak semua tambo memiliki kisah awal penciptaan alam. Umumnya tambo dimulai dengan kisah Sri Maharajo
Dirajo. Tambo yang memuat kisah Nur Muhammad hanya beberapa, seperti yang ditulis A Dt. Madjo Indo.
Akhirnya Tuhan menciptakan manusia dari tanah dan setiap manusia pasti bertabiat empat
unsur tadi.”24
Beberapa naskah tambo memuat bagian dari kisah Nur Muhammad tersebut dengan berbagai
variasi, sampai kisah Nabi Adam dengan 39 anaknya. Anak bungsunya Syis yang diangkat ke
surga dikawal bidadari. Sampai kisah keturunan Syis, Iskandar Zulkarnain dan tiga putranya
yang merajai dunia.25
Kosmogoni tasawuf (dan mozaik kosmogoni Hindu, Budha, Cina, Yunani) tersebut, dalam
beberapa situasi cukup dikenal. Hanya saja kosmogoni tersebut tidak membawa warna dalam
kosmologi masyarakat Minangkabau. Pada bagian selanjutnya akan terlihat bahwa kosmogoni
tasawuf ini tidak punya peran maupun kaitan dengan kosmologi Minangkabau dalam berbagai
aspeknya.
Kosmologi asal muasal alam semesta (versi tasawuf tersebut) tidak terurai secara lengkap,
karena hanya menjadi bingkai dari kisah para tokoh dalam tambo. Kaba Alun Baralun umumnya
lebih fokus kepada tokoh-tokoh pendiri Minangkabau dengan berbagai tindakan mereka.
Kalaupun ada kosmogoni, sebagian besar hanya mozaik dari berbagai kosmogoni budaya besar:
Hindu, Budha, Cina, Yunani, dibingkai oleh kosmogoni Tasawuf Islam. Tidak tertata sebagai
sebuah konsep kosmogoni yang utuh, sehingga tidak menjadi rekaman pada memori kolektif
orang Minangkabau.26
24
Empat unsur dasar pembentuk alam, api, air, angin, dan tanah adalah unsur-unsur yang juga disebut dalam
berbagai kosmologi. Dalam kosmologi Hindu, Budha, Cina, Yunani, khususnya, keempat unsur tersebut disebut
secara sama, walaupun urutan, fungsi, dan nilai “baiknya” berbeda-beda. Dalam kosmologi lain ada tambahan di
samping empat unsur tersebut, seperti unsur logam, ether, udara, dan lain-lain.
25
Tambo menurut versi A, Dt, Madjo Indo, dimulai dengan kisah penciptaan Adam. “Adopun katiko langik
takambang, Juo katiko mulai bumi tahampa, Katiko nabi Adam mulai kaditampo, Allah Ta'ala lah sudah
manantukan, Anak cucu Adam nan mahuni dunie, Anak Adam nan bungsu manjadi rajo.”
26
Bandingkan dengan kosmogoni Jawa yang memberi tuntunan kosmologis secara masif terhadap kebudayaan
Jawa: Kejawen, mempengaruhi hidup dan keberagamaan orang Jawa walaupun sudah menganut berbagai agama:
Islam, Kristen, Katolik, dsb. Dalam mistisme Jawa, manusia tidak hadir sendiri di muka bumi, melainkan berempat.
Tiap orang memiliki sedulur papat lima pancer yang merupakan saudara empat kita, kelima diri kita sendiri.
Sedulur papat lima pancer, merupakan penghormatan pada orang tua, khususnya ibu yang sudah melahirkan kita
di muka bumi. Yang memberikan kasih sayang tiada habis-habisnya. Hitungan pasaran yang berjumlah lima
menurut kepercayaan Jawa, juga berdasar pada filosofi sedulur papat lima pancer. Filosofi sedulur papat lima
pancer mengandung pengertian bahwa badan manusia yang berupa raga, wadag, atau jasad, lahir bersama empat
unsur atau roh atau enigma yang berasal dari tanah, air, api dan udara. Empat itu masing-masing mempunyai
kiblat di empat mata arah angin, yang kelima berpusat di tengah. Setiap orang Jawa pasti dengan mudah bercerita
tentang pasaran yang 5: Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan peran pasaran tersebut dalam rencana harian
mereka, bekerja, bepergian, sampai perjodohan dan pernikahan. Orang Minangkabau tidak punya semacam itu.
Kosmologi Minangkabau jelas-jelas “tidak begitu peduli”, tidak menganggap penting dengan
asal muasal alam semesta. Boleh dikatakan tidak ada konsep kosmogoni, konsep tentang asal
mula alam semesta, dalam kosmologi Minangkabau.
Ketiadaan kosmogoni juga ditemukan dalam kosmologi Budha, karena konsep siklus Samsara.
Alam semesta mengalami berbagai siklus perubahan dari empat unsur dasar pembentuknya:
tanah, air, api, dan angin. Maka tidak perlu, dan tidak ada signifikansinya, membahas kapan
atau bagaimana asal mula semua. Sang Buddha menyatakan bahwa unsur-unsur utama yang
membentuk semesta tidak akan musnah, dengan kata lain unsur-unsur utama ini kekal.
Berdasarkan ketentuan itu, sesuatu yang kekal tidak punya awal. Pernyataan Sang Buddha ini
dapat ditemukan dalam Kevaddha Sutta.27
Ketiadaan kosmogoni juga ditemui pada Kosmologi Orang Rimbo, Suku Anak Dalam, yang juga
tidak membahas asal mula alam semesta. Hanya ada dualisme kosmis (seperti dalam kosmologi
Yunani, Cina, Jawa) yang disebut Halo Nio, Halo Dewo, dua dunia yang dipercayai Orang Rimbo.
Ada seloko yang menggambarkan Sumpah Dewo Tunggal tentang bagaimana Orang Rimbo
harus menjalani hidup mereka di Halo Nio (dunia nyata). 28
Terdapat kemiripan pandangan kosmologis Minangkabau dengan kosmologi Budha dalam hal
ketiadaan kosmogoni, ketiadaan konsep terhadap asal mula alam semesta.
Kemiripan pandangan kosmologis Minangkabau dengan Orang Rimbo adalah: ketiadaan
kosmogoni, ketidakpedulian, ketidakmautahuan terhadap asal mula alam semesta. Kosmologi
berorientasi ke masa depan, dan tidak membahas titik awal asal mula alam semesta.
Alam Semesta Sederhana
Umumnya kosmogoni berkisah tentang asal mula alam semesta berikut struktur dan usianya.
Beberapa kosmogoni bahkan memberi penjelasan amat rumit tentang struktur dan usia alam
semesta tersebut.
27
Buddha Gautama menolak untuk mengungkapkan banyak pandangan tentang penciptaan, dan menyatakan
bahwa pertanyaan tentang asal usul dunia adalah gangguan dan tidak relevan. “Alam ini tidak pernah tidak ada,
karena itu tidak ada awal ketika alam belum ada.” Pernyataan Budha ini membantah konsep penciptaan ex nihilo.
28
Sumpah Dewo Tunggal yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Hidup beranyam kuaw, bekambing
kijang, berkerbau ruso, sudung (rumah) beatap sikai, badinding banir, balantai tanah yang berkelambu resam,
suko berajo bejenang, babatin bapanghulu. Mereka pantang berkampung, pantang beratap seng, harus berumah
beratap daun kayu hutan, tidak boleh beternak, dan menanam tanaman tertentu, karena mereka telah memiliki
ternak kuaw (burung hutan) sebagai pengganti ayam, kijang, ruso, babi hutan sebagai pengganti kambing atau
kerbau. Kosmologi Orang Rimbo, hanya berorientasi ke masa depan, tidak punya kosmogoni.
Uraian tentang beberapa kosmogoni berikut ini dimaksudkan untuk memperjelas posisi
kosmologi Minangkabau di antara kosmologi budaya-budaya dan agama-agama besar yang
pernah berhubungan dengan Minangkabau.
Dalam kosmologi Hindu dikenal 14 dunia yang terdapat di bumi dan di langit. Ada 7 dunia di
langit yang disebut dunia atas, dan ada 7 dunia di bumi yang disebut dunia bawah. Struktur
alam semesta terdiri dari bumi dan langit berlapis-lapis. 29 Masing-masing lapisan bumi dan
langit tersebut dijaga oleh makhluk-makhluk supranatural.
Dalam Ananda Vagga, Anguttara Nikaya, Sang Buddha menjelaskan kepada Ananda tentang
seribu tata surya kecil.30 Alam semesta lebih luas dari sekedar seribu tata surya karena Buddha
menyebut sampai adanya 1.000 x 1.000 x 1.000 = 1.000.000.000 tata surya bahkan melebihi itu
lagi di mana suara seorang Buddha dapat diperdengarkan melebihi jangkauan semilyar tata
surya.
Dalam kosmologi Islam, alam semesta terdiri dari langit dan bumi. Ada tujuh lapis langit dengan
para penghuninya. Ada matahari, bulan, dan bintang yang dapat dijadikan untuk penanda
waktu dan arah. Ada perintah untuk mengkaji dan “menembus” ruang angkasa bagi manusia
yang mempunyai kekuatan.31
Kosmologi Cina dan Yunani (= Barat) tentang struktur alam semesta akhirnya lebih mengarah
kepada pengetahuan Astrologi, ilmu perbintangan. Struktur alam semesta lebih dikaji sebagai
gerak benda-benda langit yang berpengaruh terhadap kehidupan makhluk di muka bumi. 32
29
Menurut kosmologi Hindu, Bumi memiliki tujuh lapis sebelum sampai di intinya, yaitu: (1) Atala, (2) Witala, (3)
Sutala, (4) Talatala, (5) Mahatala, (6) Rasatala, (7) Patala, dan (8) Kala Geni Rudra (inti bumi). Langit memiliki tujuh
lapis pula, yaitu: (1) Bhurloka, (2) Bhuwahloka, (3) Swahloka atau Swargaloka, (4) Mahaloka, (5) Janaloka, (6)
Tapaloka, (7) Satyaloka atau Brahmaloka.
30
Budha bersabda: “Ananda, apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika lokadhatu (tata surya kecil)?
Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di
angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan,
seribu gunung Sineru, seribu Jambudipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavideha, empat ribu
maha samudera, empat ribu maharaja, seribu Catummaharajika, seribu Tavatimsa, seribu Yama, seribu Tusita,
seribu Nimmanarati,seribu Paranimmitavassavati, dan seribu alam Brahma. Inilah Ananda, yang dinamakan seribu
tata surya kecil.”
31
Walaupun struktur kosmologis alam semesta tidak begitu banyak dibahas dalam Islam, tapi perkembangan ilmu
pengetahuan mengenai astronomi, Ilmu Falaq, sangat luar biasa di dunia Islam abad pertengahan, akibat perintah
untuk mempelajari alam semesta.
32
Astrologi telah lama menjadi bagian dari adat budaya dan agama di berbagai belahan dunia. Banyak di antara
suku-suku adat yang mempercayai dan mempraktikan hal ini, yang terkenal seperti astrologi Cina, Hindu, dll. Di
lain pihak, dalam agama monotheis praktek-praktek peramalan astrologi yaitu menghubungkan nasib dan kejadian
di Bumi dengan aktifitas benda langit adalah suatu yang terlarang dan dianggap sebagai bagian dari paganisme.
Kosmologi Barat (Kristen) tentang struktur alam semesta tidak begitu berkembang sampai awal
abad ke-20, terutama ketika gereja memusuhi pandangan Galileo Galile yang menyatakan bumi
mengelilingi matahari. Hukuman gereja terhadap Galileo baru direhabilitasi setelah terlanjur
keliru selama 360 tahun.33
Dari semua kosmologi tersebut, Hindu, Budha, Islam, Kristen, Cina, sebagai budaya dan agama
besar yang pernah bersentuhan dengan Minangkabau, dapat dinyatakan bahwa tidak satupun
konsep struktur alam semesta mereka yang diadopsi oleh kosmologi Minangkabau. Atau, lebih
konkrit, kosmologi Minangkabau tidak punya cerita atau kisah tentang struktur alam semesta
yang terkait dengan salah satu budaya atau agama tersebut.
Ada beberapa ungkapan tentang “tujuah lapih langik, tujuah lapih bumi, sampai di langik nan
ka tujuah, sampai ka pitalo bumi,” dalam beberapa mantra dan ungkapan pepatah-petitih. Agak
mirip dengan kosmologi Hindu. Dalam kosmologi Minangkabau tidak dikenal ungkapanungkapan astrologis seperti dalam konsep Cina atau Yunani yang memiliki banyak cerita
tentang peran benda-benda langit. Tidak juga ada struktur tata surya yang rumit seperti dalam
kosmologi Budha.
Dari seluruh konsep struktur alam semesta dari berbagai kosmologi tersebut, hanya struktur
langit dan bumi menurut Hindu dan struktur langit menurut Islam yang dikenal oleh kosmologi
Minangkabau. Struktur alam semesta menurut kosmologi lain tidak sedikitpun dikenal dalam
khasanah kosmologi Minangkabau.
Dalam kosmologi Minangkabau ada beberapa ungkapan tentang empat unsur dasar pembentuk
alam semesta: air, api, angin, dan tanah. Konsep tentang unsur dasar pembentuk alam ini
dikenal oleh semua budaya. Sulit memperkirakan budaya atau agama mana yang
mempengaruhi. Mungkin salah satu, mungkin juga semuanya.
Struktur alam semesta dalam kosmologi Minangkabau dapat dinyatakan sangat sederhana.
Hanya dikenal “tujuah lapih langik, tujuah lapih bumi, sampai di langik nan ka tujuah, sampai
ka pitalo bumi.” Tidak ada nama-nama lapisan langit maupun nama-nama lapisan bumi. Hanya
ada satu lapisan terdalam yang disebut Pitalo Bumi. Nama ini jelas dipengaruhi oleh kosmologi
Hindu, yang memberi nama lapisan ke tujuh isi bumi dengan Patala.
KOSMOGONI TANPA USIA
33
Akibat pandangannya yang disebut terakhir itu ia dianggap merusak iman dan diajukan ke pengadilan gereja
Italia tanggal 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan ajaran
Aristoteles maupun keyakinan gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Ia dihukum dengan pengucilan
(tahanan rumah) sampai meninggalnya. Baru pada tahun 1992 Paus Yohanes Paulus II menyatakan secara resmi
bahwa keputusan penghukuman itu adalah salah, dan dalam pidato 21 Desember 2008 Paus Benediktus XVI
menyatakan bahwa Gereja Katolik Roma merehabilitasi namanya sebagai ilmuwan.
Beberapa agama dan budaya sangat intens dan serius dengan usia alam semesta. Konsep yang
paling rumit adalah kosmologi Hindu dan Budha, dan kosmologi ilmiah dari para fisikawan dan
filsuf modern.
Menurut kosmologi Hindu, alam semesta sedang berada pada tahun ke-51 bagi Brahma atau
155 triliun tahun telah berlangsung semenjak Brahma lahir. Setelah Brahma melewati usianya
yang ke-100, siklus yang baru dimulai lagi dan segala ciptaan yang sudah dimusnahkan
diciptakan kembali. Proses ini merupakan siklus abadi yang terus berulang-ulang dan tak akan
pernah berhenti.
Kosmologi Budha menyatakan usia alam semesta dari terbentuknya sampai kehancurannya
sangatlah panjang, tidak terhitung bahkan dalam milyaran tahun. Karena terdapat banyak sekali
siklus pembentukan dan kehancuran alam semesta, maka tidak dapat diketahui bagaimana
awal mula makhluk pertama yang terdapat dalam lingkaran kehidupan dan kematian ini. Dalam
hal ini agama Buddha cenderung menganggap awal mula pertama alam semesta tidak dapat
dijangkau oleh pikiran manusia biasa (acinteyya).
Salah satu analisis dari kosmolog Islam menyatakan bahwa usia alam semesta telah
dicantumkan dalam Al-Qur’an, yaitu 18,26 milyar tahun.34 Sebuah perhitungan yang
mencengangkan, karena hasilnya cukup dekat dengan perhitungan para kosmolog modern
dengan teori Big Bang mereka.
Menurut kosmologi modern, umur alam semesta adalah waktu yang dihitung dari mulai
terjadinya ledakan dahsyat (Big Bang). Umur alam semesta diperkirakan 13,75 ± 0.11 miliar
tahun. Atau (4.339 ± 0.035 ×1017 detik).
Apapun perhitungan dari berbagai kosmologi tersebut, tidak satupun yang mempengaruhi
kosmologi Minangkabau tentang usia alam semesta. Tidak satupun ungkapan, mamangan,
pepatah-petitih Minangkabau yang berbicara tentang usia Alam Takambang.
Alih-alih berbicara tentang usia yang terukur, adagium Minangkabau malah menggunakan
ukuran-ukuran metaforik yang tidak dapat dikuantifikasi. Jangankan sejarah alam semesta,
34
(1). Menurut Al-Qur’an, keberadaan alam dunia tidak lebih dari satu hari. Termuat dalam Q.S.Tha Ha ayat
104.“Kami lebih mengetahui apa yang akan mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya mengatakan,
‘Kami tinggal (di dunia) tidak lebih dari sehari saja’.” (2). Sehari langit sama artinya dengan 1.000 tahun
perhitungan manusia. Dijelaskan dalam Q.S. Al Hajj ayat 47.“Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar
adzab itu disegerakan, padahal Allah tidak akanmenyalahi janji-Nya. Dan sesungguhnya di sisi Tuhanmu adalah
seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (3). Sehari kadarnya 50.000 tahun yang termuat dalam Q.S. Ma’arij
ayat (4).“Para malaikat dan Jibril naik, (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh
ributahun.”Bila satu tahun manusia adalah 365,2422 hari, maka sehari langit diperoleh : 365,2422 x 50.000 x 1.000
x 1 diperoleh 18,26 milyar tahun.Paparan oleh Moh. Asadi, dalam bukunya The Grand Unifying Theory of
Everything. Wallahu’alam.
bahkan data sejarah waktu terdekat pun tidak dimiliki. Misalnya, tidak ada data tentang kapan
Datuk Perpatih nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan hidup. Walaupun kedua tokoh
tersebut diyakini sebagai tokoh sejarah, tapi, tidak ada data yang pasti dan cukup kuat untuk
dijadikan pedoman.
Peristiwa Bukit Marapalampun dianggap dan disepakati sebagai peristiwa sejarah. Namun tidak
satupun sejarawan yang mampu memberi rujukan cukup meyakinkan tentang waktu peristiwa
tersebut berlangsung. Berbagai versi tentang peristiwa Marapalam memberikan rujukan
rentang waktu yang juga bertebaran hampir empat abad sejak dari abad ke-16 sampai abad ke20.
Jauh lebih rumit mencari rujukan kapan masa Bundo Kandung sebagai ratu yang paling dikenal
dalam kosmologi Minangkabau. Lebih rumit dari itu untuk menentukan masa hidup Sutan
Mahajo Dirajo, tokoh yang diakui sebagai orang Minangkabau pertama. Semua tokoh yang
diakui eksistensinya tersebut tidak dapat dilacak kapan mereka hidup di Minangkabau.
Pada situasi ini kita mengalami sebuah goncangan konseptual tentang kosmologi Minangkabau.
Jangankan usia alam semesta, bahkan catatan waktu peristiwa penting terdekatpun,
Minangkabau tidak punya, tidak peduli. Atau dengan sengaja tidak mengingat apalagi
mencatatnya. Seperti ungkapan Tsuyoshi Kato (2006: 18): “Dunia tambo Minangkabau itu
adalah dunia tanpa sejarah, tetapi pada saat yang sama ia sarat dengan makna sejarah. Tambo
tidak didasarkan pada titik waktu sejarah tertentu..."
Kosmologi Minangkabau tidak mengenal kosmogoni, tidak mengenal asal usul alam semesta,
tidak mengenal usia alam semesta, bahkan struktur alam semestanya pun sangat sederhana,
hanya ada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi yang tidak bernama.
Pada posisi ini dapat dinyatakan bahwa kosmologi Minangkabau tidak meniru kosmogoni dari
agama dan budaya manapun. Kosmologi Minangkabau menjadi unik, sangat sederhana dan
keluar dari arus utama kosmologi budaya-budaya dan agama-agama dunia yang sangat nyinyir
dan rumit dengan kosmogoninya.
Berbeda dengan semua kebudayaan yang ada di dunia, kosmologi Minangkabau nyaris tidak
pernah membahas asal mula alam semesta, tidak peduli usia alam semesta, bahkan tidak
cerewet mengkaji struktur alam semesta.
Bagaimana memahami ketiadaan topik “asal mula,” “usia”, dan “struktur sederhana” alam
semesta dalam kosmologi Minangkabau?
Jawaban terbaik untuk pertanyaan tersebut adalah adagium utama kosmologi Minangkabau itu
sendiri, bahwa alam semesta itu adalah guru, “Alam Takambang Jadi Guru.”
Banyak kebudayaan di dunia yang memperlakukan alam sebagai sumber filsafat. Pola pemikiran
ini menjadi ideologi/religi sebagian besar masyarakat di dunia. Wujud kebudayaan mereka
umumnya berisi aktivitas sosial budaya yang berusaha selaras dengan alam.
Minangkabau secara tektual menyatakan “Alam Takambang Jadi Guru”. Apa dan bagaimana
sesungguhnya filosofi Minangkabau adalah jawaban pertanyaan- pertanyaan: Apa yang telah
“diajarkan oleh alam” kepada orang Minangkabau, dan bagaimana orang Minangkabau
“berguru kepada alam takambang”. Jawaban-jawaban tersebut bertebaran dalam bentuk
kekayaan budaya Minangkabau dalam berbagai wujudnya: bahasa, sastra (lisan), teknologi,
kosmologi, dll.
Alam takambang adalah adagium, istilah khas milik kebudayaan Minangkabau, yang tidak
dipakai oleh kebudayaan lain di dunia. Alam takambang adalah alam maha luas yang
terbentang, itulah alam semesta. Alam Takambang adalah adagium original Minangkabau
untuk istilah Universe, al’Alamiin, Alam Semesta.35
Membahas kosmogoni adalah membahas asal muasal alam semesta, artinya membahas asal
muasal, usia, dan struktur Alam Takambang, yang sudah ditetapkan nenek moyang sebagai
Guru. Mempermasalahkan asal muasal alam , usia, dan struktur semesta berarti membahas
dan mengkritisi asal muasal, usia, dan struktur sesuatu yang telah ditetapkan sebagai guru.
Membahas/mengkaji asal mula, usia, dan struktur alam semesta berarti mengkaji dan
mengkritisi eksistensi sang “guru”. Sebuah tindakan nyleneh, tidak sopan, bahkan kurang ajar,
alias durhaka.
Tidak ada dalam kurikulum pembelajaran di sekolah manapun yang membahas tentang “asal
muasal, usia, dan struktur guru”. Karena guru sudah ditakdirkan begitu adanya. Eksistensi dan
tugas murid adalah menerima apa yang diajarkan guru. Mengkaji asal muasal, usia, dan struktur
guru adalah sebuah tindakan kurang ajar, tindakan yang melewati batas hak si murid. Apapun
pernyataan guru tentang dirinya, usia, dan strukturnya, tidak ada alasan, apalagi hak, untuk
mempertanyakan.
Andaipun ada kurikulum yang membahas asal muasal, usia, dan struktur guru, maka sangat
dicemaskan pembahasan tersebut, suatu saat atau pada suatu kondisi, akan menurunkan rasa
hormat dan kredibilitas guru di mata si murid. Alih-alih isi pembelajaran yang akan diperoleh
atau menjadi signifikan, justru pembelajaran akan hanyut terbawa pembahasan dan
35
Istilah Alam Takambang adalah sebuah adagium, bukan sekedar kata-kata lepas tanpa maksud tertentu. Selama
ini hanya diterjemahkan dengan alam terkembang. Terjemahan tersebut tidak dapat dipadankan dengan istilah
manapun dalam bahasa lain. Padanan yang paling tepat menurut penulis adalah Alam Semesta, atau Universe,
adagium yang juga sudah digunakan oleh berbagai bahasa untuk menjelaskan alam secara holistik, komprehensif,
secara keseluruhan.
permasalahan asal muasal, usia, dan struktur guru, yang sangat potensial menjadi topik-topik
yang menghanyutkan sekaligus menyesatkan.
Sebagai “murid”, orang Minangkabau (hampir) tidak pernah membahas eksistensi, usia, dan
struktur guru, dalam arti (hampir) tidak ada peninggalan budaya Minangkabau yang memberi
penjelasan tentang asal muasal, usia, dan struktur “alam takambang”. Kosmologi Minangkabau
tidak pernah menceritakan asal mula, usia, dan struktur alam.
Kosmologi Minangkabau tidak mau membahas/ tidak peduli dengan asal mula, usia, dan
struktur alam!
Semua kebudayaan memiliki konsep kosmogoni; kosmologi tentang asal mula, usia, dan
struktur alam semesta. Minangkabau tidak memiliki atau tidak peduli dengan asal mula, usia,
dan struktur alam semesta. Dari sudut pandang ini, maka kosmologi Minangkabau bukan
merupakan sintesis apalagi sinkretis dari kosmologi “agama-agama” dan budaya yang pernah
mampir di Minangkabau.
Aneh juga: kosmologi Minangkabau satu-satunya yang tidak membahas asal mula, usia, dan
struktur alam semesta. Padahal seluruh agama dan budaya yang pernah menyinggahi, dan
sangat mungkin mempengaruhi, Minangkabau, memiliki kosmologi tentang asal usul, usia, dan
struktur alam semesta masing-masingnya. Bahkan kebudayaan Mentawai, yang terdekat secara
fisik dengan Minangkabau, ternyata memiliki kosmogoni yang relatif lengkap.
Hindu, Budha, Islam, Portugis, Inggris, Belanda, India, Cina, Jawa, Batak, Arab, Syi’ah, Sunni,
Muhammadiyah, Ahmadiyah, bahkan Sosialisme, dan Komunisme pernah mampir sebagai tamu
yang berinteraksi aktif dengan masyarakat Minangkabau. Semua ideologi dan kebudayaan
tersebut mempunyai masing-masing mitos atau teori tentang asal mula, usia, dan struktur alam
semesta mereka. Sebagian besar ideologi dan kebudayaan tersebut pernah sangat berpengaruh
terhadap Minangkabau.
Hanya kosmologi Orang Rimbo (Suku Anak Dalam, atau Suku Kubu36) yang punya kemiripan
konseptual: tidak ada kosmogoni, yang ada hanya kosmologi menghadapi masa depan. Kalau
dikaitkan dengan sebagian riwayat Orang Rimbo yang mengaku keturunan Pagaruyung, maka
kosmologi tersebut dapat diartikan sebagai turunan dari kosmologi Minangkabau yang memang
tidak punya kosmogoni.
36
Nama Orang Rimbo lebih disenangi oleh mereka, di samping nama Suku Anak Dalam (SAD) yang diperkenalkan
oleh Muchlas (1975) dan kemudian digunakan oleh pemerintah Indonesia. Nama Suku Kubu yang cenderung
merendahkan adalah nama yang diberikan oleh pejabat kolonial Hindia Belanda.
Hampir tidak ada mitos atau teori asal mula, usia, dan struktur alam semesta dari kebudayaan
dan ideologi dunia yang terekam kuat dalam khasanah kosmogoni Minangkabau. Tidak satupun
kosmologi besar tersebut yang mempengaruhi secara dominan kosmologi Minangkabau
tentang asal mula, usia, dan struktur alam semesta. Karena Minangkabau tidak punya, atau
tidak membahas satupun ungkapan, pepatah-petitih, adagium tentang asal mula, usia, dan
struktur alam takambang!
Tidak pula kosmologi Minangkabau terpengaruh oleh ketiadaan kosmogoni Budha, karena tidak
pernah ada dalam adagium adat Minangkabau yang berbau kosmologi “siklus alam” seperti
yang ada dalam kosmologi Budha.
Tidak pula dapat diklaim bahwa kosmogoni tasawuf adalah kosmogoni Minangkabau. Tidak
tercantum adagium atau pedoman adat yang merujuk apalagi yang terikat kepada kosmogoni
tasawuf dimaksud. Kisah nur Muhammad hanya menjadi bagian yang ikut meramaikan
beberapa saduran tambo, tapi tidak ikut terlibat meramaikan kosmologi orang Minangkabau.
Tidak pula dapat dinyatakan bahwa kosmogoni Hindu dan Islam mempengaruhi, walaupun
sedikit struktur alam semesta Hindu, dan lebih sedikit struktur alam semesta Islam ada dalam
kosmologi Minangkabau. Cuplikan sederhana struktur alam semesta Minangkabau tersebut
terlalu sedikit, misalnya, dibanding dengan kosmologi Mentawai yang ternyata lebih rumit dan
banyak kemiripan dengan kosmologi Batak, Hindu, dan Budha.
Budaya-budaya dan agama-agama besar seolah-olah saling berebut, saling meminjam, atau
saling mencuri kosmogoni. Kebudayaan Minangkabau seperti menghindar dari perebutan
konsep-konsep kosmogonik tersebut. Minangkabau nyaris tidak punya cerita tentang asal mula,
usia, dan struktur alam semesta.
Kosmologi Minangkabau seolah-olah tidak mau membahas asal-usul, masa lalu, usia, dan
struktur “guru”. Takut menghanyutkan, tidak signifikan untuk hidup, karena hidup orang
Minangkabau berorientasi ke masa kini dan masa depan, dan tidak begitu peduli dengan masa
lalu (baca: Sejarah)!37
37
Tsuyoshi Kato (2006: 18) menulis: “Dunia tambo Minangkabau itu adalah dunia tanpa sejarah, tetapi pada saat
yang sama ia sarat dengan makna sejarah. Tambo tidak didasarkan pada titik waktu sejarah tertentu, tetapi
merupakan rencana induk dari masyarakat Minangkabau…., rencana induk itu nyatanya tidak merupakan dunia
mimpi.”
Atau, nenek moyang orang Minangkabau adalah penganut pragmatisme untuk kosmogoni.
Memandang kajian kosmogoni adalah pekerjaan bertele-tele, absurd, tidak dapat dibuktikan,
tidak relevan, alias tidak berguna, menghambat bagi kemajuan orang Minangkabau. 38
Wallahualam.
38
Kosmologi tanpa kosmogoni membuat orang Minangkabau tidak punya ideologi sebagai pandangan hidup yang
mengikat, sehingga secara relatif sangat terbuka terhadap berbagai ideologi yang datang menerpa. Betapa
beragamnya ideologi yang ditangkap dan “dikembangkan” oleh para pemikir dari Minangkabau, dari ektrim kanan
idealis, sampai ektrim kiri materialis. Pemikir pendiri adat Minangkabau bahkan menggabungkan konsep adat
dalam dua jalur yang sesungguhnya bertentangan: Kalarasan Koto Piliang yang monarki-aristokratis dengan
Kalarasan Bodi Caniago yang demokratis, keduanya diikat dengan sistem komunal suku yang patriarkhi-matrilineal.
Perspektif Dunia dalam Tambo Minangkabau
Oleh: Drs. Sheiful Yazan, M.Si.
Lektor Kepala pada Institut Agama Islam Negeri, IAIN Imam Bonjol Padang
1. Asal Mula “Alam Takambang”
Pertanyaan kosmologis adalah pertanyaan tentang dunia. Pertanyaan yang pertama umumnya
berbunyi: “Bagaimana asal mula alam semesta?”
Pertanyaan tersebut dapat saja muncul dari pikiran awam maupun dari pikiran para filosof.
Awam membiarkan pertanyaan tersebut sebagai khasanah yang tidak terjawab. Sebaliknya para
pemikir dan filosof tidak pernah berhenti untuk mencari jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan yang menggoda pikirannya. Dari jawaban-jawaban tersebutlah lahir pengetahuan
tentang dunia. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian menjadi berbagai
aliran kosmologi dalam masyarakat dan kebudayaan di seluruh dunia.
Berbagai agama dan budaya besar dunia telah memberikan jawabannya masing-masing tentang
asal mula alam semesta. Banyak perbedaan, tapi ada beberapa kesamaan, bahkan banyak yang
senada. Seolah-olah ada saling pinjam, saling pakai konsep, bahkan saling “mencuri” pandangan
kosmologis di antara kebudayaan dan agama-agama besar dunia tersebut.
Kosmologi Hindu2 bercerita banyak tentang asal mula alam semesta. Salah satunya dalam kitab
Weda dinyatakan bahwa alam semesta bermula dari ketiadaan. Menurut filsafat Hindu dalam
Regweda, elemen dasar dunia adalah Asat atau ketiadaan, yang sama dengan Aditi, yaitu
ketidakterbatasan. Semua yang ada adalah Diti, yaitu yang terikat. Ajaran dalam Regweda juga
menyatakan bahwa alam semesta diciptakan oleh Brahman dari unsur yang sudah ada.
Berikut ini kutipan dari Upanishads: “Sungguh, alam semesta ini berasal dari Brahman. Di dalam
Brahman, ia hidup dan beroleh perwujudannya. Pasti, seluruhnya adalah Brahman. Biarlah
seseorang terbebas dari cemar nafsu, menyembah Brahman saja.3
1
Tulisan ini adalah BAB I dari buku “Kosmologi Minangkabau”.
2
Axel Michaels dalam buku “Hinduism, Past and Present” (2004) menyatakan bahwa periode 1750 – 800 SM
dianggap sebagai periode awal perkembangan agama Hindu. Masa tersebut dinyatakan sebagai masa
berkembangnya penulisan dan penyebaran kitab suci Weda.
3
“Pada mula sesekali berada Maha Ada sendirian, Mahaesa tanpa ada yang kedua. Dia, yang Mahaesa, berpikir
terhadap diri-Nya: Biarlah Aku menjadi banyak, biarlah Aku berkembang. Lantas dari zat-Nya sendiri. Dia
melantunkan alam semesta dari zat-Nya sendiri, ia pun masuk ke dalam setiap ada.” (Upanishads, Chandogya)
Dalam kitab lain, Purana, diceritakan bahwa alam semesta dibangun dari lima unsur, yakni:
tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat gas), api (plasma), dan ether. Kelima unsur tersebut
disebut Pancamahabhuta atau lima unsur materi.4
Kosmologi Cina menceritakan bahwa pada mulanya langit dan bumi kacau tanpa bentuk. Pangu
lahir pada langit dan bumi kacau tanpa bentuk tersebut. Setelah 18.000 tahun, Pangu memakai
sebuah kapak membelah langit dan bumi. Yang ringan dan terang naik ke atas menjadi langit;
yang berat dan suram turun ke bawah menjadi bumi. Pangu takut langit dan bumi akan
bergabung kembali, maka ia berdiri menahan langit dan bumi. Langit setiap hari naik 10 mistar,
Pangu juga setiap hari bertambah tinggi 10 mistar. Setelah 18.000 tahun kemudian, Pangu
meninggal dan organ tubuhnya menjadi berbagai barang di alam semesta ini: badannya
berubah menjadi pegunungan, darahnya mengalir membentuk sungai, ototnya berubah
menjadi tanah yang subur, sumsum tulangnya berubah menjadi mineral, giginya berubah
menjadi batu permata, kulit dan bulu badannya berubah menjadi berbagai tanaman. 5
Cerita Pangu dari China memiliki kemiripan dengan kosmologi Nordik, Skandinavia, masyarakat
Eropa Utara: Denmark, Norwegia, Islandia, dan Swedia, sebelum kedatangan agama Kristen.
Kosmologi Nordik menceritakan Ymir sebagai raksasa pertama, kakek moyang dari Odin
/Wodin, raja para dewa. Mitos-mitos Nordik diadaptasi oleh penulis JRR Tolkien dalam novel
terkenal yang telah difilmkan, The Lord of The Ring.6
Kosmologi Yunani hampir senada dengan Hindu, menceritakan awal mula alam semesta dari
Chaos (Χαος), kekacauan, tidak adanya aturan atau tata tertib. Selain itu, Chaos juga dapat
berarti "kekosongan yang luas atau jurang", dimana pengertian tersebut dapat diartikan bahwa
Chaos juga melambangkan suatu tatanan baru yang muncul mengenai penggabungan yang
berlawanan atau terpisah jauh, seperti langit dan bumi serta dewa dan manusia. 7
4
Setiap materi di alam semesta mengandung dua unsur pokok: Purusa dan Prakerti. Purusa dan Prakerti
merupakan unsur yang bersifat kekal, halus, dan tidak dapat dipisahkan. Purusa adalah unsur yang bersifat
kejiwaan sedangkan Prakerti adalah unsur yang bersifat kebendaan atau material. Pada penciptaan alam semesta,
Prakerti berevolusi menjadi Pancatanmatra yaitu lima benih yang belum berukuran. Pancatanmatra setelah
melalui evolusi yang panjang akhirnya menjadi Pancamahabhuta, yakni lima unsur materi. Lima unsur materi ini
kemudian membentuk anggota alam semesta, seperti matahari, bumi, bulan, bintang-bintang, planet-planet, dan
lain-lain.
5
Kosmologi Cina merupakan kosmologi yang paling berkembang dan mendunia. Konsep dualisme kosmologis Yin –
Yang, Feminin – Maskulin, nyaris diadopsi/ ditiru hampir seluruh kosmologi di dunia.
6
Dewa-dewa Nordik sangat mempengaruhi kebudayaan Eropah sampai sekarang, seperti penamaan hari-hari yang
berasal dari nama-nama dewa Nordik, Sun, Tiw, Wodin, Thor, Freiyja, menjadi hari Sun (Sunday), Tuesday, dan
seterusnya.
7
Menurut Hesiodos: Chaos adalah ketiadaan. Dari situlah muncul Gaia (bumi), Tartaros (dunia bawah tanah yang
kelam dan kejam, ada juga yang menyebutkannya sebagai neraka), Eros (dewi cinta dan nafsu), Niks (dewi malam),
Kosmologi Yahudi8 kuno dan Kristen memiliki dua legenda penciptaan, keduanya tercatat di
Bible/Alkitab. Legenda itu bercerita bahwa Allah menciptakan Langit dan Bumi. Bumi belum
berbentuk dan kosong. Gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang
di atas permukaan air, Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi.9
Legenda kedua, menceritakan bahwa Tuhan membuat bumi, lalu laki-laki pertama, lalu
tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, lalu terakhir seorang wanita.
Kosmologi Budha10 pada dasarnya tidak punya atau tidak mengakui adanya “awal mula” alam
semesta, karena Budha bertolak dari konsep siklus alam semesta. Menurut agama Buddha,
alam semesta telah mengalami banyak siklus pembentukan dan kehancuran yang tidak
terhitung. Periode dari terbentuknya alam semesta sampai dengan kehancurannya disebut
mahakappa atau mahakalpa. Lamanya satu siklus semesta atau satu mahakappa tidak pernah
dihitung dalam angka tahun yang pasti, tetapi hanya dikatakan sangat lama.11
dan Erebos (kegelapan) . Khaos juga diterangkan sebagai "rather a crude and indigested mass, a lifeless lump,
unfashioned and unframed, of jarring seeds and justly Chaos named."
8
Merujuk kepada garis waktu menurut Perjanjian Lama, Musa diangkat sebagai utusan Tuhan pada usia 40 tahun,
atau sekitar tahun 1487 SM. Berarti penyebaran ajaran Torah/ Taurat Musa berlangsung sesudah 1487 SM sampai
periode Kristen pada abad pertama.
9
“Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap Dan Allah menamai terang itu
siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama. Allah menjadikan cakrawala di
tengah segala air untuk memisahkan air dari air. Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang
ada di atasnya. Allah menamai cakrawala itu langit, itulah hari ke dua. Segala air yang di bawah langit berkumpul
pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering. Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu laut.
Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohonpohonan yang menghasilkan buah yang berbiji di bumi, itulah hari ke tiga. Matahari dan bulan serta bintangbintang pada hari ke empat, semua burung dan hewan laut pada hari ke lima, Binatang ternak, melata, liar dan
laki-laki dan wanita pertama pada hari ke enam.”
10
Kosmologi Budha berawal dari Siddhartha Gautama ( + 563-483 SM). Pernyataan Budha: “Alam semesta ini tidak
pernah tidak ada” sekaligus menyatakan tidak adanya penciptaan, di samping tidak adanya konsep tentang awal
alam semesta.
11
Buddha menjelaskan lamanya satu mahakappa sebagai berikut: “Andaikan, para bhikkhu, terdapat sebuah batu
besar yang bermassa padat, satu mil panjangnya, satu mil lebarnya, satu mil tingginya, tanpa ada retak atau cacat,
dan setiap seratus tahun sekali seseorang akan datang dan menggosoknya dengan sehelai kain sutra, maka batu
tersebut akan aus dan habis lebih cepat daripada satu siklus dunia. Namun dari siklus-siklus dunia tersebut, para
bhikkhu, banyak yang telah dilewati, beratus-ratus, beribu-ribu, beratus-ratus ribu. Bagaimana hal ini mungkin?
Tidak terbayangkan, para bhikkhu, lingkaran kehidupan (samsara) ini, tidak dapat ditemukan awal mula dari
makhluk pertama, yang dihalangi oleh ketidaktahuan dan diliputi oleh nafsu keinginan, berkelana ke sana ke mari
dalam lingkaran kelahiran kembali ini.” (Samyutta Nikaya, XV:5)
Ada kemiripan kosmologi di antara agama-agama Abrahamik: Yahudi, Kristen, dan Islam,
terutama dalam periode penciptaan alam yang berlangsung enam “hari”, dan perintah
“Jadilah!”12
Kosmologi Yahudi dan Kristen termasuk yang paling intens membahas konsep asal mula alam
semesta. Kitab Kejadian (Genesis) adalah kosmogoni yang sangat nyinyir bercerita tentang
peristiwa asal muasal alam semesta dan asal muasal isi dunia. Sebagian besar ayat dalam Kitab
Kejadian juga diulas dan dikembangkan dalam kitab-kitab lainnya. Peristiwa penciptaan alam
yang enam masa dan sebagainya, adalah uraian kosmogoni yang sangat melekat dalam memori
kolektif penganut dua agama tersebut.13
Kosmologi Islam menyatakan bahwa Allah menciptakan bumi dan isinya masing-masing dalam
dua masa, kemudian Dia menuju ke langit yang masih berupa kabut untuk menciptakan isi
langit selama dua masa. Kemudian pada hari keenam sekira waktu Ashar, Dia menciptakan
Adam sebagai manusia pertama.14
Penciptaan alam dalam enam masa juga terdapat dalam kosmologi Zoroaster. Kitab Penciptaan
(Bundahishn) yang berisi informasi mengenai kosmologi dan kosmogoni Zoroaster menyatakan:
“Pada mulanya, tidak ada suatu pun di dunia ini selain Ahura Mazda, Tuhan Yang Maha
Bijaksana, yang tinggal di Cahaya Tiada Akhir, dan Ahriman, Ruh Jahat, yang tinggal di
Kegelapan Mutlak. Di antara keduanya hanya ada kekosongan. Kemudian, Ahura Mazda
membuat ciptaan-ciptaan-Nya dalam enam masa.” 15
12
Dalam Al-Qur’an setidaknya ada 6 ayat dalam 6 surat berbeda yang menyisipkan kalimat “kun fayakun” secara
umum diterjemahkan dengan “Jadilah, (maka) jadilah ia !”. Berturut-turut ke-enam ayat tersebut dari depan
adalah : QS 2 : 117; QS 6 : 73; QS : 16 : 40; QS 19:35; QS 36:82; dan QS 40:68. Meski dari keenam surat tersebut
yang paling populer di masyarakat hanyalah “kun fayakun” dalam Surat Yasin ayat 82.
13
Kejadian 1:1: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Kejadian 1:26-27: “Berfirmanlah Allah:
"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap
di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia;
laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Kejadian 1:31: “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya
itu, sungguh amat baik.” Kejadian 2:2: “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuatNya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu.”
14
Mengenai enam masa penciptaan tersebut, Ayatullah Makarim Shirazi memaparkan, "Tahap pertama adalah
tahap di mana alam semesta berbentuk gumpalan asap. Tahap kedua adalah fase di mana tumpukan-tumpukan
besar dari gumpalan asap tersebut mulai terpisah dan berputar pada poros inti gumpalan. Tahap ketiga, tata surya
termasuk matahari dan bumi, mulai terbentuk. Tahap keempat, bumi mulai dingin dan siap menyambut
kehidupan. Pada tahap kelima, tumbuh-tumbuhan dan pepohonan mulai tumbuh di bumi. Tahap keenam, hewan
dan manusia mulai tampak di bumi." (Tafsir Nemune, jil 6, hal 202)(IRIB Indonesia)
15
“Pertama, Dia, Ahura Mazda, membentuk langit dari logam, bercahaya dan terang. Kedua, Dia menciptakan air
murni. Ketiga, Tuhan Yang Maha Bijaksana menciptakan Bumi, datar dan bundar tanpa pegunungan dan lembah.
Keempat, Dia menciptakan tumbuh-tumbuhan, basah dan lembut tanpa kulit kayu atau duri. Kelima, Dia
Dalam kosmologi Zoroaster, dualisme baik dan buruk diperankan oleh dua oknum berbeda:
Ahura Mazda dan Ahriman atau Angra Mainyu (Aŋra Mainiuu). Pertempuran sepanjang masa
antara ciptaan baik Ahura Mazda dan ciptaan Ahirman menjadi dinamika perjalanan kosmologis
alam semesta.
Banyak ilmuwan yang mencoba mencari kesamaan/ kesenadaan konsep penciptaan alam
menurut kitab-kitab suci agama dengan konsep penciptaan menurut kosmologi ilmiah. Ada
banyak kesenadaan, tapi tidak sedikit pula pendapat yang memandang dengan sinis, dan
menganggap semua usaha itu bersifat apologis, bahkan justifikatif.
Bagaimanapun, semua agama pada dasarnya menganut paham kosmogonik, alias memandang
bahwa alam semesta mempunyai awal. Hal yang senada juga dianut oleh hampir semua
kebudayaan, termasuk kebudayaan modern yang diwakili dunia ilmu pengetahuan.
Menukik ke beberapa kebudayaan di Nusantara, ternyata juga memiliki konsep kosmogoni. Di
Nusantara terdapat beberapa kosmologi yang punya banyak kemiripan dengan kosmologi
budaya besar dunia.
Dalam kosmologi Batak, pencipta dunia adalah Mulajadi na Bolon (atau Debata Mulajad
Nabolon). Dia dibantu dengan sederetan dewa-dewi lainnya, yang dapat dibagi menjadi tujuh
tingkat dalam dunia atas. 16
Kosmologi Arat Sabulungan masyarakat Mentawai menceritakan tiga lapis dunia yang
diciptakan Ulau Manua (Tuhan), mirip dengan kosmologi Batak. Manusia beserta lingkungannya
memperoleh posisi sentral di dunia tengah, dan menerima hasil hutan untuk kehidupan dari
Taikaleleu (semacam dewa) Penguasa Hutan sebagai wakil Ulau Manua di dunia tengah.17
Dalam Kosmologi Jawa, awal penciptaan alam semesta terjadi dengan munculnya dualisme
kosmis dari keadaan yang sebelumnya kosong (Tan kena Kinaya Napa, Suwung, Awangmenciptakan hewan, besar dan kecil. Lalu Dia menciptakan manusia pertama, Gayomard, cerdas, tinggi, dan
gagah. Dan terakhir, Dia menciptakan api dan meyebarkan ke seantero ciptaan. Tuhan Yang Maha Bijaksana
memerintahkan api untuk melayani manusia dalam menyiapkan makanan dan mengusir dingin.” (Kitab Penciptaan
/Bundahishn)
16
Anak-anaknya merupakan tiga dewata bernama Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Ketiganya dikenal
sebagai kesatuan dengan nama Debata Sitolu Sada (tiga dewa dalam satu) atau Debata na Tolu (tiga dewata).
Dalam urut-urutan dewata mereka berada di bawah Mulajadi na Bolon. Diceritakan pula bahwa Mulajadi na Bolon
telah mengirim putrinya Tapionda ke bumi ke kaki gunung Pusuk Buhit. Tapionda kemudian menjadi ibu raja yang
pertama di Batak.
17
Arat Sabulungan atau “Adat Daun-Daun” adalah adat Mentawai yang sangat asing dalam pandangan orang
Minangkabau, walaupun Mentawai merupakan masyarakat yang dekat secara geografis dengan “Tanah Tepi”
Minangkabau.
Awung). Dualisme kosmis Jawa terdiri dari Bapa Akasa dan Ibu Bumi. Kosmogoni ini senada
dengan Shiva-Shakti, Lingga-Yoni, atau konsep Yin-Yang dalam kosmologi Cina. 18
Kajian kosmologi ilmiah mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta, antara lain,
dikenal dengan Big Bang Theory, Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahysat. Adalah
Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori ledakan
dahsyat mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai "hipotesis atom
purba".19
Kosmologi ilmiah pada satu sisi memberi “dukungan” terhadap kosmologi agama-agama
tentang penciptaan alam semesta. Tapi, pada sisi lain mengguncangkan mitos kosmologis yang
ada di berbagai kebudayaan. Padahal, kosmologi ilmiah juga bersifat teoritis bahkan hipotetis,
tidak dapat dibuktikan keberadaannya. Hanya dapat “dibuktikan” secara teoritis dan hipotetis
juga. Tidak satupun peralatan yang mampu membawa manusia ke awal waktu penciptaan, atau
awal peristiwa Big Bang. Dengan kata lain, kosmologi ilmiah sama-sama tidak dapat dibuktikan
kebenarannya seperti kosmologi lainnya.20
Kosmologi Minangkabau Tanpa Kosmogoni
Apa bunyi pepatah-petitih, ungkapan, mamangan, atau kata-kata Minangkabau yang (mungkin)
berbicara tentang asal mula alam semesta?
18
Dualisme kosmis tersebut merupakan lambang dari prinsip positif (Maskulinitas) dan negatif (Feminimitas).
Persatuan keduanya akan melahirkan empat unsur utama alam yaitu Tanah, Air, Api, dan Udara (unsur dasar
pembentuk alam dalam kosmologi Budha). Persatuan tersebut hanya dimungkinkan bila keduanya berada dalam
keadaan seimbang. Dualisme kosmis juga sering dilambangkan dengan Kama Bang (ovum, sel telur) dan Kama
Putih (Sperma, sel Mani). Personifikasi Bumi sebagai Ibu dan Akasa atau Langit sebagai Bapa melambangkan
kedekatan hubungan emosional antar keduanya dengan manusia.
19
Kerangka model teori ini bergantung pada teori relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi
sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori ledakan dahsyat
dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Berdasarkan permodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam
keadaan sangat panas dan padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran
terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu
menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini dianggap telah memberikan penjelasan
paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
20
Karlina Supeli (1999: Kosmologi Awam, Ilmiah, dan Religius: dari Kosmologi ke Dekosmologisasi): “Ketika kita
mengamati sejarah kosmologi yang ditandai dengan peralihan dari satu model kosmologis ke model lainnya
(misalnya kosmologi mitis, kosmologi Aristotelian, kosmologi Copernican, kosmologi Newtonian, kosmologi
Ledakan Dahsyat, dan sebagainya), kita melihat keberhasilan kosmologi melampaui keberhinggaan konseptual
yang muncul dalam tiap-tiap momen penyelidikan yang berbeda. Dalam tiap-tiap model itu, kosmologi terus
berjalan dan belajar menaklukkan cakrawala keberhinggaannya. Ketika satu cakrawala berhasil dilampaui, manusia
pun memasuki dan ‘hadir’ dalam sebuah alam semesta yang baru.”
Dari berbagai literatur, maupun dari para guru adat, ternyata tidak ada pernyataan yang cukup
kuat dari khasanah Minangkabau yang membahas kosmogoni, asal muasal alam semesta.21
Semua tambo bicara tentang “baramulo kaba” atau “baramulo kaji” sebagai berikut: “Tak kalo
maso dahulunyo, samaso alun baralun, adolah urang maso itu, nan tasabuik-sabuik.”
Kaba selalu dimulai dengan kisah seseorang, tentang tokoh, bukan tentang penciptaan alam.
Kaba Alun Baralun dalam berbagai Tambo Alam Minangkabau memulai kisah tentang tiga orang
putra Iskandar Zulkarnain: Maharajo Alif, Maharajo Dipang, dan Maharajo Dirajo. 22
Tambo lebih peduli dengan asal-usul tokoh niniak muyang: “Dari mano titiak palito, di baliak
telong nan batali; dari mano turun niniak kito, dari puncak gunuang Marapi.”
Kalaupun ada tuturan tentang alam, hanya tentang pulau Paco: “Pisau sirauik bari hulunyo,
Diasah mangko bamato, Lautan sajo dahulunyo, Mangko banamo pulau Paco,” tentang “Lauik
nan basentak turun, Bumi nan basentak naiak.” Tidak ada tentang asal usul alam takambang.
Sebagian tambo Minangkabau memuat kosmologi Sufistik Islam, ketika penciptaan alam
dimulai dengan: “Pado mulonyo, nan ado hanyolah Nur Muhammad.” Lalu dilanjutkan dengan
kisah penciptaan alam seperti dalam hikayat Nur Muhammad. Kosmogoni ini hanya diketahui
oleh sebagian penutur dan pencatat tambo yang terpengaruh Tasawuf. Dalam kosmogoni ini
juga tercampur konsep empat unsur pembentuk alam dari kosmologi Hindu, Budha, dan Cina:
air, tanah, api, dan angin. 23
“Tuhan menciptakan tujuh laut, kemudian Nur Muhammad diperintahkan untuk berenang ke
dalamnya. Sekeluarnya dari ketujuh laut itu Nur Muhammad disuruh untuk menggerakkan
badannya sehingga keluarlah tetesan-tetesan air. Dari tetesan air badannya itulah tercipta
segala sesuatu. Tuhan menciptakan empat unsur, air, api, angin dan tanah. Nur Muhammad
disuruh mendatangi keempat unsur tadi. Kesemuanya menyombongkan diri kecuali tanah.
21
Tambo di Minangkabau secara garis besar dibagi dua bagian utama: (1)Tambo alam, yang mengisahkan asal usul
nenek moyang serta tentang kerajaan Minangkabau. (2) Tambo adat, yang mengisahkan adat, sistem
pemerintahan, dan undang-undang tentang pemerintahan Minangkabau di masa lalu. Ada 47 buah tambo asli
Minangkabau yang tersimpan di berbagai perpustakaan di luar negeri, 10 diaantaranya ada di Perpustakaan
Negara Jakarta.
22
Umumnya Tambo Alam memulai dengan kisah Sri Maharajo Dirajo yang berlayar di lautan, dengan pengikutpengikutnya.
23
Tidak semua tambo memiliki kisah awal penciptaan alam. Umumnya tambo dimulai dengan kisah Sri Maharajo
Dirajo. Tambo yang memuat kisah Nur Muhammad hanya beberapa, seperti yang ditulis A Dt. Madjo Indo.
Akhirnya Tuhan menciptakan manusia dari tanah dan setiap manusia pasti bertabiat empat
unsur tadi.”24
Beberapa naskah tambo memuat bagian dari kisah Nur Muhammad tersebut dengan berbagai
variasi, sampai kisah Nabi Adam dengan 39 anaknya. Anak bungsunya Syis yang diangkat ke
surga dikawal bidadari. Sampai kisah keturunan Syis, Iskandar Zulkarnain dan tiga putranya
yang merajai dunia.25
Kosmogoni tasawuf (dan mozaik kosmogoni Hindu, Budha, Cina, Yunani) tersebut, dalam
beberapa situasi cukup dikenal. Hanya saja kosmogoni tersebut tidak membawa warna dalam
kosmologi masyarakat Minangkabau. Pada bagian selanjutnya akan terlihat bahwa kosmogoni
tasawuf ini tidak punya peran maupun kaitan dengan kosmologi Minangkabau dalam berbagai
aspeknya.
Kosmologi asal muasal alam semesta (versi tasawuf tersebut) tidak terurai secara lengkap,
karena hanya menjadi bingkai dari kisah para tokoh dalam tambo. Kaba Alun Baralun umumnya
lebih fokus kepada tokoh-tokoh pendiri Minangkabau dengan berbagai tindakan mereka.
Kalaupun ada kosmogoni, sebagian besar hanya mozaik dari berbagai kosmogoni budaya besar:
Hindu, Budha, Cina, Yunani, dibingkai oleh kosmogoni Tasawuf Islam. Tidak tertata sebagai
sebuah konsep kosmogoni yang utuh, sehingga tidak menjadi rekaman pada memori kolektif
orang Minangkabau.26
24
Empat unsur dasar pembentuk alam, api, air, angin, dan tanah adalah unsur-unsur yang juga disebut dalam
berbagai kosmologi. Dalam kosmologi Hindu, Budha, Cina, Yunani, khususnya, keempat unsur tersebut disebut
secara sama, walaupun urutan, fungsi, dan nilai “baiknya” berbeda-beda. Dalam kosmologi lain ada tambahan di
samping empat unsur tersebut, seperti unsur logam, ether, udara, dan lain-lain.
25
Tambo menurut versi A, Dt, Madjo Indo, dimulai dengan kisah penciptaan Adam. “Adopun katiko langik
takambang, Juo katiko mulai bumi tahampa, Katiko nabi Adam mulai kaditampo, Allah Ta'ala lah sudah
manantukan, Anak cucu Adam nan mahuni dunie, Anak Adam nan bungsu manjadi rajo.”
26
Bandingkan dengan kosmogoni Jawa yang memberi tuntunan kosmologis secara masif terhadap kebudayaan
Jawa: Kejawen, mempengaruhi hidup dan keberagamaan orang Jawa walaupun sudah menganut berbagai agama:
Islam, Kristen, Katolik, dsb. Dalam mistisme Jawa, manusia tidak hadir sendiri di muka bumi, melainkan berempat.
Tiap orang memiliki sedulur papat lima pancer yang merupakan saudara empat kita, kelima diri kita sendiri.
Sedulur papat lima pancer, merupakan penghormatan pada orang tua, khususnya ibu yang sudah melahirkan kita
di muka bumi. Yang memberikan kasih sayang tiada habis-habisnya. Hitungan pasaran yang berjumlah lima
menurut kepercayaan Jawa, juga berdasar pada filosofi sedulur papat lima pancer. Filosofi sedulur papat lima
pancer mengandung pengertian bahwa badan manusia yang berupa raga, wadag, atau jasad, lahir bersama empat
unsur atau roh atau enigma yang berasal dari tanah, air, api dan udara. Empat itu masing-masing mempunyai
kiblat di empat mata arah angin, yang kelima berpusat di tengah. Setiap orang Jawa pasti dengan mudah bercerita
tentang pasaran yang 5: Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan peran pasaran tersebut dalam rencana harian
mereka, bekerja, bepergian, sampai perjodohan dan pernikahan. Orang Minangkabau tidak punya semacam itu.
Kosmologi Minangkabau jelas-jelas “tidak begitu peduli”, tidak menganggap penting dengan
asal muasal alam semesta. Boleh dikatakan tidak ada konsep kosmogoni, konsep tentang asal
mula alam semesta, dalam kosmologi Minangkabau.
Ketiadaan kosmogoni juga ditemukan dalam kosmologi Budha, karena konsep siklus Samsara.
Alam semesta mengalami berbagai siklus perubahan dari empat unsur dasar pembentuknya:
tanah, air, api, dan angin. Maka tidak perlu, dan tidak ada signifikansinya, membahas kapan
atau bagaimana asal mula semua. Sang Buddha menyatakan bahwa unsur-unsur utama yang
membentuk semesta tidak akan musnah, dengan kata lain unsur-unsur utama ini kekal.
Berdasarkan ketentuan itu, sesuatu yang kekal tidak punya awal. Pernyataan Sang Buddha ini
dapat ditemukan dalam Kevaddha Sutta.27
Ketiadaan kosmogoni juga ditemui pada Kosmologi Orang Rimbo, Suku Anak Dalam, yang juga
tidak membahas asal mula alam semesta. Hanya ada dualisme kosmis (seperti dalam kosmologi
Yunani, Cina, Jawa) yang disebut Halo Nio, Halo Dewo, dua dunia yang dipercayai Orang Rimbo.
Ada seloko yang menggambarkan Sumpah Dewo Tunggal tentang bagaimana Orang Rimbo
harus menjalani hidup mereka di Halo Nio (dunia nyata). 28
Terdapat kemiripan pandangan kosmologis Minangkabau dengan kosmologi Budha dalam hal
ketiadaan kosmogoni, ketiadaan konsep terhadap asal mula alam semesta.
Kemiripan pandangan kosmologis Minangkabau dengan Orang Rimbo adalah: ketiadaan
kosmogoni, ketidakpedulian, ketidakmautahuan terhadap asal mula alam semesta. Kosmologi
berorientasi ke masa depan, dan tidak membahas titik awal asal mula alam semesta.
Alam Semesta Sederhana
Umumnya kosmogoni berkisah tentang asal mula alam semesta berikut struktur dan usianya.
Beberapa kosmogoni bahkan memberi penjelasan amat rumit tentang struktur dan usia alam
semesta tersebut.
27
Buddha Gautama menolak untuk mengungkapkan banyak pandangan tentang penciptaan, dan menyatakan
bahwa pertanyaan tentang asal usul dunia adalah gangguan dan tidak relevan. “Alam ini tidak pernah tidak ada,
karena itu tidak ada awal ketika alam belum ada.” Pernyataan Budha ini membantah konsep penciptaan ex nihilo.
28
Sumpah Dewo Tunggal yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Hidup beranyam kuaw, bekambing
kijang, berkerbau ruso, sudung (rumah) beatap sikai, badinding banir, balantai tanah yang berkelambu resam,
suko berajo bejenang, babatin bapanghulu. Mereka pantang berkampung, pantang beratap seng, harus berumah
beratap daun kayu hutan, tidak boleh beternak, dan menanam tanaman tertentu, karena mereka telah memiliki
ternak kuaw (burung hutan) sebagai pengganti ayam, kijang, ruso, babi hutan sebagai pengganti kambing atau
kerbau. Kosmologi Orang Rimbo, hanya berorientasi ke masa depan, tidak punya kosmogoni.
Uraian tentang beberapa kosmogoni berikut ini dimaksudkan untuk memperjelas posisi
kosmologi Minangkabau di antara kosmologi budaya-budaya dan agama-agama besar yang
pernah berhubungan dengan Minangkabau.
Dalam kosmologi Hindu dikenal 14 dunia yang terdapat di bumi dan di langit. Ada 7 dunia di
langit yang disebut dunia atas, dan ada 7 dunia di bumi yang disebut dunia bawah. Struktur
alam semesta terdiri dari bumi dan langit berlapis-lapis. 29 Masing-masing lapisan bumi dan
langit tersebut dijaga oleh makhluk-makhluk supranatural.
Dalam Ananda Vagga, Anguttara Nikaya, Sang Buddha menjelaskan kepada Ananda tentang
seribu tata surya kecil.30 Alam semesta lebih luas dari sekedar seribu tata surya karena Buddha
menyebut sampai adanya 1.000 x 1.000 x 1.000 = 1.000.000.000 tata surya bahkan melebihi itu
lagi di mana suara seorang Buddha dapat diperdengarkan melebihi jangkauan semilyar tata
surya.
Dalam kosmologi Islam, alam semesta terdiri dari langit dan bumi. Ada tujuh lapis langit dengan
para penghuninya. Ada matahari, bulan, dan bintang yang dapat dijadikan untuk penanda
waktu dan arah. Ada perintah untuk mengkaji dan “menembus” ruang angkasa bagi manusia
yang mempunyai kekuatan.31
Kosmologi Cina dan Yunani (= Barat) tentang struktur alam semesta akhirnya lebih mengarah
kepada pengetahuan Astrologi, ilmu perbintangan. Struktur alam semesta lebih dikaji sebagai
gerak benda-benda langit yang berpengaruh terhadap kehidupan makhluk di muka bumi. 32
29
Menurut kosmologi Hindu, Bumi memiliki tujuh lapis sebelum sampai di intinya, yaitu: (1) Atala, (2) Witala, (3)
Sutala, (4) Talatala, (5) Mahatala, (6) Rasatala, (7) Patala, dan (8) Kala Geni Rudra (inti bumi). Langit memiliki tujuh
lapis pula, yaitu: (1) Bhurloka, (2) Bhuwahloka, (3) Swahloka atau Swargaloka, (4) Mahaloka, (5) Janaloka, (6)
Tapaloka, (7) Satyaloka atau Brahmaloka.
30
Budha bersabda: “Ananda, apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika lokadhatu (tata surya kecil)?
Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di
angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan,
seribu gunung Sineru, seribu Jambudipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavideha, empat ribu
maha samudera, empat ribu maharaja, seribu Catummaharajika, seribu Tavatimsa, seribu Yama, seribu Tusita,
seribu Nimmanarati,seribu Paranimmitavassavati, dan seribu alam Brahma. Inilah Ananda, yang dinamakan seribu
tata surya kecil.”
31
Walaupun struktur kosmologis alam semesta tidak begitu banyak dibahas dalam Islam, tapi perkembangan ilmu
pengetahuan mengenai astronomi, Ilmu Falaq, sangat luar biasa di dunia Islam abad pertengahan, akibat perintah
untuk mempelajari alam semesta.
32
Astrologi telah lama menjadi bagian dari adat budaya dan agama di berbagai belahan dunia. Banyak di antara
suku-suku adat yang mempercayai dan mempraktikan hal ini, yang terkenal seperti astrologi Cina, Hindu, dll. Di
lain pihak, dalam agama monotheis praktek-praktek peramalan astrologi yaitu menghubungkan nasib dan kejadian
di Bumi dengan aktifitas benda langit adalah suatu yang terlarang dan dianggap sebagai bagian dari paganisme.
Kosmologi Barat (Kristen) tentang struktur alam semesta tidak begitu berkembang sampai awal
abad ke-20, terutama ketika gereja memusuhi pandangan Galileo Galile yang menyatakan bumi
mengelilingi matahari. Hukuman gereja terhadap Galileo baru direhabilitasi setelah terlanjur
keliru selama 360 tahun.33
Dari semua kosmologi tersebut, Hindu, Budha, Islam, Kristen, Cina, sebagai budaya dan agama
besar yang pernah bersentuhan dengan Minangkabau, dapat dinyatakan bahwa tidak satupun
konsep struktur alam semesta mereka yang diadopsi oleh kosmologi Minangkabau. Atau, lebih
konkrit, kosmologi Minangkabau tidak punya cerita atau kisah tentang struktur alam semesta
yang terkait dengan salah satu budaya atau agama tersebut.
Ada beberapa ungkapan tentang “tujuah lapih langik, tujuah lapih bumi, sampai di langik nan
ka tujuah, sampai ka pitalo bumi,” dalam beberapa mantra dan ungkapan pepatah-petitih. Agak
mirip dengan kosmologi Hindu. Dalam kosmologi Minangkabau tidak dikenal ungkapanungkapan astrologis seperti dalam konsep Cina atau Yunani yang memiliki banyak cerita
tentang peran benda-benda langit. Tidak juga ada struktur tata surya yang rumit seperti dalam
kosmologi Budha.
Dari seluruh konsep struktur alam semesta dari berbagai kosmologi tersebut, hanya struktur
langit dan bumi menurut Hindu dan struktur langit menurut Islam yang dikenal oleh kosmologi
Minangkabau. Struktur alam semesta menurut kosmologi lain tidak sedikitpun dikenal dalam
khasanah kosmologi Minangkabau.
Dalam kosmologi Minangkabau ada beberapa ungkapan tentang empat unsur dasar pembentuk
alam semesta: air, api, angin, dan tanah. Konsep tentang unsur dasar pembentuk alam ini
dikenal oleh semua budaya. Sulit memperkirakan budaya atau agama mana yang
mempengaruhi. Mungkin salah satu, mungkin juga semuanya.
Struktur alam semesta dalam kosmologi Minangkabau dapat dinyatakan sangat sederhana.
Hanya dikenal “tujuah lapih langik, tujuah lapih bumi, sampai di langik nan ka tujuah, sampai
ka pitalo bumi.” Tidak ada nama-nama lapisan langit maupun nama-nama lapisan bumi. Hanya
ada satu lapisan terdalam yang disebut Pitalo Bumi. Nama ini jelas dipengaruhi oleh kosmologi
Hindu, yang memberi nama lapisan ke tujuh isi bumi dengan Patala.
KOSMOGONI TANPA USIA
33
Akibat pandangannya yang disebut terakhir itu ia dianggap merusak iman dan diajukan ke pengadilan gereja
Italia tanggal 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan ajaran
Aristoteles maupun keyakinan gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Ia dihukum dengan pengucilan
(tahanan rumah) sampai meninggalnya. Baru pada tahun 1992 Paus Yohanes Paulus II menyatakan secara resmi
bahwa keputusan penghukuman itu adalah salah, dan dalam pidato 21 Desember 2008 Paus Benediktus XVI
menyatakan bahwa Gereja Katolik Roma merehabilitasi namanya sebagai ilmuwan.
Beberapa agama dan budaya sangat intens dan serius dengan usia alam semesta. Konsep yang
paling rumit adalah kosmologi Hindu dan Budha, dan kosmologi ilmiah dari para fisikawan dan
filsuf modern.
Menurut kosmologi Hindu, alam semesta sedang berada pada tahun ke-51 bagi Brahma atau
155 triliun tahun telah berlangsung semenjak Brahma lahir. Setelah Brahma melewati usianya
yang ke-100, siklus yang baru dimulai lagi dan segala ciptaan yang sudah dimusnahkan
diciptakan kembali. Proses ini merupakan siklus abadi yang terus berulang-ulang dan tak akan
pernah berhenti.
Kosmologi Budha menyatakan usia alam semesta dari terbentuknya sampai kehancurannya
sangatlah panjang, tidak terhitung bahkan dalam milyaran tahun. Karena terdapat banyak sekali
siklus pembentukan dan kehancuran alam semesta, maka tidak dapat diketahui bagaimana
awal mula makhluk pertama yang terdapat dalam lingkaran kehidupan dan kematian ini. Dalam
hal ini agama Buddha cenderung menganggap awal mula pertama alam semesta tidak dapat
dijangkau oleh pikiran manusia biasa (acinteyya).
Salah satu analisis dari kosmolog Islam menyatakan bahwa usia alam semesta telah
dicantumkan dalam Al-Qur’an, yaitu 18,26 milyar tahun.34 Sebuah perhitungan yang
mencengangkan, karena hasilnya cukup dekat dengan perhitungan para kosmolog modern
dengan teori Big Bang mereka.
Menurut kosmologi modern, umur alam semesta adalah waktu yang dihitung dari mulai
terjadinya ledakan dahsyat (Big Bang). Umur alam semesta diperkirakan 13,75 ± 0.11 miliar
tahun. Atau (4.339 ± 0.035 ×1017 detik).
Apapun perhitungan dari berbagai kosmologi tersebut, tidak satupun yang mempengaruhi
kosmologi Minangkabau tentang usia alam semesta. Tidak satupun ungkapan, mamangan,
pepatah-petitih Minangkabau yang berbicara tentang usia Alam Takambang.
Alih-alih berbicara tentang usia yang terukur, adagium Minangkabau malah menggunakan
ukuran-ukuran metaforik yang tidak dapat dikuantifikasi. Jangankan sejarah alam semesta,
34
(1). Menurut Al-Qur’an, keberadaan alam dunia tidak lebih dari satu hari. Termuat dalam Q.S.Tha Ha ayat
104.“Kami lebih mengetahui apa yang akan mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya mengatakan,
‘Kami tinggal (di dunia) tidak lebih dari sehari saja’.” (2). Sehari langit sama artinya dengan 1.000 tahun
perhitungan manusia. Dijelaskan dalam Q.S. Al Hajj ayat 47.“Dan mereka meminta kepadamu (Muhammad) agar
adzab itu disegerakan, padahal Allah tidak akanmenyalahi janji-Nya. Dan sesungguhnya di sisi Tuhanmu adalah
seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (3). Sehari kadarnya 50.000 tahun yang termuat dalam Q.S. Ma’arij
ayat (4).“Para malaikat dan Jibril naik, (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh
ributahun.”Bila satu tahun manusia adalah 365,2422 hari, maka sehari langit diperoleh : 365,2422 x 50.000 x 1.000
x 1 diperoleh 18,26 milyar tahun.Paparan oleh Moh. Asadi, dalam bukunya The Grand Unifying Theory of
Everything. Wallahu’alam.
bahkan data sejarah waktu terdekat pun tidak dimiliki. Misalnya, tidak ada data tentang kapan
Datuk Perpatih nan Sabatang dan Datuk Ketumanggungan hidup. Walaupun kedua tokoh
tersebut diyakini sebagai tokoh sejarah, tapi, tidak ada data yang pasti dan cukup kuat untuk
dijadikan pedoman.
Peristiwa Bukit Marapalampun dianggap dan disepakati sebagai peristiwa sejarah. Namun tidak
satupun sejarawan yang mampu memberi rujukan cukup meyakinkan tentang waktu peristiwa
tersebut berlangsung. Berbagai versi tentang peristiwa Marapalam memberikan rujukan
rentang waktu yang juga bertebaran hampir empat abad sejak dari abad ke-16 sampai abad ke20.
Jauh lebih rumit mencari rujukan kapan masa Bundo Kandung sebagai ratu yang paling dikenal
dalam kosmologi Minangkabau. Lebih rumit dari itu untuk menentukan masa hidup Sutan
Mahajo Dirajo, tokoh yang diakui sebagai orang Minangkabau pertama. Semua tokoh yang
diakui eksistensinya tersebut tidak dapat dilacak kapan mereka hidup di Minangkabau.
Pada situasi ini kita mengalami sebuah goncangan konseptual tentang kosmologi Minangkabau.
Jangankan usia alam semesta, bahkan catatan waktu peristiwa penting terdekatpun,
Minangkabau tidak punya, tidak peduli. Atau dengan sengaja tidak mengingat apalagi
mencatatnya. Seperti ungkapan Tsuyoshi Kato (2006: 18): “Dunia tambo Minangkabau itu
adalah dunia tanpa sejarah, tetapi pada saat yang sama ia sarat dengan makna sejarah. Tambo
tidak didasarkan pada titik waktu sejarah tertentu..."
Kosmologi Minangkabau tidak mengenal kosmogoni, tidak mengenal asal usul alam semesta,
tidak mengenal usia alam semesta, bahkan struktur alam semestanya pun sangat sederhana,
hanya ada tujuh lapis langit dan tujuh lapis bumi yang tidak bernama.
Pada posisi ini dapat dinyatakan bahwa kosmologi Minangkabau tidak meniru kosmogoni dari
agama dan budaya manapun. Kosmologi Minangkabau menjadi unik, sangat sederhana dan
keluar dari arus utama kosmologi budaya-budaya dan agama-agama dunia yang sangat nyinyir
dan rumit dengan kosmogoninya.
Berbeda dengan semua kebudayaan yang ada di dunia, kosmologi Minangkabau nyaris tidak
pernah membahas asal mula alam semesta, tidak peduli usia alam semesta, bahkan tidak
cerewet mengkaji struktur alam semesta.
Bagaimana memahami ketiadaan topik “asal mula,” “usia”, dan “struktur sederhana” alam
semesta dalam kosmologi Minangkabau?
Jawaban terbaik untuk pertanyaan tersebut adalah adagium utama kosmologi Minangkabau itu
sendiri, bahwa alam semesta itu adalah guru, “Alam Takambang Jadi Guru.”
Banyak kebudayaan di dunia yang memperlakukan alam sebagai sumber filsafat. Pola pemikiran
ini menjadi ideologi/religi sebagian besar masyarakat di dunia. Wujud kebudayaan mereka
umumnya berisi aktivitas sosial budaya yang berusaha selaras dengan alam.
Minangkabau secara tektual menyatakan “Alam Takambang Jadi Guru”. Apa dan bagaimana
sesungguhnya filosofi Minangkabau adalah jawaban pertanyaan- pertanyaan: Apa yang telah
“diajarkan oleh alam” kepada orang Minangkabau, dan bagaimana orang Minangkabau
“berguru kepada alam takambang”. Jawaban-jawaban tersebut bertebaran dalam bentuk
kekayaan budaya Minangkabau dalam berbagai wujudnya: bahasa, sastra (lisan), teknologi,
kosmologi, dll.
Alam takambang adalah adagium, istilah khas milik kebudayaan Minangkabau, yang tidak
dipakai oleh kebudayaan lain di dunia. Alam takambang adalah alam maha luas yang
terbentang, itulah alam semesta. Alam Takambang adalah adagium original Minangkabau
untuk istilah Universe, al’Alamiin, Alam Semesta.35
Membahas kosmogoni adalah membahas asal muasal alam semesta, artinya membahas asal
muasal, usia, dan struktur Alam Takambang, yang sudah ditetapkan nenek moyang sebagai
Guru. Mempermasalahkan asal muasal alam , usia, dan struktur semesta berarti membahas
dan mengkritisi asal muasal, usia, dan struktur sesuatu yang telah ditetapkan sebagai guru.
Membahas/mengkaji asal mula, usia, dan struktur alam semesta berarti mengkaji dan
mengkritisi eksistensi sang “guru”. Sebuah tindakan nyleneh, tidak sopan, bahkan kurang ajar,
alias durhaka.
Tidak ada dalam kurikulum pembelajaran di sekolah manapun yang membahas tentang “asal
muasal, usia, dan struktur guru”. Karena guru sudah ditakdirkan begitu adanya. Eksistensi dan
tugas murid adalah menerima apa yang diajarkan guru. Mengkaji asal muasal, usia, dan struktur
guru adalah sebuah tindakan kurang ajar, tindakan yang melewati batas hak si murid. Apapun
pernyataan guru tentang dirinya, usia, dan strukturnya, tidak ada alasan, apalagi hak, untuk
mempertanyakan.
Andaipun ada kurikulum yang membahas asal muasal, usia, dan struktur guru, maka sangat
dicemaskan pembahasan tersebut, suatu saat atau pada suatu kondisi, akan menurunkan rasa
hormat dan kredibilitas guru di mata si murid. Alih-alih isi pembelajaran yang akan diperoleh
atau menjadi signifikan, justru pembelajaran akan hanyut terbawa pembahasan dan
35
Istilah Alam Takambang adalah sebuah adagium, bukan sekedar kata-kata lepas tanpa maksud tertentu. Selama
ini hanya diterjemahkan dengan alam terkembang. Terjemahan tersebut tidak dapat dipadankan dengan istilah
manapun dalam bahasa lain. Padanan yang paling tepat menurut penulis adalah Alam Semesta, atau Universe,
adagium yang juga sudah digunakan oleh berbagai bahasa untuk menjelaskan alam secara holistik, komprehensif,
secara keseluruhan.
permasalahan asal muasal, usia, dan struktur guru, yang sangat potensial menjadi topik-topik
yang menghanyutkan sekaligus menyesatkan.
Sebagai “murid”, orang Minangkabau (hampir) tidak pernah membahas eksistensi, usia, dan
struktur guru, dalam arti (hampir) tidak ada peninggalan budaya Minangkabau yang memberi
penjelasan tentang asal muasal, usia, dan struktur “alam takambang”. Kosmologi Minangkabau
tidak pernah menceritakan asal mula, usia, dan struktur alam.
Kosmologi Minangkabau tidak mau membahas/ tidak peduli dengan asal mula, usia, dan
struktur alam!
Semua kebudayaan memiliki konsep kosmogoni; kosmologi tentang asal mula, usia, dan
struktur alam semesta. Minangkabau tidak memiliki atau tidak peduli dengan asal mula, usia,
dan struktur alam semesta. Dari sudut pandang ini, maka kosmologi Minangkabau bukan
merupakan sintesis apalagi sinkretis dari kosmologi “agama-agama” dan budaya yang pernah
mampir di Minangkabau.
Aneh juga: kosmologi Minangkabau satu-satunya yang tidak membahas asal mula, usia, dan
struktur alam semesta. Padahal seluruh agama dan budaya yang pernah menyinggahi, dan
sangat mungkin mempengaruhi, Minangkabau, memiliki kosmologi tentang asal usul, usia, dan
struktur alam semesta masing-masingnya. Bahkan kebudayaan Mentawai, yang terdekat secara
fisik dengan Minangkabau, ternyata memiliki kosmogoni yang relatif lengkap.
Hindu, Budha, Islam, Portugis, Inggris, Belanda, India, Cina, Jawa, Batak, Arab, Syi’ah, Sunni,
Muhammadiyah, Ahmadiyah, bahkan Sosialisme, dan Komunisme pernah mampir sebagai tamu
yang berinteraksi aktif dengan masyarakat Minangkabau. Semua ideologi dan kebudayaan
tersebut mempunyai masing-masing mitos atau teori tentang asal mula, usia, dan struktur alam
semesta mereka. Sebagian besar ideologi dan kebudayaan tersebut pernah sangat berpengaruh
terhadap Minangkabau.
Hanya kosmologi Orang Rimbo (Suku Anak Dalam, atau Suku Kubu36) yang punya kemiripan
konseptual: tidak ada kosmogoni, yang ada hanya kosmologi menghadapi masa depan. Kalau
dikaitkan dengan sebagian riwayat Orang Rimbo yang mengaku keturunan Pagaruyung, maka
kosmologi tersebut dapat diartikan sebagai turunan dari kosmologi Minangkabau yang memang
tidak punya kosmogoni.
36
Nama Orang Rimbo lebih disenangi oleh mereka, di samping nama Suku Anak Dalam (SAD) yang diperkenalkan
oleh Muchlas (1975) dan kemudian digunakan oleh pemerintah Indonesia. Nama Suku Kubu yang cenderung
merendahkan adalah nama yang diberikan oleh pejabat kolonial Hindia Belanda.
Hampir tidak ada mitos atau teori asal mula, usia, dan struktur alam semesta dari kebudayaan
dan ideologi dunia yang terekam kuat dalam khasanah kosmogoni Minangkabau. Tidak satupun
kosmologi besar tersebut yang mempengaruhi secara dominan kosmologi Minangkabau
tentang asal mula, usia, dan struktur alam semesta. Karena Minangkabau tidak punya, atau
tidak membahas satupun ungkapan, pepatah-petitih, adagium tentang asal mula, usia, dan
struktur alam takambang!
Tidak pula kosmologi Minangkabau terpengaruh oleh ketiadaan kosmogoni Budha, karena tidak
pernah ada dalam adagium adat Minangkabau yang berbau kosmologi “siklus alam” seperti
yang ada dalam kosmologi Budha.
Tidak pula dapat diklaim bahwa kosmogoni tasawuf adalah kosmogoni Minangkabau. Tidak
tercantum adagium atau pedoman adat yang merujuk apalagi yang terikat kepada kosmogoni
tasawuf dimaksud. Kisah nur Muhammad hanya menjadi bagian yang ikut meramaikan
beberapa saduran tambo, tapi tidak ikut terlibat meramaikan kosmologi orang Minangkabau.
Tidak pula dapat dinyatakan bahwa kosmogoni Hindu dan Islam mempengaruhi, walaupun
sedikit struktur alam semesta Hindu, dan lebih sedikit struktur alam semesta Islam ada dalam
kosmologi Minangkabau. Cuplikan sederhana struktur alam semesta Minangkabau tersebut
terlalu sedikit, misalnya, dibanding dengan kosmologi Mentawai yang ternyata lebih rumit dan
banyak kemiripan dengan kosmologi Batak, Hindu, dan Budha.
Budaya-budaya dan agama-agama besar seolah-olah saling berebut, saling meminjam, atau
saling mencuri kosmogoni. Kebudayaan Minangkabau seperti menghindar dari perebutan
konsep-konsep kosmogonik tersebut. Minangkabau nyaris tidak punya cerita tentang asal mula,
usia, dan struktur alam semesta.
Kosmologi Minangkabau seolah-olah tidak mau membahas asal-usul, masa lalu, usia, dan
struktur “guru”. Takut menghanyutkan, tidak signifikan untuk hidup, karena hidup orang
Minangkabau berorientasi ke masa kini dan masa depan, dan tidak begitu peduli dengan masa
lalu (baca: Sejarah)!37
37
Tsuyoshi Kato (2006: 18) menulis: “Dunia tambo Minangkabau itu adalah dunia tanpa sejarah, tetapi pada saat
yang sama ia sarat dengan makna sejarah. Tambo tidak didasarkan pada titik waktu sejarah tertentu, tetapi
merupakan rencana induk dari masyarakat Minangkabau…., rencana induk itu nyatanya tidak merupakan dunia
mimpi.”
Atau, nenek moyang orang Minangkabau adalah penganut pragmatisme untuk kosmogoni.
Memandang kajian kosmogoni adalah pekerjaan bertele-tele, absurd, tidak dapat dibuktikan,
tidak relevan, alias tidak berguna, menghambat bagi kemajuan orang Minangkabau. 38
Wallahualam.
38
Kosmologi tanpa kosmogoni membuat orang Minangkabau tidak punya ideologi sebagai pandangan hidup yang
mengikat, sehingga secara relatif sangat terbuka terhadap berbagai ideologi yang datang menerpa. Betapa
beragamnya ideologi yang ditangkap dan “dikembangkan” oleh para pemikir dari Minangkabau, dari ektrim kanan
idealis, sampai ektrim kiri materialis. Pemikir pendiri adat Minangkabau bahkan menggabungkan konsep adat
dalam dua jalur yang sesungguhnya bertentangan: Kalarasan Koto Piliang yang monarki-aristokratis dengan
Kalarasan Bodi Caniago yang demokratis, keduanya diikat dengan sistem komunal suku yang patriarkhi-matrilineal.