Pengenalan Aktivitas Air dan Pertumbuhan

Pengenalan Aktivitas Air dan Pertumbuhan Mikroba
Makalah

Oleh:
Danica Putri (H0914018)

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Setiap bahan pangan mengandung air. Air terdapat di bagian dalam bahan

makanan, terutama pada sumber makanan buah-buahan. Air merupakan senyawa

yang terdiri dari 1 atom oksigen dan dua atom hydrogen (H2O). Ikatan molekul air
rendah, bentuk mengikuti wadah yang ditempatinya, susunan partikelnya renggang,
volumenya tetap, mengalir mengikuti arah gravitasi (atas ke bawah). Air juga
merupakan pelarut hampir semua jenis zat. Karena sifatnya sebagai pelarut, maka air
juga mudah membawa kontaminan makanan seperti mikroba. Agen kontaminan
tersebut dapat masuk melalui media air yang sering digunakan untuk minum ternak,
menyiram tanaman, tempat penyimpanan dengan kadar air yang tinggi, bekas cucian,
terlebih ketika air tersebut sudah tercemar oleh kotoran.
Mikroba menyukai tempat lembab. Tempat yang mengandung kadar air yang
banyak menjadi sasaran perkembangbiakan mikroba. Pada kenyataannya pun,
makanan yang diletakkan di tempat yang mengandung kadar air tinggi lebih cepat
rusak (mengalami pembusukan) dibandingkan dengan makanan yang diletakkan di
tempat kering. Makanan yang membusuk biasanya berair dan mengandung lendir
yang dihasilkan oleh agen-agen kontaminan tersebut.
Sering ditemukannya kasus daging gelondongan yang sudah ditambah kadar
airnya dengan cara memberikan minum yang banyak kepada binatang ternak sebelum
dipotong. Daging ternak tersebut menyerap air yang lebih banyak hingga sel-sel nya
mengalami lysis, daging yang kadar airnya banyak akan tampak penuh dan berisi,
sehingga dapat menipu konsumen. Akibat banyaknya kadar air yang terkandung
dalam daging, agen kontaminan sangat mudah tumbuh subur di daging gelondongan

tersebut sehingga lebih cepat mengalami pembusukan, oleh karena itu daging
gelondongan dilarang.
Untuk buah dan sayur, kandungan air yang terdapat di dalam lebih banyak
dibandingkan dengan bahan makanan lain, sehingga lebih cepat rusak. Wajib bagi

2

para konsumen untuk meletakkannya di tempat yang kering. Di setiap kulkas, tersedia
tempat khusus buah dan sayur yang kelembabannya rendah. Namun di simpan di luar
seperti di dalam lemari khusus atau keranjang lebih baik karena kadar kelembabannya
rendah dan cenderung lebih kering dibandingkan dengan penyimpanan di kulkas.
Agen kontaminan tersebut mempengaruhi kualitas bahan makanan. Bahan
makanan yang mengandung kontaminan sudah pasti berkualitas buruk. Akibat dari
kualitas bahan pangan/makanan yang buruk dapat berpotensi meracuni konsumen.
Untuk menghindari penurunan kualitas bahan makanan yang diakibatkan oleh agen
kontaminan salah satu caranya adalah menyimpan di tempat yang kering, dan untuk
mengukur seberapa besar pertumbuhan mikroba di dalam air, diperlukan perhitungan
jumlah air di dalam bahan pangan yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba agen
kontaminan (perhitungan aktivitas air).
1.2.


Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah ini adalah:
1.2.1. Apa definisi dan prinsip dari aktivitas air (Aw) ?
1.2.2. Apa yang dimaksud dengan Sorption Isotherm?
1.2.3. Apa hubungan antara Aw dan kerusakan makanan?

1.3.

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.3.1.Mengetahui definisi dan prinsip dari aktivitas air.
1.3.2.Mengetahui teori Sorption Isotherm.
1.3.3.Mengetahui hubungan antara Aw dan kerusakan makanan.

1.4.Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam menulis makalah ini adalah metode tinjauan
pustaka yang bertujuan untuk mempelajari jurnal, makalah, buku, dan laporan
ilmiah/karya ilmiah yang berkaitan dengan aktivitas air.
1.5.


Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.5.1.Memberikan pengetahuan kepada pembaca/konsumen tentang aktivitas air.
1.5.2.Referensi belajar untuk mahasiswa.
3

1.5.3.Mengetahui pengaruh aktivitas air terhadap kualitas bahan pangan/makanan.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.Definisi dan Prinsip dari Aktivitas Air (Aw)
Kadar air adalah kandungan air suatu bahan, ditentukan dengan metode dan
kondisi yang ditentukan, dan dinyatakan sebagai persentase terhadap berat basah
atau berat kering. Penetapan kadar air menggunakan oven. Metode ini di gunakan
untuk seluruh makanan, kecuali untuk produk pangan yang mudah menguap atau
yang terdekomposisi pada proses pemnasan (Setyani,2014).
Penentuan kadar air pada umumnya dilakukan dengan cara mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110oC hingga didapat berat badan yang konstan.
Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.

Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven vakum
4

dengan suhu yang lebih rendah. Bahan dimasukkan ke dalam eksikator dengan H 2SO4
pekat sebagai pengering sehingga mencapai berat konstan. Kadar air dapat diukur
dengan refraktometer untuk bahan pangan dengan kadar gula tinggi. Ada pula cara
kimiawi untuk menentukan kadar air, metode Mc.Neil mengukur kadar air
berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan
bahan seperti mentega, tepung, kulit yang diperiksa. Metode Karl Fischer (1935)
menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi langsung dari
bahan basah dengan larutan iodine, sulfur, dioxide, dan piridina dalam methanol,l
perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Winarno,1992).
Kadar air mempengaruhi daya simpan bahan, semakin tinggi kadar air suatu
bahan maka kerusakan akan terjadi lebih cepat, Kadar air yang melebihi batas
mengakibatkan adanya mikroba, semakin banyak kadar air yang terkandung dalam
bahan pangan akan memicu pertumbuhan mikroba untuk berkembang biak. Sumbersumber mikroba yang terdapat pada makanan bisa saja berasal dari air tanah yang
sudah tercemar kotoran hewan, itulah sebabnya penentuan kadar air diperlukan
(Setyani,2014).
Rumus perhitungan kadar air yaitu:
Kadar air=


massa h ilang
x 100
massa ba h an pangan

Dengan membuat kadar air di bawah minimal yang dibutuhkan mikroba, mikroba
akan kekurangan air dan kemampuan berkembang biak berkurang (Setyani,2014).
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dinyatakan
berdasarkan berat basah atau berat kering. Kadar air berat basah mempunyai batas
maksimum 100%, sedangkan kadar air berat kering batas maksimumnya > 100%.
Prinsip pengukuran kadar air dengan menggunakan oven yaitu menguapkan air yang

5

terkandung dalam bahan pangan pada oven kering, kehilangan berat bahan diukur
sebagai kadar air (Midayanto,2014).
Kadar air berdasarkan berat basah adalah perbandingan berat total bahan
dengan berat air dalam bahan, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering adalah
beratkering bahan dan berat air (Suryanagara,2006).
Air yang terdapat dalam suatu bahan dibagi menjadi 4 tipe menurut derajat

keterikatannya, yaitu:
1. Tipe 1 – molekul air yang terikat pada molekul lain melalui suatu ikatan
hidrogen berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses
pembekuan, tetapi dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa.
2. Tipe 2 – Molekul air yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air
lagi. Apabila air tipe ini apabila dihilangkan mengakibatkan penurunan
aktivitas air (Aw), apabila dihilangkan sebagian, pertumbuhan mikroba, reaksi
browning, atau oksidasi lemak dapat dikurangi.Apabila dihilangkan
semuanya, kestabilan produk akan tercapai.
3. Tipe 3 – Air bebas, air yang terikat dalam jaringan matriks bahan. Air tipe ini
mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan
media bagi reaksi kimiawi.
4. Tipe 4 – Air murni, air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan
(Suryanagara,2006).
Besarnya kadar air bahan pangan ternyata bukan merupakan parmeter yang
mutlak untuk dipakai sebagai indikator kecepatan kerusakan, sebagian air dalam
bahan pangan terikat dalam berbagai bentuk komponen penyusunnya. Pengukuran
aktivitas air (Aw) menjadi salah satu parameter dalam analisis stabilitas bahan pangan
yang bermanfaat untuk mengetahui mikroorganisme yang berpotensi merusak
makanan (Soedarto,2008).


6

Intensitas dan tingkat berbagai proses perusakkan berbeda pada konsentrasi
air yang berbeda pada umumnya, namun, bahan makanan adalah lebih stabil pada
konsentrasi air rendah daripada konsentrasi tinggi. Potensi air untuk mengambil
bagian dalam proses perusakan dalam produk makanan ditandai dengan aktivitas air
(Aw) di produk, yang menurut hukum Raoult hubungan antara tekanan uap air dari
produk pada tp suhu dan tekanan saturasi air pada suhu yang sama. Aktivitas air
produk tergantung pada komposisi kimia dari produk, keadaan agregasi dari
konstituennya, kadar air, dan suhu produk. Rumus mencari Aw (Aktivitas air):
Aw=

p produk
p0

Aktivitas air dari produk tergantung pada komposisi kimiawi dari produk, keadan
agragasi konstituensinya, kadar air, dan suhu pada produk (Desrosier,1977).
Berikut ini adalah nilai Aw minimum dari beberapa jenis mikroba:
Mikroba

Aw
Bakteri
0.9
Ragi
0.88
Kapang
0.8
Bakteri Halofilik 0.75
Bakteri Xerofilik 0.65
Ragi Osmofilik
0.61
Sumber: (Suryanagara,2006)
Aktivitas air (Aw) menurun menurun dengan meningkatnya konsentrasi garam
dan lama perendaman. Hal ini terjadi karena adanya peristiwa osmosis pada air bebas
dalam bahan makanan sehingga kecenderungan nilai RH (Aw) semakin menurun.
Garam mudah mengikat air menyebabkan kandungan air bebas relative dari bahan
menjadi lebih kecil sehingga Aw berkurang. Pada perendaman, Aw bahan pangan
cenderung mengalami kesetimbangan dengan Aw lingkungan, Aw bahan pangan
menunjukkan besarnya air yang tidak terikat pada bahan pangan. Penurunan A w juga


7

bisa disebabkan adanya pemanasan yang juga merupakan proses pengeringan
sehingga Aw menurun karena kandungan air dalam bahan pangan berkurang
(Rahmani,2007).
Manfaat pengukuran keseimbangan kadar air penting untuk mengetahui
perubahan kadar air produk pada bermacam suhu dan kondisi kelembaban reltif dan
menentukan batas minimum kadar air bahan yang dikeringkan (Reo,2010).

2.2. Water Sorption (Penyerapan air) dan Sorption Isotherm (Isoterm Sorpsi /
Penyerapan Isoterm)
Sebuah plot kadar air dari produk dibanding aktivitas air pada suhu tertentu
disebut isoterm sorpsi . Isoterm sorpsi produk makanan yang paling biasanya bentuk
sigmoid sedangkan jenis bentuk yang mungkin. Karena perilaku penyerapan air dari
produk pangan ditentukan oleh komposisi kimia dan negara fisikokimia konstituen,
isoterm sorpsi dari berbagai makanan berbeda dalam bentuknya jauh. Bahkan produk
yang mirip dapat menunjukkan penyimpangan dalam bentuk isoterm sorpsi mereka
ketika mereka berbeda asalnya, penyerapan air oleh bahan makanan dapat
diklasifikasikan ke dalam 3 kategori utama:
1. Penyerapan tanpa perubahan struktural dari penyerap, contohnya adalah

penyerapan permukaan gula kristal
2. Penyerapan disertai dengan perubahan struktural dari penyerap, contohnya
adalah penyerapan permukaan putih telur, susu,
3. Penyerapan bawah pembentukan solusi, contohnya adalah pada larutan gula.
Dalam kasus penyerapan air oleh protein kering, sebagai langkah pertama, kelompok
asam amino polar jenuh dengan molekul air. pada langkah kedua, molekul terikat
oleh ikatan hidrogen amida dan karbonil kelompok rantai polipeptida, dengan cara ini
membangun matriks struktural dan mengekspos situs interior lainnya dengan tingkat

8

energi yang lebih rendah untuk proses adsorpsi tambahan karakter yang berbeda
(Desrosier, 1977).
Penentuan model sorpsi isotermis digunakan 6 model sebagai berikut:
1. Model Hasley yang bentuk linearnya seperti persamaan ini:
1
ln
=log P ( 1 ) −P ( 2 ) log Me
Aw
log ¿
di mana Y=log [ln(1/Aw)], x =log Me, a =log P(1), b = - P(2).
2. Model Chen-Clayton yang bentuk liniernya seperti persamaan ini:
1
ln ln
= ln P ( 1 )−P ( 2 ) Me
Aw
di mana Y =ln[ln(1/Aw)], x =Me, a=ln P(1), b = - P(2).
3. Model Henderson yang bentuk liniernya seperti persamaan ini:
1
log ¿
=log K + n log Me
1−Aw
di mana Y = log[in(1/1-Aw)], x = log Me, a=log K, b = n.
4. Model Caurie yang bentuk linier persamaannya seperti ini:
ln Me=ln P ( 1 )− p ( 2 ) Aw
di mana Y = ln Me, x = Aw, a= ln P(1), b= - P(2).
5. Model Oswin, yang persamaannya seperti ini:
Aw
ln Me=ln P ( 1 ) +P ( 2 ) ln
( 1− Aw )
di mana Y = ln Me, x = ln[Aw/(1-Aw)], a = ln P(1), b= ln P(2)
6. Model sorpsi air GAB, merupakan pengembangan model BET (Braunauer,

( )

[ ( )]

[(

)]

[

]

Emmet, dan Teller) yang menganggap terjadinya interaksi antara molekul gas
terikat setelah lapisan monolayer mengalami kondensasi. Model ini
mempertimbangkan adanya lapisan molekul air di atas lapisan monolayer dan
multilayer. Persamaan GAB merupakan model teoritis yang paling baik untuk
menentukan fenomena penyerapan air dalam bahan pangan karena
deviasinya , 10%, model GAB dijelaskan dengan persamaan:
M
C . k . Aw
=
………(1)
Mo (1−k . Aw+C . k . Aw )
M adalah kadar seimbang (% bk), Mo adalah monolayer (% bk), C adalah
konstanta GAB, k adalah faktor koreksi terhadap air bebas. Persamaan GAB

9

dapat membedakan molekul terserap setelah lapisan tunggal, menjadi lapisan
ganda dan air terkondensasi. Model GAB adalah model yang paling banyak
digunakan karena ketepatannya tinggi, rumusnya:
n
∑ ¿ N¿ , ∑ mi−mpt x 100 ………..(2)
i−l mi
Di mana, ∑ adalah deviasi relative dari perhitungan persamaan (2), dengan mi
adalah data penelitian, mpt adalah nilai dari GAB, N adalah jumlah data dari
penelitian. Penggunaan model GAB dapat digunakan untuk bahan makanan
unttuk kisaran Aw yang lebar (0.05-0.95) dengan nilai modus deviasi relative
kurang dari 10% (Wariyah,2010; Jamaluddin,2014).
Ada juga metode untuk menguji ketepatan model persamaan isoterm sorpsi
yaitu menggunakan metode MRD (Mean Relative Determination):
n

MRD=

100
i
∑ ¿ Mi−Mp
n i=1
Mi

|, dimana Mi= kadar air percobaan, Mpi =

Kadar air hasil perhitungan, N = Jumlah data, jika nilai MRD < 5, maka model
isoterm sorpsi hasilnya tepat, jika nilai MRD > 10, maka model isoterm sorpsi
tidak tepat (Jamaluddin,2014).
Moisture Sorption Isotherm (Isoterm Sorpsi Pelembab) produk pangan
menunjukkan hubungan antara keseimbangan kadar air dengan tekanan uap air atau
kelembaban relative keseimbangannya pada suhu tertentu, di mana mencakup proses
adsorpsi dan desorpsi molekul air pada suhu tetap. Proses adsorpsi merupakan
mobilitas molekul air dari keadaan bebas menjadi keadaan terikat dalam bahan,
sedangkan proses desorpsi merupakan mobilitas molekul air dari keadaan terikat
menjadi keadaan bebas. Moisture Sorption Isotherm penting untuk mengetahui
perubahan selama penyimpanan dan penentuan kebutuhan pengemasan bahan pangan
kering (Reo,2010).

10

Berikut ini adalah daftar kadar kelembaban (Moisture Sorption Isotherm)
dalam beberapa bahan pangan:
%

%

Kelembaba

Kelembaba

Bahan Makanan
n
Selada
94-95
Jamur kalengan
93
Bayam
92
Sup siap saji
84-92
Kacang hijau
90
Yoghurt
88-89
Buah Berry
83-88
Jus Jeruk
87.5
Susu Sapi
87
Apel, Pir
83-84
Fillet Ikan Cod
81-82
Tiram
80-81
Peach, Nanas
80-87
Kentang
79
Udang
78
Keju Cottage
76.5
Gorengan
76-77
Pisang
75
Ikan Pecak
75
Sereal
2-3
Sumber: (Desrosier,1977)

Bahan Makanan
Telur
Ayam Broiler
Salmon kalengan
Daging kalkun
Sosis
Daging sapi
Makaroni matang
Tuna kalengan
Hamburger
Daging kornet
Keju cheddar
Roti putih
Biskuit
Selai
Kue donat
Madu
Mentega, margarin
kacang tanah
Permen
Kacang

n
74
71
65-70
64
62
61-65
60.6
60-61
55
54
37
34
28
27-28
24
20
15.5
5.6
1-2
3.1-3.5

Penentuan Isoterm serapan, perilaku penyerapan bahan makanan biasanya
dianalisis dengan metode gravimetri metode manometric. Metode gravimetri ditandai
dengan pemaparan dari sampel kadar air yang dikenal dengan lingkungan dari
kelembaban

relatif

dikenal

sampai

kesetimbangan

tercapai.

Penambahan

keseimbangan berat badan atau penurunan berat badan dicatat dan ditugaskan untuk
kelembaban relatif masing (RH). nilai RH yang diinginkan diperoleh dengan cara air
asin jenuh garam, larutan H2SO4, atau mandi air termostatik. Tekanan uap air lebih

11

dari agen-agen ditabulasi dalam ketergantungan dari konstituen (air asin garam),
konsentrasi (larutan H2SO4), dan suhu (air mandi). Kemungkinan lain dari
menyesuaikan RH di atmosfer adalah pencampuran udara kering dan lembab
konsentrasi dikenal. Metode manometric diterapkan untuk mengukur aktivitas air dari
sampel yang diberikan, misalnya untuk mengevaluasi kadar air bahan, memanfaatkan
isoterm sorpsi, untuk tujuan kontrol kualitas, tetapi, metode manometric terlalu rumit
untuk determintion yang isoterm sorpsi lengkap (Desrosier, 1977).

2.3. Aktivitas Air dan Kerusakan Makanan
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, di dalam beberapa
bahan pangan mengandung kadar air yang banyak, contohnya beberapa buah-buahan
dan sayuran mencapai 90%, susu segar sekitar 87%, dan daging sapi sekitar 66%.
Pada produk pangan yang kering seperti dendeng, kerupuk, dan olahan pangan
bubuk, kenaikan sedikit saja kandungan air pada bahan kering tersebut
mengakibatkan kerusakan akibat pertumbuhan mikroba pembusuk ataupun reaksi
kimiawi (Legowo,2004).
Air yang terdapat dalam bentuk bebas menyebabkan kerusakan bahan pangan
baik secara mikrobiologis maupun secara enzimatis. Tetapi kadar air bukan
merupakan parameter absolute untuk dapat dipakai untuk menentukan kecepatan
terjadinya kerusakan bahan pangan, dalam kasus ini dapat digunakan A w untuk
menentukan kemampuan air dalam proses kerusakan bahan Pangan (Reo,2010).
Aktivitas air memiliki pengaruh yang menonjol pada kerusakan produk.
Karena pengurangan aktivitas air dari produk pangan dengan dehidrasi tidak hanya
meningkatkan kemampuan untuk penyimpanan, tetapi juga dapat mempengaruhi
dalam keadaan psychochemical, dan melalui ini, misalnya, palatabilitas dan beban
biaya proses dehidrasi, aktivitas air produk yang akan disimpan harus dipilih secara

12

selektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat aktivitas air adalah aktivitas air
dari produk kering sebelum masuk ke penyimpanan, laju penurunan kualitas, dan
situasi biaya proses dehidrasi dan kemasan, termasuk bahan kemasan. Karena
kerusakan dapat disebabkan oleh berbagai jenis reaksi, hubungan umum antara
aktivitas air dan jenis kerusakan tidak dapat dibangun. Seperti yang sudah
ditunjukkan, rentang aktivitas air dapat didefinisikan di mana jenis tertentu
menimbulkan reaksi perusakan yang dominan (Desrosier,1977).
Kisaran di mana mikroorganisme tumbuh diperluas antara nilai
aktivitas air dari 1 dan 0,65 sedangkan pada nilai-nilai aktivitas air dari 0.75and 0,65
hanya jenis tertentu dari mikroorganisme seperti ragi osmophilic dapat tumbuh.
dalam kasus kerusakan oleh mikroorganisme, faktor waktu sangat penting, setelah
waktu inisiasi 3-4 hari, pertumbuhan mikroorganisme dapat diamati pada produk
makanan dengan aktivitas air yang tinggi.
Reaksi Kerusakan Kimiawi:
Reaksi enzimatik - terjadi praktis setiap nilai aktivitas air, namun yang menonjol pada
nilai aktivitas air di atas 3,0, enzim yang menyebabkan reaksi enzimatik yang baik,
enzim intrinsik produk, atau enzim asing dari mikroorganisme.
Reaksi non enzimatik (reaksi Maillard) - terjadi juga praktis setiap nilai aktivitas air,
namun maksimal di media nilai aktivitas air 0,4-0,6. Karakteristik untuk reaksi adalah
perubahan warna coklat, karena reaksi karbohidrat dengan gugus amino dari asam
amino dan protein.
Autoksidasi - pada aktivitas air rendah nilai jenis yang paling penting dari kerusakan
adalah autoksidasi lipid yang yang timbul dari reaksi radikal bebas antara oksigen dan
lipid tidak jenuh. efek dari autoksidasi yang menurun terus dengan meningkatnya
kadar air, sehingga efek melindungi dari air dapat diasumsikan.
Kerusakan fisik dan fisikokimia:
13

Jika protein dan pati yang mengandung bahan-bahan yang dikeringkan untuk
mencapai aktivitas air rendah, nilai suatu denaturasi ireversibel bahan yang akan
terjadi karena interaksi pada bagian yang reaktif dan hasil reaksi adalah perubahan
tekstur terutama dalam makanan yang kaya protein (Desrosier,1977).

BAB 3
PENUTUP
3.1. Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
 Aktivitas air (Aw) adalah perhitungan intensitas air di dalam unsur-unsur
bahan.
 Aktivitas air (Aw) menunjukkan jumlah air bebas di dalam pangan yang dapat
digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya.
 Aktivitas air (Aw) mempengaruhi laju kerusakan pada bahan pangan karena
pada nilai Aw tertentu, mikroba dapat berkembang biak dengan baik.
 Faktor yang mempengaruhi Aw adalah suhu, pemanasan, kadar garam, dan
lama perendaman suatu bahan pangan, serta tipe air.
 Isoterm Sorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara
fase teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat
kesetimbangan pada temperature tertentu.
 Penentuan model isoterm sorpsi/ sorpsi isotermis ada 6 model persamaan,
yaitu model Hasley, model Chen-Clayton, model Henderson, model Caurie,
model Oswin, model sorpsi air GAB.
 Penentuan Isoterm serapan, perilaku penyerapan bahan makanan dianalisis
dengan metode gravimetri metode manometric.

14

 Air yang terdapat dalam bentuk bebas menyebabkan kerusakan bahan pangan
baik secara mikrobiologis maupun secara enzimatis.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Aw adalah aktivitas air dari produk
kering sebelum masuk ke penyimpanan, laju penurunan kualitas, dan situasi
biaya proses dehidrasi dan kemasan, termasuk bahan kemasan.
 Semakin banyak kadar air di produk pangan, semakin banyak mikroba yang
berkembang biak.
 Kerusakan bahan pangan ada beberapa jenis, yaitu kerusakan enzimatis, nonenzimatis, autoksidasi, dan kerusakan fisik dan fisiologis.
3.2.Saran
 Sebaiknya perusahaan atau industry pertanian terutama dalam bidang pangan
wajib memperhatikan nilai aktivitas air pada produknya.
 Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang aktivitas air pada molekul yang
terkandung dalam bahan pangan
 Perlu adanya penjelasan lebih lanjut mengenai persamaan hitung untuk
menentukan model isoterm sorpsi dan contoh kasus pada masing-masing
model persamaan.

15

DAFTAR PUSTAKA
Desrosier, Norman W. 1977. Elements of Food Technology. Westport, Connecticut:
AVI publishing company.
Jamaluddin., Moleenar, Robert., Tooy, Deddie. 2014. Kajian Isotermi Sorpsi Air dan
Fraksi Air Terikat Kue Pia Kacang Hijau Asal Kota Gorontalo. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Pangan, Vol.2, No.1. Manado.
Legowo, Anang Mohammad., Nurwantoro.2004. Analisis Pangan. Diktat Kuliah.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Midayanto, Dedi Nur., Yuwono, Sudarminto Setyo. 2014. Penentuan Atribut Mutu
Tekstur Tahu untuk Direkomendasikan sebagai Syarat Tambahan dalam
StandarNasional Indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2, No.4
p.259-267. Malang: Universitas Brawijaya.
Rahmani., Yulianta., Martati, Eryana.2007. Pengaruh Metode Penggaraman basah
terhadap Karakteristik Produk Ikan Asin Gabus (Ophiocephalus striatus),
Jurnal teknologi Pertanian Vol 8, No.3.
Reo, Albert R.2010. Efek Suhu terhadap Moisture Sorption Isotherm dari Ikan
Kerapu (Epinephelus merra) Asin Kering dan Ikan Cakalang (Kassuwonus
pelamis L) Asap. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.5, No.2.

16

Setyani, Selvia Dewi., Aulia, Hanna.,Hikmah, Nur., Masripah, Siti Ipah., Anggreini,
Wiwiek. 2014. Penentuan kadar Air dan Abu dalam Biskuit. Jurnal Praktikum
Kimia Analitik 2. Jakarta: UIN Syarifhidayatullah.
Soedarto., Siswanto, Hario Puntodawo. 2008. Respon Kualitas Bandeng (Chanos
chanos) Asap terhadap Lama Pengeringan. Berkala Ilmiah Perikanan, Vol.3,
No.1. Surabaya: Universitas Dr. Soetomo.
Suryanagara, Pramadita. 2006. Uji Kadar Air, Aktivitas Air, dan Ketahanan Benturan
ransum Komplit Domba bentuk Pelet menggunakan Daun Kelapa Sawit
sebagai Subtitusi Hijauan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.
Wariyah, Chatarina., Supriyadi. 2010. Isoterm Sorpsi Lembab Beras Berkalsium.
Agritech, Vol.30, No.4. Yogyakarta.
Winarno.1992.Kimia Pangan dan Gizi.Jakarta: Gramedia.

17