Makala pencemaran akibat kebakaran hutan

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu, kian lama kian bertambah jumlah penduduk di
bumi ini. Dengan bertambahnya populasi makhluk hidup khususnya manusia,
membuat manusia semakin membutuhkan asupan oksigen yang banyak. Dalam hal ini
kita berbicara dengan penghasil oksigen di bumi yakni hutan. Kebutuhan manusia
yang umumnya bersifat konsumtif dapat mempengaruhi fungsi hutan secara terangterangan hutan dijamah manusia untuk dieksploitasi untuk berbagai keperluan.
Berkurangnya paru-paru dunia banyak sekali membawa dampak yang sangat buruk
bagi keberlangsungan makhluk hidup dalam beraktifitas, khususnya flora dan fauna
yang mendiami hutan tersebut.
Masalah kompleks yang hanya disuguhi penyelesaian tanpa aksi hanya berkutat
pada perjanjiam hitam di atas putih saja. Banyak sekali pelanggaran dan tragedi yang
menimpa hutan. Dari bencana alam hingga ulah tangan manusia menyebabkan hutan
tidak lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Untuk itu penulis membuat makalah ini
guna memenuhi tugas mengenai mata kuliah Pengantar Ilmu Lingkungan sebagai
kajian dari mahasiswa yang akan memunculkan ide-ide dan gagasan terbaru dengan

pembaharuan yang muncul dari seorang mahasiswa guna ikut bersama-sama menjaga
kelestarian alam di bumi ini.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah yang
ada, diantaranya :
1. Apa itu hutan?
2. Apa jenis-jenis hutan di indonesia?
3. Apa pengertian kebakaran hutan?
4. Mengapa bisa terjadi kebaran hutan?
5. Apa dampak kebakaran hutan bagi masyarakat sekitar?
6. Bagaimana cara penanganan kebakaran hutan?
7. Apa peraturan pemerintah di Indonesia tentang kehutanan?
8. Apa contoh kasus kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia?

1.3

Tujuan Penulisan

Berikut ini merupakan tujuan dari makalah ini dibuat yaitu :
- Mengetahui pengertian hutan, kebakaran hutan dan jenis-jenis hutan di Indonesia

1

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

-

Mengetahui penyebab kebakaran hutan dan dampak kebakaran hutan terhadap

-

lingkungan sekitar
Mengetahui cara penanganan kebakaran hutan
Mengetahui peraturan pemerintah yang ada di Indonesia tentang kehutanan

Manfaat Penulisan

1.4


Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada orang yang membacanya
-

khususnya mahasiswa kelas 2 Analis kimia :
Membuka wawasan mengenai fungsi dan jenis hutan umumnya di Indonesia.
Mengetahui gejala kebakaran hutan.
Mengetahui dampak dari kebakaran hutan serta cara penanganan bencana kebakaran
hutan.

1.5 Metoda Penulisan
Metoda yang kami gunakan dalam menyusun makalah ini yaitu dengan
mencari literatur dari internet dan buku.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian hutan
Hutan


adalah kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta

tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang
berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini.
2

Kawasan-kawasan

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan

berfungsi sebagai

penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan,
modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah
satu aspek biosfer Bumi yang paling penting

Secara sederhana, ahli kehutanan


mengartikan hutan sebagai suatu komunitas biologi yang didominasi oleh pohon-pohonan
tanaman keras. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967, hutan diartikan
sebagai lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara menyeluruh merupakan persekutuan
hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.
Kumpulan pohon-pohon yang dikatergorikan sebagai hutan jika sekelompok pohonpohon tersebut mempunyai tajuk-tajuk yang cukup rapat, sehingga merasang pemangkasan alami
dengan menaungi ranting dan dahan di bagian bawah dan menghasilkan serasah sebagai bahan
organik. Karena hutan diartikan sebagai suatu asosiasi, maka antara jenis pohon yang satu dan
jenis pohon yang lain yang terdapat di dalamnya akan saling ketergantungan. Namun, selain
terjadi ketergantungan, di dalam hutan akan terjadi pula persaingan dalam penyerapan unsur
hara, air, sinar matahari, atau tempat tumbuh. Hutan merupakan suatu ekosistem natural yang
telah mencapai keseimbangan klimaks dan merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan paling besar
yang mampu pulih kembali dari perubahan-perubahan yang dideritanya, sejauh tidak melampui
batas-batas yang ditoleransi.
Hutan bukan semata-mata kumpulan pohon-pohon yang hanya dieksploitasi hasil
kayunya saja, tetapi hutan merupakan persekutuan hidup alam hayati atau suatu masyarakat
tumbuhan yang kompleks yang terdiri atas pohon-pohon, semak, tumbuhan bawah, jasad renik
tanah, hewan, dan alam lingkungannya. Semuanya itu mempunyai keterkaitan dalam hubungan
ketergantungan satu sama lainnya.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu,

tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui
budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan
dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora
dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global.

3

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat
penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.

2.2

Klarifikasi Tipe-tipe Hutan di Indonesia
Departemen Kehutanan dalam Vademecum (1976) telah mengklasifikasikan hutan di

Indonesia berdasarkan keadaan iklim, edafis, dan komposisi tegakan. Faktor iklim menurut
pembagian F.H. Schimidt dan J.H. Ferguson yang didasarkan pada nilai Q, yaitu persentase
perbandingan antara jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah, sehingga diperoleh tipe-tipe

iklim A, B, C, D dan seterusnya berturut-turut dari nilai Q yang terkecil sampai terbesar. Faktor
iklim yang mempengaruhi pernbentukan vegetasi adalah temperatur, kelembaban, intensitas
cahaya dan kecepatan angin. Tipe hutan yang pembentukannya sangat dipengaruhi oleh faktor
iklim disebut Formasi Klimatis (Klimatic Formation). Termasuk kedalamnya, yaitu : Hutan
Hujan (Tropical Rain Forest), Hutan Musim (Monsoon Forest), dan Hutan Gambut (Peat Forest).
Sedangkan tipe hutan yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor edafik (faktor yang
bergantung pada keadaan tanah, kandungan air dan udara di dalamnya) disebut Formasi Edafik
(Edafice Formation), yang termasuk kedalamnya : Hutan Rawa (Swamp Forest), Hutan Payau
(Mangrove Forest), Hutan Pantai (Littoral Forest).
FORMASI KLIMATIS
1. Hutan Hujan (Tropical Rain Forest)
Hutan hujan tropika atau sering juga ditulis sebagai hutan hujan tropis adalah
bioma berupa hutan yang selalu basah atau lembap, yang dapat ditemui di wilayah sekitar
khatulistiwa; yakni kurang lebih pada lintang 0°–10° ke utara dan ke selatan garis
khatulistiwa.
Tipe ekosistem hutan hujan tropis terdapat di wilayah yang memiliki tipe iklim A
dan B (menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson), atau dapat dikatakan bahwa tipe
ekosistem tersebut berada pada daerah yang selalu basah, pada daerah yang memiliki
jenis tanah Podsol, Latosol, Aluvial, dan Regosol dengan drainase yang baik, dan terletak
jauh dari pantai.


4

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Gambar 1. Hutan Hujan Tropis
Tipe Hutan Hujan Tropis Menurut Ketinggian Tempat
Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan hujan tropis dibedakan menjadi
tiga zona atau wilayah sebagai berikut.
1. Zona 1 dinamakan hutan hujan bawah karena terletak pada daerah dengan ketinggian
tempat 0-1.000 m dari permukaan laut.
2. Zona 2 dinamakan hutan hujan tengah karena terletak pada daerah dengan ketinggian
tempat 1.000 - 3.300 m dari permukaan laut.
3. Zona 3 dinamakan hutan hujan atas karena terletak pada daerah dengan ketinggian
tempat 3.300 - 4.100 m dari permukaan laut.
1. Zona Hutan Hujan Bawah
Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan bawah meliputi pulaupulau Sumatra,
Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Irian, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku
misalnya di pulau Taliabu, Mangole, Mandioli, Sanan, dan Obi. Di hutan hujan bawah
banyak terdapat spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae terutama anggota

genus Shorea, Dipterocarpus, Hopea, Vatiea, Dryobalanops, dan Cotylelobium.
Dengan demikian, hutan hujan bawah disebut juga hutan Dipterocarps. Selain spesies
pohon anggota famili Dipterocarpaceae tersebut juga terdapat spesies pohon lain dari

5

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

anggota famili Lauraceae, Myrtaceae, Myristicaceae, dan Ebenaceae, serta pohonpohon anggota genus Agathis, Koompasia, dan Dyera.
Pada ekosistem hutan hujan bawah di Jawa dan Nusa Tenggara terdapat spesies
pohon anggota genus Altingia, Bischofia, Castanopsis, Ficus, dan Gossampinus, serta
spesies-spesies pohon dari famili Leguminosae. Adapun eksosistem hutan hujan
bawah di Sulawesi, Maluku, dan Irian, merupakan hutan campuran yang didominasi
oleh spesies pohon Palaquium spp., Pometia pinnata, Intsia spp., Diospyros spp.,
Koordersiodendron pinnatum, dan Canarium spp. Spesies-spesies tumbuhan
merambat yang banyak dijumpai di hutan hujan bawah adalah anggota famili
Apocynaceae, Araceae, dan berbagai spesies rotan (Calamus spp.).
2. Zona Hutan Hujan Tengah
Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan tengah meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi, sebagian daerah Indonesia Timor, di Aceh dan Sumatra Utara. Secara

umum, ekosistem hutan hujan tengah didominasi oleh genus Quercus, Castanopsis,
Nothofagus, dan spesies pohon anggota famili Magnoliaceae. Di beberapa daerah,
tipe ekosistem hutan hujan tengah agak khas. Misalnya di Aceh dan Sumatra Utara
terdapat spesies pohon Pinus merkusii, di Jawa Tengah terdapat spesies pohon
Albizzia montana dan Anaphalis javanica, di beberapa daerah Jawa Timur terdapat
spesies pohon Cassuarina spp., di Sulawesi terdapat kelompok spesies pohon anggota
genus Agathis dan Podocarpus. Di sebagian daerah Indonesia Timur terdapat spesies
pohon anggota genus Trema, Vaccinium, dan pohon Podocarpus imbricatus,
sedangkan spesies pohon anggota famili Dipterocarpaceae hanya terdapat pada
daerah-daerah yang memiliki ketinggian tempat 1.200 m dpl.
3. Zona Hutan Hujan Atas
Penyebaran tipe ekosistem hutan hujan atas hanya di Irian Jaya dan di sebagian
daerah Indonesia Barat. Tipe ekosistem hutan hujan atas pada umumnya berupa
kelompok hutan yang terpisah-pisah oleh padang rumput dan belukar. Pada ekosistem
hutan hujan atas di Irian Jaya banyak mengandung spesies pohon Conifer (pohon
berdaun jarum) genus Dacrydium, Libecedrus, Phyllocladus, dan Podocarpus. Di

6

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN


samping itu, mengandung juga spesies pohon Eugenia spp. dan Calophyllum,
sedangkan di sebagian daerah Indonesia Barat dijumpai juga kelompokkelompok
tegakan Leptospermum, Tristania, dan Phyllocladus yang tumbuh dalam ekosistem
hutan hujan atas pada daerah yang memiliki ketinggian tempat lebih dari 3.300 m dpl.
2. Hutan Musim (Monsoon Forest)
Hutan musim dapat disebut sebagai suatu bioma berupa hutan yang biasa
ditemukan di wilayah tropika dan subtropika atau iklim monsoon (kemarau dan hujan)
dengan macam tumbuhan sejenis. Wilayah-wilayah ini memiliki iklim hangat sepanjang
tahun, tapi mengalami musim kering (kemarau) yang tak kalah panjangnya selama
beberapa bulan. Meskipun begitu, curah hujan pun turun di daerah ini hingga beberapa
ratus millimeter tiap tahunnya, bahkan dapat lebih.
Ekosistem hutan musim merupakan ekosistem hutan campuran yang berada di
daerah beriklim muson (monsoon), yaitu daerah dengan perbedaan antara musim kering
dan basah yang jelas. Tipe ekosistem hutan musim terdapat pada daerah-daerah yang
memiliki tipe iklim C dan D (tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson)
dengan rata-rata curah hujan 1.000-2.000 mm per tahun dengan rata-rata suhu bulanan
sebesar 21°-32°C.

7

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Gambar 2. Hutan Musim
Penyebaran lokasi ekosistem hutan musim meliputi wilayah negara-negara yang
beriklim musim (monsoon), misalnya di India, Myanmar, Indonesia, Afrika Timur, dan
Australia Utara. Di Indonesia, tipe ekosistem hutan musim berada di Jawa (terutama di
Jawa Tengah dan Jawa Timur), di kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian.
Vegetasi yang berada dalam ekosistem hutan musim didominasi oleh spesiesspesies pohon yang menggugurkan daun di musim kering, sehingga type ekosistem
musim disebut juga hutan gugur daun atau deciduous forest. Pada ekosistem hutan ini
umumnya hanya memiliki satu lapisan tajuk atau satu stratum dengan tajuk-tajuk pohon
yang tidak saling tumpang-tindih, sehingga masih banyak sinar matahari yang bisa masuk
hutan sampai ke lantai hutan, apalagi pada saat sedang gugur daun. Hal ini
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai spesies semak dan herba yang
menutup lantai hutan secara rapat, sehingga menyulitkan bagi orang untuk masuk ke
dalam hutan.
Pada musim kering, mayoritas pepohonan di hutan musim menggugurkan semua
daunnya, tetapi lamanya daun gugur bergantung kepada persediaan air dalam tanah, dan
hal demikian itu dapat berbeda-beda antartempat dalam hutan yang sama. Sebagai contoh
untuk tempat-tempat yang ada di pinggir sungai yang selalu ada cukup air, menyebabkan
daun-daun pohon gugur secara bergantian, bahkan di sini tidak setiap spesies pohon
menggugurkan semua daunnya. Pada akhir musim kering, banyak dijumpai pohon yang
mulai berbunga. Transpirasi melalui bunga sangat kecil, sehingga tidak mengganggu
keseimbangan air dalam tubuh tumbuhan. Kemudian setelah masuk musim hujan,
pepohonan mampu memproduksi daun baru, buah, dan biji, sepanjang air tanah cepat
tersedia bagi tumbuhan.
Bunga yang dihasilkan oleh pepohonan di hutan musim sering berukuran besar
dan memiliki warna yang terang, dan berbeda jika dibandingkan dengan bunga yang
dihasilkan oleh pepohonan di hutan hujan tropis (pohon yang selalu hijau = evergreen).
Bunga pohon di hutan musim umumnya kelihatan pada bagian luar tajuk, sehingga sangat
mudah dilihat oleh binatang atau seranggaserangga penyerbuk.

8

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Spesies pepohonan yang ada pada ekosistem hutan musim antara lain Tectona
grandis, Dalbergia latifolia, Acacia leucophloea, Schleieera oleosa, Eucalyptus alba,
Santalum album, Albizzia chinensis, dan Timonius cerysus.
Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan musim dibedakan menjadi dua
zona atau wilayah sebagai berikut
1. Zona 1 dinamakan hutan musim bawah karena terletak pada daerah dengan
ketinggian tempat 0-1.000 m dari permukaan laut.
2. Zona 2 dinamakan hutan musim tengah dan atas karena terletak pada daerah
dengan ketinggian tempat 1.000-4.100 m dari permukaan laut.
1.

Zona Hutan Musim Bawah
Spesies-spesies pohon yang merupakan ciri khas tipe ekosistem hutan musim

bawah di daerah Jawa antara lain Tectona grandis, Acacia leucophloea, Aetinophora
fragrans, Albizzia chinensis, Azadirachta indica, dan Caesalpinia digyna. Di kepulauan
Nusa Tenggara dijumpai spesies-spesies pohon yang menjadi ciri khas hutan musim,
yaitu Eucalyptus alba dan Santalum album, sedangkan spesies pohon khas hutan musim
di Maluku dan Irian antara lain Melaleuca leucadendron, Eucalyptus spp., Corypha utan,
Timonius cerycus, dan Banksia dentata.
2.

Zona Hutan Musim Tengah dan Atas
Spesies pohon yang merupakan ciri khas ekosistem hutan musim tengah dan alas

adalah sebagai berikut. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat pohon Casuarina
junghuhniana sebagai spesies pohon dominan dan khas untuk tipe ekosistem hutan
musim tengah dan atas. Hutan musim tengah dan atas di daerah Indonesia Timur
mengandung spesies pohon khas untuk ekosistem tersebut, yaitu Eucalyptus spp. Adapun
spesies pohon khas untuk hutan musim tengah dan alas di daerah Sumatra yaitu Pinus
merkusii.
3. Hutan Gambut (Peat Forest)

9

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Hutan gambut adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi air
dalam keadaan asam dengan pH 3,5 - 4,0. Hal itu tentunya menjadikan tanah sangat
miskin hara. Menurut Indriyanto (2005), hutan gambut didefinisikan sebagai hutan yang
terdapat pada daerah bergambut ialah daerah yang digenangi air tawar dalam keadaan
asam dan di dalamnya terdapat penumpukan bahan bahan tanaman yang telah mati.
Ekosistem hutan gambut merupakan suatu tipe ekosistem hutan yang cukup unik
karena tumbuh di atas tumpukan bahan organik yang melimpah. Daerah gambut pada
umumnya mengalami genangan air tawar secara periodik dan lahannya memiliki
topografi bergelombang kecil sehingga menciptakan bagian-bagian cekungan tergenang
air tawar.

Gambar 3. Hutan Gambut
Arief (1994) mengemukakan bahwa gambut itu terjadi pada hutan-hutan yang
pohonnya tumbang dan tenggelam dalam lumpur yang hanya mengandung sedikit
oksigen, sehingga jasad renik tanah sebagai pelaku pembusukan tidak mampu melakukan
tugasnya secara baik. Akhirnya bahon-bahan organik dari pepohonan yang telah mati dan
tumbang tertumpuk dan lambat laun berubah menjadi gambut yang tebalnya bisa
mencapai 20 m.

10

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Menurut Irwan (1992), gambut adalah suatu tipe tanah yang terbentuk dari sisasisa tumbuhan (akar, batang, cabang, ranting, daun, dan lainnya) dan mempunyai
kandungan bahan organik yang sangat tinggi. Permukaan gambut tampak seperti kerak
yang berserabut, kemudian bagian dalam yang lembap berisi tumpukan sisa-sisa
tumbuhan, baik itu potongan-potongan kayu besar maupun sisa-sisa tumbuhan lainnya.
Anwar dkk. (1984 dalam Irwan, 1992) mengemukakan bahwa gambut dapat
diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu gambut ombrogen dan gambut topogen.
1.

Gambut Ombrogen
Bentuk gambut ini umum dijumpai dan banyak ditemukan di daerah dekat pantai

dengan kedalaman gambut mencapai 20 m. Air gambut itu sangat asam dan sangat miskin
hara (oligotrofik) terutama kalsium karena tidak ada zat hara yang masuk dari sumber
lain, sehingga tumbuhan yang hidup pada tanah gambut ombrogen menggunakan zat hara
dari gambut dan dari air hujan
2.

Gambut topogen
Bentuk gambut seperti ini tidak sering dijumpai, biasanya terbentuk pada

lekukan-lekukan tanah di pantai-pantai (di balik bukit pasir) dan di daerah pedalaman
yang drainasenya terhambat. Air gambut ini bersifat agak asam dan mengandung zat hara
agak banyak (mesotrofik). Tumbuhan-tumbuhan yang hidup pada tanah gambut topogen
masih mendapatkan zat hara dari tanah mineral, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air
hujan.
Tipe ekosistem hutan gambut ini berada pada daerah yang mempunyai tipe iklim
A dan B (tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson), pada tanah organosol
yang memiliki lapisan gambut setebal lebih dari 50 cm (Santoso,1996; Direktorat
Jenderal Kehutanan, 1976). Hutan gambut itu pada umumnya terletak di antara hutan
rawa dan hutan hujan.
Vegetasi yang menyusun ekosistem hutan gambut merupakan spesies-spesies
tumbuhan yang selalu hijau (evergreen). Spesies-spesies pohon yang banyak dijumpai di
dalam ekosistem hutan gambut antara lain Alstonia spp., Dyera spp., Durio

carinatus, Palaquium spp., Tristania spp., Eugenia spp., Cratoxylon
11

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

arborescens, Tetramerista glabra, Dactyloeladus stenostachys, Diospyros
spp., dan Myristica spp. Khusus di Kalimantan dan Sumatra Selatan, pada
ekosistem hutan gambut banyak dijumpai Gonystylus spp.
FORMASI EDAFIK
1. Hutan Rawa (Swamp Forest)
Hutan Rawa adalah hutan yang tumbuh dan berkembang pada tempat yang
selalu tergenang air tawar atau secara musiman hutan tersebut tergenang air tawar.
Secara periodik daerah-daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila musim
hujan selalu tergenang akan terbentuk hutan rawa. Selain itu Hutan rawa juga
biasanya terdapat di belakang hutan payau atau mangrove.
Ciri dari tipe ekosistem Hutan Rawa adalah hutan yang tumbuh pada
daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak dipengaruhi iklim. Pada
umumnya terletak dibelakang hutan payau dengan jenis tanah aluvial dan
aerasinya buruk. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon-pohon yang tinggi bisa
mencapai 40 m dan terdiri atas banyak lapisan tajuk.
Vegetasi yang menyusun ekosistem hutan rawa termasuk kategori vegetasi yang
selalu hijau, di antaranya adalah berupa pohon-pohon dengan tinggi mencapai 40
meter dan mempunyai beberapa lapisan tajuk. Oleh karena hutan rawa ini
mempunyai beberapa lapisan tajuk (beberapa stratum), maka bentuknya hampir
menyerupai ekosistem hutan hujan tropis. Spesies-spesies pohon yang banyak
terdapat dalam ekosistem hutan rawa antara lain Eucalyptus degulpta, Palaquium
leiocarpum, Shorea uliginosa, Campnosperma macrophylla, Gareinia spp.,
Eugenia spp., Canarium spp., Koompassia spp., Calophyllum spp., Xylopia spp..
Pada umumnya spesies-spesies tumbuhan yang ada di dalam ekosistem hutan
rawa cenderung berkelompok membentuk komunitas tumbuhan yang miskin
spesies. Dengan kata lain, penyebaran spesies tumbuhan yang ada di ekosistem
hutan rawa itu tidak merata.

12

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Ada beberapa daerah berawa yang hanya ditumbuhi rumput, ada pula yang hanya
didominasi oleh pandan dan palem. Meskipun demikian ada juga yang
menyerupai hutan hujan tropis dataran rendah dengan pohon-pohon berakar
tunjang, berbagai spesies palem, dan terdapat spesies-spesies tumbuhan epifit,
tetapi kekayaan jenis dan kepadatannya tentu lebih rendah dibandingkan dengan
ekosistem hutan hujan tropis.

Tipe ekosistem hutan rawa terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia,
misalnya di Sumatra bagian Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku
dan Irian Jaya bagian Selatan.
2. Hutan Payau (Mangrove Forest)
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di
atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh
pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi
pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari
gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
13

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri
tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem
perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran
ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau
bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh
hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai
sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.
Ekosistem hutan payau termasuk tipe ekosistem hutan yang tidak terpengaruh
oleh iklim, tetapi faktor lingkungan yang sangat dominan dalam pembentukan
ekosistem itu adalah faktor edafis. Salah satu faktor lingkungan lainnya yang sangat
menentukan perkembangan hutan payau adalah salinitas atau kadar garam (Kusmana,
1997).
Vegetasi yang terdapat dalam ekosistem hutan payau didominasi oleh tumbuhtumbuhan yang mempunyai akar napas atau pneumatofora (Ewusie, 1990). Di
samping itu, spesies tumbuhan yang hidup dalam ekosistem hutan payau adalah
spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap salinitas
payau dan harus hidup pada kondisi lingkungan yang demikian, sehingga spesies
tumbuhannya disebut tumbuhan halophytes obligat. Tumbuh-tumbuhan itu pada
umumnya merupakan spesies pohon yang dapat mencapai ketinggian 50 m dan hanya
membentuk satu stratum tajuk, sehingga umumnya dikatakan bahwa pada hutan
payau tidak ada stratifikasi tajuk secara lengkap seperti pada tipe-tipe ekosistem
hutan lainnya. tumbuh-tumbuhan yang ada atau dijumpai pada ekosistem hutan payau
terdiri atas 12 genus tumbuhan berbunga antara lain genus Avicennia, Sonneratia,
Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aeigiceras,
Aegiatilis, Snaeda, dan Gonocarpus.
Ekosistem hutan payau di Indonesia memiliki keanekaragaman spesies
tumbuhan yang tinggi dengan jumlah spesies tercatat sebanyak lebih kurang 202
spesies yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies liana, 44
spesies epifit, dan satu spesies sikas (Bengen, 1999). Spesies-spesies pohon utama di

14

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

daerah payau pada umumnya membentuk tegakan murni dan merupakan ciri khas
komunitas tumbuhannya. Spesies-spesies pohon utama itu antara lain Avicennia spp.,
Sonneratia spp., Rhizophora spp., dan Bruguiera spp. Spesies-spesies pohon yang
dapat menjadi pionir menuju ke arah laut adalah Avicennia spp., Sonneratia spp., dan
Rhizophora spp., tetapi bergantung kepada kedalaman pantai dan ombaknya.

Di habitat ini memungkinkan terjalinnya perpaduan yang unik antara organisme
laut dan darat, serta antara organisme air asin dan air tawar.
Ekosistem hutan payau tersebut memiliki fungsi yang sangat kompleks, antara
lain sebagai peredam gelombang laut dan angin badai, pelindung pantai dari proses abrasi
dan erosi, penahan lumpur dan penjerat sedimen, penghasil detritus, sebagai tempat
berlindung dan mencari makan, serta tempat berpijah berbagai spesies biota perairan
payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil kayu. Di samping itu, ekosistem hutan
payau juga sebagai tempat/habitat berbagai satwa liar, terutama spesies burung/aves dan
mamalia, sehingga kelestarian hutan payau akan berperan dalam melestarikan berbagai
satwa liar tersebut.
15

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

3. Hutan Pantai (Littoral Forest)
Hutan pantai adalah hutan yang tumbuh di muara sungai daerah pasang surut atau
tepi laut. Ciri hutan pantai Tidak terpengaruh iklim; Tanah kering (tanah pasir, berbatu
karang, lempung); Tanah rendah pantai; Pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphi, dan
Dapat dijumpai terutama di pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat daya Sumatera dan
pantai Sulawesi.
Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan
kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah
seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi atau
terkena angin kencang dengan embusan garam.
Spesies-spesies pohon yang pada umumnya terdapat dalam ekosistem hutan
pantai antara lain Barringtonia asiatica, Terminalia catappa, Calophyllum inophyllum,
Hibiscus tiliaceus, Casuarina equisetifolia, dan Pisonia grandis. Selain spesies-spesies
pohon tersebut, temyata kadang-kadang terdapat juga spesies pohon Hernandia peltata,
Manilkara kauki, dan Sterculia foetida.
Apabila dilihat perkembangan vegetasi yang ada di daerah pantai (litoral), maka
sesungguhnya sering dijumpai dua formasi vegetasi, yaitu formasi Pescaprae dan formasi
Barringtonia.
Formasi Pescaprae
Formasi ini terdapat pada tumpukan-tumpukan pasir yang mengalami proses
peninggian di sepanjang pantai, dan hampir terdapat di selumh pantai Indonesia.
Komposisi spesies tumbuhan pada formasi pescaprae di mana saja hampir sama karena
spesies tumbuhannya didominasi oleh Ipomoea pescaprae (katang-katang) salah satu
spesies tumbuhan menjalar, herba rendah yang akamya mampu mengikat pasir.
Sebetulnya nama fomlasi pescaprae diambil dari nama spesies tumbuhan yang dominan
itu. Akan tetapi, ada spesies-spesies tumbuhan lainnya yang umumnya terdapat pada
formasi pescaprae antara lain Cyperus penduculatus, Cyperus stoloniferus, Thuarea
linvoluta, Spinifex littoralis, Vitex trifolia, Ishaemum muticum, Euphorbia atoto, Launaca
sarmontasa, Fimbristylis sericea, Canavalia abtusiofolia, Triumfetta repens, Uigna
marina, Ipomea carnosa, Ipomoea denticulata, dan Ipomoea littoralis.

16

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Gambar 2. Ipomea Pescaprae (Irwanto, 2008)
Formasi ini terdapat di atas formasi pescaprae, yaitu pada daerah pantai persis di
belakang formasi pescaprae yang telah memungkinkan untuk ditumbuhi berbagai spesies
pohon khas hutan pantai.
Formasi Barringtonia
Disebut formasi Barringtonia karena spesies tumbuhan yang dominan di daerah
ini adalah spesies pohon Barringtonia asiatica. Sebenarnya yang dimaksud ekosistem
hutan pantai adalah formasi Barringtonia ini. Beberapa spesies pohon yang tumbuh di
pantai dan menyusun ekosistem hutan pantai antara lain Barringtonia asiatica,
Casuarina

equisetifolia,

Terminalia

eatappa,

Hibiscus

tiliaceus,

Calophyllum

inophyllum, Hernandia peltata, Sterculia foetida, Manilkara kauki, Cocos nucifera,
Crinum asiaticu.

17

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Gambar. 3. Formasi Barringtonia (Irwanto, 2008)

2.3

Pengertian Kebakaran Hutan
Kebakaran Hutan merupakan suatu faktor lingkungan dari api yang memberikan

pengaruh terhadap hutan, menimbulkan dampak negatif maupun positif. Kebakaran Hutan yang
terjadi adalah akibat ulah manusia maupun faktor alam. Penyebab Kebakaran Hutan yang
terbanyak karena tindakan dan kelalaian manusia. Ada yang menyebutkan hampir 90%
Kebakaran Hutan disebabkan oleh manusia sedangkan hanya 10% yang disebabkan oleh alam.
Pengertian dan definisi lain yang diberikan untuk Kebakaran Hutan adalah suatu keadaan
dimana hutan dilanda api sehingga berakibat timbulnya kerugian ekosistem dan terancamnya
kelestarian lingkungan. Upaya pencegahan Kebakaran Hutan merupakan suatu usaha
Perlindungan Hutan agar kebakaran hutan yang berdampak negatif tidak meluas.

18

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Menurut Kamus Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Kebakaran
Hutan (Wild Fire Free Burning, Forest Fire) didefinisikan sebagai :
1.

Kebakaran yang tidak disebabkan oleh unsur kesengajaan yang mengakibatkan
kerugian. Kebakaran terjadi karena faktor-faktor:
 Alam (misalnya musim kemarau yang terlalu lama)
 Manusia (misalnya karena kelalaian manusia membuat api di tengah-

tengah hutan di musim kemarau atau di hutan-hutan yang mudah terbakar.
2.

Bentuk Kerusakan Hutan yang disebabkan oleh api di dalam areal hutan negara.

Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga Api
Hutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau Api Hutan adalah Api Liar yang
terjadi di dalam hutan, yang membakar sebagian atau seluruh komponen hutan. Dikenal ada 3
macam kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran hutan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.

Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan yaitu kebakaran yang terjadi pada
lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu kering dan tanaman bawah. Sifat
api permukaan cepat merambat, nyalanya besar dan panas, namun cepat padam.
Dalam kenyataannya semua tipe kebakaran berasal dari api permukaan.

2.

Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu kebakaran yang membakar seluruh tajuk
tanaman pokok terutama pada jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar.
Apabila tajuk hutan cukup rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu
tajuk ke tajuk yang lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun
tidak saling bersentuhan.

3.

Api Tanah adalah api yang membakar lapisan organik yang dibawah lantai hutan.
Oleh karena sedikit udara dan bahan organik ini, kebakaran yang terjadi tidak
ditandai dengan adanya nyala api. Penyebaran api juga sangat lambat, bahan api
tertahan dalam waktu yang lama pada suatu tempat.

19

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

2.4

Penyebab Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang paling
besar dan bersifat dan bersifat sangat merugikan. Perbaikan kerusakan hutan akibat
kebakaran memerlukan waktu yang lama, terlebih lagi untuk mengembalikannya menjadi
hutan kembali. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal yang dapat
menyebabkan kebakaran huta seperti berikut ini.
2.4.1

Cuaca Terik Pada Musim Kemarau
Salah satu faktor alam yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan adalah

cuaca yang terik pada musim kemarau. Kejadian ini yang termasuk sering terjadi dihutan
Indonesia khususnya pada periode April hingga September. Cuaca yang terik
menyebabkan pohon-pohon menjadi kering terutama ilalang, ranting dan dedaunan dan
ini sangat mudah sekali terbakar.
2.4.2

Sambaran Petir
Faktor alam lainnya yang menjadi sebab hutan kita terbakar adalah sambaran

petir. Peristiwa ini lebih sering terjadi pada periode awal-awal musim penghujan tiba.
Hutan yang kering akibat musim kemarau yang sangat panjang akan mudah sekali
terbakar jika tersambar petir. Dan ini merupakan salah satu penyebab utamanya selain
kecerobohan manusia dan pembakaran.
2.4.3

Kecerobohan Manusia
Penyebab kebakaran hutan di Indonesia tidak hanya karena faktor alam saja,

melainkan juga karena faktor kelalaian atau kecerobohan manusia. Menurut catatan,
beberapa hutan terbakar karena kelalaian manusia contohnya adalah lupa untuk
mematikan api unggun ketika berkemah atau membuang puntung rokok sembarangan
(disekitar hutan).

20

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

2.4.4

Alih Fungsi Lahan
Penyebab lainnya yang membuat hutan kita terbakar adalah alih fungsi lahan. Ini

dilakukan oleh banyak perusahaan yang membakar hutan untuk membuat pabrik, hal ini
dilakukan karena berbiaya jauh lebih murah dibandingkan menggunakan alat berat. Ini
juga dilakukan masyarakat sekitar untuk membuka lahan pertanian dengan cara
membakar hutan.

2.5

Dampak Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan di Indonesia adalah peristiwa dimana hutan yang digologkan
sebagai ekologi alamiah mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh aktfitas
pembakaran secara besar-besaran. Pada dasarnya, peristiwa ini memberi dampak negatif
maupun positif. Namun, jika dicermati, dampak negatif kebakaran hutan jauh lebih
mendominasi ketimbang dampak positifnya. Oleh sebab itu hal ini penting untuk dicegah
agar dampak negatifnya tidak merugikan manusia terlalu banyak. Salah satu upaya
pencegahan yang paling mendasar adalah dengan memahami penyebab terjadinya
kebakaran hutan di Indonesia.
Di dalam Kamus Kehutanan yang diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan RI,
disebutkan bahwa kebakaran hutan disebabkan oleh alam dan manusia. Konteks alam
mencakup musim kemarau yang berkepanjanganjuga sambaran petir. Sementara faktor
manusia antara lain kelalaian membuang punting rokok, membakar hutan dalam rangka
pembukaan lahan, api unggun yang lupa dimatikan dan masih banyak lagi lainnya.
Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan antara lain :

1.

Kebakaran hutan akan menyebarkan sejumlah emisi gas karbon ke
wilayah atmosfer dan berperan dalam fenomena penipisan lapisan ozon.

2.

Dengan terbakarnya hutan, satwa liar akan kehilangan rumah tempat
mereka hidup dan mencari makan. Hilangnya satwa dalam jumlah yang
besar tentu akan berakibat pada ketidakseimbangan ekosistem.

21

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

3.

Hutan identik dengan pohon. Dan pepohonan identik sebagai pendaur
ulang udara serta akarnya berperan dalam mengunci tanah serta menyerap
air hujan. Jika pepohonan berkurang, dipastikan beberapa bencana akan
datang seperti bajir atau longsor.

4.

Kebakaran hutan di Indonesia akan membuat bangsa kita kehilangan
bahan baku industri yang akan berpengaruh pada perekonomian.

5.

Jumlah hutan yang terus berkurang akan membuat cuaca cenderung panas.

6.

Asap dari hutan akan membuat masyarakat terganggu dan terserang
penyakit yang berhubungan dengan pernapasan.

7.

Kebakaran hutan bisa berdampak pada menurunnya jumlah wisatawan
yang berkunjung ke sebuah Negara.

2.6

Pengendalian Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan hutan yang
berakibat tergdegradasinya hutan di Indonesia, Untuk melindungi kerusakan hutan yang
disebabkan oleh kebakaran dilakukan kegiatan pengendalian kebakaran hutan
meliputi:
a) Pencegahan
b) Pemadaman
c) Penanganan Pasca Kebakaran
(Pasal 20 PP No. 45 tentang Perlindungan Hutan)

PENCEGAHAN
Dari penjabaran yang sudah dijelaskan, kebakaran hutan meengundang kerugian
yang sangat banyak. Perbaikan kerusakan hutan akibat kebakaran memerlukan waktu
yang lama, terlebih lagi untuk mengembalikannya menjadi hutan kembali. Oleh karena
itu, kita perlu memperhatikan beberapa hal yang dapat menyebabkan kebakaran hutan
seperti berikut ini :
1. Memperhatikan wilayah hutan dengan titik api (hot spot) cukup tinggi terutama
lahan gambut di musim panas dan kemarau yang berkepanjangan.
2. Dilarang membuka ladang atau lahan pertanian dengan cara membakar hutan.
3. Dilarang meninggalkan bekas api unggun yang membara di hutan.
4. Tidak membuat arang di hutan.
22

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

5. Tidak membuang puntung rokok sembarangan di dalam hutan.
Banyak antisipasi yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran
hutan diantaranya adalah :
1. Membuat menara pengamat yang tinggi berikut alat telekomunikasi.
2. Melakukan patroli keliling hutan secara rutin untuk mengatasi kemungkinan
kebakaran.
3. Menyediakan sistem transportasi mobil pemadam kebakaran yang siap digunakan.
4. Melakukan pemotretan citra secara berkala, terutama di musim kemarau untuk
memantau wilayah hutan dnegan titik api cukup tinggi yang merupakan rawan
kebakaran.
PEMADAMAN
Apabila terjadi kebakaran hutan maka cara yang dapat dilakukan untuk
melakukan pemadaman kebakaran hutan adalah sebagai berikut.
1. Melakukan penyemprotan air secara langsung apabila kebakaran hutan bersekala
kecil.
2. Jika api dari kebakaran bersekala luas dan besar, kita dapat melokalisasi api
dengan membakar daerah sekitar kebakaran dan mengarahkan api ke pusat
pembakaran, yaitu umumnya dimulai dari daerah yang menghambat jalannya api
seperti sungai, danau, jalan, dan puncak bukit.
3. Melakukan penyemprotan air secara merata dari udara dengna menggunakan
helikopter atau pesawat udara.
4. Membuat hujan buatan.
PENANGANAN PASCA KEBAKARAN HUTAN
Penanganan pasca kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan
yang meliputi inventarisasi, monitoring dan evaluasi serta koordinasi dalam rangka
menangani suatu areal setelah terbakar, berikut ini catatan saya mengenai kegiatan
penanganan pasca kebakaran hutan

23

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Penanganan pasca kebakaran hutan dilakukan melalui kegiatan :
1. Pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket);
2. Identifikasi;
3. Monitoring dan evaluasi;
4. Rehabilitasi; dan
5. Penegakan hukum.

Pengumpulan bahan keterangan, dilakukan melalui pengecekan lapangan pada
areal yang terbakar dengan menggunakan data titik panas yang terpantau, pengumpulan
contoh tanah, tumbuhan, dan bukti lainnya di areal yang terbakar.
Identifikasi dilakukan untuk mengetahui penyebab kebakaran, luas kebakaran,
tipe vegetasi yang terbakar, pengaruhnya terhadap lingkungan dan ekosistem.
Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau kegiatan pengendalian
kebakaran yang telah dilakukan dan perkembangan areal bekas kebakaran.
Rehabilitasi dilakukan dalam rangka merehabilitasi kawasan bekas kebakaran
dengan mempertimbangkan rekomendasi dan atau masukan berdasarkan data dan
informasi yang diperoleh dari hasil identifikasi.
Penegakan hukum dilakukan dalam rangka upaya proses penindakan hukum
dibidang kebakaran hutan dengan diawali kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan
yang berkaitan dengan terjadinya pelanggaran sebagai bahan penyidikan.

24

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

2.7

Peraturan Pemerintah di Indonesia Tentang Kehutanan

Berikut ini beberapa peraturan pemerintah di Indonesia tentang
Kehutanan :
1. Undang Undang RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
2. PP No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
3. PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan
4. Permenhut No. P. 18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam
Pakai Kawasan Hutan
5. Permenhut No. 60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian
Keberhasilan Reklamasi Hutan
6. Permenhut No. P.04/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Reklamasi
Hutan
7. Permenhut No. P.63/MenhutII/2011 tentang Pedoman Penanaman
Bagi Pemegang IPPKH Dalam Rangka Rehabilitasi DAS.
Peraturan Terkait Lainnya:
-

PP. 24 tahun 2010 = Penggunaan Kawasan Hutan

-

PP. 18 tahun 2011 = Pedoman pinjam pakai kawasan hutan (turunan PP 24) (versi
baru dari P 43/2008 ttg pedoman pinjam pakai kawasan hutan)

25

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

-

P.39/Menhut-II/2010 = Pola Umum, Kriteria, dan Standar Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan terkait pasal 7 PP 76/2008)

-

P.12/Menhut-II/2011 = Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Tahun 2011

-

P.32/Menhut-II/2009 = Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan
dan Lahan DAS (RTkRHL-DAS)terkait pasal 13 ayat 5 PP 76/2008)

-

P.35/Menhut-II/2010 = Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No
P.32/Menhut-II/2009

-

P.37/Menhut-V/2010 = Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (RPRHL)terkait Pasal 15 ayat (4) dan Pasal 16 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008)

-

P.38/Menhut-V/2010 = Tata Cara Penyusunan Rencana Tahunan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan (RTnRHL)terkait pasal 20 PP 76/2008)

-

P.39/Menhut-II/2009 = Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu

REKLAMASI HUTAN (Di Dalam Kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan)
-

PP.

76

thn

2008

=

Rehabilitasi

dan

Reklamasi

Hutan

P.04/Menhut-II/2011 = Pedoman Reklamasi Hutan (terkait pasal 51 ayat 6 PP.76
thn 2008)
-

P.60/Menhut-II/2009 = Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan (terkait
pasal 50 ayat 5 PP.76 thn 2008)

REHABILITASI HUTAN (Di Luar Kawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Salah satunya Wilayah DAS)

26

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

-

P.63/Menhut-II/2011 = Pedoman Penanaman Bagi pemegang Izin Pinjam Pakai
Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi DAS

-

P.70/Menhut-II/2008 = Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan (termasuk
Penilaian Keberhasilan Rehabilitasi Hutan) (terkait Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37,
Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 PP. 76 thn 2008)

-

P.26/Menhut-II/2010 = Perubahan Terhadap Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
70/Menhut-II/2008

2.8

Contoh kasus
Ini Penyebab Kebakaran Hutan di Riau
Saturday, 15 March 2014, 11:18 WIB

27

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Gambar Asap akibat kebakaran hutan di Pekanbaru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan meyakini adanya oknum
tertentu yang membuat terjadinya kebakaran hutan di Riau seluas 10 ribu hektar lebih. Kepala
Humas dan Pusat Informasi Kemenhut, Sumarto mengatakan, hutan di Riau merupakan hutan
dari gambut yang sulit terbakar sekalipun kemarau.
''Gambut sangat susah terbakar, jenuh air, kondisi normal gambut tidak mudah terbakar,''
kata dia, Sabtu (15/3).
Gambut hanya bisa terbakar dalam keadaan kering dan musim kemarau tidak membuat
gambut kering. Menurut Sumarto kebakaran hutan ini sudah direncanakan oleh oknum tertentu.
Di awali dengan pembakaran lahan.
Bagaimana caranya? oknum sadar bahwa gambut sangat sulit dibakar, maka dibuatlah
kanal-kanal. Kanal-kanal tersebut terdapat sungai kecil yang fungsinya untuk mengeringkan
gambut dari air. ''Masalahnya gambut itu selalu basah di akarnya, dan tugas dari sungai kecil itu
supaya air di dalam akar gambut itu mengalir dan gambut jadi kering,'' kata Sumarto.
Jika sudah kering barulah dibakar untuk membuat lahan baru yang kosong. Tapi efeknya
lainnya tidak diperkirakan. Api yang sudah masuk ke dalam akar gambut sangat sulit untuk
dipadamkan. Sekalipun sudah dilakukan penyemperotan, namun api tetap membara di akarnya
dan akan kembali terbakar jika terkena angin.
''Mau pakai waterpom mungkin hanya berhenti sebentar,'' kata Sumarto.
Efek selanjutnya ialah asap dari kebakaran tersebut. Asap gambut sangat parah dengan
perbandingan satu hektar lahan gambut yang terbakar asapnya sama seperti seribu hektar lahan
biasa yang terbakar.
Sumarto menjelaskan, dari sini sudah terlihat kerugian dari segi ekonomi karena asap.
Sejumlah Bandara seperti di Riau, Padang, dan Jambi ditiadakan karena asap. ''Hitung saja
penerbangannya yang gagal itu kerugiannya,'' kata dia.
Selanjutnya, dari segi ekonomi sosial masyarakat yang terganggu. Beberapa toko lebih
memilih tutup karena kabut asap. Kemudian, dari segi kesehatan mulai dari ISPA sampai ke
Kanker. Sumarto mengatakan, puncaknya ialah kerusakan sistem ekologi, seperti fauna (satwa)
yang mati.
''Dampak ke ekonomi sangat besar dan dampaknya kepada ekologi yang paling tidak
terhitung,'' kata Sumarto.
Reporter : wahyu syahputra
Redaktur : Muhammad Hafil

28

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1

Simpulan
Kebakaran Hutan merupakan suatu faktor lingkungan dari api yang memberikan

pengaruh terhadap hutan, menimbulkan dampak negatif maupun positif. Penyebab
Kebakaran Hutan yang terjadi adalah akibat ulah manusia maupun faktor alam. Penyebab
Kebakaran Hutan yang terbanyak karena tindakan dan kelalaian manusia. Ada yang
menyebutkan hampir 90% Kebakaran Hutan disebabkan oleh manusia sedangkan hanya
10% yang disebabkan oleh alam.
Dampak dari kebakaran hutan salah satunya adalah menyebarkan sejumlah emisi
gas karbon ke wilayah atmosfer dan berperan dalam fenomena penipisan lapisan ozon.
Terdapat beberapa langkah dalam menangani kebakaran hutan, diantaranya pencegahan,
pemadaman, rehabilitasi.
Berdasarkan contoh kasus diatas, disimpulkan bahwa penyebabkan terjadinya
kebakaran hutan di riau disebabkan oleh oknum tertentu.
3.2

Saran
Berdasarkan

contoh

kasus

diatas,

terlihat

kurangnya

pengawasan dari pemerintah sehingga menyebabkan hutan di riau
terjadi kebakaran hutan. Saran dari penulis lebih di perketat kembali
29

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

pengawasan
pemerintah

terhadap
terhadap

hutan

dan

beberapa

peraturan

tindakan

yang

manusia

tegas
yang

dari
dapat

menyebabkan terjadinya kebakaran hutan.
Selain itu, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hutan
harus lebih ditingkatkan lagi, karena melihat contoh kasus kebakaran
hutan diatas terjadi karena perilaku manusia. Sehingga kejadian
kebakran hutan dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
Arief Arifin. Ir, M.P. 2001. “Hutan & Kehutanan”. KANISIUS. Yogyakarta.
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Richard & Steven, 1988. Forest Ecosystem : Academic Press. San Diego. California.
Arief, A. 1994, Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia
Jakarta.
Anonim, “Hutan” http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan diunduh pada tanggal 12-11-2014

Anonim, 2013. “Apa Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan Di Indonesia?”
http://www.invonesia.com/penyebab-dampak-kebakaran-hutan.html diunduh pada tanggal
13-11-2014

30

MAKALAH KEBAKARAN HUTAN

Anonim,

2012

“Definisi

Kebakaran

Hutan”

http://pengertian-

definisi.blogspot.com/2012/04/pengertian-dan-definisi-kebakaran-hutan.html

diunduh

pada tanggal 17-11-2014
Anonim,

2011.

“Ekosistem

Hutan

Hujan

Tropis”

http://ekologi-

hutan.blogspot.com/2011/10/ekosistem-hutan-hujan-tropis.html di unduh pada tanggal 1811-2014
Hafil

Muhammad,
2014.
“Ini
Penyebab
Kebakaran
di
Riau”
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/15/n2gmmb-ini-penyebabkebakaran-hutan-di-riau diunduh pada tanggal 18-11-2014

Anonim, “Beberapa Peraturan Pemerintah Tentang Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan di
Indonesia”
http://www.greenmining.or.id/new/index.php/peraturan/61-lain-lain/171beberapa-peraturan-pemerintah-tentang-reklamasi-dan-rehabilitasi-hutan-dan-lahan-diindonesia diunduh pada tanggal 19-11-2014
Haryanto
M,
2009.
“Penanganan
Pasca
Kebakaran
Hutan”
http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/12/penanganan-pasca-kebakaran-hutan.html
diunduh pada tanggal 19-11-2014
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan

31