LAPORAN SEMENTARA PRAK TIKUM FARMAKOLOGI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI DASAR
CARA PEMBERIAN OBAT( LUMINAL Na )
SECARA ORAL DAN SUBCUTAN PADA MENCIT

Disusun oleh :

:
Nama Mahasiswa

Mika Mariana
:

Nomor Mahasiswa

14.0453
:

Tgl praktikum

8 April 2015

:

Hari Praktikum

Rabu
:

Dosen Pembimbing

Fef Rukminingsih,M.Sc.,Apt

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKADEMI FARMASI THERESIANA

SEMARANG
2015

CARA PEMBERIAN OBAT( LUMINAL Na )
SECARA ORAL DAN SUBCUTAN PADA MENCIT


1. TUJUAN
-

Mahasiswa dapat mengenal, memperlakukan, hewan uji dengan benar.

-

Mahasiswa diharapkan dapat mengenal cara dan rute pemberian obat secara
peroral, memahami konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat
secara per oral, dan mengenal manifestasi efek obat yang diberikan.

-

Mahasiswa diharapkan dapat mengenal cara dan rute pemberian obat
secara subcutan, memahami

konsekuensi praktis dari pengaruh rute

pemberian obat secara subcutan , dan mengenal manifestasi efek obat yang
diberikan.


2. DASAR TEORI
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang
kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan
sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor
ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi

biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.(Tjay,T.H dan Rahardja K,
2002)
Hewan percobaan ( mencit ) sangat berperan dalam upaya
memperbaiki kesehatan manusia,dimana hewan ini digunakan dalam uji –
uji praklinis obat – obat baru. Penggunaannya dalam percobaan
memerlukan perlakuan yang wajar dan penuh kemanusiaan, mengingat
bahwa perlakuan yang tidak wajar terhadap hewan tersebut akan
memberikan hasil yang menyimpang. Mencit mudah ditangani, bersifat
penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya. Mencit merupakan
hewan nocturnal yang lebih aktif dimalam hari. Aktivitas ini akan
menurun dengan kehadiran manusia. Berat badan mencit yang berumur 4
minggu berkisar antara 20 g. berat dapat meningkat hingga 30 gr saat

dewasa. Mencit perharinya dapat makan 3 – 5 g makanan ( pelet ) dan
nafsu makannya meningkat pada saat bunting dan menyusui. Makanan
harus dicek tiap hari agar jumlahnya mencukupi. Bila kurang atau habis
dan kita lupa memberi makan, sesama mencit dapat saling membunuh.
(Singagerda, 2009)

Rute

pemberiaan

obat

merupakan

salah

satu

factor


yang

mempengaruhi efek obat, karena karateristik lingkungan fisiologis,
anatomi, dan biokimiawi yang berbeda pada daerah kontak permulaan obat
dan tubuh. Karateristik ini berbeda karena suplai darah yang berbeda pada
nasing – masing lokasi pemberian, enzim – enzim dan cairan fisiologis
yang berbeda tiap lokasi, dan perbedaan struktur anatomi dari lingkungan
tempat terjadinya kontak antara obat dengan tubuh.( katzug , B.G,2001)
Rute penggunaan obat dapat dengan cara: (Anief, M., 1994)
a. melalui rute oral
b. melalui rute parenteral
c. melalui rute inhalasi
d. melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina
dan sebagainya
e. melalui rute kulit

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan
besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula
kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat
secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh

tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja
setempat misalnya salep.( anief, 1990 )
subkutan ( SC ) lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan
dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan,
menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase,
suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan (Joenoes,
2002).
Subkutan atau bawah kulit ( sc ) disuntikkan kedalam tubuh melalui
bagian yang sedikit lemaknya dan masuk kedalam jaringan kulit, volume yang
diberikan tidak lebih dari 1ml (Joenoes, 2002)
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa
organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya
membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang.
Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai
mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai dengan
kematian. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit
dengan dosis hipnotik. Tidurnya merupakan tidur fisiologis, tidak disertai
mimpi yang mengganggu (Ganiswara, 1995).
Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium

lebih cepat diabsorbsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi antara 1060 menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh
adanya makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan
dapat lewat plasenta, ikatan dengan PP sesuai dengan kelarutannya dalam
lemak, thiopental yang terbesar, terikat lebih dari 65%. Kira-kira 25%
fenobarbital dan hampir semua aprobarbital diekskresi kedalam urin dalam
bentuk utuh (Ganiswara, 1995).

3 ALAT DAN BAHAN
-

Hewan percobaan : mencit , jenis kelamin jantan
ALAT
 Spuit inj
 Jarum oral
 Beaker glass
 Timbangan

BAHAN
 Luminal tablet 30 mg
 Subkutan luminal injeksi

 Cairan pembawa :
Oral : CMC 0,5 %
Subkutan : aqua bidest

4. PROSEDUR KERJA
Dibuat Suspensi CMC Na 0,5 % 50 ml (Kontrol negative oral )
Dibuat Larutan Luminal Na konsentrasi 1 mg/ml ( Oral )
Dibuat Larutan Luminal Na konsentrasi 1 mg/ml ( Injeksi )
Timbang mencit , catat beratnya ,beri tanda identitas

Dihitung Dosis dan volume larutan obat yang akan diberikan
Rute pemberian obat secara oral
dipegang mencit pada tengkuknya

Jarum oral yang telah diisi obat dimasukkan ke mulut mencit melalui langit-langit
masuk esofagus.

Dorong larutan obat tersebut ke dalam esofagus.

Pengamatan :

 Catat waktu pemberian obat, mulai timbulnya efek (onset) dan hilangnya efek.
 Efek yang diamati, diantaranya :
1. Aktivitas spontan dari respon terhadap rangsangan/ stimulus pada keadaan
normal
2. Perubahan aktivitas baik spontan maupun distimulasi.
3. Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil.
4. Diam, tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba.
5. Catat waktu hingga mencit sadar.

Rute pemberian obat secara subcutan.
dipegang mencit pada tengkuknya.

Suntikkan larutan obat dengan jarum suntik ke dalam jaringan kulit di daerah
tengkuk mencit.

Pengamatan :
 Catat waktu pemberian obat, mulai timbulnya efek (onset) dan hilangnya efek.
 Efek yang diamati, diantaranya :
1


Aktivitas spontan dari respon terhadap rangsangan/ stimulus pada keadaan
normal

2

Perubahan aktivitas baik spontan maupun distimulasi.

3

Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil.

4

Diam, tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba.

5

Catat waktu hingga mencit sadar.

5. HASIL PENGOLAHAN DATA SERTA GRAFIK

I.

Perhitungan pembuatan suspensi CMC Na 0,5 % 50 ml (Kontrol negativeoral)
0,5
CMC Na = 100 X 50 ml = 0,25 gram + Aqua bidestillata ad 50 ml

II.

III.

Perhitungan pembuatan larutan Luminal konsentrasi 1 mg / ml ( per oral )
50 ml
30 ml X 1 tablet = 1,7 tablet + larutan CMC Na ad 50 ml
Perhitungan pembuatan larutan injeksi Luminal dari sediaan Sibital injeksi
200 mg 100 mg
2 ml = 1 ml
V1.N1 = V2.N2
100 mg
1 mg
V1. 1 ml =50 ml . ml
V1=0,5 ml
Ambil Sibital injeksi sebanyak 0,5 ml + aquadest ad 50 ml

IV.

Data Bobot mencit
Rute Oral

Rute Subcutan

Mencit I ( kontrol )

28,1 gr

24,4 gr

Mencit II

32,7 gr

29 gr

Mencit III

31 gr

24.7 gr

V.

Perhitungan dosis Luminal Na ( Mencit III – control peroral )
Dosis Luminal Na

VI.

= 30 – 120 mg (120+30 ) :2 = 75 mg

Dosis Lazim untuk 70 kg manusia

70
= 50 x 75 mg = 105 mg

Dosis Lazim untuk 20 gr mencit

= 105 mg x 0,0026 = 0,273 mg

Dosis Lazim untuk 31 gr mencit

31 gr
= 20 gr x 0, 273 mg = 0,423 mg

Perhitungan volume Luminal Na ( Mencit I – kontrol subcutan)
D x BB = C x V
0,273 mg
20 gr x 31 gr = 1 x V
0,423 ml = V
V= 0,42 ml
Tabel Hasil Pengamatan Pemberian Luminal Na secara Oral

Bobot
Mencit

Menci

Waktu

t

pemberian

Onzet

Bangu
n

Durasi
(menit
)

( gr )
Mencit I (kontrol )

28,1

17. 29

18. 10 ( 41 )

19. 25

75

Mencit II

32,7

17. 20

17. 32 ( 12 )

19. 30

118

Mencit III

31

17. 35

18. 00 ( 25 )

-

-

Rata-rata ( II &
III )

( 18,5 )

118

Maka data ini jika digambarkan ddalam bentuk grafik adalah :

120
100
80
Onzet
Durasi

60
40
20
0
Mencit I (kontrol)

Mencit II

Mencit III

Tabel Hasil Pengamatan Pemberian Luminal Na secara Subcutan

Bobot
Mencit

Menci

Waktu

t

pemberian

Onzet

Bangu
n

Durasi
(menit
)

( gr )
Mencit I (kontrol )

22,4

17. 27

17. 58 ( 31 )

18. 17

50

Mencit II

29

17. 20

17. 35 ( 15 )

19. 15

100

Mencit III

24,7 gr

17. 22

17. 34 ( 12 )

19. 25

111

Rata-rata ( II &
III )

( 13,5 )

Maka data ini jika digambarkan ddalam bentuk grafik adalah :

105,5

120
100
80
Onzet
Durasi

60
40
20
0
Mencit I (kontrol)

6 .

Mencit II

Mencit III

PEMBAHASAN
Pada praktikum farmakologi kali ini mempelajari tentang pengaruh rute

pemberiaan secara oral dan subcutan terhadap efek farmakologi obat dalam tubuh
hewan uji ( mencit ). Mencit dipilih karena memiliki struktur dan sistem organ yang
hampir mirip dengan manusia. Mencit yang digunakan adalah mencit jantan karena
mencit jantan tidak mengalami siklus menstruasi seperti mencit betina. Hormon
yang ada pada saat siklus menstruasi dapat mempengaruhi efek obat pada mencit.
Praktikum ini menggunakan obat luminal na, yang akan digunakan pada
hewan uji untuk melihat efek yang ditimbulkannya. Sediaan injeksi luminal na
terlebih

dahulu dibuat menjadi larutan stok dengan konsentrasi 1 mg / ml. dosis

yang diberikan pada tiap – tiap mencit berbeda tergantung berat badan mencit.
Sehari sebelum praktikum mencit harus dipuasakan terlebih dahulu, hal ini
dimaksudkan agar saluran pencernaan

dari mencit kosong. Sebab jika ada

makanan didalam saluran pencernaan akan mempengaruhi proses absorpsi obat.
Proses penimbangan mencit juga harus diperhatikan.
Sebagai control negative pemberiaan oral larutan yang diberikan adalah
suspense CMC Na 0,5 % , dan sebagai control negative subcutan adalah aqua bides.
Obat yang dikonsumsi dapat menimbulkan efek apabila obat tersebut dalam bentuk

bebas dan tidak berikatan dengan protein dalam tubuh. Semakin besar Ka / tetapan
disosiasi, maka semakin

tinggi afinitas ( keterikatan ) dan semakin erat ikatan

obat dengan protein. Apabila hai ini terjadi maka obat akan semakin tidak berefek,
jadi dikehendaki Ka / tetapan disosiasi adalah kecil.
Onset (mula kerja obat ) dihitung dari mencit mulai tidur dan tidak
memberikan respon saat ada rangsangan dari luar. Sedangkan durasi ( lama kerja
obat dalam tubuh ) dihitung dari awal tertidur hingga mencit sadar atau terbangun
dari tidurnya akibat efek yang ditimbulkannya.
Secara teori pemberiaan obat secara subcutan lebih cepat dicapai onsetnya
dibandingkan dengan pemberiaan secara peroral. Dikarenakan pemberiaan obat
secara subcutan diabsorbsi dengan cepat melalui pembulun darah. Sedangkan
pemberiaan secara peroral melaui proses absorbs. Absorbsi adalah perpindahan obat
dari tempat pemberiaan menuju sirkulasi sistemik melalui membrane biologi.
Pemberiaan obat melalui oral ini tempat absorbsi utama adalah usus halus.
Dalam praktikum ini rata–rata pemberian rute oral onset nya adalah 25
menit. Pada percobaan pemberian secara oral ini rata–rata onset nya adalah 18,5
menit. Pada mencit I ( kontrol per oral ) mencit tertidur pada menit ke 41 dengan
durasi waktu bangun adalah 75 menit. Mencit kontrol yang tidak diberikan obat
Luminal Na juga tertidur dikarenakan mencit kelelahan setelah berpuasa selama
kurang lebih selama 12 jam. Pada mencit II onset nya adalah 12 menit,kemungkinan
terjadi karena kesalahan persepsi pengamatan. Seharusnya diamati ketika mencit
benar-benar sudah

tertidur, bukan saat mencit mulai lemas. Waktu bangun

mencit II adalah 118 menit. Pada mencit III onset nya adalah 25 menit tetapi waktu
bangun mencit tidak
obat yaitu dimulai pukul
pukul 19.30. Keterlambatan

diketahui dikarenakan terjadi keterlambatan pemberian
18.35 sedangkan praktikum berakhir sampai dengan
pemberian obat ini dikarenakan praktikan takut

memegang mencit dan harus dibantu oleh asisten laborat.
Teori rata – rata pemberiaan rute subcutan onsetnya adalah 20 menit. Dalam
percobaan kelompok kami

rata–rata pemberian rute subcutan onset nya adalah

13,5 menit. Pada mencit I ( kontrol subcutan ) mencit tertidur pada menit ke 31
dengan durasi waktu bangun adalah 19 menit. Mencit kontrol yang tidak diberikan
obat Luminal Na juga tertidur dikarenakan mencit kelelahan setelah berpuasa selama
kurang lebih selama 12 jam. Pada percobaan pemberian secara subcutan onset yang
didapat pada mencit II adalah 15 menit, dan waktu bangun mencit adalah 100 menit.
Pada mencit III onset yang didapat adalah 12 menit dan waktu bangun mencit adalah

111 menit.
Data yang diperoleh pada percobaan pemberian secara oral dan subcutan
setelah dihitung secara statistik menunjukkan perbedaan onzet secara teori dan praktek
kali ini.
Faktor yang dapat menyebabkan penyimpangan hasil percobaan ini antara lain :
1. Bahan obat yang keluar atau tumpah sehingga dosisnya tidak tepat.
2. Salah persepsi pada pengamatan onset
3. Mencit mengalami depresi , stress karena sering dipegang sehingga setelah
disuntik efek sedatifnya tidak begitu optimal .

7. KESIMPULAN
1. Mahasiswa telah mampu mengenal cara pemberiaan obat secara oral
dan subcutan.
2. Pada percobaan pemberiaan obat secara subcutan ini menghasilkan
hasil onset da durasi yang lebih cepat dari pemberiaan secara oral.
3. Penyimpangan yang terjadi pada hasil praktikum ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu teknik penyuntikan yang salah,
persepsi pengamatan onset yang berbeda dan kondiso psikis mencit.

8. DAFTAR PUSTAKA
 Katzug, Bertram G, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika,
Jakarta
 Anief, Moh.,1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah
Mada University, DI Yogyakrta
 Tjay, Tan Hoan dan K. Raharja, 2007, Obat – Obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan efek – efek sampingnya Edisi kelima cetakan
pertama. PT. Gramedia, Jakarta.
 Ganiswara, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya
Baru.
 Joenoes, Z. N., 2002, Ars Prescribendi Jilid 3, Airlangga University
Press, Surabaya, hal.

Semarang, 8 April 2015

Dosen Pembimbing

( Fef Rukminingsih, M. Sc.,Apt )

Praktikan

( Mika Mariana )