Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit

LAPORAN AKHIR

“Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit Asma di Kelurahan Bulu Lor

Semarang Utara, Kota Semarang Tahun 2015 “

Disusun Oleh:

Kelompok 2 Kelas D 2013

Indira Krisma Rusady 25010113140251 Falentine Lidya Telussa

25010113140252 Rini Oktaviani Handayani

25010113140253 Astrid Ayu Utami

25010113130254 Dhia Ghoniyyah

25010113130255 Dina Happy Yusinta

25010113130256 Merry Putri Sirait

25010113140257 Rifha Asti Hardinawanti

25010113140259 Syifa Awalia Rahma

25010113140260 Kristian Yudhianto

25010113140312 Armen Zufri

Tugas PBL dilakukan untuk memenuhi salah satu Tugas MK Isu Terkini Penyakit

Tidak Menular Semester V 3 sks

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015

HALAMAN PENGESAHAN

(Laporan Project Based Learning Isu Terkini Penyakit Tidak Menular)

1. Judul

Analisis Faktor Risiko Penyebab Penyakit Asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang Utara, Kota Semarang Tahun 2015.

2. Penyusun

Kelompok 2 Kelas D-2013

Nama / NIM :

Indira Krisma Rusady

25010113140251

Falentine Lidya Telussa

25010113140252 Rini Oktaviani Handayani 25010113140253

Astrid Ayu Utami

25010113130254

Dhia Ghoniyyah

25010113130255

Dina Happy Yusinta

25010113130256

Merry Putri Siratit

25010113140257

Rifha Asti Hardinawanti

25010113140259

Syifa Awalia Rahma

25010113140260

Kristian Yudhianto

25010113140312

25010115183023 Kelompok/Semester/Tahun :

Armen Zufri

Kelompok 2/ Semester V/ 2015

3. Nama Mata Kuliah/sks : Isu Terkini Penyakit Tidak Menular / 3 sks

4. Lokasi Kegiatan Kelurahan Bulu Lor, Semarang Utara.

5. Waktu Kegiatan

Kota Semarang September-Oktober 2015

Sudah diperiksa isi materi keilmuan dan disetujui.

Semarang, 06 Oktober 2015

Dosen Pembimbing/Penguji PJBL

Lintang Dian Saraswati, SKM, M.Kes NIP. 198111042003122001

Menyetujui, Penanggung Jawab Mata Kuliah Isu Terkini Penyakit Tidak Menular

Dr. Baju Widjasena, M. Erg NIP. 197006281997021001

DAFTAR ISTILAH

ETAC : Early Treatment of Atopic Children FEV : Forced Expired Volume FVC : Forced Vital Capacity GINA : Global Initiative for Asthma HRB : Heperreaksi Bronkus

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Angket Penelitian ...................................................... 63 Lampiran 2. Lembar Observasi Penelitian .................................................. 66 Lampiran 3. Formulir Informed Consent .................................................... 67 Lampiran 4. Dokumentasi ........................................................................... 68

BAB 1 PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang

Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Lebih dari seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma dengan peningkatan prevalensi pada anak-anak. Asma merupakan gangguan saluran nafas yang sangat kompleks, tidak memiliki sifat yang khas, baik gambaran klinis, faktor pencetus proses perjalanan penyakit, maupun pola mekanisme terjadinya sangat bervariasi. Asma merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang meyebabkan peradangan. Biasanya penyempitan ini sementara, penyakit ini paling banyak menyerang anak dan berpotensi untuk menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik atau kronik, cenderung pada malam hari atau dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma pada pasien atau keluarganya, sedangkan sebab- sebab lain sudah disingkirkan.

Di Indonesia, penelitian tentang asma pada umumnya dilakukan dengan kuesioner tentang adanya serangan asma dan mengi saja tanpa disertai hasil tes faal paru untuk mengetahui adanya hiperreaksi bronkus (HRB), hampir semua penelitian dilakukan di lingkungan khusus misalnya di sekolah atau rumah sakit, jarang dilakukan di masyarakat. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Semarang prevalensi kasus asma di Semarang pada tahun 2014 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 prevalensi kasus asma sebesar 5040 kasus dan pada tahun 2014 sebesar

5711 kasus. Kasus tertinggi berada di Kelurahan Bulu Lor yaitu sebesar 1,31%.

Asma ringan sampai sedang dikarakteristikkan dengan kontraksi otot polos saluran napas, edema mukosa, infiltrasi selular, dan sumbatan mukus dalam lumen saluran napas, yang merupakan faktor yang berkontribusi pada bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran napas. Hal ini dihasilkan dari hiperrespons otot polos trakeobronkial terhadap rangsangan mekanik, kimia, lingkungan, alergik (asma ekstrinsik), farmakologik, atau rangsangan yang tidak diketahui.

Faktor risiko asma terdiri dari beberapa faktor, diantaranya Faktor Pejamu, Faktor Lingkungan, dan Faktor Pencetus. Faktor pejamu yang menyebabkan terjadinya penyakit asma yaitu genetik , obesitas, jenis kelamin dan ras (Nuranida Librianty, 2015). Faktor Lingkungan terdiri dari: (1) Alergen di dalam ruangan seperti mite domestic, alergen binatang, alergen kecoa, dan jamur (fungi, molds, yeasts); (2) Alergen di luar ruangan seperti tepung sari bunga, jamur (fungi, molds, yeasts); (3) Bahan di lingkungan kerja seperti asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan, infeksi parasite, status sosio ekonomi, besar keluarga, diet dan obat, obesity ( PDPI, 2004). Selain faktor pejamu dan lingkungan, terdapat faktor yang mempengaruhi timbulnya asma yaitu faktor pencetus. Faktor pencetus dapat berupa : Alergen (debu, bulu binatang, kecoa, jamur, tepung sari, dan sebagainya); Infeksi virus pernapasan, polutan, dan obat-obatan. (Nuranida Librianty, 2015)

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko yang menjadi penyebab penyakit asma di kelurahan Bululor Semarang Utara, Semarang

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan apa saja yang berperan sebagai penyebab asma pada masyarakat kelurahan Bululor Semarang Utara, Semarang

2. Untuk mengidentifikasi faktor perilaku apa saja yang berperan sebagai penyebab penyakit asma pada masyarakat kelurahan Bululor Semarang Utara, Semarang.

3. Untuk mengetahui prevalensi asma pada masyarakat di kelurahan Bululor Semarang Utara, Semarang

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.3 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang mengenai sekitar 3 hingga 4 persen populasi umum. Tanda utama asma adalah obstruksi saluran napas reversible akibat kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mucus, dan edema mukosa. (Kenneth J. Leveno et al. 2004)

Gambar1. Orang dengan sakit asma

Asma adalah suatu penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang disebabkan oleh alergi. Gejalanya seperti sesak napas, sulit menarik dan mengeluarkan napas, kadang disertai bunyi mengik dan batuk yang disebabkan gangguan kontraksi (penyempitan saluran pernapasan). (Widjaja. 2008)

Asma adalah penyakit alergi yang mengenai saluran napas bagian bawah, sehingga timbul keluhan berulang berupa batuk, napas berbunyi atau sesak napas apabila terpicu alergen atau pencetus (Indarto, 2005).

Asma juga merupakan suatu keadaan di mana saluran napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan. Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paruparu normal tidak akan mempengaruhi saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Bagi penderita asma melakukan aktivitas fisik atau kegiatan yang berat dapat menjadi pencetus terjadinya serangan. (Sigit Nugroho. 2009)

Asma paling banyak ditemukan pada anak-anak dibandingkan populasi lainnya. Meskipun teknologi pengobatan telah berkembang pesat, bahkan telah ditemukan pengobatan yang efektif (Mannino dkk, dalam McMullen 2007), namun angka kejadian asma terus meningkat tajam. World Health Organization (WHO) memperkirakan 1 anak dari setiap 10 anak Indonesia yang menderita asma, suatu angka yang meningkat dalam 5 tahun terakhir (Indarto, 2005). Hal ini sangat berpotensi menjadi beban kesehatan pada tahun tahun mendatang. (Setia dan Lusi, 2005)

Kata asma berasal dari Yunani berarti sukar bernafas (Sundaru, 1995) batasan asma yang lengkap menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA (Global Initiative for Asthma) yang disusun oleh National Lung, Heart, and Blood Institute Amerika yang bekerjasama dengan WHO dan dipublikasikan pada nbulan Januari 1995. Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang terdapat berbagai sel yang memgang peranan, uta,ama sel mast, eosinophil, dan limfosit T. individu yang peka terhadap inflamasi ini menyebabkan episode berulang berupa mengi sesak nafas rasa berat didada serta batuk terutama malam hari atau dini hari. Inflamasi ini juga menyebabkan peningkatan kepekaan saluan nafas terhadap berbagai rangsangan, ( GINA 2006) Bila rangsangan saluran nafas Kata asma berasal dari Yunani berarti sukar bernafas (Sundaru, 1995) batasan asma yang lengkap menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA (Global Initiative for Asthma) yang disusun oleh National Lung, Heart, and Blood Institute Amerika yang bekerjasama dengan WHO dan dipublikasikan pada nbulan Januari 1995. Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang terdapat berbagai sel yang memgang peranan, uta,ama sel mast, eosinophil, dan limfosit T. individu yang peka terhadap inflamasi ini menyebabkan episode berulang berupa mengi sesak nafas rasa berat didada serta batuk terutama malam hari atau dini hari. Inflamasi ini juga menyebabkan peningkatan kepekaan saluan nafas terhadap berbagai rangsangan, ( GINA 2006) Bila rangsangan saluran nafas

Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan, terutama dinegara maju. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak, asma merupakan suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang meyebabkan peradangan. Biasanya penyempitan ini sementara, penyakit ini paling banyak menyerang anak dan berpotensi untuk menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan. (Nelson, 1996)

Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Lebih dari seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma dengan peningkatan prevalensi pada anakanak2). Asma merupakan gangguan saluran nafas yang sangat kompleks, tidak memiliki sifat yang khas, baik gambaran klinis, faktor pencetus proses perjalanan penyakit, maupun pola mekanisme terjadinya sangat bervariasi. Meskipun begitu, asma memiliki ciri klasik berupa mengi (wheezing), bronkokontriksi, terjadi sembab mukosa dan hipersekresi (Lenfant C. Khaltaev N, 2002)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara

umum pada orang dewasa

2.1.2 Riwayat Alamiah Penyakit Asma

Riwayat alamiah penyakit dapat di golongkan dalam lima tahap yaitu sebagai berikut:

a. Tahap prepatogenesis

Pada tahap ini, telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit tetapi interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh. Selain itu, pada tahap ini terjadi interaksi awal antara faktor-faktor host, agent dan environment. Dengan kata lain, Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agent penyakit (stage of suseptibility). Menurut National Heart, Lung and Blood Institute, Pada tahap ini, telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit penyakit tetapi interaksi ini terjadi di luar tubuh manusia dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam tubuh. Selain itu, pada tahap ini terjadi interaksi awal antara faktor-faktor host, agent dan environment. Dengan kata lain, Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh serangan agent penyakit (stage of suseptibility). Menurut National Heart, Lung and Blood Institute,

Gambar2. Tahap Prepatogenesis Asma

Pada tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh penjamu masih kuat. Interaksi yang terjadi antara penjamu atau host dengan bibit penyakit seperti anak-anak sekolah dasar yang suka bermain pasir atau tanah. Anak-anak SD tersebut sebenarnya mereka sudah terpapar debu akibat mereka main tanah, main dipinggir jalan, dan lain sebagainya sebagai pemicu munculnya penyakit asma, namun mereka belum menyadari bahwa debu merupakan faktor pencetus munculnya asma.

b. Tahap inkubasi / tahap patogenesis

Tahap ini, bibit penyakit sudah masuk ke dalam tubuh penjamu, tetapi gejala-gejala penyakitnya belum nampak atau gejalanya terselubung. Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala Tahap ini, bibit penyakit sudah masuk ke dalam tubuh penjamu, tetapi gejala-gejala penyakitnya belum nampak atau gejalanya terselubung. Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala

Pada orang-orang tertentu, sistem imunitasnya bekerja lepas kendali dan menimbulkan reaksi alergi. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma:

1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonsriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi adalah gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.

Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti:

a. Perubahan cuaca dan suhu udara

b. Polusi udara

c. Asap rokok

d. Gangguan emosi

e. Olahraga yang berlebihan

2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan dan sekaligus hiperresponsivitas (respon berlebih) dari saluran pernapasan.

Oleh kalangan kedokteran, inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.

Gejala-gejalanya biasanya berlangsung lebih lama (kronis) dan lebih sulit diatasi.

Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tempil dalam bentuk:

a. Ingestan : alergen yang masuk tubuh melalui mulut (makanan, obat-obatan)

b. Inhalan : alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut (serbuk bunga, tungau, jamur)

c. Kontak dengan kulit (bedak, lotion, perhiasan) (Vitahealth, 2007)

Ketika alergen memasuki tubuh pengidap alergi, maka sistem imunitasnya akan memproduksi antibodi khusus yang disebut Ig E secara abnormal. Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada sel batang yang terdapat pada paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru dan saluran pernapasan lalu membangkitkan suatu reaksi dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin.

c. Tahap penyakit dini

Tahap ini mulai di hitung dari munculnya gejala-gejala penyakit asma. Pada tahap ini penjamu sudah jatuh sakit tetapi masih ringan dan masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis (pathologic changes), meskipun penyakit masih dalam masa subklinik (stage of subclinical disease).

Tanda-tanda peringatan awal dialami penderita asma sebelum munculnya suatu episode serangan asma. Tanda-tanda ini sifatnya unik untuk setiap individu. Selain itu, pada individu Tanda-tanda peringatan awal dialami penderita asma sebelum munculnya suatu episode serangan asma. Tanda-tanda ini sifatnya unik untuk setiap individu. Selain itu, pada individu

1. Perubahan pola pernapasan

2. Bersin-bersin

3. Perubahan suasana hati

4. Hidung mampat

5. Batuk

6. Gatal-gatal pada tenggorokan

7. Merasa capai

8. Lingkaran hitam di bawah mata

9. Susah tidur

(Vitahealth, 2007)

d. Tahap penyakit lanjut

Bila penyakit host bertambah parah, karena tidak di obati dan tidak memperhatikan anjuran- anjuran yang di berikan pada tahap penyakit dini, maka penyakit masuk pada tahap lanjut. Gejalanya meliputi:

1. Napas berat yang berbunyi “ngik-ngik”

2. Batuk-batuk

3. Napas pendek tersengal-sengal

4. Sesak dada

5. Susah berbicara dan berkonsentrasi

6. Jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal

7. Napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya

8. Angka performa penggunaan Peak Flow Meter menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya”

Penjamu tidak sanggup lagi melakukan aktifitas sehingga memerlukan perawatan dan pengobatan intensif. Pada tahap ini penjamu sudah jatuh sakit dan penyakit asmanya sudah parah akibat tidak melakukan pengobatan segera pada tahap dini. Selain itu, akibat penyakit nya sudah parah maka host tidak dapat lagi melakukan aktifitas kesehariannya sehingga sudah memerlukan perawatan dan pengobatan yang intensif.

e. Tahap penyakit akhir

 Sembuh sempurna artinya bentuk dan fungsi tubuh penjamu kembali berfungsi seperti keadaan sebelumnya. Apabila host atau anak-anak rajin mengonsumsi obat penakit asma dan rajin memeriksa ke dokter tiap bulan maka bentuk dan fungsi tubuhnya kembali seperti semula.

 Sembuh tapi cacat artinya penyakit penjamu berakhir tetapi kesembuhannya tak sempurna karena terjadi cacat.  Karier yaitu pada perjalanan penyakit seolah terhenti karena gejala penyakit tak tampak lagi ternyata dalam tubuh penjamu masih terdapat bibit penyakit. Artinya anak-anak atau host yang terkena penyakit sudah dinyatakan sembuh dengan tanda dan gejalanya sudah hilang. Akibatnya obat asma tidak lagi di konsumsi dan penyakit asma dikontrol maka suatu saat penyakit asma tersebut dapat kambuh atu muncul kembali.

 Kronis yaitu pada tahap ini perjalanan penyakit tampak terhenti tapi gejala penyakitnya tidak berubah seperti sesak napas.

 Meninggal dunia yaitu apabila keadaan penyakit bertambah parah dan tidak dapat diobati lagi sehingga berhentinya penyakit karena penjamu meninggal dunia. Apabila penyakit asmanya tidak segera di obati maka penyempitan saluran pernapasannya semakin parah  Meninggal dunia yaitu apabila keadaan penyakit bertambah parah dan tidak dapat diobati lagi sehingga berhentinya penyakit karena penjamu meninggal dunia. Apabila penyakit asmanya tidak segera di obati maka penyempitan saluran pernapasannya semakin parah

2.1.3 Level of Prevention Asma

Level of prevention secara umum adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Tabel Level of Prevention Asma

Level of prevention menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orang tua asma) dengan cara:

- Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/ anak

- Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan dengan syarat diet

tersebut tidak mengganggu asupan janin - Pemberian asi ekslusif sampai usia 6 bulan - Diet hipealergenik ibu menyusui

2. Pencegahan sekunder

Ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau , debu rumah

3. Pencegahan tersier

Ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang elah menunjukan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study ( early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama

18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serpuk rumbut (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma

Sedangkan level of prevention menurut Leavell & Clarks adalah sebagai berikut:

1. Promotion of health

Dalam tingkat ini dilakukan pendidikan kesehatan, misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan seperti penyediaan air rumah tangga yang baik, perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran, air limbah, hygiene perorangan, rekreasi, sex education, persiapan memasuki kehidupan pra nikah dan persiapan menopause. Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan kesehatan pada umumnya. Contoh pada penyakit asma:

 Penyediaan makanan & minuman yang sehat serta bergizi

baik dalam kualitas maupun kuantitas.  Perbaikan kebersihan sanitasi lingkungan, terutama mencegah terjadinya pencemaran udara yang dapat mengganggu sistem pernapasan dan dapat menyebabkan terjadi asma.

 Pendidikan kesehatan secara dini kepada masyarakat

mengenai penyakit asma.  Usaha kesehatan jiwa agar tercapai perkembangan

kepribadian yang baik.

2. Specific protection

Program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus, pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di Negara-negara berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun anak-anaknya masih rendah. Selain itu pendidikan kesehatan diperlukan sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan baik ditempat-tempat umum maupun tempat kerja. Contoh pada penyakit asma:

 Melakukan pengecekan / kontrol secara rutin mengenai perkembangan penyakit asma yang diderita.  Melakukan check up untuk mengetahui apakah terkena

penyakit asma atau tidak.  Hindari memelihara hewan yang berbulu lebat agar tidak

alergi.  Hindari rokok dan alkohol.  Gunakan pendingin udara (AC).

3. Early diagnosys and prompt treatment

Diagnosis dini dan pengobatan yang cepat serta terapi yang signifikan terhadap asma dapat mengurangi beban sosial ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Dalam pendiagnosisan penyakit asma yang perlu diperhatikan adanya tidaknya gejala penyempitan atau sumbatan aliran udara atau respon yang berlebihan pada aliran udara. Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat responmpengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan Dalam pendiagnosisan penyakit asma yang perlu diperhatikan adanya tidaknya gejala penyempitan atau sumbatan aliran udara atau respon yang berlebihan pada aliran udara. Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversibel, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat responmpengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan

Cara lain dapat dilakukan dengan menghindari asap rokok, membeli obat pereda asma dan melakukan check up setiap bulannya.

4. Limitation of disability

Dilakukan waktu pejamu sakit untuk mencegah cacat lebih lanjut, fisik, sosial maupun mental. Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang di sebakan suatu penyakit bila sudah terjadi kecacatan maka di cegah agar kecacatan tersebut tidak bertambah berat (dibatasi), dan fungsi dari alat tubuh ini dipertahanjan semaksimal mungkin. Contohnya tahap ini menyiapkan obat- obatan yang diperlukan agar penyakit tidak semakin parah. Dalam hal penyakit asma pembatasan kecacatan dapat dilakukan dengan melakukan olahraga secara teratur dan mengkonsumsi makanan bergizi dan sehat, terapi asma, dan latihan pernapasan. Cara lain dapat digunakan dengan menggunakan masker agar terhidar dari paparan debu.

5. Rehabilitation

Merupakan usaha untuk mengembalikan bekas penderitan ke dalam masyarakat, sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya sendiri dan masyarakat

sesuai dengan kemampuan. Tujuan rehabilitasi adalah :

semaksimal-maksimalnya

- Penderita dapat merawat dirinya sendiri.

- Agar penderita dapat melakukan kegiatannya seperti

sebelum penyakit menyerang. - Menyadarkan masyarakat agar menerima kembali

sipenderita. Rehabilitasi dapat dilakukan dengan rehabilitasi medik,

dengan prosedur sebagai berikut : - Pengenceran lendir dalam pengobatan asma - Pengaliran lendir dengan gaya gravitasi - Penghangatan dengan alat diathermi atau short wave

diathermy, yaitu untuk memberikan efek penghangatan jaringan didalam dan relaksasi otot-otot pernapasan sehingga dapat melancarkan aliran darah dan saluran pernapasan.

- Latihan pernapasan, latihan ini agar membuat penderita asma dapat melatih pernapasannya, sehingga saat terjadi serangan dampaknya bisa diminimalisasikan dengan latihan pernapasan. Rehabilitasi lain dapat dilakukan dengan cara menerapkan

pola hidup bersih dan sehat sera istirahat yang cukup, mengontrol pola makan, mengatur emosional.

2.1.4 Patogenesis Asma

Asma ringan sampai sedang dikarakteristikkan dengan kontraksi otot polos saluran napas, edema mukosa, infiltrasi selular, dan sumbatan mukus dalam lumen saluran napas, yang merupakan faktor yang berkontribusi pada bronkokonstriksi dan hiperaktivitas saluran napas. Hal ini dihasilkan dari hiperrespons otot polos trakeobronkial terhadap rangsangan mekanik, kimia, lingkungan, alergik (asma ekstrinsik), farmakologik, atau rangsangan yang tidak diketahui.

Hipotesis Mc Fadden (1986) menyatakan bahwa pada perangsangan saluran napas penderita asma akan terjadi reaksi pada Hipotesis Mc Fadden (1986) menyatakan bahwa pada perangsangan saluran napas penderita asma akan terjadi reaksi pada

1. Reaksi cepat, timbul beberapa menit sampai 2 jam (maksimum) berupa pembebasan mediator reaksi alergi dari sel mast. Reaksi cepat terutama menyebabkan bronkospasme.

2. Reaksi lambat, timbul setelah 3-5 jam kemudian. Pada reaksi lambat ini juga terjadi spasme bronkus yang disertai dengan edema mukosa dan inflamasi saluran napas, mencapai maksimum setelah 4-8 jam dan menghilang setelah 8-12 jam atau lebih lama. Reaksi lambat ini berupa reaksi inflamasi (peradangan saluran napas karena infiltrasi sel radang terutama sel eosinofil), hiperreaktivitas saluran napas dan bronkospasme. Peningkatan hiperreaktivitas saluran napas timbul 8 jam setelah perangsangan dengan alergen atau stimulus lain dan menetap atau bertambah berat sampai beberapa hari, bahkan dapat sampai beberapa minggu. Bila terjadi peningkatan hiperreaktivitas bronkus, akan terjadi peningkatan sensitivitas terhadap stimulasi non alergik, seperti asap, debu, udara dingin, kerja fisik, emosi, histamine, metakolin, dan toluene diisosianat. Inilah yang menyebabkan penyakit asma makin memberat.

Asma Sebagai Suatu Penyakit Inflamasi Sekarang terdapat bukti yang meyakinkan bahwa beberapa jenis

sel inflamasi, seperti sel mastosit, makrofag, eosinophil, limfosit, dan sel-sel epitel termasuk dalam patogenesis asma. Banyak sekali mediator inflamasi yang telah dilibatkan dalam asma, termasuk histamin, produk sikloolsigenase (prostaglandin, leukotriene, dan sitokin), produk lipooksigenase, platelet activating factors, kinin, adenosine, komplemen, serotonin, faktor kemotaktik, dan oksigen radikal, yang memperantarai respons awal asmatik, termasuk sel inflamasi, seperti sel mastosit, makrofag, eosinophil, limfosit, dan sel-sel epitel termasuk dalam patogenesis asma. Banyak sekali mediator inflamasi yang telah dilibatkan dalam asma, termasuk histamin, produk sikloolsigenase (prostaglandin, leukotriene, dan sitokin), produk lipooksigenase, platelet activating factors, kinin, adenosine, komplemen, serotonin, faktor kemotaktik, dan oksigen radikal, yang memperantarai respons awal asmatik, termasuk

Pada asma berat terjadi hipertrofi otot polos saluran napas dan kelenjar sekretori, pengelupasan epitelium, dan terlihat pula adanya penebalan lamina propria. Mekanisme yang mendasari patogenesis asma bersifat multifactorial, tetapi sebagian besar dipicu oleh degranulasi sel mastosit dan diikuti dengan pembebasan mediator- mediator inflamasi.

Pada asma ekstrinsik, mekanisme yang mendasari bronkokonstriksi berawal ketika pemicu pertama menyebabkan pasien mengalami sensitisasi terhadap suatu allergen, seperti inhalasi polen yang kemudian dicerna oleh lisozim mukosa membebaskan protein yang larut dalam air. Absorpsi protein-protein ini menghasilkan pembebasan imunoglobin spesifik (IgE) oleh sel-sel plasma jaringan limfoid dalam saluran napas. IgE yang terbebas ini menempel pada permukaan sel-sel mastosit dan sel basofil. Pada pemaparan berikutnya terhadap polen yang sama pada pasien atopik akan menimbulkan reaksi alergik. Pada waktu ini terjadi, dengan adanya antigen, sel-sel mastosit yang mengandung IgE yang telah disensitisasi membebaskan zat-zat farmakologik aktif (mediator), seperti histamin slow reaction substance of anaphylaxis (SRS-A) eosinophilic chemotactic factor of anaphylaxis, serotonin, kinin, dan prostaglandin. Zat ini memberikan efek vasodilatasi, sekresi mukus yang

(vasodilatasi), inflamasi, bronkokonstriksi, dan kombinasi dari faktor-faktor ini menimbulkan obstruksi bronkial diikuti oleh gejala- gejala khas asma bronkial. Infeksi juga mempunyai potensi untuk menimbulkan bronkokonstriksi yang disebabkan oleh edema dan inflamasi. Senyawa seperti kromolin natrium yang mencegah pembebasan mediator merupakan zat profilaksis yang sangat berguna dalam pengelolaan asma.

kental,

edema

mukosa

Gambar 3. Hipotesis terjadinya bronkokonstriksi. Dimodifikasi dari Me Fadden ER Jr. Pathophysiology of Asthma and the Importantce of

Inflamation. Managing Asthma ini 80’s . Exerpta Medica, 1986.

2.1.5 Faktor Risiko Asma

Faktor risiko asma terdiri dari beberapa faktor, diantaranya :

a. Faktor individu

1. Riwayat Asma Selama berabad-abad telah diketahui bahwa asma merupakan penyakit yang diturunkan dalam keluarga. Telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa orang tua asma merupakan prediktor yang kuat terhadap kejadian asma pada anaknya. Hasil penelitian Laisina (2007) menunjukkan bahwa kejadian asma pada anak yang orang tuanya memiliki riwayat asma adalah 72,7 % dan terdapat hubungan antara riwayat asma pada orang tua dengan kejadian asma pada anak (p < 0,001).

2. Riwayat Atopi Atopi adalah suatu keadaan respon seseorang yang tinggi terhadap protein asing yang sering bermanifestasi berupa rinitis alergika, urtikaria atau dermatitis (Djojodibroto, 2009). Sebagian besar pasien asma berasal dari keluarga atopi, dan kandungan IgE spesifik pada seorang bayi dapat menjadi prediktor untuk terjadinya asma kelak di kemudian hari (Akib, 2002).

3. Jenis kelamin Pada anak-anak yang berjenis kelamin laki-laki lebih berisiko untuk terjadinya asma dibandingkan pada anak- anak yang berjenis kelamin perempuan. Mendekati usia 14 tahun prevalensi asma hampir dua kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan pada anak perempuan. Namun, Pada masa dewasa jumlah asma lebih besar pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Pada dasarnya alasan keterkaitan antara jenis kelamin dengan penyakit asma belum jelas. Namun, ukuran paru-paru laki-laki lebih kecil daripada paru-paru perempuan ketika dilahirkan, dan berkembang menjadi besar pada saat dewasa (GINA, 2012).

b. Faktor lingkungan

1. Infeksi Infeksi saluran pernapasan oleh virus berperan penting terhadap kejadian asma. Menurut Ronmark, et al dalam Laisina (2007) pada penelitian kohort selama 1 tahun terhadap 3525 anak usia 7 dan 8 tahun mendapatkan adanya hubungan antara infeksi saluran napas dengan kejadian asma.

2. Perabotan rumah tangga Tungau Debu Rumah (TDR) merupakan alergen inhalan penting yang berhubungan dengan timbulnya asma. Populasi TDR paling banyak ditemukan pada kasur dan bantal. Konsentrasi TDR dermatophagoides farinae lebih tinggi secara bermakna pada kasur yang terbuat dari kapuk daripada yang terbuat dari busa. Seperti kasur dan bantal, karpet juga sering menampung bahan alergenik seperti TDR, serpihan kulit atau bulu binatang. konsentrasi TDR lebih tinggi 10 kali pada ruang tamu yang di dalamnya terdapat karpet (Laisina, 2007).

3. Asap rokok Aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan nafas. Pajanan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya pada gejala penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko asma dan serangan asma. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa risiko munculnya asma meningkat pada anak yang terpajan sebagai perokok pasif dengan OR = 3,3 (95% CI 1,41-5,74) (Purnomo, 2008).

4. Pemakaian obat nyamuk Studi epidemiologis menunjukkan bahwa pajanan jangka panjang terhadap asap obat nyamuk dikaitkan dengan asma dan mengpersisten pada anak-anak (Mshelia et al, 2013). Obat nyamuk semprot maupun asap obat nyamuk bakar merupakan iritan inhalan yang sering digunakan dan dapat menyebabkan hiperreaktifitas bronkus, namun sejauh mana pengaruhnya terhadap asma masih belum jelas (Laisina, 2007).

5. Sulfur dioksida dan Nitrogen dioksida Menurut Lee (2012) gas Sulfur dioksida (SO2) umumnya berasal dari pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur yang sebagian besar berasal dari batubara dan minyak, Selting logam, dan proses industri lainnya. Bukti ilmiah saat ini menyatakan bahwa terdapat hubungan pajanan jangka pendek terhadap SO2, mulai dari 5 menit sampai 24 jam dengan berbagai efek pernapasan yang merugikan termasuk bronkokonstriksi dan peningkatan gejala asma (EPA, 2013). Penelitian Speizer and Frank dalam Lee (2012) menyatakan bahwa setelah menghirup rata-rata 16 ppm SO2 saat istirahat, kurang dari 1% gas SO2 dapat dideteksi pada orofaring. Penelitian tentang hubungan SO2 dengan kejadian asma juga telah dilakukan di Asia tepatnya di Cina. Hasil dari Northeast Chinese Children Health study menyatakan terbukti bahwa konsensentrasi SO2 pada udara ambien secara positf berhubungan dengan asma pada anak-anak (Dong et al, 2011). Pada penderita asma, pajanan tingkat rendah NO2 dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas bronkial dan membuat anak-anak lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Eksposur jangka panjang untuk tingkat tinggi NO2 dapat menyebabkan bronkitis kronis (EPA, 2012).

6. Binatang peliharaan Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui (Purnomo,2008).

7. Cuaca Indonesia merupakan negara dengan dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Keduanya memiliki tiga komponen yang berperan antara lain suhu udara, kelembaban dan curah hujan. Kelembapan yang tinggi, suhu udara rendah dan curah hujan yang tinggi merupakan faktor pencetus serangan asma.Udara dingin dapat mencetuskan serangan asma dengan cara meningkatkan hiperresponsivitas saluran napas yang menyebabkan bronkokontriksi dan menimbulkan gejala sesak dan mengi (Kusbiantoro, 2005).

c. Faktor Perilaku

1. Pola makan Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab asma (Purnomo, 2008). Dalam beberapa penelitian juga menyatakan bahwa meningkatnya konsumsi makanan olahan dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan seperti buah dan sayur berkontribusi dalam meningkatkan kejadian asma (GINA, 2012). Hasil penelitian Sihombing (2010) menyatakan bahwa pada kebiasaan dalam mengonsumsi makanan yang diawetkan memperlihatkan bahwa responden yang sering mengonsumsi makanan yang diawetkan berisiko 0,9 kali mendapat asma (OR=0,9; 95% CI 0,8-0,9).

3. Latihan Fisik Latihan fisik (exercise) didefinisikan sebagai sub kelompok aktivitas fisik berupa gerakan tubuh yang terencana terstruktur dan berulang untuk memperbaiki atua memelihara satu atau lebih komponen kebugaran fisik (Gibney, 2005). Aktivitas gerak 3. Latihan Fisik Latihan fisik (exercise) didefinisikan sebagai sub kelompok aktivitas fisik berupa gerakan tubuh yang terencana terstruktur dan berulang untuk memperbaiki atua memelihara satu atau lebih komponen kebugaran fisik (Gibney, 2005). Aktivitas gerak

4. Perubahan emosi Peran faktor psikologis dalam perkembangan serangan asma akut sudah lama diketahui, perasaan cemas dan depresi seringkali bertepatan dengan terjadinya gejala asma. Mekanisme yang menyebabkan eksaserbasi asma ini belum dipahami secara pasti. Diduga bahwa fluktuasi penyempitan jalan napas dikarenakan emosi yang negatif (Herdi, 2011).

5. Pemberian ASI eksklusif Menurut PP Nomor 33 tahun 2012, Air Susu Ibu Eksklusif (ASI) adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Dari studi secara ekstensif, pola makan individu terutama dalam pemberian ASI sangat berhubungan dengan perkembangan penyakit asma. Data menyebutkan bahwa bayi yang diberikan susu sapi dan protein kedelai mempunyai insiden mengi lebih tinggi pada awal masa kanak-kanak dibandingkan bayi yang diberikan ASI (GINA,

2012). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ASI ekslusif berhubungan dengan penurunan risiko asma, diduga karena adanya efek imunomodulasi dan pencegah infeksi (Afdal, 2012).

2.1.6 Dampak Asma

Penderita penyakit asma akan mengalami kesulitan bernapas dan rasa sesak dalam dada. Biasanya disertai dengan batuk dan ketika bernapas mengeluarkan bunyi yang tinggi tetapi terdengar menyempit. Selain kesulitan bernapas orang yang menderita penyakit asma juga akan merasa lemah dan terkadang mukanya berubah menjadi kebiruan, kelenjar ludah hanya menghasilkan sedikit air ludah yang sangat kental, penderita asma yang akut juga bisa mengalami pingsan. (Redaksi agromedia, 2008)

Selama serangan asma, sesak napas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat. Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan.

Pada serangan asma batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan

PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.

Serangan asma memiliki dampak negatif pada kehamilan. Adanya asma akan meningkatkan persalinan prematur, bayi lahir dengan berat bayi rendah, kematian perinatal dan pre-eklampsia (kenaikan tekanan darah saat kehamilan). Wanita hamil dengan asma tidak harus menghentikan pengobatan kecuali atas saran dokter. Asma menyerang selama kehamilan biasanya paling buruk pada minggu ke 24-36. Jarang terjadi serangan selama proses persalinan dan akan kembali “normal” dalam 3 bulan setelah persalinan.

2.1.7 Epidemiologi Asma

Penyakit asma termasuk lima besar penyebab kematian di dunia, yaitu mencapai 17,4 persen. Sementara di Indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed.

Dilaporkan adanya peningkatan prevalensi asma di seluruh dunia secara umum dan peningkatan frekuensi perawatan penderita asma di RS atau kunjungan ke unit emergensi. Hal ini diduga disebabkan oleh peningkatan kontak dan interaksi dengan allergen di rumah (asap, merokok pasif) dan allergen di atmosfer (debu kendaraan bermotor).

Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada orang dewasa, dalam 10 tahun terakhir meningkat sebesar 50%. Prevalensi asma di Jepang dilaporkan meningkat hampir 3 kali lipat jika dibandingkan dengan prevalensi Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada orang dewasa, dalam 10 tahun terakhir meningkat sebesar 50%. Prevalensi asma di Jepang dilaporkan meningkat hampir 3 kali lipat jika dibandingkan dengan prevalensi

Penelitian prevalensi asma di Australia pada tahun 1982-1992 didasarkan pada data atopi, mengi dan HRH menunjukkan kenaikan prevalensi asma akut di daerah lembab (Belmont) dari 4,4% (1982) menjadi 11,9% (1992). Prevalensi asma di Singapura meningkat dari 3,9% (1976) menjadi 13,7% (1987). Di Manila dari 14,2% menjadi 22,7% (1987). Data dari daerah perifer yang kering prevalensi asma adalah sebesar 0,5% dari 215 anak dengan bakat atpi 20,5% , mengi 2% dan HRH 4%.

Serangan asma juga semakin berat, terlihat dari meningkatnya angka kejadian asma rawat inap dan angka kematian oleh karena asma. Asma juga merubah kualitas hidup penderita dan menjadi sebab peningkatan absent anak sekolah dan kehilangan jam kerja. Di Perancis, biaya untuk asma meningkat terus dan mencapai 1% dari biaya pemeliharaan kesehatan langsung dan tidak langsung.

Di Indonesia, penelitian tentang asma pada umumnya dilakukan dengan kuesioner dan jarang dengan HRB, hampir semua penelitian dilakukan di lingkungan khusus misalnya di sekolah atau rumah sakit, jarang dilakukan di masyarakat.

Gambar 4. Distribusi Kasus PTM (Asma) tahun 2010 s/d 2014 Kota

Semarang

Beradasarkan Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2009-2014 angka kejadian asma fluktuatif yaitu pada tahun 2010 tercatat 14569 kasus. Tahun 2011 ada 17670 kasus, tahun 2012 ada 5674 kasus, tahun 2013 ada 5040 kasus dan tahun 2014 ada 5711 kasus.

2.1.8 Kebijakan Pengendalian dan Penanggulangan Asma

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 - Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Didalam keputusan ini mengatur tentang pengendalian penyakit asma akibat terjadinya transisi epidemiologi yang dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup dan produktifitas masyarakat, sehingga terdapat kebijakan teknis, standarisasi, bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi di bidang asma.

Selain itu ada pula Program Langit Biru. Program Langit Biru merupakan salah satu upaya yang dikumandangkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengurangi pencemaran udara, khususnya yang bersumber sektor transportasi. Ada tiga upaya yang dilakukan terhadap pencemaran udara akibat transportasi, meliputi mengganti bahan bakar, mengubah mesin kendaraan, dan memasang alat-alat pembersih polutan pada kendaraan (Laila Fitria, 2009).

2.4 Kerangka Teori

30

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini tidak semua faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap gejala asma diteliti untuk membatasi luasnya topik yang akan dibahas.

3.2 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor cuaca dingin dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

2. Ada hubungan antara faktor kepemilikan binatang peliharaan dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

3. Ada hubungan antara perabot rumah tangga yang menjadi alergen dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

4. Ada hubungan antara faktor keterpaparan asap rokok dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

5. Ada hubungan antara faktor pemakaian obat nyamuk bakar maupun semprot dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

6. Ada hubungan antara faktor riwayat asma dengan gejala asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

7. Ada hubungan antara faktor jenis kelamin dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

8. Ada hubungan antara faktor latihan fisik dengan asma di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

3.3 Jenis dan Desain Studi

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode survey, metode wawancara, dan pemanfaatan dokumen serta pendekatan waktu penelitian adalah cross sectional, dimana variabel yang diteliti, diobservasi dan diukur dalam waktu bersamaan.

3.4 Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi adalah sekelompok orang atau objek dengan satu karakteristik umum yang dapat diobservasi (Sulistyaningsih, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah warga di Kelurahan Bulu Lor Semarang.

2. Sampel Sampel adalah subyek yang diambil dari populasi, yang akan diamati dan diukur oleh peneliti (Sulistyaningsih, 2011). Subyek atau sampel yang diamati dalam penelitian ini adalah warga di Kelurahan Bulu Lor Semarang. Dalam menentukan sampel, kami memilih menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang menderita asma.

3. Kriteria inklusi dan eksklusi

a. Kriteria inklusi - Warga Kelurahan Bulu Lor Semarang - Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi - Tidak bersedia menjadi responden

3.5 Variabel yang diukur

Hasil Skala Variabel

Cara

Definisi Operasional

Pengukuran

Ukur Ukur

Variabel Terikat Mengetahui subjek terkena asma dengan

1. Ya

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63