Pelajar Politik dan Pemilu 2014 Majalah

PELAJAR, POLITIK, DAN PEMILU 20141
Oleh: Pan Mohamad Faiz2

Tahun 2014 di Indonesia dianggap oleh sebagian besar kalangan sebagai “Tahun
Politik”. Di tahun ini akan digelar hajatan politik terbesar setiap lima tahunan, yaitu
Pemilihan Umum (Pemilu), baik untuk memilih anggota legislatif ataupun presiden.

Dalam konteks ini, pelajar Indonesia, khususnya yang berada di luar negeri, perlu
melihat Pemilu sebagi proses pematangan, pergantian, ataupun regenerasi
kepemimpinan. Sebab, berbagai macam kebijakan yang memengaruhi kepentingan
masyarakat, baik secara langsung ataupun tidak langsung, akan ditentukan oleh
mereka yang nantinya terpilih. Mulai dari sektor pendidikan, pangan,pertambangan,
kelautan, hingga penegakan hukum akan sangat dipengaruhi oleh keputusan
strategis yang akan mereka buat selama menjabat kelak.

Pelajar Indonesia di luar negeri yang jumlahnya terbilang tidak sedikit, jangan
sampai melewatkan momentum perbaikan bangsa ini dengan bersikap acuh atau
tidak peduli. Mungkin sering timbul pertanyaan, apa pengaruhnya bagi satu orang
pelajar untuk ikut berpartisipasi dalam Pemilu? Bagi saya, satu suara itu adalah
wujud dari upaya dan harapan. Upaya terkecil yang bisa kita sumbangkan untuk
menggapai harapan yang akan menentukan ke mana arah bangsa Indonesia ini mau

dibangun.

Seandainya di antaranya kita pun sudah berada dalam zona nyaman dan merasa
tidak perlu untuk berpartisipasi dalam Pemilu atau menggunakan hak suara, maka
ada baiknya kita sejenak membayangkan puluhan juta rakyat di berbagai penjuru
dan pelosok Indonesia. Mereka masih menggantungkan harapan akan terjadinya
sebuah perubahan besar di tengah banyaknya keterbatasan yang mereka miliki.
Harapan itu mereka gantungkan agar mendapat akses kesehatan dan pendidikan
yang layak, meningkatnya kesejahteraan keluarga, dan terbangunnya fasilitas dan
infrastruktur publik yang lebih baik.

                                                        
1

Tulisan dimuat dalam OZIP Magazine (Australia) untuk Edisi Pemilu pada April 2014.

2

Kandidat PhD Hukum Tata Negara di University of Queensland, Australia. Ketua Umum PPI
Australia dan Koordinator PPI se-Dunia (OISAA).


 



Oleh karenanya, Pemilu ini sejatinya harus dilihat dalam bingkai yang lebih luas,
bukan hanya untuk kepentingan pribadi kita sebagai perorangan atau sekelompok
kecil, tetapi juga untuk membantu mewujudkan harapan bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia yang mungkin tidak seberuntung kita. Sebagai pelajar yang
sering dipandang sebagai kaum intelektual maka sudah sejatinya menjadi tugas kita
bersama untuk ikut peduli terhadap proses perbaikan bangsa dan negara. Salah
satunya dapat kita lakukan dengan partisipasi aktif di dalam Pemilu mendatang.

Pilihan Politik

Tidak ada ketentuan baku mengenai apa yang harus dipegang oleh para pelajar
dalam Pemilu, sebab masing-masing pelajar adalah warga negara Indonesia yang
bebas untuk menentukan kehendak dan pilihannya dalam kegiatan politik. Namun
demikian, setiap pelajar hendaknya mengetahui tentang proses atau mekanisme
tentang pemilihan umum itu sendiri. Tidak kalah pentingnya, pelajar perlu

mengetahui lebih dalam tentang partai atau kandidat legislatif dan presiden yang
akan mereka pilih nanti. Bagi saya pribadi, tidak serta merta kandidat yang populer
di mata masyarakat pasti merupakan kandidat yang terbaik.Oleh sebab itu, perlu
juga diperhatikan track record-nya dan apa gagasan yang ingin mereka perjuangkan
ketika terpilih nanti, baik secara personal ataupun melaluiplatform partai politiknya.
Apakah yang disampaikan itu reliable dan achievable, atau cuma sekedar janji
manis semata.

Saya sangat sepakat jika ada yang mengatakan bahwa pelajar tidak boleh menutup
mata terhadap apa yang terjadi di dunia politik Indonesia. Terlebih lagi, pilihan politik
pelajar sebagai individu adalah hak mutlak yang perlu kita hormati dan hargai.
Tetapi dalam konteks berorganisasi, pedoman utama yang harus ditaati adalah
konstitusi organisasi, yaitu AD/ART dan konvensi atau kesepakatan bersama.

Sebagai contoh, jangan sampai suatu organisasi pelajar yang dibangun berdasarkan
asas independensi atau prasyarat tidak berafiliasi dengan partai politik manapun,
kemudian secara kelembagaan terkooptasi dengan kepentingan politik praktis yang
sempit. Kenapa? Karena hal ini selain menyalahi aturan berorganisasi, juga akan
dapat berpotensi menyebabkan ketidakharmonisan di kalangan internal pengurus
atau bahkan para anggotanya sendiri.


 



Banyak hal yang sebenarnya masih menjadi tugas besar dan program kerja dari
para pelajar Indonesia yang membutuhkan waktu dan energi tidak sedikit untuk
merealisasikannya. Ketika konflik-konflik terjadi akibat munculnya perdebatan politik
praktis di kalangan internal organisasi yang memiliki latar belakang beragam, maka
biasanya konsentrasi dan energi kita akan habis terbuang untuk sekedar
menyelesaikan permasalahan yang sebetulnya dapat dihindari sejak dini. Ibarat
pepatah mengatakan,“Gajah bertarung, pelanduk mati terinjak-injak”.

Pengecualian terjadi jika organisasi pelajar itu memang dimaksudkan untuk dibentuk
sebagai wadah perjuangan dengan garis ideologi atau politik tertentu. Dalam
konteks ini, maka menjadi sah-sah saja ketika mereka melakukan aktivitas yang
sesuai dengan aturan dan pedoman organisasinya.

Partisipasi Politik


Partisipasi politik dalam Pemilu tidak dapat diartikan secara sederhana dengan
dibatasi hanya memberikan suara saja. Tetapi partisipasi politik dapat dilakukan
juga dengan cara terlibat sebagai aktor penentu dalam proses pemilihan umum.
Misalnya, pelajar dapat ambil bagian sebagai penyelenggara pemilu agar
mengetahui betul bagaimana proses pemilu dilaksanakan, sekaligus sebagai
tindakan kontrol dan pelaksanaan apa yang seharusnya dilakukan atau tidak
dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Hal lain yang dapat dilakukan yaitu sebagai
pemantau pemilihan umum, baik yang terdaftar sebagai pemantau pemilu resmi
ataupun yang berdiri sendiri dengan gabungan pemantau lainnya. Dengan demikian,
pelajar yang terlibat langsung dalam proses pemilu dapat memberikan efek berlanjut
kepada rekan-rekan pelajar lainnya secara tidak langsung, sehingga mereka lebih
tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Pemilu dan hak-hak politiknya.

Selain itu, organisasi pelajar dapat juga dioptimalkan dengan melakukan pendidikan
dan pencerdasan politik serta sosialisasi tentang pemilu melalui berbagai media
dengan metode kreatif yang dapat menarik perhatian para generasi muda. Informasi
yang sederhana dan tanpa bahasa yang membumbung tinggi, tentunya akan lebih
mudah diterima dan dicerna oleh sebagian besar kalangan pelajar.

 




Untuk lingkup yang lebih luas, dalam hal ini diaspora Indonesia, setidaknya ada tiga
hal yang menurut saya dapat memengaruhi partisipasi politik warga negara
Indonesia di luar negeri, yaitu terkait dengan para kandidatnya, sistem pemilihan
umum, dan proses komunikasi.

Pertama, selama para kandidat tidak mampu menawarkan ide, gagasan, dan
program yang dapat membawa aspirasi dan kepentingan diaspora Indonesia, maka
antusiasme para pemilih diaspora menurut saya juga tidak akan beranjak naik.

Kedua, sistem pemilu yang menempatkan suara warga Indonesia di luar negeri jatuh
pada salah satu dapil di Indonesia, yaitu Dapil DKI II yang digabung dengan Jakarta
Selatan dan Jakarta Pusat, menjadi faktor lain yang turut memengaruhi tingkat
partisipasi pemilih di luar negeri. Aspirasi yang disuarakan oleh para diaspora
Indonesia di luar negeri yang tersebar di berbagai belahan dunia tentu jauh berbeda
dengan aspirasi yang disampaikan oleh para pemilih di Jakarta. Sebab, diaspora
Indonesia memiliki profesi yang beraneka ragam, selain pelajar, ada juga tenaga
pendidik, buruh migran, pemuka agama, hingga pekerja profesional lintas sektor

dan kawasan.

Menurut saya, pembentukan daerah pemilihan (Dapil) khusus untuk para pemilih di
luar negeri di masa mendatang akan menjadi alternatif pilihan sebagai pemantik
yang sangat baik untuk meningkatkan partisipasi para pemilih di luar negeri.
Mengapa? Karena mereka akan dapat mengetahui secara pasti siapa kandidat yang
akan dipilih untuk memperjuangkan aspirasi mereka secara spesifik. Para kandidat
pun tentu akan menawarkan paket gagasan yang sesuai dengan kebutuhan para
pemilih di luar negeri. Ketika telah terpilih nanti, akan mudah juga bagi diaspora
Indonesia untuk membina komunikasi ataupun meminta pertanggungjawaban
secara intensif terhadap apa yang menjadi aspirasi warga Indonesia di luar negeri
selama masa jabatannya.

Apakah hal ini memungkinkan jika diterapkan dalam sistem Pemilu di Indonesia?
Walaupun perjuangan yang telah dilakukan oleh para diaspora Indonesia belum
terwujud untuk Pemilu kali ini, kebijakan ini dapat terus diperjuangkan karena
sifatnya adalahopened policy. Beberapa negara telah menerapkan pembagian
sistem pemilihan umum seperti ini, misalnya Prancis, Italia, Portugal, dan Kolombia.

 




Ketiga, partisipasi diaspora juga ditentukan dari komunikasi antara para kandidat
terpilih dengan diaspora Indonesia yang kurang berjalan efektif selama ini. Suara
dan aspirasi dari luar negeri seringkali dikesampingkan oleh para kandidat, kecuali
jika sudah hampir memasuki masa pemilihan umum. Seandainya diaspora Indonesia
yang memiliki kapasitas tertentu dilibatkan untuk memberikan masukan atau
keahlian

dalam

proses

penyusunan

legislasi

atau


kebijakan

secara

berkesinambungan, tentu antusiasme diaspora untuk berpartisipasi dalam pemilihan
umum dapat meningkat, atau setidak-tidaknya dapat terjaga.

Kekuatan Pelajar

Peran dan kontribusi pelajar Indonesia di luar negeri sebebarnya sudah terlihat sejak
masa sebelum kemerdekaan dengan ditandai berdirinya Perhimpunan Indonesia.
Kini, dengan adanya laju perkembangan dunia, peran pelajar justru menjadi semakin
diperlukan. Sedikitnya ada tiga modal yang dimiliki para pelajar Indonesia di luar
negeri yang bisa membawa perubahan bagi bangsa dan negara.

Pertama,

jaringan

(networking).


Pelajar

Indonesia

dapat

membuka

jalan

terbangunnya kerjasama antara Indonesia dan negara lain, baik di sektor
pendidikan, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Jaringan pelajar Indonesia di
luar negeri mungkin bisa dikatakan yang paling lengkap dan terstruktur, mulai dari
tingkatan negara, negara bagian, kota, bahkan ada yang sampai ke tingkat
universitas. Saat ini, untuk menyamakan langkah dan tujuan bersama, para
pengurus dan perwakilan perhimpunan pelajar dan mahasiswa dari 45 negara di
dunia juga terhimpun dalam suatu organisasi yang bernama Overseas Indonesian
Students Association Alliance (OISAA) atau lebih dikenal dengan PPI se-Dunia.


Kedua, pelajar juga dapat menjadi corong dan cermin Indonesia di mata
internasional atau setidak-tidaknya komunitas warga di masing-masing negara. Para
pelajar dengan segudang kreativitas dan fleksibilitas waktunya dapat berperan
menjadi duta bangsa untuk dapat lebih memperkenalkan keanekaragaman dan
keunggulan bangsa Indonesia kepada negara lain.

Ketiga, terkait keilmuan. Para pelajar Indonesia, baik yang masih menetap di luar
negeri ataupun yang sudah kembali ke tanah air, dapat melakukan pertukaran
pengetahuan, teknologi, dan pengalaman berdasarkan ilmu yang diperolehnya

 



selama menempuh studi di luar negeri. Tentunya apa yang dapat dibawa oleh
pelajar Indonesia hanyalah hal-hal yang bersifat membangun, dan bukan sebaliknya.

Namun perlu disadari juga bahwa kekuataan atau modal di atas masih perlu
dioptimalkan dan diberdayagunakan. Penyempurnaan secara internal organisasi
yang memayungi para pelajar masih dan akan terus dilakukan, seraya membangun
kerjasama dengan elemen-elemen eksternal di masing-masing negara perantauan.

Mengakhiri tulisan ini, saya ingin menyitir apa yang disampaikan oleh Ali bin Abi
dengan mengatakan, “Kebaikan yang tidak terorganisir akan kalah oleh kejahatan
yang terorganisir dengan baik”. Marilah kita sama-sama menggunakan momentum
politik ini dengan menyisihkan sedikit waktu untuk berinisiatif mencari dan memilih
orang-orang terbaik yang nantinya akan menjalankan roda pemerintahan di
Indonesia. Selamat memilih! (*)

 



Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2