Pengaruh Massa Suhu Lingkungan Dan Morfo

PENGARUH MASSA, SUHU LINGKUNGAN, DAN MORFOLOGI SAYAP JANGKRIK
TERHADAP FREKUENSI SUARA JANGKRIK
Oleh
Noviana Anjar Hastuti, Mahananing Nugraheni
Pendidikan Sains, Pasca Sarjana, Universitas Negeri Yogyakarta
Jl. Colombo 1, Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281, Telp.0273 550835
Email : noviana_anjar@ymail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh massa, suhu lingkungan, dan morfologi
sayap jangkrik terhadap frekuensi suara jangkrik.
Penelitian dilakukan dengan merekam suara
2 jangkrik dengan massa yang berbeda, pada suhu
lingkungan yang berbeda dan dikaitkan dengan
morfologi sayap jangkrik ketika mengerik. Hasil
rekaman suara jangkrik tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam software adobe audition 1.5.
Untuk memperoleh grafik frekuensi suara jangkrik
dilakukan dengan menggunakan aplikasi show
frequency analysis pada menu analyze dalam

software adobe audition 1.5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa massa
jangkrik, suhu lingkungan, dan morfologi sayap
jangkrik mempengaruhi frekuensi suara kerikan
jangkrik. Semakin besar massa jangkrik, suhu
lingkungan serta lebar dan tinggi sayap jangkrik
ketika mengerik maka nilai frekeunsi suara jangkrik
semakin besar.
Keyword : frekuensi, jangkrik, massa, suhu
lingkungan, morfologi sayap jangkrik
Pendahuluan
Jangkrik banyak dibudidayakan dan memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Jangkrik
merupakan hewan yang biasa dijumpai dan selalu
mengeluarkan suara ‘nyanyian/kerikan’ yang sering
terdengar. Suara kerikan jangkrik mungkin sering
didengar, namun kebanyakan belum banyak diketahui
kenapa suara jangkrik bisa terdengar sangat nyaring
dan faktor apa yang mempengaruhinya. Untuk dapat
mengetahui nilai frekuensi suara yang dikeluarkan

oleh jangkrik dengan variasi massa, suhu lingkungan,
dan morflogi sayap jangkrik tersebut, maka perlu
dilakukan analisis suara jangkrik.

Frekuensi
didefinisikan
sebagai
banyaknya getaran setiap satu detik. Frekuensi
menunjukkan kecepatan osilasi (gerak harmoni
sderhana) dari sistem. Satuan untuk frekuensi
adalah seperdetik atau dikenal dengan hertz (Hz).
(Mohammad Ishaq, 2007)
Newton originally defined mass as the
“quantity of matter” in an object, and this
definition is intuitively appealing. Mass is defined
as the property that determines how much an
object resists a change in its motion. The standard
unit for mass in the metric system is the kilogram
(kg). (Bill W. Tillery, Eldon D. Enger, and
Frederick C. Ross, 2007:7,39)

Temperatur atau suhu lingkungan adalah
istilah yang mengacu pada suhu di dalam kamar,
atau suhu yang mengelilingi objek. Suhu atau
temperatur sendiri diartikan sebagai besaran yang
menyatakan derajat panas dingin suatu benda.
Alat yang digunakan untuk mengukur temperatur
adalah thermometer. (Wisnu Nugroho, 2011)
Objek yang digunakan dalam penelitian
ini adalah jangkrik. Jangkrik merupakan salah
satu jenis serangga yang sangat dekat dengan
belalang. Jangkrik dewasa umumnya memiliki
ciri-ciri berwarna hitam, nimpha kuning pucat
dengan garis-garis coklat. Antenna panjang dan
halus seperti rambut. Jenis jantan mempunyai
gambaran cincin di depan sayap, pada betina
mempunyai ovipositor panjang berbentuk jarum
atau silindris. Jangkrik hidup di berbagai habitat,
baik di lingkungan basah atau kering, terutama
yang dinaungi rumput-rumput. Jangkrik aktif di


malam hari, Jangkrik jantan pandai menyanyi,
suara dihasilkan dari saling menyentuh tegmina
bersama-sama. Jangkrik mampu bergerak dan
melompat dengan baik. (Christina Lilies,
2012:57-58)
Jangkrik memiliki 2 pasang sayap. Sayap
kanan yang memiliki pengikir dan sayap kiri yang
memiliki penggesek. Suara kerikan jangkrik
dihasilkan dari gesekan antara sayap kanan dan
sayap kiri atau antara pengikir dan penggesek
yang terdapat pada sayap. Pada jangkrik Sayap
depan yang berada di dekat kepala lebih tebal dan
seperti kertas dalam kulit, yang disebut tegumina.
Sayap belakang berupa membran dan dilipat
seperti kipas dan terletak di bawah sayap depan.
(Finito Manshi.2002-19).

Sumber: www.etsy.com

Gambar 1. Mekanisme Ketika Jangkrik Mengerik


The sound emitted by cricket is
commonly referred to as chirping, te scientific
name is stridulation. Cricket stridulate in the
following manner: first the tegmina are raise at an
angle to the body. Next the tegmina are rapidly
opened and closed against each other; during the
closing stroke the scraper (plectrum) of the left
tegmen is rubbed against the file (pars stridens) of
the right tegmen. Because of the arrangement of
the teeth, the steeper edges of both the scraper
and file strike each other. Each tooth catches the
scraper and considerable force must be applied
before the scraper skip onto the next tooth. In this
manner, some of the kinetic energy of the
tegmina is transferred to the cells via the file and

scraper, causing the cells of both tegmina to
vibrate. The frequency with which the cells
vibrate determines the pitch or carrier frequency

of the song. (Kenneth N. Prestwich and Walker,
1981: 200)
Pulses vary in amplitude through three
causes: (1) as a result of differences in the force
with which the two wings press against each
other; (2) as a results of differences in the
velocity of the wing stroke; (3) as a result of
different extent of opening of the wings prior to
the closing stroke. (Arthur Ewing and Graham
Hoyle, 1965:140)
Temperature plays a role in the amount of
chirps because crickets are cold-blooded and
share the temperature of their environment.
Crickets require energy to rub their wings and
chirp. Energy is created by chemical reactions in
the insects. Since chemical reactions occur more
rapidly the warmer it gets, temperature controls
the amount of energy available to chirp. The
warmer it is the faster crickets can rub their wings
and chirp. The colder it gets the slower they

chirp. (www.cricketcare.org)
Adobe audition merupakan suatu
program yang digunakan untuk merekam,
mengedit suara dalam bentuk digital yang
berbasis Windows. Salah satu kelebihan adobe
audition 1.5 adalah visualisasi dan gelombang
suara analisa yang ditampilkan langsung dalam
bentuk angka. (Dody Firmansyah, 2008:4)
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan merekam
suara 2 jangkrik dengan massa yang berbeda,
pada suhu lingkungan yang berbeda dan dikaitkan
dengan morfologi sayap jangkrik ketika
mengerik. Hasil rekaman suara jangkrik tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam software adobe
audition 1.5. Analisis frekuensi suara jangkrik
dilakukan dengan menggunakan rekaman suara
jangkrik pada lima detik pertama, yang kemudian
dilakukan pemotongan rekaman suara tersebut
pada tiap detik. FFT size yang digunakan sebesar


16384 dengan menggunakan Blackmann-Harris.
Untuk memperoleh grafik frekuensi suara
jangkrik dilakukan dengan menggunakan aplikasi
show frequency analysis pada menu analyze
dalam software adobe audition 1.5.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil analisis frekuensi jangkrik 1 pada
lima detik pertama adalah 5551,5 Hertz,
sedangkan frekuensi suara jangkrik kedua pada
lima detik pertama menunjukkan nilai 5809,9
Hertz. Terdapat perbedaan nilai frekuensi pada
jangkrik 1 dan 2. Jangkrik satu adalah jangkrik
yang memiliki massa lebih kecil dari jangkrik 2,
dan direkam pada waktu yang berbeda pula.
Jangkrik 1 direkam pada pukul 07.21 pagi,
dengan suhu lingkungan 260C, sedangkan suara
jangkrik 2 direkam pada pukul 21.51 malam,
dengan suhu 280C. Tampilan analisis frekuensi
suara jangkrik dalam software adobe audition:


5551,5 Hz

Gambar 2. Tampilan Analisis Frekuensi Suara
Jangkrik 1 dalam Software Adobe Audition

5809,9 Hz

Gambar 3. Tampilan Analisis Frekuensi Suara
Jangkrik 2 dalam Software Adobe Audition

Analisis nilai frekuensi kemudian
dilakukan dengan memotong suara pada tiap
detik. Hasil analisis frekuensi suara jangkrik
pada tiap detik tersebut ditunjukkan pada tabel
berikut ini:

Tabel 1. Nilai Frekuensi Suara Jangkrik
Jang
krik

1
2

Massa
(g)
0,7
1,07

Suhu
(0C)
26
28

1
5548,8
5885,2

2
5551,5
5887,8


Frekuensi (Hz)
3
4
5567,6
5602,7
5874,6
5941,9

Data dalam tabel tersebut jika
ditampilkan dalam grafik adalah sebagai
berikut:
6000
5800
5600
5400

Jangkrik 1 (0,7 g)
Jangkrik 2 (1,07 g)

5200

Gambar 4. Grafik frekuensi suara kerikan
jangkrik tiap detik

Massa
dan
suhu
lingkungan
mempengaruhi nilai frekuensi suara jangkrik.
Semakin besar massa jangkrik dan suhu
lingkungan maka semakin tinggi nilai
frekuensi.
Suhu lingkungan berpengaruh terhadap
proses
metabolisme
jangkrik.
Jangkrik
membutuhkan energi untuk menggesekkan
sayap mereka dalam menghasilkan suara.
Energi dihasilkan dari reaksi kimia yang terjadi
di dalam tubuh. Karena energi kimia lebih cepat
bereaksi ketika suhu lebih panas, maka suhu
lingkungan kemudian berpengaruh terhadap
ketersediaan energi untuk mengerik. Sehingga
semakin tinggi suhu lingkungan, jangkrik akan
semakin sering menggesekkan sayapnya dan
menghasilkan kerikan yang semakin kuat, dan
dapat meningkatkan frekuensi suara jangkrik
itu sendiri.
Massa berpengaruh terhadap bentuk
morfologi sayap ketika jangkrik mengerik.
Jangkrik yang memiliki massa besar otomatis
memiliki sayap yang lebih lebar. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, pada sayap kanan
jangkrik jantan terdapat pengikir dan sayap kiri

5
5489,5
5939

memiliki penggesek sehingga pada waktu
jangkrik mengerik terdengar suara kerikan yang
disebabkan gesekan dari kedua sayap. Sayap
yang lebih lebar memiliki jumlah pengikir yang
lebih banyak sehingga suara yang dihasilkan
pun akan semakin panjang, yang berakibat pada
nilai frekuensi yang lebih besar. Selain itu,
suara jangkrik terdengar lebih keras jika gaya
dan kecepatan yang dihasilkan sayap jangkrik
lebih besar, serta jangkrik mengembangkan
sayapnya secara maksimal. Berikut tampilan
perbandingan sayap jangkrik ketika mengerik
dan ketika terdiam:

Gambar 6. Sayap jangkrik
terdiam

Gambar 5. Sayap jangkrik
mengerik

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dan analisis
yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa massa jangkrik, suhu lingkungan, dan
morfologi
sayap jangkrik mempengaruhi
frekuensi suara kerikan jangkrik. Semakin besar
massa jangkrik, suhu lingkungan serta lebar dan
tinggi sayap jangkrik ketika mengerik maka nilai
frekeunsi suara jangkrik semakin besar.
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Chirping. Diambil pada tanggal 23
Febuari 2013 dari www.cricketcare.org
Arthur Ewing and Graham Hoyle. 1965. Neuronal
Mechanisms Underlying Control of Sound Production
In a Cricket Acheta Domesticus. J. Exp. Biol. 43, 139153. Biology Department, University of Oregon.
Diambil pada tanggal 23 Febuari 2013 dari
www.jeb.biologist.org
Bill W. Tillery, Eldon D. Enger, Frederik C. Ross.
2007. Integrated Science. The McGraw Hill
Companies, Inc: New York

Christina Lilies. 2012. Kunci Determinasi Serangga.
Yogyakarta: Percetakan Kanisius
Dody Firmasnyah. 2008. Adobe Audition. Diambil
pada
tanggal
17
Febuari
2013
dari
www.department.monm.edu
Finito Manshi. 2002. Performa Jangkrik Kalung
(Gryllus Bimaculatus) Yang Diberi Kombinasi
Konsentrat Dengan Daun Sawi Dan Daun Singkong
Selama Masa Pertumbuhan. Skripsi. Diambil pada
tanggal
27
Febuari
2013
dari
www.respository.ipb.ac.id
Kenneth N. Prestwich and Thomas J. Walker. 1981.
Energetic of Singing in Cricket: Effect of Temperature
in Three Trilling Species (Orthoptera: Gryllidae).
Department of Zoology and Department of
Entomology and Nematology, University of Florida,
Florida 32611, USA. Jurnal of Comparative
Physiology. B 143: 199-212. Diambil pada tanggal 13
Febuari 2013 dari www.ufl.edu
Mohamad Ishaq. 2007. Fisika Dasar. Graha Ilmu:
Yogyakarta
Wisnu Nugroho. 2011. Temperature atau Suhu
Lingkungan. Diambil pada tanggal 27 Febuari 2013
dari www.google.com

LAMPIRAN
2. Hasil Analisis Frekuensi Suara Jangkrik 2
1. Hasil analisis frekuensi suara jangkrik 1
a. Detik ke-1
a. Detik ke-1

b. Detik ke-2

b. Detik ke-2

c. Detik 3

c. Detik ke-3

d. Detik 4

d. Detik ke-4

e. Detik 5
e. Detik ke-5