LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS TITRASI (1)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
TITRASI ARGENTOMETRI
“ EPEDRIN HCl”

Golongan/Kelompok : R/A
ANGGOTA KELOMPOK :

Asisten :

Marselinus Kia Butto

2443011142

Desy Kristiningrum

2443013185

Devi Jayanti

2443013254


Inka Arum Pratiwi

2443013092

I.

Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat mengetahui penetapan kadar Epedrin HCl dengan menggunakan
metode argentometri.

II.

Dasar Teori
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan
dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan
dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap
kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi,
dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini

biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion
halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3.
Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan
tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak,
dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit
membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Reaksi : Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan
bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat
kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai
adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi
yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan
metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka
kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik
ekuivalen.

Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari

reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan
menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi
sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan
rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa
kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat.
METODE MOHR
Mohr mengembangkan titrasi argentometri untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral. Kalium kromat digunakan dalam titrasi argentometri dalam menentukan
ion klorida, bromide, dan sianida. Larutan standar yang dipergunakan adalah perak nitrat
(AgNO3). Prinsip penentuan ion Cl dengan titrasi argentometri adalah AgNO 3 akan bereaksi
dengan ion Cl membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Bila semua Cl- sudah habis
bereaksi dengan Ag+ dari AgNO3,, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO4 2dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan, ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila
terbentuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4.
Reaksi : :
Reaksi titrasi:

Ag+ + Cl- à AgX(s) [putih]

Reaksi indikator:


2Ag+ + CrO42- à

Ag2CrO4(s) [merah bata]

Tingkat keasaman (pH) larutan yang mengandung NaCl berpengaruh pada titrasi. Titrasi
dengan metode Mohr dilakukan pada pH 8. Jika pH terlalu asam (pH < 6), sebagian indikator
K2CrO4 akan berbentuk HCrO4-, sehingga larutan AgNO3 lebih banyak yang dibutuhkan untuk
membentuk endapan Ag2CrO4. Pada pH basa (pH > 8), sebagian Ag+ akan diendapkan menjadi
perak karbonat atau perak hidroksida, sehingga larutan AgNO3 sebagai penitrasi lebih banyak
yang dibutuhkan.

METODA VOLHARD
Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan secara berlebih ke
dalam larutan yang mengandung ion halida (X-). Sisa larutan standar AgNO 3 yang tidak bereaksi
dengan Cl- dititrasi dengan larutan standar tiosianat ( KSCN atau NH 4SCN ) menggunakan
indikator besi (III) (Fe3+).
METODE FAJANS
Metode ini menggunakan indikator adsorbsi. Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti
diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam larutan titrasi akan

teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan yang bermuatan positif. Dengan
terserapnya ini maka warna indicator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi
berwarna merah muda.
METODE BUDDE

:

Merupakan titrasi langsung tanpa menggunakan indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan
terbentuknya kekeruhan yang stabil.
Sifat Fisika Kimia Epedrin HCl (FI III hal.236)
Rumus molekul

: C10H15NO,HCl

BM

: 201,70

Pemerian
dan rasa pahit.


:

hablur

putih,

serbuk

putih

halus,

tidak

berbau,

Kelarutan
: larut dalam lebih kurang lebih kurang 4 bagian air, dalam lebih kurang
14 bagian etanol 95%, praktis tidak larut dalam eter P

Dasar Reaksi :
C10H15NO,HCl + AgNO3

AgCl + HNO3 + C10H15ON

2 AgCl + K2CrO4


Ag2CrO4+ 2 KCl
(endapan merah bata)

III.

IV.

Alat Dan Bahan
 Alat
 Buret
 Statif Dan Klem
 Batang Pengaduk

 Pipet Volume
 Labu Ukur
 Gelas Ukur
 Timbangan
 Botol Timbang
 Erlenmeyer
 Pipet Tetes
 Kertas Perkamen
 Mortir Dan Stemper
 Bahan
 Larutan Baku Sekunder AgNO3 0.5 N
 Larutan Baku Primer NaCl 0.5 N
 Indikator K2CrO4
 Na Bikarbonat
 Aquadest
 Sampel Epedrin HCl
Prosedur Kerja
a. Pembuatan larutan baku primer NaCl 0,05 N (50 ml)
Timbang teliti 0,1461 g NaCl p.a (dalam botol timbang) kemudian masukan
kedalam beaker glass, tambahkan aquades ad larut sempurna. Pindahkan kedalam

labu takar, tambahkan aquades ad 50 mL. Pipet 10 mL, pindahkan dalam
erlenmeyer (3 erlenmeyer @ 10 ml). Tambahkan 500 mg NaHCO 3 sebagai buffer
(dalam masing-masing erlenmeyer).
b. Pembuatan larutan baku sekunder AgNO3 0,05 N (100 ml)
Timbang teliti 0.84435 g AgNO3. Masukan dalam beaker glass + aquades ad
100 ml.
c. Pembakuan larutan AgNO3 dengan larutan standar NaCl.
Ukur 10 mL larutan NaCl. Masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan 1 mL
indikator K2CrO4 2 % titrasi dengan larutan AgNO3 ad terbentuk endapan merah
bata.

d. Penetapan Kadar Ephedrin HCl
Timbang seksama 250 mg zat, dilarutkan dalam 10 ml air ( dalam
erlenmeyer). Titrasi dengan AgNO3 0,05 N dengan 1 ml indikator K 2CrO4.
Sebelum dititrasi masing-masing erlenmeyer di tambahkan 500 mg NaHCO3
sebagai buffer. Titrasi dengan larutan standart AgNO3 sampai terbentuk endapan
merah batalakukan titrasi 3 kali.
V.

Hasil Praktikum

a) Pembuatan Baku Primer NaCl 0.05 N 50 ml
W
1000
N = BM x V x valensi
W
1000
0.05 = 58.44 x 50 x 1
W = 0.1461
b) Pembuatan Baku Sekunder AgNO3 0.05 N 100 ml
W
1000
N = BM x V x valensi
W
1000
0.05 = 168.87 x 100 x 1
W = 0.84435

DATA PENGAMATAN
Pembakuan Baku Sekunder


No.
1
2
3

V1
5 ml
5 ml
5 ml

N1
0.0500
0.0500
0.0500

V2
4.39
4.41
4.43
N. AgNO3

Perhitungan Kadar Epedrin HCl

No
1
2
3

W sampel(mg)
257.8
257.8
248.3

Vtitran(ml)
3.82
3.86
3.98

Kadar %
16.8994
17.0764
18.2809
Rata-Rata = 17.4189
Teoritis =

1. % Kadar =

Vtitrant x Ntitrant x BE
x 100 %
¿xW

=

3.82 x 0.0566 x 10.075
x 100 %
257.8 x 0.05

= 16.8994 %
2. % Kadar =

Vtitrant x Ntitrant x BE
x 100 %
¿xW

=

3.86 x 0.0566 x 10.075
x 100 %
257.8 x 0.05

= 17.0764 %

N2
0.0569
0.0567
0.0564
0.0566

3. % Kadar =

Vtitrant x Ntitrant x BE
x 100 %
¿xW

=

3.86 x 0.0566 x 10.075
x 100 %
257.8 x 0.05

= 18.2809 %

VI.

Pembahasan
Dasar titrasi argentometri yang kami lakukan adalah pembentukan endapan yang
tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai
adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cldari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Reaksi yang terjadi :
Ag+ + X - AgX(s)
Ag+ + CrO4- Ag2CrO4(s) merahcoklat
(titrasi ekivalen bila terjadi endapan coklat merah)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42-dimana
dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan
sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai
adalah tiosianida dan indicator adsorbsi.
Sebenarnya Ag akan membentuk endapan dengan kromat membentuk Ag 2CrO4 tapi
karena endapan ini tidak lebih stabil disbanding endapan Ag-halogen, maka bila
dalam Erlenmeyer masih terdapat halogen maka perak yang masuk akan bereaksi
lebih dulu dengan halogen, atau kalaupun terbentuk endapan Ag 2CrO4 lebih dulu,
masih dapat dipecah bila ada halogen. Dari kondisi ini bisa dikatakan bahwa titrasi
argentometri termasuk jenis titrasi kompetisi (saingan) antara Ag 2CrO4 dengan Aghalogen.
Penambahan NaHCO3 pada penetapan kadar ephedrine HCl berfungsi sebagai buffer,
dimana NaHCO3 akan menjaga pH reaksi tetap stabil. Hati-hati dalam menggunakan
perak nitrat, karena akan meninggalkan noda hitam pada kulit atau pakaian.
Hasil yang kami peroleh adalah 17.4189 % dari hasil teoritis. Kesalahan penetapan
kadar sebesar. Kesalahan ini diakibatkan karna titrasi yang kurang teliti dari
pembacaan hasil dan melihat endapan dan warna yang terbentuk.

VII.

Kesimpulan
 Hasil penetapan kadar yang kami peroleh 17.4189 %
 Hasil teoritis yang sesungguhnya adalah
 Persentase kesalahan penetapan kadar adalah

Jawaban Pertanyaan
1. Bagaimana cara pembakuan larutan standar AgNO3 ?
Ukur 10 mL larutan NaCl. Masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan 1 mL
indikator K2CrO4 2 % titrasi dengan larutan AgNO3 ad terbentuk endapan merah
bata.
2. Sebutkan 4 macam metode titrasi argentometri, jelaskan perbedaan dari keempat
metoda dalam hal pH yang diperlukan dan mekanisme perubahan indicator pada
TAT.
a) Metode Mohr : pH netral atau sedikit basa ( pH : 6,5 – 9 ), Pada TAT
terbentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah-kecoklatan.
b) Metode Volhard : pH asam, terbentuk kompleks [ FeSCN ] 2+ yang
berwarna coklat kemerahan.
c) Metode Fajans : terbentuk kompleks berwarna merah muda dari Agfluorescein.
d) Metode Budde : terbentuknya kekeruhan yang stabil
3. Atas dasar apa perhitungan valensi pada penetapan kadar dengan metode
argentometri?