EP – Pentingnya Pendidikan Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi

  Nama : Abd. Waf Nim : 100231100042 Kelas : B : UTS Ekonomi Pembangunan

  Pentingnya Pendidikan Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi sumber daya manusia yang harus lebih

diprioritaskan sejajar dengan investasi modal fisik karena pendidikan merupakan investasi jangka

panjang. Di mana nilai balik dari investasi pendidikan (return on investment = ROI) tidak dapat

langsung dinikmati oleh investor saat ini, melainkan akan dinikmati di masa yang akan datang. Selain

itu pendidikan juga merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia sehingga

  upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (daerah). Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh fertilitas masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan pembangunan suatu Negara.

  Hampir semua negara berkembang menghadapi masalah kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf yang rendah, pemerataan pendidikan yang rendah, serta standar proses pendidikan yang relatif kurang memenuhi syarat. Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu pintu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak harus dilakukan. Karena dengan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dapat memberikan multiplier efect terhadap pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan bidang ekonomi.

  Adam Smith pada tahun 1776, mengemukakan pendapatnya mengenai isu sumber daya manusia (human capital) sebagai input pembangunan ekonomi, khususnya isu mengenai penyebab kesejahteraan suatu negara, dengan mengisolasi dua faktor, yaitu;

  1. pentingnya skala ekonomi 2. pembentukan keahlian dan kualitas manusia Faktor yang kedua inilah yang sampai saat ini telah menjadi isu utama tentang pentingnya pendidikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Indikasi lain yang perlu menjadi perhatian lebih untuk menjadikan pendidikan sebagai basis perubahan dalam meningkatkan pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi adalah tingkat melek huruf dan angka partisipasi pendidikan.

  Hubungan investasi sumber daya manusia (pendidikan) dengan pertumbuhan ekonomi merupakan dua mata rantai. Namun demikian, pertumbuhan tidak akan bisa tumbuh dengan baik walaupun peningkatan mutu pendidikan atau mutu sumber daya manusia dilakukan, jika tidak ada program yang jelas tentang peningkatan mutu pendidikan dan program ekonomi yang jelas.

  Para pakar ekonomi telah banyak mengutarakan pendapatnya mengenai pentingnya pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi, salah satunya adalah Prof Harvard Dale Jorgenson et al. (1987) pada ekonomi Amerika Serikat dengan rentang waktu yang cukup lama yang mengatakan bahwa 46 persen pertumbuhan ekonomi adalah disebabkan pembentukan modal (capital formation), 31 persen disebabkan pertumbuhan tenaga kerja dan modal manusia serta 24 persen disebabkan kemajuan teknologi. Selanjutnya, meski modal manusia memegang peranan penting dalam pertumbuhan penduduk, para ahli mulai dari ekonomi, politik, sosiologi bahkan engineering lebih menaruh prioritas pada faktor modal fisik dan kemajuan teknologi.

  Namun, sesungguhnya faktor teknologi dan modal fisik tidak independen dari faktor manusia. Suatu bangsa dapat mewujudkan kemajuan teknologi, termasuk ilmu pengetahuan dan manajemen, serta modal fisik seperti bangunan dan peralatan mesin-mesin hanya jika negara tersebut memiliki modal manusia yang kuat dan berkualitas. Apabila demikian, secara tidak langsung kontribusi faktor modal manusia dalam pertumbuhan penduduk seharusnya lebih tinggi dari angka 31 persen.

  Selain pakar ekonomi yang telah disebutkan di atas, masih ada pakar ekonomi lain yang juga mengutarakan pendapatnya betapa pentingnya pendidikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, dalam bukunya William Schweke, Smart Money: Education and

  

Economic Development (2004), yang juga memberikan afirmasi atas tesis ilmiah terdahulu,

  bahwasanya pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, memiliki pengetahuan, keahlian, keterampilan serta menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.

  Perhatian terhadap faktor manusia menjadi sentral akhir-akhir ini berkaitan dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi pembangunan dan sosiologi. Para ahli di kedua bidang tersebut umumnya sepakat pada satu hal yakni modal manusia berperan secara signifikan, bahkan lebih penting daripada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal manusia tersebut tidak hanya menyangkut kuantitas, tetapi yang jauh lebih penting adalah dari segi kualitas.

  Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak hanya berfaedah bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada semua merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.

  Ada berbagai aspek yang dapat menjelaskan indikator untuk mengukur kualitas manusia seperti aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan lain sebagainya. Di antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap memiliki peranan paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Lewat pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik. Dari berbagai studi tersebut sangat jelas dapat disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berkembangnya kesempatan untuk meningkatkan kesehatan, pengetahuan, dan ketarmpilan, keahlian, serta wawasan mereka agar mampu lebih bekerja secara produktif, baik secara perorangan maupun kelompok. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi pula tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa tersebut.

  Pemerintah mempunyai peran aktif dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan agar SDM yang dihasilkan dapat menjadi sumber untuk pembangunan negara maupan daerah, dan salah satu usaha pemerintah untuk memajukan pendidikan yaitu dengan mencanangkan program wajib belajar sembilan tahun. Hal ini diatur dalam undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, tidak boleh ada dropout karena alasan biaya. Jika hal ini terjadi, pemerintah dinggap telah mengingkari amanat UU dan mengingkari tugas bangsa, karena dalam ketetapan pemerintah 20% dari APBN adalah untuk dialokasikan pada sektor pendidikan.

  Dengan demikian, peningkatan investasi di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan tidak bisa dihindarkan lagi, baik oleh pemerintah maupun kalangan swasta. Sebenarnya, setiap tahun pemerintah telah meningkatkan anggaran sektor pendidikan. Masalahnya, angka dan peningkatan ini secara absolut relatif sangat kecil, sehingga masih jauh bila dibanding negara-negara tetangga yang sangat serius dalam pengembangan sumberdaya manusia. Persentase investasi pendidikan 20 persen dari total anggaran pemerintah harus segera dipenuhi sesuai dengan amanat undang-undang. sektor swasta, sumberdaya manusia serta penelitian dan pengembangan dari struktur biaya perusahaan dalam industri nasional.

  Konstribusi Pendidikan Terhadap Kesuksesan Ekonomi

  Setiap masyarakat di seluruh dunia ini senantiasa menghendaki kesejahteraan. Khusus untuk kesejahteraan fisik, mereka secara praktis bersama mengembangkan sistem yang mengatur bagaimana seluruh anggotanya berproses memperoleh kesuksesan, mengupayakan distribusi pemuas kesejahteraan serta menjamin bagaimana alokasi wahana kesuksesan tersebut dapat dianugerahkan kepada pihak-pihak yang berhak memperolehnya. Dalam kaitan tersebut, terminologi sosiologi memfokuskan studi tentang kesejahteraan dan sistem kesejahteraan fisik tersebut dalam suatu wadah subkajian bernama lembaga sosial ekonomi.

  Dalam perkembangannya, pranata ekonomi memilihara kelangsungan sistem nilainya tidak pernah lepas dari keterkaitan dengan ruang-ruang sosial lainnya baik itu pranata politik, pendidikan, kemasyarakatan atau keluarga maupun agama. Di sini dapat diamati karakteristik hubungan pranata sosial dalam masyarakat terkini yang cenderung bersifat kompleks, fungsional, independen, serta memiliki ketergantungan yang tinggi sehingga mampu menjabarkan sebuah pola hubungan yang bersifat sistemik. Dalam konteks tersebut, keniscayaan aktivitas pendidikan senantiasa dibingkai dari realitas sosial ekonomi masyarakat tertentu. Oleh karena itu, hubungan yang bersifat deterministis menjadi karakter hubungan kedua pranata sosial tersebut. Asumsi-asumsi yang berkembang selalu menekankan pengaruh persepsi umum mengenai simbol-simbol yang terbentuk dari pranata sosial ekonomi.

  Keyakinan umum bahwa seseorang yang memiliki bekal pendidikan formal akan cenderung menuai sukses ekonomi merupakan suatu contoh pengaruh pranata pendidikan terhadap aktivitas ekonomi para anggota suatu masyarakat. Robert K Merton (dalam Mifflen, l986) menyatakan bahwa, setiap lembaga sosial tidak sekadar memelihara sebuah tujuan dan fungsi yang manifes, yakni sebuah fungsi yang mencerminkan kegunaan dari terbentuknya sebuah pranata. Namun karena realitas sosial semenjak ilmu pengetahuan telah menguasai iklim kehidupan manusia bukanlah sebuah kredo monolog yang tugasnya meminimalisasi perubahan-perubahan. Justru realitas itu kini lebih bersifat acak, dinamis, dan membias keseluruh segi maka fungsi latenlah yang mengambil alih pola gerak maupun hubungan lintas lembaga sosial. Munculnya asumsi sosial bahwa pendidikan mempengaruhi kesuksesan ekonomi seseorang bukanlah suatu keyakinan spontan yang tidak berdasar. Berangkat dari sebuah trend sosial masyarakat di Indonesia, misalnya pada awal dekade berkuasanya Orde Baru, sebagian besar lini pekerjaan membutuhkan tenaga kerja berlatar belakang pendidikan formal. Hampir mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal mampu terserap di lahan-lahan pekerjaan. Situasi tersebut memang tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan pemerintah terhadap tenaga terdidik untuk mengoperasikan skill dan keahliannya dalam rangka industrialisasi dan modernisasi pembangunan negara. Selain itu, keyakinan umum tersebut juga bukanlah hal yang baru. Puluhan tahun yang lalu ketika politik etis diterapkan oleh pemerintah kolonial belanda berhasil membentuk pola pikir masyarakat kita tentang pendidikan dengan kesuksesan ekonomi.

  Para pribumi (meskipun hanyalah bangsawan dan golongan priyayi) yang memiliki ijasah dari sekolah-sekolah bentukan kolonial mendapat kesempatan untuk ditempatkan pada instansiintansi pemerintah kolonial. Meskipun posisi mereka hanya sebagai pegawai rendahan, namun keberadaan mereka yang telah mendominasi lembaga birokrasi kolonial berhasil menggeser persepsi masyarakat. Lembaga pendidikan tepatnya sekolah dianggap sebagai tangga strategis untuk meraih kemapanan hidup tanpa harus melalui usaha-usaha ekonomi lain yang tampaknya lebih lambat dan beresiko tinggi untuk mengalami kegagalan. Argumen lain yang melandasi kepercayaan umum bahwa melalui sekolah atau pendidikan formal para individu dapat mencapai tingkat keberhasilan ekonomi dengan relatif cepat lantaran dalam lembaga sekolah menyediakan serangkaian proses pengajaran yang mampu membekali para pesertanya dengan perangkat kemampuan yang dibutuhkan oleh lahan pekerjaan di era modern.