DETERMINAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN 2015

  

DETERMINAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH

PALEMBANG TAHUN 2015

  

1

  2 Heni Sumastri , Ocktariyana 1,2,3

  Poltekkes Kemenkes Palembang,Jl. Jend. Sudirman KM 3,5 No.1365 ,Palembang 30126,Indonesia

ABSTRAK

  Pola Penyebab kematian ibu 84% karena komplikasi obstertik langsung dan di dominasi oleh trias klasik, yaitu pendarahan (46,7%), toxemia (14,5%) dan infeksi (8%). Insidensi KPD berkisar 8-10% dari semua kehamilan. Pada kehamilan Atterm Insidensinya bervariasi antara 6-19% sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2 % dari semua kehamilan (Sarwono, 2010). Berdasarkan data Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2015 periode bulan Agustus

  • – Oktober terdapat 83 kasus KPD dari 617 persalinan atau sekitar 13,45%.

  Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan desain case control study dimana penelitian ini membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan variabel-variabel yang diteliti (paritas ibu, Umur Ibu, Anemia, Preeklamsia, kejadian ketuban pecah dini), jumlah sampel sebanyak 90 orang yang terdiri atas 30 orang 2 kelompok kasus dan 60 orang kelompok kontrol. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji chi square (x ),

  (OR) dengan derajat kepercayaan 95% dan

  Odds Ratio α = 0,05.

  Hasil penelitian ini didapatkan hubungan paritas dengan KPD pvalue= 0,494 dan OR=1,529, umur ibu dengan KPD pvalue= 0,927 dan OR=1,217, anemia dengan KPD pvalue= 0,000 dan OR=7,667, preeklamsia dengan KPD pvalue= 0,366 dan OR=1,737.

  Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu variabel anemia memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kejadian ketuban Pecah Dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2014 dengan nilai pvalue= 0,000 dan OR=7,667. Variabel paritas, umur ibu, preeklamsi tidak memiliki hubungan dengan kejadian ketuban pecah dini dengan nilai pvalue > 0,05. Penelitian ini hanya memiliki satu variabel yang berhubungan yaitu Anemia dengan kejadian ketuban pecah dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2015 maka tidak dapat diketahui faktor Determinan Kejadian ketuban pecah dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2015.

  Kata kunci : Ketuban Pecah Dini (KPD), Paritas, Umur, Anemia, Preeklamsia.

  

ABSTRACT

  84% of maternal mortality rate was caused by Obtetric direct complication with dominated by three clasiccal causes, such as haemorrhage (46,7%), toxemia (14,5%) and infection (8%). The incidence rate of Premature Rupture of Membrane (PROM) was approximately 8-10% in pregnancy. The incidence was vary, 6-9% on aterm, and 2% on preterm pregnancy (Sarwono, 2010). In August-October 2015, there were 83 PROM causes of 617 childbirth (13,45%) in Muhammadiyah Hospital Palembang.

  This was an observational and case control study, The variables of this study are parity, age, anemia, preeklamsia, and 2 PROM. There were 90 samples, contained 0f 30 cases and 60 controls. The analyzed test used were chi square test (x ) and Odds

  Ratio (OR) with 95% significance level and α = 0,05.

  The result of thi study, there was corelation of parity and PROM (Pvalue= 0,494 dan OR=1,529), the age with PROM (pvalue= 0,927 dan OR=1,217), anemia with PROM (pvalue= 0,000 and OR=7,667), preeklamsia with PROM (Pvalue= 0,366 and OR=1,737).

  The conclusion were the anemia had significant relation with PROM in Muhammadiyah Hospital Palembang on 2014 (Pvalue= 0,000 dan OR=7,667). The Parity Variable, the age variable and the preeklampsia variable had no relation with PROM cause with Pvalue > 0,05. This one variabled related to PROM was anemia, therefore the determinant factor of PROM in Muhammadiyah Hospital Palembang on 2015 was unknown.

  Key word : Premature Rupture Of Membrane (PROM), Parity, Age, Anemia, Preeklamsia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  19

  Tabel 2. Hubungan antara Paritas, Umur, Anemia dan Preeklamsia Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2015 Variabel Kasus (%) n=30

  Kontrol (%) n=60 Jumlah P value OR 1.

  Paritas a. Berisiko b.

  Tidak Berisiko 20 (37) 10 (27,8) 34 (63)

  26 (72,2)

  54

  36 0,494 1,529

  2. Umur a.

  Berisiko b.

  Tidak Berisiko 7 (36,8) 23 (32,4) 12 (63,2)

  48 (67,6)

  71 0,927 1,217

  26

  3. Anemia a.

  Ya b. Tidak 23 (56,1)

  7 (14,3) 18 (43,9) 42 (85,7)

  41

  49 0,000 7,667

  4. Preeklamsia a.

  Ya b. Tidak 11 (37,9)

  19 (31,1) 18 (62,1) 42 (68,9)

  29

  61 0,367 1,737

  1. Hubungan Paritas dengan kejadian Ketuban Pecah Dini

  Berdasarkan analisa uji statistik chi-square diperoleh nilai pvalue 0,494 > 0,05 hal ini berarti bahwa hipotesis ditolak artinya tidak ada hubungan antara Paritas dengan kejadian ketuban pecah dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2015. Pada nilai Odd rasio (OR)= 1,529,

  64 28,9 71,1

  Preeklasia b. Tidak Preeklamsia

  PENDAHULUAN

  Tabel 1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Paritas, Umur, Anemia dan Preeklamsia di RS Muhammadiyah Palembang Tahun 2015. Variabel Frekuensi N=90 Persentase (%) Paritas a.

  Kejadian ketuban pecah dini (KPD) hampir mencapai 12 % dari semua persalinan, pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadian ketuban pecah dini hampir mencapai 4 % (Manuaba, 2012). Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai akibat diantaranya IUFD, asfiksia, Berat bayi lahir rendah.

  Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Fisiologi selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah, faktor multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis (Prawirohardjo, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Huda (2013) menunjukan bahwa preeklampsi menjadi penyebab ketuban pecah dini banyak di negara-negara maju.

  Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang, angka kejadian Ketuban Pecah Dini tahun 2012 adalah 131 kasus atau sekitar 0,4%, tahun 2013 kejadian KPD 594 kasus atau sekita 1,80%, dan pada tahun 2014 kejadian KPD 406 atau sekitar 1,26%. Dapat disimpulkan angaka kejadian Ketuban Pecah Dini mengalami fluktuasi dari tahun 2012, 2013, sampai 2014 (Dinas Kesehatan Kota Palembang,2014)

  Berdasarkan data dan latar belakang diatas, maka penulis tertarik dan berminat untuk melakukan penelitian tentang “Determinan Kejadian Ketuban Pecah Dini di

  Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2015 ”. METODOLOGI PENELITIAN

  Penelitian ini menggunakan desain case control study dengan variabel-variabel yang diteliti yaitu paritas ibu, Umur Ibu, Anemia, Preeklamsia, kejadian ketuban pecah dini. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Ruang kebidanan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 90 orang ibu bersalin diruang kebidanan dan yang tercatat dalam rekam medic RS. Muhammadiyah Palembang pada periode Agustus

  Kelompok kasus adalah responden yang mengalami KPD 2. Kelompok kontrol adalah responden yang tidak mengalami KPD

  3. Responden yang melahirkan di RS. Muhammadiyah dan tercatat dalam rekam medik Kriteria Ekslusi : 1.

  Jika ada data responden yang tidak tercatat dalam rekam medik Usia kehamilan < 36 minggu Analisa statistik pada penelitian ini dengan menggunakan uji chi square (x

  2

  ), Odds Ratio (OR) pada derajat kepercayaan 95% dan α = 0,05.

  Pada penelitian ini diketahui distribusi berdasarkan variabel paritas, ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  Berisiko

  Preeklamsia a.

  b. Tidak berisiko

  54

  36

  60

  40 Umur Ibu a.

   Berisiko b. Tidak berisiko

  19

  71 21,1 78,9

  Anemia a.

  Anemia b. Tidak Anemia

  41

  49 45,6 54,4

  • – November 2015. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus sebanyak 45 orang dan kelompok kontrol sebanyak 45 orang. Kriteria Inklusi : 1.
berisiko berpeluang 1,529 kali lebih besar untuk mengalami ketuban pecah dini dibandingkan pada ibu yang paritas aman / tidak berisiko. Hasil penelitian diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tahir, dkk ibu yang mengalami KPD porsinya lebih besar pada ibu dengan jumlah paritas < 1 atau > 3 yaitu 78% dibandingkan ibu yang jumlah paritasnya 2-3 yaitu 22%, hasil uji statistik menjunjukkan nilai OR=1,5 kali lebih besar pada ibu yang memiliki jumlah paritas risiko tinggi dibandingkan ibu yang memiliki jumlah paritas risiko rendah. Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relative lebih aman untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney, 2008). Ibu yang melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami Ketuban pecah dini dikarenakan vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan (Cunningham, 2009). Menjelang usia kehamilan cukup bulan kelemahan fokal terjadi pada selaput janin diatas serviks internal yang memicu robekan dilokasi ini. Beberapa proses patologis (termasuk Pendarahan dan Infeksi) dapat menyebabkan terjadinya KPD, faktor pencetus kejadian ketuban pecah dini harus diwaspadai jika adanya kehamilan multiple (Rukiyah,2010). Kejadian ketuban pecah dini (KPD) pada penelitian ini diduga paritas yang lebih berisiko yaitu pada kehamilan anak pertama, hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa risiko KPD dipandang tertinggi di antara pasien melahirkan anak pertama mereka (42,2%) , dengan usia kehamilan antara 30-35 minggu (43,5% kasus) dan 35-37 minggu (35,2%) (Noor S dkk, 2007).

  Pada uji Chi-square didapatkan nilai pvalue=0,927 > 0,05 hal ini berarti bahwa hipotesis ditolak artinya tidak ada hubungan antara Umur dengan kejadian ketuban pecah dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2015. Pada nilai Odd rasio (OR)= 1,217), hal ini menyatakan bahwa pada ibu yang memiliki umur berisiko berpeluang 1,217 kali lebih besar untuk mengalami ketuban pecah dini dibandingkan pada ibu yang umur tidak berisiko. Umur ibu pada saat hamil merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat risiko kehamilan dan persalinan. Umur yang dianggap berisiko adalah umur di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun. Faktor yang mempunyai pengaruh sangat erat dengan perkembangan alat-alat reproduksi wanita dimana reproduksi sehat merupakan usia yang paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu 20- 35 tahun, dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan melahirkan adalah 20- 30 tahun. Sedangkan umur ibu pada saat melahirkan dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun berisiko untuk melahirkan anak yang tidak sehat. Umur dibawah 20 tahun alat-alat reproduksinya belum begitu sempurna untuk menerima keadaan janin, sementara umur yang lebih dari 35 tahun dan sering melahirkan, fungsi alat reproduksinya telah mengalami kemunduran (Wiknjosastro, 2010).

  Ketuban pecah dini terjadi diduga hasil dari efek kekuatan fisik di area lokasi membran melemah dengan degradasi struktur kolagen. Salah satu penyebabnya yaitu enzim Metaloproteinase matriks yang mampu mendegradasi komponen matriks ekstraseluler dan telah terlibat dalam pecahnya selaput ketuban (Maymon, et.all, 2000)

  3. Hubungan anemia dengan kejadian ketuban pecah dini

  Analisa statistik pada variabel anemia didapatkan nilai pvalue=0,000 < 0,05 hal ini berarti bahwa hipotesis diterima artinya ada hubungan signifikan antara anemia dengan kejadian ketuban pecah dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2015. Pada nilai Odd rasio (OR)= 7,667 hal ini menyatakan bahwa pada ibu yang mengalami anemia 7,667 kali lebih berpotensi untuk mengalami ketuban pecah dini dibandingkan pada ibu yang tidak mengalami anemia.

  Anemia dapat menyebabkan hipoksia dan defisiensi besi sehingga dapat meningkatkan konsentrasi norepinefrin serum yang dapat menginduksi stres ibu dan janin, yang merangsang sintesis corticotropin releasing hormone (CRH). Konsentrasi CRH merupakan peningkatan faktor risiko utama untuk persalinan dengan ketuban pecah sebelum waktunya. CRH juga meningkatkan produksi kortisol janin dan kortisol dapat menghambat pertumbuhan longitudinal janin. Mekanisme alternative bisa jadi bahwa kekurangan zat besi meningkatkan kerusakan oksidatif pada eritrosit dan unit fetoplasenta. Kekurangan zat besi juga dapat meningkatkan risiko infeksi ibu yang mengakibatkan pecahnya ketuban terlalu dini (Allen, 2012).

2. Hubungan umur ibu dengan kejadian ketuban pecah dini

  Anemia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya KPD. Diagnosis anemia dengan melakukan analisis konsentrasi hemoglobin dan hematrokit. Pada ibu dengan anemia, kadar hemoglobinsebagai pembawa zat besi dalam darah berkurang, yang mengakibatkan rapuhnya beberapa daerah dari selaput ketuban, sehingga terjadi kebocoran pada daerah tersebut (Dewantiningrum, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ritawati (2012), tentang hubungan anemia dan resiko kejadian ketuban pecah dini di Kabupaten Purworejo, didapatkan hasil dari 63 sampel kelompok kasus diketahui sebagian besar ibu memiliki kadar hemoglobin yang tinggi (68,3%), dan dari 63 sampel kelompok kontrol diketahui sebagian besar ibu memiliki kadar hemoglobin yang tingi pula (88,9%). Dari analisis bivariat terhadap kejadian ketuban pecah dini (p = 0.036) menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara anemia dan resiko kejadian ketuban pecah dini di Kabupaten Purworejo.

  4. Hubungan preeklamsia dengan kejadian ketuban pecah dini Pada uji Chi-square didapatkan nilai pvalue=0,366 > 0,05 hal ini berarti bahwa hipotesis ditolak artinya tidak ada hubungan antara preeklamsia dengan kejadian ketuban pecah dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2015. Pada nilai Odd rasio (OR)= 1,737

  Preeklampsia merupakan timbulnya hipertensi

  disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit

  trophoblastik (Manuaba, 2012).

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Huda (2013) menunjukan bahwa preeklampsi menjadi penyebab ketuban pecah dini banyak di negara-negara maju. Frekuensi kelahiran dengan ketuban pecah dini adalah sekitar 12-13 % di Amerika Serikat dan 5-9 % di banyak negara-negara berkembang lainya. Kelahiran yang mengikuti persalinan dengan ketuban pecah dini dianggap sebagai sindrom akibat berbagai penyebab , termasuk infeksi atau peradangan , penyakit pembuluh darah , dan overdistension rahim.

  Responden menurut faktor preeklamsi menunjukkan bahwa Sebanyak 19 responden (15,2%) sedangkan yang tidak mengalami preeklamsi sebanyak 106 (84,8%) dari total keseluruhan 125 responden. Hal ini sesuai dengan teori dari Manuaba (2012) yang menyatakan bahwa akibat preeklamsia yang utama adalah vasokontriksi arterial yang menyebabkan kenaikan tekanan darah dan menurunya pasokan darah yang efektif pada banyak organ serta jaringan tubuh, termasuk plasenta. Plasenta dapat mengalami infark sehingga membatasi jumlah oksigen dan nutrien yang tersedia bagi bayi. Retardasi pertumbuhan intrauteri dapat terjadi dan keadaan hipoksia dapat membuat janin tidak mampu untuk menahan stres persalinan yang normal yang dapat menyebabkan ketuban pecah dini.

  Hubungan antara preeklamsia dengan ketuban pecah dini dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan hal ini diduga ada faktor lain yang lebih berpengaruh antara lain adanya infeksi dan melemahnya kekuatan selaput ketuban akibat pembesaran uterus, kontraksi, dan gerakan janin sehingga memicu terjadinya pacah ketuban secara spontan.

  KESIMPULAN

  Anemia memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kejadian ketuban Pecah Dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2014 dengan nilai pvalue= 0,000 dan OR=7,667. Variabel paritas, umur ibu, preeklamsi tidak memiliki hubungan dengan kejadian ketuban pecah dini dengan nilai pvalue > 0,05, hal ini diduga ada faktor lain yang lebih berpengaruh antara lain adanya infeksi dan melemahnya kekuatan selaput ketuban Salah satu penyebabnya yaitu enzim Metaloproteinase matriks, pembesaran uterus, kontraksi, dan gerakan janin sehingga memicu terjadinya pacah ketuban secara spontan.Penelitian ini hanya memiliki satu variabel yang berhubungan yaitu Anemia dengan kejadian ketuban pecah dini di RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2015 maka tidak dapat diketahui faktor Determinan Kejadian ketuban pecah dini di

  RS. Muhammadiyah Palembang tahun 2015.

  DAFTAR PUSTAKA Cunninghan, 2009. Obstetri Williams, Edisi 21.

  Jakarta. EGC. Dewantiningrum, 2012. Perbedaan Skor Apgar Pada Ketuban Pecah Ini Usia Kurang Dari 34 Minggu Yang Diberi Dan Tidak Diberi Deksametason . Didapatkan dari :Diakses Tanggal : 09 Oktober 2015 Dinas Kesehatan Kota Palembang.2014. Profil Dinas Kesehatan Kota Palembang

  . Diaskes dari Huda, 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini di RS PKU Muhammadiyah Surakarta . Didapatkan dari : www.eprints.ums.ac.id.

  Diakses Tanggal : 07 Oktober 2015 Manuaba, 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan . Jakarta. EGC BH. 2000. Evidence for the participation of interstitial collagenase (matrix metalloproteinase 1) in preterm premature rupture of membranes. Michigan USA. Diunduh di: diakeses : 21 januari 2016.

   2007.

  Prevalance of PPROM and its outcome . J Ayub Med Coll Abbottabad, diunduh dari :

  Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. YBPSP. Jakarta Ritawati, 2012. Hubungan Anemia Dan Resiko Kejadian Ketuban Pecah Dini di Kabupaten Purworejo . Didapatkan dari : www.etd.repository.ugm.ac.id. Diakses Tanggal : 07 Oktober 2015 Rukiyah AY. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidan Edisi 4 . Jakarta Varney, dkk, 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan.

  Jakarta. EGC Winjasastro, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo