Kata Kunci : bioekologi, Mansonia uniformis, filariasis. PENDAHULUAN - Bioekologi Mansonia uniformis dan Peranannya Sebagai Vektor Filariasis

FOKUS UTAMA

  

Bioekologi Mansonia uniformis dan Peranannya Sebagai Vektor Filariasis

  Hasan Boesri*

  

Abstract

The Mansonia uniformis (Theobald) mosquito outdoor resting behavior locates in

areas such as in between rocks, in leaves covered grass, or in cans with no direct

sunlight contact. Its dormant period after blood sucking activities takes 4-5 days

afterwards its begin to lay eggs. Adult mosquito could transmit the filarial infective

amounting 1-5 times during its lifespan. The mosquito favorite mating environment or

habitat are those that consist of swampy areas where most watery plans grow such as

Eichornia, Salviniaceae, Pistia, Isachne globosa, I. aquatica and water Graminae. Pools

or rice fields that are abandoned with depths reaching 15-100 cm and temperature 24-

  

  

30 C could occur as a mating ground for Ma. uniformis mosquito. The mosquito eggs

are placed underneath pieces of woods or watery plants and hatch in temperature 24-

  

30 C within 4-5 days period. These eggs are also clustered in 49-60 amounts. The

larvae and pupae will cover themselves under pieces of woods or watery plants and

plant its siphon on the aerenkhim system in order to breathe oxygen. The Ma. uniformis

mosquito location spreads all over Africa, India, Pakistan, Srilanka, Thailand, Malaysia,

Vietnam, Papua New Guinea, North Australia and Indonesia. Whether in Indonesia it

covers throughout Sumatra, Kalimantan, Java, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Alor and

Irian Jaya. Keywords: bioecology, Mansonia uniformis, filariasis

  

Bioecology of Mansonia uniformis and Its Role as a Vector Of Filaria

  Abstrak Perilaku nyamuk Mansonia uniformis (Theobald) umumnya beristirahat di luar rumah dengan tempat bersarang pada celah batu, dekat tanah di bawah daun-daunan rumput atau di kaleng-kaleng yang terlindung dari sinar matahari. Masa istirahat setelah mengisap darah 4

  • – 5 hari dan siap bertelur. Nyamuk dewasa dapat menularkan filaria

  

infektif 1 sampai 5 kali selama hidup. Habitat atau lingkungan yang paling disenangi

  nyamuk ini sebagai tempat berkembangbiak adalah suatu daerah berawa-rawa yang berair ditumbuhi banyak tanaman air seperti Eichornia, Salviniaceae, Pistia, Isachne

  

globosa, I. aquatica dan Graminae air. Kolam atau sawah yang tidak terurus dengan

  kedalaman air 15

  • – 100 cm dan temperatur 24 - 30ºC dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Ma. Uniformis. Telur nyamuk Ma. uniformis biasanya diletakkan dibawah potongan kayu atau tanaman air dan menetas setelah 4
  • – 5 hari dengan temperatur 24 - 30ºC, bentuk telur biasanya clusters sebanyak
  • – 60 telur. Larva dan pupa akan berlindung di sela-sela akar tanaman air atau pada potongan kayu dan menusukkan siphonnya (alat napas) pada jaringan aerenkhim untuk mengambil oksigen. Penyebaran nyamuk Ma. uniformis mulai dari Afrika, India, Pakistan, Srilanka, Thailand, Malaysia, Vietnam, Papua New Guinea, Australia utara, dan Indonesia. Di Indonesia meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Alor dan Irian Jaya.

  Kata Kunci : bioekologi, Mansonia uniformis, filariasis.

  • *Peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit, Salatiga.

  PENDAHULUAN

  Nyamuk Mansonia uniformis (Theobald) mempunyai arti yang cukup penting dalam dunia kesehatan bagi manusia karena merupakan penular (vektor) penyakit filaria (filariasis). Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria dan merupakan penyakit menular menahun karena investasi jenis cacing Nematoda pada kelenjar dan saluran getah bening, dimana pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat anggota tubuh, karena membengkaknya kaki sehingga terlihat seperti kaki gajah atau juga disebut elefantiasis. Nyamuk penular penyakit yang berbagai jenis tersebar luas di sekitar pemukiman penduduk dan sukar dikontrol sehingga rantai penularan penyakit akan terus berjalan selama nyamuk vektornya yaitu Mansonia spp masih ada. Sumber penularan yang utama adalah penderita filariasisi sendiri yang mengandung bibit penyakit (mikrofilaria) dalam darah tepinya.

  Di Indonesia sampai sat ini telah diketahui terdapat 3 jenis cacing filaria pada manusia yaitu Wuchereria bancrofti (Cobbold), Brugia malayi (Brugg) dan Brugia timori. Penyakit ini terdapat luas di Indonesia, Malaysia, India, dan Afrika dengan berbagai jenis nyamuk sebagai penularnya. Sejarah yang penting diketahui mengenai genus

  

Mansonia yaitu soal nama. Pada mulanya nyamuk ini dikenal dengan nama

Taeniorhynchus Lynch Arribalzaga yang ditemukan pada tahun 1891. Setelah beberapa

  kali terjadi pergantian nama maka pada tahun 1956 oleh Stone dan K.L. Knight mengusulkan ke International Committee On Zoological Nomenclature (ICZN) untuk mempergunakan nama Mansonia, dan baru secara resmi diakui oleh ICZN pada tahu 1959 dengan Mansonia sampai sekarang. Nyamuk mansonia (Diptera: Culicidae) sebagai penular utama filariasis tersebar luas di Asia Tenggara. Di Malaysia terdapat dua subgenera yaitu Mansonioides dan Coquillettidia, akan tetapi yang berperan penting sebagai penular penyakit filaria adalah yang termasuk subgenus Mansonioides. Jenis

  

Mansonia yang ada di Malaysia adalah Ma. annulata (Leicester), Ma. annulifera

  (Theobald), Ma. bonneae (Edward), Ma. indiana (Edward) dan Ma. uniformis

  1 (Theobald) .

  Menurut Arbain (1977) jenis nyamuk Ma. uniformis yang ditemukan di Indonesia seperti di Sumatera, kalimantan, di Kepulauan Maluku, Timor, Flores serta Sulawesi

  2

  yang paling berpotensi sebagai vektor filariasis . Selain itu, nyamuk Anopheles

  

barbirostris dapat pula menjadi penular parasit mikrofilaria. Selain manusia, maka

  binatangpun dapat menjadi sumber penularan filariasis, misalnya kera, kucing, burung, serta binatang ternak lainnya. Selain merupakan vektor filaria pada manusia, maka nyamuk Mansonia yang menurut penelitian Bicknell et al. juga merupakan vektor filaria

  1 pada anjing yaitu Dirofilaria immitis .

  Potensi nyamuk Ma. uniformis sebagai penular penyakit filariasis cukup besar, sehingga data dasar biologi mutlak diperlukan dalam usaha memahami epidemologi penyakit demam kaki gajah di Indonesia. Oleh karena itu maka tujuan penulisan makalah ini adalah penelusuran kepustakaan yang sebanyak mungkin untuk mendapatkan informasi pengetahuan mengenai nyamuk Mansonia, khususnya Ma.

  

uniformis dari segala aspek biologinya dan potensi sebagai vektor. Penyebaran nyamuk

Ma. uniformis secara geografis tersebar luas mulai dari Afrika menuju belahan timur

  mulai dari India, Indonesia, Srilanka, Thailand, Malaysia, Indocina, Papua New Guinea dan Australia. Untuk lebih mengenal nyamuk Ma. uniformis secara berturut-turut akan dikemukakan hal sebagai berikut.

  Morfologi nyamuk Mansonia uniformis

  Nyamuk dewasa (imago) secara morfologis mempunyai ukuran antara 5

  • – 6 mm, warna tubuh coklat terang yang ditandai dengan adanya dua garis berwarna kekuning- kuningan pada bagian skutum dengan banyak bercak dan bintik putih serta kuning pada thorax, abodomen dan kaki. Femur tungkai belakang bergelang warna putih dengan letak yang tak teratur, demikian pula tarsinya. Gigi-gigi yang tersusun seperti sisir pada ujung tergit ruas abdomen yang kedelapan terdiri atas tiga deretan, dimana deret yang terletak di tengah mempunyai lima sampai sembilan gigi dan deret kedua sisi deret tengah tadi mempunyai empat atau lima gigi. Pada ujung palpi bersisik putih kekuning- kuningan sedangkan pada bagian belakang pronotum banyak ditutupi oleh sisik. Kettle (1984) menyatakan bahwa perkembangan telur nyamuk Ma. uniformis sampai dewasa (imago) pada lingkungan temperatur 26 - 30ºC memerlukan waktu antara 25 sampai 40

  3 hari. Sama pada nyamuk Ma. Africana .

  Telur nyamuk Ma. uniformis yang bentuknya agak lonjong dengan salah satu ujungnya meruncing mempunyai warna coklat gelap sampai hitam. Telur tersebut oleh nyamuk biasanya diletakkan dalam bentuk kelompok pada permukaan bawah daun tumbuhan inangnya yang hidup di daerah berawa-rawa yang banyak tumbuhan air. Ukuran telur dapat mencapai panjang sekitar 1 mm. Pada waktu telur menetas larva akan keluar melalui bagian ujung telur yang robek dan langsung masuk air berenang dan mencari tumbuhan air untuk berlindung dan berkembang. Biasanya larva tersebut akan selalu ada pada sela-sela akar tanaman air tersebut, hal ini karena untuk

  

1,4

mendapatkan oksigen dari jaringan tanaman .

  Panjang tubuh larva dewasa (instar IV) antara 9

  • – 10 mm dan warna jentik (larva) adalah coklat tua sampai hitam. Menurut Horsfall (1955) bahwa larva Ma. uniformis, dapat juga hidup terbenam dalam suatu massa ikatan sebagai sampah di sekitar sistem perakaran tumbuhan air, akan memakan segala macam partikel organik yang ada disekitarnya, akan tetapi larva ini pula dapat menjadi mangsa binatang kecil/ protozoa lainnya yang menjadi musuhnya.

  Pupa kalau diperhatikan mempunyai bentuk seperti koma dengan panjang cephalothoraxnya antara 2-3 mm. Rambut-rambut sikat pada ruas abdomen ada yang lebih panjang dengan lebar ruas abdomen berikutnya. Pupa juga memperoleh oksigennya dari jaringan tanaman air dengan cara menusukkan respiratory trumplet- nya. Alat pernapasan ini bentuknya seperti trompet yang panjang dimana pada ujungnya mengeras karena adanya kitin. Bentuk alat pernapasan ini secara garis besar

  3 hampir sama dengan genus Anophelinae .

  Tempat berkembang biak nyamuk Mansonia uniformis.

  Tempat berkembangbiak alami nyamuk ini pada umumnya pada daerah dengan air tergenang atau pada rawa-rawa terbuka yang banyak ditumbuhi tanaman air. Wharton (1962) menyatakan bahwa tempat berkembangbiak nyamuk Ma. uniformis yang dikenal luas sampai saat ini digolongkan dalam tiga tipe dasar yaitu : (1) daerah rawa-rawa terbuka yang mana tumbuhan yang dominan adalah Isachne globosa dan

  

Panicum amplxicaule. Daerah dengan tipe seperti ini sangat disenangi dan merupakan

  tempat berkembangbiak nyamuk Ma. uniformis dan Ma. crassipes, (2) daerah yang merupakan batas hutan dan merupakan tempat/rawa dengan hutan terbuka. Daerah ini disenangi oleh nyamuk Ma. annulata dan (3) daerah hutan yang berawa dengan segala macam keanekaragaman tumbuhan yang dapat memberi kemungkinan tempat

  1 berkembangbiak jenis nyamuk seperti Ma. dives, Ma. bonneae dan Ma. Nigrosignata .

  Kolam atau sawah terbuka yang ditumbuhi banyak tanaman air karena kurang digarap, dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Mansonia, apalagi jika kolam tersebut mempunyai kedalaman air antara 15

  • – 100 cm. Di Srilanka menurut Carter dalam Wharton (1962), ditemukan larva Ma. uniformis pada 24 jenis tanaman air

  5

  terutama pada E. crassipes, Isachne dan Panicum, Pistia dan Salviniaceae . Tanaman air yang sangat baik untuk pertumbuhan nyamuk pradewasa adalah Impomoea

  

aquatica. Informasi ini sangat penting artinya dalam mendapatkan data-data bioekologi, pertumbuhan dan perkembangan sebagai usaha untuk mengendalikan populasi nyamuk Ma. uniformis.

  Laurence et al. (1960) dalam Service (1976) menyatakan larva Mansonia dapat dikoleksi banyak pada daerah rawa-rawa yang mempunyai banyak tumbuhan air seperti

6 Pistia dan Salvinia . Larva Ma. uniformis dan Ma. annulifera hanya terdapat di

  persawahan yang kurang terurus dan banyak ditumbuhi oleh gulma air dan spesies tersebut ditemukan pada pangkal tanaman Pistia dan Salvinia. Sedangkan menurut Wharton (1962) larva Mansonia dapat menempel pada akar tanaman atau rumput- rumputan air seperti Pistia, Salvinia dan Eichornia. Penelitian yang dilakukan oleh Wharton (1962) di Malaysia telah berhasil mengembangbiakkan Ma. uniformis di laboratorium dengan teknik yaitu nyamuk betina yang siap bertelur disimpan dalam suatu kurungan dan disediakan panci berisi air dan tanaman air Pistia stratiotos sebagai tempat untuk meletakkan telurnya. Setelah telur menetas maka larva dipindahkan ke suatu tempat yang berisi larutan dengan kotoran kelinci dan sedikit tambahan ragi. Wadah ini disimpan pada tempat teduh. Tingkat keasaman (pH) medium tersebut adalah 7,2. Medium/ larutan yang dipakai dengan formula 600 ml air ditambah dengan 7,5 gr kotoran kelinci dan ditambah dengan ragi sedikit-sedikit setiap hari dan juga ada tanaman air E. crassipes. Wadah yang dipakai adalah plastik transparan dengan ukuran

  7 30 x 16 x 20 cm . Untuk mendapatkan data biologi yang cukup baik mengenai Ma.

uniformis, maka kita harus mengadakan pemeliharaan (rearing) nyamuk ini. Hal ini

  dapat dikerjakan di Laboratorium, tetapi akan banyak kesukaran dan hambatan yang bisa dihadapi, misalnya dengan mengikuti metoda Rodentwalt yaitu dengan cara

  

infusion atau penambahan suatu seduhan serbuk kering dari kotoran marmut sebagai

makanan untuk larva. Metoda ini dapat berhasil mengembangbiakkan nyamuk Ma.

uniformis sampai tujuh keturunan. Laurence dan Smith (1958) mengembangbiakkan

  nyamuk Ma. uniformis dengan infusion makanan tambahan biskuit makanan anjing atau kotoran marmut yang kering dan ditambah dengan potongan rumput yang berfungsi sebagai stabilisator.

  Peneliti lainnya yang pernah mencoba memelihara ini misalnya Ngadiyo (1983) dengan memakai tanaman air Eichornia crassipes; oleh Cheong (1984) di Malaysia yang dikerjakan di laboratorium Institute for Medical Research dilakukan penambahan

  8

infusion kotoran kelinci dan juga dengan tanaman inangnya yaitu Eichornia . Dari

  penelitian ini dia bisa memelihara sampai turunan keduapuluh. Nyamuk Ma. uniformis telah berhasil dipelihara di Laboratorium Entomologi Kesehatan IPB yang dikerjakan oleh laboran/tehnisi dengan bimbingan profesor Singgih H.Sigit dengan metoda infusion berhasil sampai mencapai puluhan turunan.

  Perilaku dan kebiasaan mengigit dan istirahat pada nyamuk Mansonia uniformis

  Penelitian dan pengamatan perilaku dan kebiasaan istirahat nyamuk Mansonia telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Wharton (1958) yaitu dengan memasang perangkap di jendela pondok untuk mengetahui pengaruh residu insektisida terhadap Ma. dives, Ma. bonneae, Ma. annulata dan Ma. uniformis. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 90% nyamuk meninggalkan rumah pondok sebelum jam lima pagi, sedangkan 10% lebih memilih tinggal dalam rumah beristirahat, setelah kenyang baru meninggalkan rumah setelah jam 7 pagi. Pada tahun 1954, Wharton dan Santamaria telah melakukan penelitian mengenai kebiasaan beristirahat nyamuk Mansonia pada siang hari yang dilakukan di Malaysia. Hasilnya menunjukkan bahwa sangat sedikit nyamuk Ma. uniformis yang beristirahat dalam rumah yang telah disemprot dengan Pyrethrum, yaitu hanya 4 ekor dari 56 ekor yang ditangkap pada nyamuk Mansonia seperti Ma. dives, Ma. bonneae dan lain sebagainya. Krafsur (1972) dalam penelitiannya di Gambela (Ethiopia) mendapatkan kepadatan populasi Ma. uniformis

  9

  dan Ma. africanus yang istirahat dalam rumah sangat rendah . Smith (1955) dengan penelitian di Afrika menemukan Ma. uniformis dan Ma. africana selalu mengisap darah dan istirahat di luar rumah. Siklus gonotrofik dari kedua nyamuk ini adalah 3,3

  • – 4,1 hari

  1 untuk Ma. uniformis dan 3,4 .

  • – 3,8 hari untuk Ma. indiana

  Ma. uniformis dikethui lebih cenderung mengisap darah manusia walaupun sering

  nyamuk ini ditemukan beristirahat di kandang ternak. Wharton (1962) juga telah membuktikan hal ini seperti apa yang telah dikerjakan di Malaysia. Selain itu oleh Wharton (1962) juga telah menemukan banyak nyamuk Ma. dives, Ma. bonneae, dan

  

Ma. uniformis di celah-celah batu dibawah rumput-rumputan. Juga ditemukan banyak

  nyamuk beristirahat pada peti-peti yang diletakkan ditempat yang terlindung di daerah perkampungan di Malaysia. Oleh Wharton tidak meragukan bahwa nyamuk

  

Mansonioidea pada umumnya banyak beristirahat dekat dengan tanah dibawah daun-

  daunan dari rumput-rumputan. Demikian juga makanannya banyak diisap dari darah manusia, kambing, kerbau, anjing, dan burung. Penelitian Krafsur (1972) di Ethiopia menarik suatu kesimpulan bahwa Ma. uniformis dan Ma. africana merupakan nyamuk

  9 yang bersifat antropofilik (khusus di Ethiopia karena hewan ternak sangat jarang) .

  Di daerah kampung Kapuk, Jakarta Barat, nyamuk Ma. uniformis lebih banyak aktif di luar rumah daripada dalam rumah. Nyamuk Ma. uniformis mulai aktif masuk rumah dan mengigit manusia ada diantara jam-jam 19.00 sampai 20.00 dan antara

  22.00

  • –23.00. Nyamuk yang bristirahat pada dinding rumah lebih banyak nyamuk betina dengan abdomen penuh darah. Wharton (1962) menyatakan bahwa tempat beristirahat nyamuk Ma. uniformis pada umumnya di luar rumah dan aktif pada malam hari.

  Potensi Mansonia uniformis sebagai vektor penyakit filariasis.

  Filariasis adalah penyakit menahun yang disebabkan oleh parasit Nematoda yang penyebarannya ditularkan oleh nyamuk. Sampai saat ini di Indonesia ditemukan tiga jenis parasit Nematoda yaitu W. bancrofti, B. malayi, dan B. timori. Penular penyakit ini di daerah pedesaan adalah berbagai jenis nyamuk Anopheles, misalnya di Lombok adalah An. subpictus Grassi sedangkan di daerah perkotaan seperti Jakarta adalah

  

Culex quinquefasciatus ini untuk parasit W. bancrofti, sedangkan B. malayi banyak

  ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Timor dan Seram. Penular filariasis di Sumatera dan Kalimantan kebanyakan adalah Ma. uniformis dan Ma. annulifera. Khusus di Sulawesi adalah An. barbirostris Wulp. B. timori terbatas di kepulauan sekitar laut Sawu yaitu Flores, Alor dan Timor serta Sumba. Penular penyakit ini adalah An.

  2 barbirostris . Survei-

  survei mikrofilaria di kawasan Indonesia Timur menunjukkan “rate” yang berkisar 0 sampai 41%. Nyamuk Ma. uniformis di daerah pedesaan Irian Jaya telah pula ditemukan sebagai penular filaria jenis W. bancrofti, demikian juga halnya di

  10 Sumatera, Jawa, Sulawesi juga ditemukan nyamuk penular penyakit filaria . Di

  Sulawesi Tenggara, nyamuk penular filaria jenis B. malayi merupakan vektor alami. Hal ini diketahui setelah diadakan pembedahan nyamuk yang dikumpulkan dengan berbagai penangkapan antara lain ditemukan Ma. uniformis dengan infection-rate 0,63%. Kepastian jenis nyamuk ini sebagai vektor B. malayi telah di uji dengan perlakuan infeksi buatan dengan cara mengigitkan nyamuk pada pasien pengandung mikrofilaria. Setelah dipelihara dalam waktu 10

  • – 12 hari, kemudian satu persatu nyamuk dibedah. Sebagai hasilnya “indeks eksperimental infection” An. barbirostris 0,22%, Ma. uniformis 0,63%, Ma. indiana 0,76%.

  Parasit B. timori terdapat di Indonesia bagian timur khususnya pedalaman pulau Timor, Alor, Flores, Sumba dan beberapa pulau disekitarnya. Penularnya yang diketahui

  2

  adalah nyamuk An. barbirostris . Di Asia Tenggara, nyamuk Mansonia merupakan vektor utama filariasis malayi disamping Anopheles. Nyamuk Ma. uniformis merupakan vektor bagi B.malayi di Malaysia, Srilanka, India, Thailand dan Indonesia. Di daerah Irian Barat dan Papua New Guinea, nyamuk Ma. uniformis merupakan vektor W.

  

bancrofti (Kettle, 1984). Oleh Hodgkin (1939) dalam Wharton (1962) menyatakan bahwa

  1 nyamuk Ma. uniformis merupakan vektor alami B. malayi di Malaysia .

  Dalam usaha mengurangi bahaya penyakit filariasis, penting sekali artinya mengendalikan populasi nyamuk Ma. uniformis ini. Di beberapa negara telah dicoba

  mengendalikannya menggunakan herbisida dan insektisida. Pengendalian secara hayati juga telah dicoba. Selain itu ada lagi cara dengan memberantas nyamuk Mansonia dengan jalan mengendalikan atau membasmi tanaman/tumbuhan air seperti Pistia,

  

Eichornia, Salvinia dengan menggunakan herbisida pentaklorfenol. Sedang untuk

  penderitanya sendiri sebaiknya diberikan pengobatan dengan dietilkarbamazine citrate

  10 .

  KESIMPULAN

  1. Telur nyamuk Ma. uniformis biasanya diletakkan dibawah potongan kayu atau tanaman air dan menetas setelah 4

  • – 5 hari dengan temperatur 24 - 30ºC, bentuk telur biasanya clusters sebanyak 49
  • – 60 telur. Larva dan pupa akan berlindung di sela-sela akar tanaman air atau pada potongan kayu dan menusukkan siphonnya pada jaringan aerenkhim untuk mengambil oksigen. Masa istirahat setelah mengisap dara
  • – 5 hari dan siap bertelur. Nyamuk dewasa dapat menularkan filaria infektif 1 sampai 5 kali selama hidup.
  • – 100 cm dan temperatur 24 - 30ºC dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Ma. uniformis.
  • – 20.00 dan antara jam

  2. Penyebaran nyamuk Ma. uniformis mulai dari Afrika, India, Pakistan, Srilanka, Thailand, Malaysia, Vietnam, Papua New Guinea, Australia utara, dan Indonesia. Di Indonesia meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Alor dan Irian Jaya.

  3. Habitat atau lingkungan yang paling disenangi nyamuk ini sebagai tempat berkembangbiak adalah rawa-rawa yang berair dan ditumbuhi banyak tanaman air seperti Eichornia, Salviniaceae, Pistia, Isachne globosa, I. aquatica dan Graminae air. Kolam atau sawah yang tidak terurus dengan kedalaman air 15

  4. Perilaku dan kebiasaan nyamuk Ma. uniformis untuk beristirahat umumnya di luar rumah dengan tempat bersarang pada celah-celah batu, dekat tanah dibawah daun-daunan rumput atau di kaleng-kaleng yang terlindung dari sinar matahari. Puncak kegiatan mengigit didalam rumah antara jam 19.00

  22.00 – 23.00.

  5. Dari berbagai hasil penelitian ternyata diketahui nyamuk Ma. uniformis mempunyai potensi atau peranan yang cukup berbahaya bagi manusia karena dapat menularkan cacing filaria dan menimbulkan filariasis. Cacing filaria yang telah dilaporkan ialah W. bancrofti (Coobold), B. malayi (Brugg) dan B. Timori.

  SARAN-SARAN

  1. Di daerah dimana terdapat tempat-tempat terbuka yang berupa rawa-rawa serta daerah persawahan yang kurang terpelihara supaya dapat ditutup atau dirawat sebaik mungkin, sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk (breeding place) Ma. uniformis.

  2. Cara lain untuk mengendalikan populasi nyamuk ialah dengan mengembangkan sistem biotik kontrol dengan cara memelihara ikan-ikan Oreochormis mossambica (Peters), Cyprinus carpio, Ctenops vittatus, Panchax panchax dan Poucilia spp yang bisa menjadi predator bagi larva nyamuk.

  3. Oleh karena kehidupan larva, pupa nyamuk Ma. uniformis kemungkinan sangat cocok dan tergantung pada adanya tanaman air seperti Eichornia, Pistia, Salvania maka sebaiknya tanaman ini jangan dibiarkan tumbuh liar dan dimusnahkan dengan herbisida.

DAFTAR PUSTAKA

  7. Chiang, G.L, W.H. Cheong, K.P. Loong, K.L. Eng dan W.A. Samarawickrema. 1985.

  Gambar 1. Habitat larva Mansonia Gambar 2. Larva Mansonia saat istirahat mengkait di akar tumbuhan air

  

FOTO-FOTO

  10. [Depkes]. Departemen Kesehatan. 1986. Pedoman pelaksanaan penyuluhan demam kaki gajah. Sub. Dit. Filariasis dan Schistosomiasis Depkes RI, Jakarta.

  9. Krafsur, E.S. 1972. Observation on the bionomic of Mansonia uniformis in Gambela.Ethiopia. Mosquito News. 32 (1) ; 73 –78.

  8. Cheong, W.H. dan W.A. Samarawickrema. 1984. Laboratory colonizatio of Mansonia in Malaysia; A preliminary report. Mosquito News Vol 44 (1) : 72 – 73.

  Laboratory colonizatio of Mansonia uniformis, Ma. Indianan dan Ma. bonneae in Malaysia. J. Am. Mosq. Control Assoc. Vol 1 (2) : 186 – 189.

  1. Wharton, R.H. 1962. The biology of Mansonia mosquitoes in relation to the transmission of filariasis in Malaya. Bull. Inst. for Med.Res.Number 11:1-114.

  2. Arbain, Y. 1977. Masalah dan Penanggulangan penyakit filariasis di Indonesia.

  Natal, South Africa. J. of the Entomol. Sosiaty of Southern Africa 48 (1) : 179 – 184. 6. rvice, M.W. 1976. Mosquitoes Ecology field sampling. School of Tropical Medicine.

  Mansonia uniformis. Theobald (Diptera : Culicidae) from swamps at Richart Bay

  5. Appleton, C.C ; B.L.Sharp, 1985. A prelemenary study on the emergence of

  4. Chapman, R.F. 1971. The insect structure and function. American Elcevier PublishingCo. New York. 819 p.

  3. Kettle, D.S. 1984. Medical and Veterinary Entomology. Croom Helm. London & Sydney. 658 p.

  Seminar Nasional Parasitologi I. Desember 1977.

  Liverpool, England. Gambar 3. Nyamuk Dewasa Ma. uniformis Gambar 4. Cacing Filaria dewasa Gambar 5. Penderita Filariasis Gambar 6. Penderita Filariasis