PENCEMARAN PERAIRAN LAUT MENDATANGKAN KE

PENCEMARAN PERAIRAN LAUT
MENDATANGKAN KERESAHAN DAN KERUGIAN BESAR
BAGI PARA NELAYAN DI KABUPATEN KEBUMEN 1)
Oleh:
Ida Ayu Lochana Dewi
I.

Pendahuluan
Sumberdaya alam merupakan salah satu modal dasar pembangunan

masyarakat Indonesia, yang harus dikelola dengan baik guna memenuhi kebutuhan
generasi saat ini dan generasi yang akan datang (prinsip pembangunan
berkelanjutan). Berdasarkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan tersebut,
maka keseluruhan upaya pemanfaatan sumberdaya alam hendaknya disertai
dengan memperhatikan kelestariannya (Djajadiningrat, 2001). Namun demikian,
berbagai upaya yang telah dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat Indonesia, ironisnya, mulai menunjukkan beberapa ketimpangan daya
dukung sumberdaya alam dan lingkungan.
Perairan merupakan salah lingkungan hidup yang didalamnya mengandung
berbagai sumberdaya hayati maupun non hayati, yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya permintaan pemenuhan

berbagai kebutuhan dan meningkatnya aktifitas pembangunan, khususnya yang
mengeluarkan bahan-bahan yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada daya dukung perairan, telah terjadi di beberapa tempat di
wilayah Indonesia. Sebagai contoh, pencemaran laut Kebumen oleh minyak, yang
berdampak negatif lanjutan terhadap menurunnya hasil tangkapan para nelayan
Kebumen. Kerugian yang diderita oleh para nelayan tersebut mencapai 1,1 miliar
rupiah 2).
Berdasarkan uraian tersebut, pencemaran perairan yang hingga kini belum
diketahui sumber dan jenis bahan pencemar yang ada, di duga telah membunuh
larva dan juvenil bahkan ikan dewasa di sekitar laut Kebumen. Banyaknya biota
akuatik yang musnah akibat pencemaran tersebut memberikan dampak negatif
lanjutan berupa menurunnya hasil tangkapan para nelayan di Laut Kebumen.
Hingga saat ini, penyelidikan tentang jenis dan sumber bahan pencemar telah
dilakukan oleh Pemkab Kebumen melalui Tim Investigasi yang telah dibentuk.

1)
2)

Dosen Politeknik Pertanian Negeri Kupang
Kasus tertanggal 29 Mei 2004, diambil dari sumber http://kebumen.portal.dk3.com


Masalah pencemaran perairan di Laut Kebumen harus sesegera mungkin
diatasi guna mencegah perluasan areal pencemaran, pemulihan perairan sebagai
habitat berbagai biota akuatik dan menurunnya hasil tangkapan para nelayan, yang
pada akhirnya akan memperbesar biaya sosial yang ditimbulkannya.
II.

Uraian Masalah
Dampak negatif pencemaran terhadap hasil tangkapan, awalnya diketahui

melalui pengamatan para nelayan terhadap fenomena menghilangnya ikan pelagis.
Pada kempatan lain, pada saat kapal penangkap telah menghabiskan 12 liter bahan
bakar dan telah mencapai daerah penangkapan, ternyata tidak menemukan ikan
sama sekali. Berdasarkan fenomena dan penghitungan armada penangkapan,
dapat dihitung total kerugian yang diderita oleh para nelayan.
Menurut Trie Prodjo (Kepala Sub Dinas Perikanan dan Kelautan Kebumen),
perhitungan kerugian itu berdasarkan jumlah perahu yang dioperasikan para
nelayan sebanyak 730 unit lebih, dengan rata-rata hasil tangkapan ikan senilai Rp
200 hingga Rp 250 ribu. Lebih lanjut dikatakan, berdasarkan perhitungan tersebut,
dengan 730 unit perahu itu selama satu minggu, perhitungan kasar dapat

menghasilkan sekitar Rp 1,1 miliar. Namun pada kenyataannya, para nelayan tidak
medapatkan hasil tangkapan, sehingga dapat dikatakan bahwa nelayan mengalami
kerugian sebesar 1,1 miliar rupiah. Kerugian tersebut belum termasuk para
pengusaha tambak yang belum dirinci dengan pasti. Kerugian lain yang lebih
memprihatinkan, lanjut Ir Trie Prodjo menyatakan, kerusakan lingkungan di sekitar
laut dan pantai yang berdampak kematian biota di tempat itu. Meskipun sulit
dihitung secara meteriil, namun kerugian itu merupakan sesuatu yang sangat
mengganggu bagi aktifitas warga sekitarnya.
Tentang tingkat pencemaran perairan Kebumen, secara visual dapat diamati
dengan adanya gumpalan hitam limbah minyak masih berada di permukaan air laut.
Kondisi itu menyebabkan ikan jenis pelargis4) atau yang hidup di daerah permukaan
laut berpindah ke tempat lain untuk menghindari gumpalan tersebut. Kondisi inilah
yang diduga sebagai penyebab utama menurunnya stok ikan pelagis di perairan
Kebumen yang berdampak pada hasil tangkapan nelayan yang sangat kecil. Pada
waktu yang lebih lama apabila gumpalan hitam tersebut tidak segera diatasi,
dikhawatirkan akan tenggelam ke dasar perairan dan akan mengganggu ikan dasar
yang ada (Trie Prodjo, 2004).
4)

Ikan pelagis adalah berbagai jenis ikan yang berenang secara bergerombol di bagian permukaan

perairan.

2

Disisi

lain

Pemerintah

Kabupaten

(Pemkab)

Kebumen

juga

sudah


menghubungi Administratur Pelabuhan (Adpel) Nusantara Cilacap untuk bersedia
membantu dan meneliti limbah yang mencemari laut itu. Tentang sumber
pencemaran sendiri menurut Trie Prodjo, praduga tak bersalah yang paling mungkin
bisa dijadikan sinyalemen yakni berasal dari ceceran limbah kapal tanker milik
Pertamina. Karena itu perlu adanya penjelasan yang transparan dari Pertamina
perihal pengoprasian kapal milik perusahaan itu yang pada saat terjadi
pencemaran, didapati sedang melaut di perairan Kebumen.
Kerugian yang diderita oleh para nelayan di Laut Kebumen merupakan salah
satu dampak negatif, besar dan penting dari pencemaran5), yang saat ini tengah
melanda salah satu sumberdaya alam di Indonesia dan harus memperoleh
tanggapan serius dari berbagai stakeholder di Kebumen.
Guna memperoleh solusi pemecahan masalah pencemaran yang sangat
serius ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen membentuk tim investigasi,
menyusul pencemaran yang melanda perairan laut Kebumen yang diduga berasal
dari limbah minyak mentah. Tim investigasi ini diketuai KM Nassiruddin AM (Wakil
Bupati Kebumen) dengan penanggungjawab Dra Rustriningsih (Bupati Kebumen).
Tugas tim ini meliputi semua kebutuhan yang bisa mendukung upaya penyelesaian,
mulai dari pengambilan sampel, laboratorium hingga melakukan ivestigasi tentang
sumber pencemaran, jumlah kerugian dan upaya pengajukan klaim berdasarkan
jumlah kerugian itu. Upaya lain untuk meredam kegelisahan para nelayan, Sub

Dinas Perikanan dan Kelautan setempat bersama dengan para pengurus kelompok
nelayan di Pasir, Argopeni, dan Karangduwur Kecamatan Ayah sudah berupaya
memanfaatkan forum pertemuan rutin selapanan, guna menjelaskan bencana yang
telah terjadi (Trie Prodjo-KaSubDin Perikanan dan Kelautan Kebumen).
Satu

bulan

kemudian,

Tim

Investigasi

Pencemaran

Laut

Kebumen


menemukan indikasi kuat sumber pencemaran di pantai selatan sepanjang 57,5 km
itu dari arah timur. Ditemukan pula kesamaan visual jenis pencemaran di Kebumen
dan di Pantai Congot, Kulonprogo (Drs. H. M. Murgiyono-KaBapedalda Kebumen).
Kondisi ini diperkuat oleh arah angin selama pertengahan Mei hingga akhir bulan,
yaitu dari arah timur Samudra Indonesia. Data arah angin tersebut berdasarkan
data Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Cilacap. Pencemaran ini juga
mendapat perhatian serius dari Dirjen Sumber Daya Perikanan dan Kelautan yang
meninjau langsung ke lokasi bersama Dinas Perikanan Jawa Tengah.
5)

Pencemaran adalah rusaknya lingkungan dan sumberdaya alam hayati akibat masuknya bahanbahan melebihi batas toleransi (daya dukung), menyebabkan musnahnya sumberdaya alam

3

III.

Analisa Masalah
Pencemaran perairan pada suatu wilayah badan air, yang terjadi akibat

kegiatan pembuangan limbah dan/atau bahan-bahan yang secara tidak sengaja

terlepas diperairan, yang berasal dari aktivitas di wilayah tersebut dan/atau jauh dari
wilayah perairan yang saat ini tercemar. Kondisi tersebut sangat memungkinkan
pada wilayah perairan laut yang memiliki pergerakan massa air yang lebih dinamis
dibandingkan dengan perairan darat. Dengan demikian, masuknya bahan pencemar
di suatu wilayah perairan akan mempengaruhi perairan di wilayah lainnya sebagai
akibat adanya arus dan gelombang.
Pencemaran di Laut Kebumen, di duga berasal dari minyak mentah yang
merupakan ceceran limbah minyak dari kapal tanker milik pertamina (Trie ProdjoKaSubDin Perikanan dan Kelautan Kebumen) dan/atau berasal dari kegiatan
pengangkut aspal Kalla Lines milik PT Bumi Sarana yang tahun lalu tenggelam di
Congot (Drs H Mahar Mugiyono HN-KaBapedalda Kebumen). Trie Prodjo,
berdasarkan asas praduga tak bersalah, menyatakan untuk memperoleh kepastian
terhadap dugaan yang dikemukakannya, Pertamina diharapkan secara terbuka
menjelaskan keberadaan kapal tanker yang dimaksud, yang pada saat terjadinya
pencemaran didapati sedang melaut (sumber http://kebumen.portal.dk3.com)6).
Sementara asas praduga tak bersalah yang diajukan oleh Kepala Babedalda
Kebumen, sumber pencemaran di perairan Kebumen berasal dari kapal pengangkut
aspal Kalla Lines milik PT Bumi Sarana yang tahun lalu tenggelam di Congot.
Namun lebih lanjut dijelaskan, Drs H Mahar Mugiyono HN belum menyatakan
kepastian hal itu mengingat sampai saat ini hasil uji laborat dari Balai Teknik
Kesehatan


Lingkungan

(BTKL)

Yogyakarta,

belum

diketahui.

(sumber

http://kebumen.portal.dk3.com)7).
Sementara itu, untuk memperoleh kejelasan tentang sifat dan daya racun dari
limbah yang terbuang di Laut Kebumen, penelitian tentang sejumlah sampel air
akan dilakukan. Laboratorium yang akan menjadi rujukan kemungkinan di UGM
Yogya dan alternatif lainnya di Jakarta. Dari hasil penelitian laboratorium tersebut,
nantinya akan diperoleh kepastian tentang bahan atau zat kimia apa saja yang
terkandung dalam bahan pencemar. Upaya untuk mengetahui data laboratorium itu

menurut Trie Prodjo, merupakan salah satu bentuk keseriusan Pemkab Kebumen
dalam memperhatikan nasib para nelayan yang mengalami kerugian besar, akibat
tidak bisa melaut.
6)
7)

http://kebumen.portal.dk3.com berita Akibat Pencemaran Nelayan Rugi mencapai Rp 1,1 M.
http://kebumen.portal.dk3.com berita Sumber Pencemaran Laut Kebumen dari Timur.

4

Hasil penelitian terhadap sampel air Laut Kebumen, nantinya juga dijadikan
sebagai bahan pengajuan klai terhadap kerugian yang didereita oleh para nelayan.
Upaya untuk mengetahui data laboratorium tersebut, menurut Trie Prodjo,
merupakan salah satu bentuk keseriusan Pemkab Kebumen dalam memperhatikan
nasib para nelayan yang mengalami kerugian besar, akibat tidak bisa melaut.
Sebab hasil uji laboratorium itu, berkaitan dengan langkah pengajuan klaim
kerugian. Rencana pengajuan klaim itu, tim juga menjalin kerjasama dengan
Kepolisian Resor (Polres) Kebumen dan Kejaksaan Negeri setempat, khususnya
bila pada akhirnya terdesak dilakukannya class actio di pengadilan. Bersamaan

dengan berbagai upaya yang ditempuh oleh Pemkab Kebumen, pihak Menneg LH
siap memfasilitasi pertemuan pihak-pihak terkait yang bersengketa, baik Pemkab
maupun pihak ketiga yang diduga mencemari lingkungan perairan Laut Kebumen.
Pertemuan bagi para pihak yang bersengketa merupakan salah satu langkah
lanjutan dalam upaya perlindungan terhadap laut sebagai salah satu lingkungan
hidup dan juga upaya penegakan hukum mengingat kerugian akibat pencemaran
bagi para nelayan secara sosial ekonomi berdampak sangat besar.
Berdasarkan kronologis kejadian sebagai akibat dari pencemaran Laut
Kebumen, terdapat beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian oleh berbagai
pihak guna mencarikan jalan pemecahan yang baik dan benar, diantaranya:
1)

Pencemaran laut oleh bahan beracun berbahaya, dalam hal ini minyak bumi,
berdampak negatif besar dan penting bagi makhluk hidup yang ada di
dalamnya (biota akuatik); dan dampak negatif lanjutan dari tercemarnya
perairan laut adalah besar dan penting secara sosial ekonomi masyarakat
pesisir, khususnya para nelayan di Kebumen (kajian ilmiah pencemaran
perairan);

2)

Penelitian merupakan kajian ilmiah dalam pendugaan pencemaran perairan
dalam upaya penilaian terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dan upaya
penanggulangan dampak serta pengendaliannya di masa mendatang;

3)

Penegakan hukum merupakan salah satu upaya perlindungan sumberdaya
alam dan lingkungan;

4)

Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan pada masa mendatang,
diharapkan memiliki konsep pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan dalam kerangka Good Governance.

Keempat poin penting yang secara sederhana dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam mencermati kasus pencemaran di Laut Kebumen.

5

3.1

Pencemaran minyak mentah di perairan laut dan dampak negatif yang
ditimbulkannya bagi biota akuatik serta pengaruhnya terhadap hasil
tangkapan para nelayan di Laut Kebumen
Pencemaran perairan diartikan sebagai masuk dan/atau dimasukkannnya

bahan-bahan dalam bentuk gas, cair, padatan dan organisme ke dalam lingkungan
perairan laut yang melebihi batas kemampuan laut untuk menetralisirnya, hingga
menyebabkan menurunnya daya dukung laut sebagai lingkungan hidup (Connell et
al., 1995). Lebih lanjut dikemukakan, hidrokarbon minytak bumi merupakan bahan
pencemar utama di laut sehingga sering menimbulkan dampak negatif besar dan
penting bagi biota8) yang ada di dalamnya. Minyak bumi, baik bahan mentah
maupun limbah, masuk ke dalam laut melalui beberapa cara diantaranya, hasil
pengeboran lepas pantai, tumpahnya minyak dari kapal tanker, dan perang.
Fenomena relatif seringnya pecahnya kapal tanker dan pelimpahan dari
pengeboran lepas pantai, menjadikan masyarakat dunia memberikan perhatian
khusus terhadap kegiatan industri pertambangan tersebut.
Hidrokarbon merupakan bahan pencemar dalam katagori bahan beracun
berbahaya. Hal ini disesuaikan dengan sifatnya yang relatif sulit diuraikan oleh
pengurai dan sifat bioakumulasinya9) di dalam tubuh makhluk hidup melalui rantai
makanan. Penyebaran bahan beracun10) di perairan laut relatif cepat ke wilayah di
sebelahnya atau jauh dari tempat kejadian karena adanya arus dan gelombang.
Volume minyak yang masuk, kecepatan arus, besarnya gelombang dan topografi
perairan, sangat menentukan kecepatan perpindahan dan dampak dari bahan
pencemar ke perairan lainnya.
Daya racun minyak bumi sangat tinggi. Connell (1982) dalam Connell et al.,
(1995) menyatakan, hidrokarbon (senyawa yang mengandung gugus hidrogen dan
karbon) memiliki kelarutan yang rendah di dalam air dan sangat lipofilik serta cepat
menyerap pada bahan partikulat di daerah perairan. Cincin benzena yang dimiliki
oleh minyak bumi merupakan aspek yang berbahaya bagi biota perairan.
8)

Bioakumulasi yaitu angka banding konsentrasi dalam jaringan tubuh makhluk hidup terhadap
konsentrasi dalam air (Connell et al., (1995)
9) Biota adalah istilah di yang mewakili seluruh makhluk hidup yang hidup pada lingkungan hidup
tertentu (umumnya digunakan dalam bidang perikanan)
10) Minyak bumi, dipindahkan ke lingkungan dalam bentuk hidrokarbon yang meliputi sekitar 2,3%
produksi global minyak bumi pada tahun 1974, dengan asumsi hidrokarbon yang dilepaskan
karena pembakaran tidak sempurna selama pembakaran, tidak diperhitungkan (Korte dan
Boedefeld, 1978 dalam Connell et al., 1995). Pada kenyataanya, jumlah tersebut meningkat
dengan adanya tumpahan minyak mentah akibat pecahnya kapal tanker dan masuknya limbah
berupa minyak buangan ke dalam perairan laut. Lebih lanjut dikatakan, perubahan bentuk bahan
fotokimia minyak mentah dan minyak bahan bakar mencakup pembentukan radikal bebas,
pembentukan peroksida dan hidroperoksida peralihan yang sangat beracun, dan pembentukan
produk oksidasi yang juga merugikan biota akuatik (GESAMP, 1977; Larsen et al., 1976; Handen,
1977 dalam Connell et al., 1995).

6

Beberapa jenis bakteri memiliki kemampuan untuk memetabolisme hidrokarbon dari
minyak bahan bakar sehingga keberadaan minyak sangat sulit secara alami di cuci
oleh perairan dan tentunya membutuhkan waktu yang sangat lama (self
purification).
Minyak mentah dan bahan bakar di perairan akan diabsorbsi oleh biota dalam
proses pernafasan, pencernaan (gastrointestinal) dan tersimpan dalam jaringan
lemak (GESAMP, 1977 dalam Connell et al., 1995). Meskipun demikian, bioat
memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda terhadap besarnya minyak yang
terakumulasi di dalam tubuhnya. Apabila melampaui batas toleransinya, maka
seluruh prose metabolisme akan terganggu hingga berdampak pada kematian biota,
khususnya biota sesile (hidup menetap pada dasar perairan). Pada kondisi yang
sangat ekstrem, pencemaran perairan yang diakibatkan oleh minyak akan
memusnahkan biota lainnya, khususnya biota sesile. Berbeda dengan ikan,
perenang aktif, secara alami mampu mendeteksi wilayah perairan yang tercemar
dan sesegera mungkin untuk berpindah ke wilayah perairan lain yang tidak
tercemar. Perpindahan berbagai jenis ikan tersebut, baik untuk sementara dan/atau
waktu yang lama sebagai akibat pencemaran perairan berdampak pada
menurunnya keragaman populasi ikan pada suatu ekosistem perairan.
Rendahnya

hasil

tangkapan

para

nelayan

di

Laut

Kebumen,

jauh

dibandingkan sebelumnya, merupakan salah satu indikasi bahwa minyak mentah
telah memcemari perairan tersebut. Pada kondisi yang sangat ekstrem, tergantung
kepekatan bahan pencemar, perpindahan ikan akan bersifat tetap. Keadaan inilah
yang dikhawatirkan akan mengubah tatanan kehidupan penangkapan. Berdasarkan
uraian tersebut, mengharuskan para stakeholders segera melakukan tindakanan
penyelamatan lingkungan guna mengantisipasi keadaan yang lebih parah dan
sangat merugikan, bukan hanya bagi para nelayan tetapi juga masyarakat Kebumen
pada umumnya. Tindakan kedua yang harus segera dilakukan adalah penelitian
dan/atau kajian terhadap kondisi perairan Laut Kebumen untuk memperoleh data
yang akurat bagi penelusuran kronologis terjadinya pencemaran. Data tersebut,
selanjutnya dijadikan bahan acuan dalam penelusuran kemungkinan terjadinya
ketimpangan dalam upaya penegakan hukum.
Kerugian yang diderita oleh para nelayan sangat besar. Kerugian tersebut
belum termasuk kerugian jangka panjang apabila sumberdaya alam dan lingkungan
perairan Laut Kebumen tidak ditangani secara cepat, tepat dan benar. Apabila
bencana ini tidak segera ditangani dengan serius, dampak terhadap sosial ekonomi

7

masyarakat akan lebih besar dan relatif sulit dicarikan alternatif pemecahan
permasalahan yang yang ada.

3.2

Kajian lapang dan penelitian terhadap sampel air sebagai bahan
pertimbangan pendugaan pencemaran perairan laut
Penelitian terhadap sampel air wilayah perairan yang tercemar, diperlukan

untuk mengetahui jenis, jumlah dan luasan areal yang terkena dampak limpasan
minyak. Pada kasus pencemaran Laut Kebumen, adalah hal yang tepat apabila
pengujian terhadap sampel air dilakukan di Laboratorium Universitas Gadjah Mada
dan/atau di Jakarta. Hal ini berdasarkan pertimbangan kelayakan suatu
laboratorium dalam menguji sampel air, yang akan berimplikasi pada ketepatan
analisa sampel. Kajian ini sebaiknya melibatkan berbagai pihak dengan
pertimbangan komponen yang terkena dampak sangatlah besar, diantaranya sosial
ekonomi masyarakat, sifat fisika-kimia-biologi perairan, pemerintah, dan sumber
dampak. Dengan demikian diharapkan dapat dihasilkan data yang tepat dan benar.
Kesulitas yang mungkin akan dijumpai adalah sifat perairan yang dinamis
akan berpengaruh pada penetapan keputusan terhadap sumber dampak yang
sebenarnya. Ditambah dengan adanya dugaan pencemaran di Laut Kebumen
merupakan limpasan dari daerah lain, mengharuskan berbagai pihak yang peduli
dengan permasalahan tersebut, ditutuntut untuk melakukan kajian dengan arif dan
bijaksana.
Data dan kronologis hasil kajian ilmiah di lapangan, selanjutnya dilihat dari
segi hukum untuk mengetahui jenis pelanggaran yang telah dilakukan, dan jenis
pertanggungjawaban yang akan dikenakan pada badan usaha yang dengan
sengaja dan/atau tidak sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan
pencemaran di Laut Kebumen, termasuk kewajiban membayar ganti rugi sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku (Hamdan, 2000).

3.3

Penegakan hukum merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap
sumberdaya alam dan lingkungan perairan Laut Kebumen
Penegakan hukum sangat diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya alam

dan lingkungan di Indonesia. Peraturan11) dan lembaga yang berwewenang untuk
mengeluarkan ijin serta tahapan perolehan ijin merupakan piranti hukum dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Hingga saat ini terdapat
beberapa peraturan yang harus dipahami oleh masyarakat Indonesia berkenaan

8

dengan upaya pengelolaan dan/atau perlindungan terhadap sumberdaya alam dan
lingkungan, khususnya perairan laut, lima diantaranya adalah:
1)

UU No: 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

2)

UU No: 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air;

3)

PP No: 19 Tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Perusakan Laut

4)

KepMenLH No: 77 Tahun 2003, tentang Pembentukan Lembaga Penyedia
Jasa

Pelayanan

Penyelesaian

Sengketa

Lingkungan

Hidup

di

Luar

Pengadilan (LPJP2SLH) pada Kementerian Lingkungan Hidup;
Setelah data analisa laboratorium terhadap sampel air diperoleh, maka selanjutnya
dilakukan pendugaan terhadap kronologis perpindahan bahan pencemar. Setelah
diketahui penyebab pencemaran dengan pasti, berdasarkan data dan kronologis,
penelusuran untuk mengetahui pihak yang harus bertanggungjawab terhadap
permasalahan tersebut dapat dilakukan. Berdasarkan Undang-undang No: 23
Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat bab yang mengatur
penyelesaian sengketa lingkungan hidup, yang di dalamnya memuat sangsi hukum
bagi badan usaha yang terbukti dengan pasti melakukan kelalaian. Permasalahan
selanjutnya, menurut Hamdan (2000), sesaat setelah badan usaha didapati benarbenar melakukan tindak pidana pencemaran, langkah selanjutnya adalah mengenai
pertanggungjawaban pidana atas kelalaian telah dilakukan.
Lebih lanjut dijelaskan, pada umumnya yang dapat dipertanggungjawabkan
dalam hukum pidana adalah si pembuat, meskipun tidak selamanya demikian.
Permasalahannya

tergantung

juga

pada

cara

atau

sistem

perumusan

pertangggungjawaban yang ditentukan oleh pembuat Undang-undang. Berdasarkan
khazanah peraturan perundang-undangan di Indonesia, terdapat tiga golongan yang
dapat dipertanggungjawabkan apabila suatu badan hukum melakukan tindakan
pidana diantaranya orang sebagai pribadi yang melakukan tindak pidana, orang
sebagai pengurus badan hukum, dan badan hukum itu sendiri. Berkenaan dengan
kasus pencemaran Laut Kebumen, keseluruhan aspek harus dikaji dengan baik
guna menetapkan pihak yang harus bertanggungjawab, saat ini terdapat dua pihak
yang perlu dimintai keterangan, yaitu pertamina dan PT. Bumi Sarana.

11)

Peraturan lain yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengelolaan sumberdaya
perairan dan lingkungan hidup perairan laut diantaranya:
a)
PP No: 70 Tahun 1996, tentang Kepelabuhan;
b)
PP No: 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air;
c)
Kepres No: 10 Tahun 2000, tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan;

9

Penentuan pihak yang harus bertanggungjawab didasarkan pada hasil
analisis dan telaah kronologis pencemaran. Hingga saat ini, kajian terhadap badan
hukum sebagai penyebab pencemaran Laut Kebumen, sedang dilakukan. Kajian
tersebut pada umumnya memerlukan waktu yang relatif panjang, penyelesaian
tindak pidana memerlukan data yang tepat dan akurat, berdasarkan kajian lapang
dari berbagai aspek. Setelah ditetapkan badan hukum yang benar-benar melakukan
kelalaian tersebut, selanjutnya dapat dimintai pertanggungjawabab atas kelalaian
yang telah dilakukan. Bentuk pertanggungjawaban yang bisa diajukan diantaranya
ganti rugi apabila kelalaian tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak lain, dalam
hal ini para nelayan Laut Kebumen dan/atau masyarakat pesisir yang secara umum
menggantungkan kehidupannya pada wilayah Laut Kebumen.
Penetapan salah satu badan hukum yang harus dikenai sangsi, tidak saja
dikenai sangsi pertanggungjawaban pidana, tetapi juga sangsi administratif, bila
memungkinkan berupa pencabutan ijin usaha. Penetapan sangsi administratif
tersebut didasarkan pada peninjauan kembali kelayakan oprasional badan usaha
yang bersangkutan. Kelalaian tersebut, bukan hanya dilakukan oleh badan hukum
yang telah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi juga terdapat kemungkinan
lembaga yang seharusnya melakukan pengawasan rutin terhadap kegiatan badan
hukum tersebut. Rumitnya penelusuran untuk menetapkan orang dan/atau badan
hukum serta lembaga pengawas yang harus bertanggungjawab, mengharuskan
adanya pendampingan terhadap beberapa komponen yang terkena dampak untuk
meluruskan permasalahan yang ada. Tanggapan positif dari Pemerintah Kabupaten
Kebumen, Dinas Perikanan dan Kelautan Kebumen dan Pemerintah Pusat,
merupakan langkah awal dari proses penegakan hukum dalam rangka perlindungan
terhadap sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Pembahasan lebih mendalam
belum dapat dilakukan mengingat bedah hasil laboratorium dan penelusuran proses
terjadinya pencemaran belum dilaporkan secara tertulis.

3.4

Pembangunan berkelanjutan sebagai upaya perlindungan sumberdaya
alam dan lingkungan di Laut Kebumen dalam kerangka Good
Governance
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, kini tengah marak terjadi di

Indonesia. Menurunnya populasi ikan dan kualitas lingkungan hidup, khususnya
perairan merupakan permasalahan serius yang harus segera diatasi. Ironisnya,
perangkat hukum dan upaya penyadaran kepada masyarakat terhadap arti penting
sumberdaya alam dan lingkungan, terus dilakukan. Akar permasalahan yang ada

10

diantaranya adalah rendahnya kesadaran masyarakat, relatif lemahnya fungsi
pengawasan oleh instansi terkait terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah
diberi ijin usaha, ketidak peduliah para pengusaha terhadap manfaat lingkungan
hidup, dan minimnya sarana pengujian sampel air yang tercemar.
Tata pemerintahan yang baik (Good Governance) merupakan salah satu
solusi yang dapat digunakan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup, khususnya perlindungan terhadap laut dari kegiatan perusakan dan
pencemaran. Santosa (2001), konsep rule of law dalam Good Governance paling
tidak harus memenuhi beberapa karakter, diantaranya supremasi hukum/ the
supremacy of law, kepastian hukum/ legal sertainity, hukum yang responsif
(memiliki kemampuan menyerap aspirasi masyarakat), penegakan hukum yang
konsisten dan non diskriminatif, dan keberadaan independensi peradilan.
Disamping karakter-karakter dalam the rule of law tersebut diatas, kesadaran
masayarakat terhadap lingkungan tidak menjamin keberhasilan pembangunan
berkelanjutan, tanpa dilakukan perombakan serta pembenahan dalam tatanan
sosial, politik dan hukum yang dibangun oleh rejim Orde Baru (Santosa, 2001).
Lebih lanjut Santosa (2001) mengatakan, untuk memenuhi dan memperkuat good
governance di Indonesia, paling tidak mensyaratkan beberapa hal sebagai berikut:
1)

Lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol yang efektif
(effective representative system);

2)

Pengadilan yang independen (mandiri, bersih, dan profesional);

3)

Aparatur pemerintah (birokrasi) yang profesional dan memiliki integritas yang
kokoh.
Upaya penyelesaian kasus pencemaran Laut Kebumen, bukan hanya

semata-mata pemberian sangsi tetapi juga upaya pemulihan kualitas lingkungan
hidup, merupakan salah satu upaya untuk mencapai keselarasan hidup. Namun
demikian, hasil akhir dari kasus tersebut sangat ditentukan oleh keberhasilan
pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam menyikapi permasalahan tersebut
berdasarkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Pada akhirnya,
penyadaran masyarakat untuk menghargai lingkungan sangat bergantung pada
upaya pemerintah menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap hak-haknya
untuk hidup sejahtera di lingkungan yang sehat. Tata pemerintahan yang baik,
diharapkan dapat membantu percepatan pemulihan kualitas lingkungan hidup dan
sumber daya alam sehingga kebutuhan generasi yang akan datang juga dapat
terpenuhi (prinsip pembangunan berkelanjutan).

11

IV.

Kesimpulan dan Saran/Rekomendasi
Berdasarkan uraian masalah tentang kasus pencemaran Laut Kebumen oleh

minyak mentah dapat disimpulkan beberapa hal diantanya:
1)

Perhatian instansi terkait terhadap keresahan masyarakat pesisir, khususnya
nelayan, melalui pembentukan tim investigasi merupakan bentuk kepedulian
terhadap lingkungan hidup dan masyarakat, dan diharapkan mampu
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap hak mereka dalam
menjalani hidup di alam yang sehat;

2)

Kajian lanjutan terhadap berbagai pihak harus dilakukan untuk memperoleh
data tentang badan hukum yang melakukan kelalaian, sumber dan jenis
bahan pencemar, dan upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup;

3)

Penegakan hukum dalam penyelesaian sengketa yang meruapakan bentuk
nyata komitmen pemerintah daerah dan istansi terkait untuk melakukan
perlindungan sumberdaya alam dalam rangka pembangunan berkelanjutan
dan upaya membangun tata pemerintahan yang bai/Good Governance.

4)

Langkah lanjutan dalam pembangunan berwawasan lingkungan, diawali
dengan penyelesaian kasus Laut Kebumen, adalam penyadaran selurus
stakeholders yang secara bersama-sama memiliki ketergantungan pada
sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Kabupeten Kebumen.
Saran/rekomendasi yang dapat diberikan terhadap upaya penanganan kasus

pencemaran di Laut Kebumen antara lain adalah:
1)

Perlu dilakukan pengolahan limbah minyak mentah yang bertujuan untuk
meminimalkan dampak negatif lanjutan yang ditimbulkannya terhadap
perairan Laut Kebumen;

2)

Pengalihan mata pencarian masyarakat untuk sementara waktu, dari
penangkapan ikan-ikan pelagik ke penangkapan biota akuatik lainnya;

3)

Kajian lapang, penegakan hukum dan upaya penanggulangan dampak harus
dilakukan secara bersamaan dengan melibatkan berbagai pihak guna
mencegah kerugian dan/atau hilangnya mata pencarian para nelayan;

4)

Upaya penyelesaian sengketa, sebisa mungkin dilakukan secara musyawarah
yang memiliki kecenderungan lebih mudah dan memerlukan waktu dan biaya
relatif sedikit dibandingkan dengan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
di pengadilan;

5)

Good

Governance

dapat

digunakan

dalam

kegiatan

pembangunan

berkelanjutan.

12

Daftar Pustaka
Anonimus, 2004. Redaksi The 3D Graphic Artists Web Portal. Akibat Pencemaran
Nelayan Rugi mencapai Rp 1,1 M. Posted on Wednesday, May 29 @
06:55:35 GMT by redaksi. Sumber http://kebumen.portal.dk3.com.
Anonimus, 2004. Redaksi The 3D Graphic Artists Web Portal. Sumber
Pencemaran Laut Kebumen dari Timur. Posted on Wednesday, June 12 @
06:55:35 GMT by redaksi. Sumber http://kebumen.portal.dk3.com.
Connell W., dan Gregory J. Miller, 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
Djajadiningrat, S. T, 2001. Untuk Generasi Masa Depan: Pemikiran, Tantangan
dan Permasalahan Lingkungan. Studio Tekno Ekonomi. Departemen
Teknik Industri. Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Bandung.
Penerbit Aksara Buana didukung oleh PT. Freeport Indonesia.
Kepres No: 10 Tahun 2000, tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Diambil dari Data Base Kebijakan Indonesia
Wetlands InternationalIndonesian Programe).
Hamdan, M, 2000. Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup. Penerbit Cv.
Mandor Maju, Bandung.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut (Diambil dari Data Base Kebijakan Indonesia
Wetlands International-Indonesian Programe).
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1996, tentang Kepelabuhan. (Diambil dari
Data Base Kebijakan Indonesia Wetlands International-Indonesian
Programe).
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air. (Diambil dari Data Base Kebijakan Indonesia
Wetlands International-Indonesian Programe).
Santoso, Mas Achmad, 2001. Good Governance dan Hukum Lingkungan.
Indonesian Centre for Environmental Law.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (dalam Hamdan, M, 2000. Tindak Pidana Pencemaran
Lingkungan Hidup. Penerbit Cv. Mandor Maju, Bandung).

13