FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI PUSKESMAS PURI KABUPATEN MOJOKERTO

  

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI

PUSKESMAS PURI KABUPATEN MOJOKERTO

Dian Irawati

  

Prodi Kebidanan, STIKES Majapahit

email: dian.irawati80@gmail.com

Abstract

  

A perineal tear is when the skin and/or muscles in the perineum are injured during birth. 2.9 million

maternity mothers around the world had perineal tears during 2009. Anggraeni (2016) showed that

60% of mothers in RB Lilik Sidoarjo had perineal tears. Complications of perineal tears are

postpatum haemorrhage, infection, fistula, hematoma and intercourse disorders. This study aimed

to determine the relationship of parity, distance pregnancy, and infant weight with the incidence of

perineum tears at Puri Health Center in 2017.Type of research is analytic observational with cross

sectional design. The sample in this study was parturient in Puri Health Center, 29 respondents taken

by accidental sampling. Instrument of study was checklist and data were analyzed by chi square test.

Chi square results showed that the relationship between parity and perineal tears has p value of

0.36, pregnancy distance with perineal tears has p value of 0.03, whereas the infant weight to the

occurrence of rupture uteri has p value of 0.002. Conclusion in this research is there was no relation

between parity with perineal tears incidence and there was correlation between pregnancy distance

and infant weight with incidence of perineal tears at Puri Puskesmas Mojokerto .

  Keywords: factors, perineal tears 1.

   PENDAHULUAN

  Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indicator pencapaian derajat kesehatan ibu. Semakin rendah AKI maka semakin tinggi derajat kesehatan ibu suatu negara. Menurut definisi WHO “kematian ibu adalah kematian parempuan saat hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan”(Prawirohardjo, 2013).

  AKI di Indonesia pada tahun 2012 masih jauh dari target MDG’s yaitu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan target SDG’s dalam kesehatan ibu adalah mengupayakan AKI menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup. (Kemenkes RI, 2014)

  Penyebab tingginya AKI di Indonesia adalah perdarahan, hipertensi, infeksi, dan penyebab lain. (Kemenkes, 2014). Sedangkan penyebab terjadinya perdarahan adalah atonia uteri, rupture perineum, dan sisa plasenta (Sumarah, 2009).

  Rupture perineum merupakan kejadian robeknya otot perineum yang sering terjadi selama kala II persalinan. Sebanyak 2.9 juta ibu bersalin di seluruh dunia mengalami rupture uteri selama tahun 2009. Penelitian yang dilakukan Anggraeni (2016) menunjukkan bahwa 60% ibu bersalin di BPM Ny Lilik Surabaya mengalami rupture perineum.

  Penyebab terjadinya rupture perineum antara lain dari faktor ibu yang terdiri dari paritas, jarak kelahiran, cara meneran yang tidak tepat, dan umur ibu. Faktor janin yang terdiri dari berat badan bayi baru lahir dan presentasi. Faktor persalinan pervaginam terdiri dari ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi, kemudian faktor penolong persalinan yaitu pimpinan persalinan yang tidak tepat (Nasution, 2011)

  Ruptur perineum merupakan terjadinya perlukaan (robek) pada otot perineum selama proses persalinan kala II dan dapat berulang pada persalinan berikutnya. Perlukaan pada perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa meluas bila persalinan teralu cepat dan ukuran bayi yang semakin besar (Prawitasari dkk, 2015).

  Akibat langsung dari ruptur perineum adalah dapat terjadi perdarahan. Kesalahan dalam menjahit akan menimbulkan

  inkontinensia alvi (proses defekasi yang tidak

  dapat ditahan) karena sfingterani tidak terjahit dengan sempurna, fistula rektovagina, introitus vagina menjadi longgar sehingga akan menimbulkan keluhan dalam hubungan seksual (Manuaba, 2010).

  Upaya yang dapat dilakukan dalam menurunkan kejadian rupture perineum antara lain dengan senam hamil dan pertolongan persalinan yang aman. Senam hamil dapat dilakukan mulai kehamilan 28 minggu dapat membantu untuk melenturkan otot perineum dan membantu proses pernafasan sehingga diharapkan dapat mengurangi kejadian rupture pada perineum.

  IIIa : mengenai sfingter ani eksternum dibawah 50 % b)

  Melakukan penjahitan perineum dengan baik lapis demi lapis, dengan memperhatikan jangan ada robekan yang terbuka ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki oleh bekuan darah yang akan menyebabkan luka lama sembuh. Tujuan penjahitan robekan perineum adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan dilakukan dengan cara jelujur

  Melakukan episiotomy untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan kurang bersih pada beberapa keadaan tertentu misalnya tafsiran berat badan janin lebih dari 4000 gr, perineum kaku, dan mempercepat kala II. 2)

  Penanganan ruptur jalan lahir adalah 1)

  2.3. Penanganan Ruptur Perineum

  Derajat IV : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan rektum. Penjahitan rupture perineum derajat IV harus dilakukan oleh dokter spesialis, seperti halnya rupture perineum derajat III. (POGI & JPKNR-KR, 2017 dan Wiknjosastro, 2007)

  IIIb: mengenai sfingter ani eksternum lebih dari 50% c) III c: mengenai sfingter ani internum. Ruptur perineum derajat III memerlukan penjahitan khusus yang dilakukan oleh dokter spesialis. Jika terjadi robekan perineum derajat III di Puskesmas, Polindes, atau BPM maka klien harus di rujuk ke rumah sakit dengan peralatan yang lebih lengkap. 4)

  a)

  Berdasarkan latar belakang tesebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian rupture perineum di Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto.

  Derajat III: robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum hingga otot sfingter ani.

  Derajat II: robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum. Ruptur perineum derajat II memerlukan penjahitan dengan menggunakan teknik penjahitan perineum. 3)

  I biasanya tidak 2)

  1) Derajat I: luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura posterior tanpa mengenai kulit perineum. Rupture perineum derajat

  Rupture perineum secara spontan dapat terjadi di serviks, vagina, genitalia bagian luar, otot perineum hingga anus. Robekan biasanya diawali di bagian tengah dan melebar apabila kepala bayi lahir terlalu cepat. (POGI dan JPKNR-KR, 2017)

  Perineum merupakan bagian dari otot bawah panggul yang berada antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. (Wiknjosastro, 2007) Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan episiotomy (Prawiroharjo, 2007). Robekan atau laserasi pada perineum terjadi pada hampir semua persalinan anak pertama dan dapat berulang pada persalinan berikutnya.

  Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui adanya hubungan antara paritas dengan kedian rupture perineum, hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian rupture perineum, dan hunbungan antara berat badan bayi dengan kejadian rupture perineum.

2. KAJIAN LITERATUR DAN PEGEMBANGANHIPOTESIS 2.1. Pengertian

2.2. Klasifikasi Ruptur Perineum

  Dengan memberikan anastesi lokal pada ibu saat penjahitan laserasi, dan mengulangi pemberian anestesi jika masih terasa sakit. Penjahitan dimulai satu cm dari puncak luka. Penjahitan dimulai sebelah dalam ke arah luar, dari atas hingga mencapai bawah laserasi.

  Penolong persalinan yang kurang cakap dalam memantau proses persalinan dapat menambah risiko terjadinya robekan perineum. (Nasution, 2011)

  (POGI & JNPK-KR, 2017) 2.4.

  random sampling dan cara yang digunakan

  adalah accidental sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu bersalin spontan di PONED Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto selama bulan Februari – Mei 2017, sebanyak 29 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari observasi langsung pada responden dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari rekam medik ibu bersalin di PONED Puskesmas Puri Kabupaten Mojokerto. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan checklist. Variabel bebas (independent) dalam penelitian adalah paritas, jarak kehamilan, dan berat badan bayi. Sedangkan variable tergantung (dependent) dalam penelitian ini adalah rupture perineum. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi, dan analisa bivariat yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat suatu hubungan antara dua variabel. Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square .

3) Memberikan antibiotik yang cukup.

  4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Umum

  1) Usia responden

  4) Faktor penolong

  3. METODE PENELITIAN

  Faktor persalinan Faktor persalinan yang dapat mempengaruhi robekan perineum adalah persalinan dengan bantuan alat, misalnya persalinan dengan ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, dan episiotomy. (Mochtar, 2010)

  Faktor janin yang dapat mempengaruhi robekan perineum adalah berat badan janin dan presentasi. 3)

  2) Faktor janin

  Faktor ibu yang dapat mempengaruhi rupture perineum adalah paritas, jarak kelahiran, cara meneran yang tidak tepat, dan umur ibu. (Wiknjosastro, 2006)

  1) Faktor ibu

   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ruptur Perineum

  Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan metode cross sectional (potong lintang). Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik non

2.5. Komplikasi Ruptur Perineum

  Terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian rupture perineum 2)

  Terdapat hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian rupture perineum 3)

  Terdapat hubungan antara berat badan bayi dengan kejadian rupture perineum.

  Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1)

   Hipotesis

  5) Gangguan

  4) Hematoma

  3) Fistula

  2) Infeksi

  Gambar 1. Distribusi Frekuensi Usia Responden di Puskesmas Puri, Februari – Mei 2017 0% 86%

  14% < 20 tahun 20 - 35 tahun > 35 tahun

  1) Perdarahan

  Kenyamanan Hubungan Seksual 2.6. Berdasarkan Gambar 1 dapat

  4.2. Data Khusus

  1) diketahui bahwa sebagian besar Kejadian Ruptur Perineum responden berusia 20-35 tahun. Usia 20- 35 tahun merupakan usia reproduksi Terjadi

  Robekan

  sehat bagi perempuan dan merupakan

  Perineum

  usia yang ideal dalam merencanakan

  48% 52%

  kehamilan tetapi tetap harus mengatur

  Tidak

  jarak kehamilan agar tidak terjadi

  Terjadi

  komplikasi pada ibu dan janin jika jarak

  Robekan kehamilan terlalu dekat. Perineum

  2) Pendidikan responden

  Gambar 4. Distribusi Frekuensi Ruptur Perineum di 3% Pendidikan Puskesmas Puri, Februari Dasar

  • – Mei 2017

  28% Pendidikan

  Berdasarkan Gambar 4 dapat

  Menengah 69%

  diketahui bahwa lebih 50% responden

  Pendidikan tidak mengalami rupture perineum. Tinggi

  Rupture perineum merupakan kejadian robeknya otot perineum selama proses persalinan. Robekan biasanya terjadi di

  Gambar 2. Distribusi Frekuensi

  serviks, vagina sampai ke otot

  Responden Berdasarkan

  perineum. Sebagian ibu melahirkan

  Pendidikan di Puskesmas

  pasti akan mengalami rupture perineum,

  Puri, Februari – Mei 2017

  baik yang spontan maupun dengan cara Berdasarkan Gambar 2 dapat episiotomy. Semakin besar ukuran disimpulkan bahwa lebih dari 50% kepala bayi dan semakin cepat responden berpendidikan menengah. keluarnya kepala dari jalan lahir maka robekan akan semakin lebar. Rupture 3)

  Pekerjaan responden perineum sering kali menyebabkan perdarahan pasca persalinan. (Fraser

  

7% dan Cooper, 2009)

  2)

  

Bekerja Paritas

93% Tidak Bekerja 41%

  Primigravida 59% Multigravida

  Gambar 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Puri, Februari – Mei 2017. Gambar 5. Distribusi Frekuensi

  Berdasarkan Gambar 3 dapat

  Responden Berdasarkan

  diketahui bahwa mayoritas responden

  Paritas di Puskesmas Puri, tidak bekerja. Februari – Mei 2017.

  4.3. Berdasarkan Gambar 5 di atas dapat Analisis Bivariat

  1) diketahui bahwa lebih dari 50% Hubungan Paritas dengan Keadian Ruptur Perineum responden adalah ibu multigravida.

  Tabel 1. Hubungan Paritas dengan

  Multigravida adalah ibu yang lebih dari

  Kejadian Ruptur Perineum di satu kali melahirkan. Puskesmas Puri, Februari – Mei 2017

  3) Jarak Kehamilan

  Paritas Ruptur Perineum P value Tidak Ruptur Ruptur

  Primigravida

  5

  7

  0.36

  34% < 5 tahun

  Multigravida

  10

  7

  66%

  Total

  15

  14

  ≥ 5 tahun

  Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa hasil tabulasi silang antara paritas dan kejadian rupture perineum menunjukkan hasil uji statistic chi square memiliki hasil p

  Gambar 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan value 0.36 (p > 0.05). Berdasarkan hasil Jaran Kehamilan di tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada Puskesmas Puri 2017

  hubungan antara paritas dengan kejadian rupture uteri. Hal ini sesuai dengan penelitian Berdasarkan Gambar 6 di atas dapat

  Prawitasari dkk (2015), bahwa tidak terdapat diketahui bahwa lebih dari 50% hubungan antara paritas dengan kejadian responden memiliki jarak kehamilan ≥ 5 rupture perineum. Hasil yang berbeda tahun. dikemukakan oleh hasil penelitian yang dilakukan Suryani (2013) bahwa terdapat

  4) Berat Badan Bayi hubungan yang bermakna antara paritas dan kejadian rupture perineum. Penelitian Elisa (2016) dan Pratami & Kuswanti (2015) juga menunjukkan adanya hubungan antara

  24% < 4000

  paritas dengan kejadian rupture perineum.

  gram

  Rupture perineum merupakan kejadian

  76% ≥ 4000

  robeknya jalan lahir terutama otot perineum

  gram

  selama proses persalinan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya rupture pada perineum salah satunya adalah paritas. Namun dalam penelitian ini, paritas

  Gambar 7. Distribusi Frekuensi

  tidak memiliki hubungan yang bermakna

  Responden Berdasarkan

  dengan kejadian rupture uteri. Tidak semua

  Berat Badan Bayi di

  ibu primipara akan mengalami rupture

  Puskesmas Puri 2017

  perineum. Hal ini disebabkan perbedaan elastisitas otot perineum pada ibu bersalin. Berdasarkan gambar 7 di atas dapat

  Semakin elastis otot perineum, maka diketahui bahwa sabagian besar kejadian rupture perineum akan semakin responden melahirkan bayi dengan berat kecil. kurang dari 4000 gram.

  Elastisitas perineum tersebut dapat ditingkatkan selama akhir kehamilan dengan untuk membantu meregangkan otot dasar panggul. Sehingga otot dasar panggul maupun perineum akan mudah meregang selama proses persalinan.

  2) Hubungan Jarak Kehamilan dengan

  Jarak anak yang ideal untuk menjaga kesehatan ibu dan anak adalah 2-5 tahun. Jarak yang ideal tersebut akan memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang dengan lingkungan dan gizi yang optimal. Pengaturan jarak kehamilan yang ideal juga akan berdampak terhadap kesehatan ibu. Kesehatan reproduksi ibu akan mengalami pemulihan yang optimal jika jarak kehamilan tidak teralu dekat. Akan juga kurang bagus bagi kesehatan ibu. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian bahwa ibu dengan jarak anak ≥ 5 tahun lebih banyak mengalami rupture perineum.

  Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prawitasari dkk (2015), Anggraeni (2016), dan Sulistyani (2016) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara berat badan bayi dengan kejadian rupture perineum. Tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Endriani dkk (2012) yang menunjukkan tidak ada hubungan antara berat badan bayi dengan kejadian rupture uteri.

  14 Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa responden yang tidak mengalami rupture perineum seluruhnya melahirkan bayi dengan berat < 4000 gram. Hasil analisis statistic dengan uji exact fisher memiliki nilai p value sebesar 0.002 (p< 0.05), sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara berat badan bayi dengan kejadian rupture perineum.

  15

  7 Total

  15 7 0.002 ≥ 4000 gram 0

  < 4000 gram

  Tabel 3. Hubungan Berat Badan Bayi dengan Kejadian Ruptur Perineum di Puskesmas Puri, Februari – Mei 2017 Berat Badan Bayi Ruptur Perineum P Tidak value Ruptur Ruptur

  Kejadian Ruptur Uteri

  3) Hubungan Berat Badan Bayi dengan

  Hasil penelitian di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosdiana (2013) bahwa jarak kehamilan berhubungan dengan kejadian rupture perineum. Tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Prawitasari dkk (2015) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian rupture uteri.

  Kejadian Ruptur Perineum

  14 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa responden dengan jarak kehamilan lebih dari sama dengan 5 tahun lebih banyak mengalami rupture uteri dibandingkan dengan responden yang memiliki jarak kehamilan kurang dari 5 tahun. Hasil analisis statistic dengan menggunakan uji chi square dapat diketahui bahwa nilai p value sebesar 0.03 (p<0.05). Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jarak anak dengan kejadian rupture uteri.

  15

  12 Total

  7

  0.03 ≥ 5 tahun

  2

  8

  < 5 tahun

  Tabel 2. Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Ruptur Perineum di Puskesmas Puri, Februari – Mei 2017 Jarak Kehamilan Ruptur Perineum P value Tidak Ruptur Ruptur

  Berat badan bayi yang besar (≥ 4000 gram) disertai dengan ukuran tubuh lebih besar. Ukuran bayi yang besar tersebut akan menyebabkan jalan lahir akan lebih teregang dan mengalami robekan karena tidak mampu menahan besarnya janin selama proses persalinan. Berat badan bayi yang berlebih juga akan meningkatkan risiko macet bahu yang pada akhirnya akan semakin meningkatkan risiko terjadinya robekan pada

  5. KESIMPULAN

  Edition. Jakarta: ECG; 2010

  17. Sumarah Dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Yokyakarta: CV Fitramaya.

  16. Sulistiyani. 2016. Hubungan Antara Berat Badan Bayi Baru Lahir Dengan Kejadian Rupture Perineum Pada Ibu Bersalin Spontan Di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Endang Minaharsi, Amd.Keb Ngemplak Simongan Semarang Barat Tahun 2015 (Karya Tulis Ilmiah). Ungaran: Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo.

  15. Rosdiana. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Ruptur Perineum pada Ibu Bersalin Normal di Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (Poned) Darul Imarah Aceh Besar (Skripsi). Banda Aceh: Program Studi D-IV Kebidanan STIKES U’budiyah.

  14. Prawitasari, dkk. 2015. “Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum pada Persalinan Normal di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang”. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia. 3. (2): 76- 81.

  Hubungan Paritas Dengan Derajat Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Normal Di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu. 5. (1): 17-24.

  13. Pratami dan Kuswanti. 2015.

  12. Wiknjosastro. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

  11. Prawirohardjo S. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

  Jakarta: JNPK-KR.

  10. POGI dan JNPK-KR. 2017. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal.

  Yokyakarta: Andi Offset.

  Januari-Desember 2007: J kesehatan. I. (2) 9. Oxorn William. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Kebidanan.

  8. Nasution N. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Ruptur Perineum pada Ibu Bersalin Di RSU Dr.Pirngadi Medan Periode

  7. Mochtar. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi. 3 rd

  Kesimpulan penelitian ini adalah: Tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian rupture perineum di

  Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.

  6. Manuaba, I.A Chandranita, dkk. 2010.

  Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

  5. Kemenkes RI. 2014. Infodatin.

  Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC.

  4. Fraser DM dan Cooper MA. 2009.

  Hubungan Umur, Paritas, dan Berat Bayi Lahir dengan Kejadian Laserasi Perineum di Bidan Praktek Swasta Hj. Sri Wahyuni, S.SiT Semarang Tahun 2012. Jurnal Unimus. 84-89.

  3. Endriani, Rosidi, dan Andarsari. 2013.

  Hubungan antara Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Kejadian Rupture Perineum Pada Ibu Bersalin Spontan di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Endang Minaharsi, Amd.Keb Ngemplak Simongan Semarang Barat Tahun 2015. Jurnal Bidan. 2. (2): 23- 30.

  2. Elisa, Endah, dan Yuniarti. 2016.

  Anggraeni. 2016. Hubungan Berat Bayi dengan Robekan Perineum pada Persalinan Fisiologis di RB Lilik Sidoarjo. Jurnal Ilmiah Kesehatan. 9. (1): 91-97.

  REFERENSI 1.

  Terdapat hubungan antara berat badan bayi dengan kejadian rupture uteri di Puskesmas Puri

  Puskesmas Puri Terdapat hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian rupture perineum di Puskesmas Puri

  18. Suryani. 2013. Faktor-Faktor yang Perineum Pada Persalinan Normal di Rumah Bersalin Atiah. Jurnal Kesehatan. IV. (1): 277-283.

Dokumen yang terkait

PEMBUATAN NANOKOMPOSIT POLIVINIL ALKOHOLNANOSERAT SELULOSA YANGDIISOLASI DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSISJACK) DENGAN METODE LEDAK UAP THE MANUFACTURE OF NANOCOMPOSITES POLYVINYL ALCOHOLCELLULOSE NANOFIBER ISOLATED FROM EMPTY BUNCH FRUIT

0 1 7

SINTESIS ASKORBIL LAURAT DARI METIL LAURAT DAN ASAM ASKORBAT MELALUI REAKSI TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS LIPASE SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SYNTHESIS OF ASCORBYL LAURATE FROM METHYL LAURATE AND ASCORBIC ACID THROUGH TRANSESTERIFICATION WITH CATALY

0 0 6

PADAKANGKUNG DARAT (Ipomea reptans Poir) YANG DIBERI AIR LINDI DARI TPA SAMPAH BUKIT PINANG SAMARINDA

0 0 11

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI DEOILED SPENT BLEACHING CLAY (DSBC) TERPILAR TiO2 DENGAN PENAMBAHAN SURFAKTAN RARASAPONIN SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION TiO2 PILLARED DEOILED SPENT BLEACHING CLAY (DSBC) WITH RARASAPONIN AS SURFACTANT

0 0 6

IDENTIFIKASI POTENSI JERUK PURUT SEBAGAI DEMULSIFIER UNTUK MEMISAHKAN AIR DARI EMULSI MINYAK DI LAPANGAN MINYAK RIAU IDENTIFICATION OF POTENTIAL KAFFIR LIME AS DEMULSIFIER TO SEPARATE WATER FROM OIL EMULSION IN RIAU’S OIL FIELD

0 0 5

View of SINTESIS SURFAKTAN TURUNAN AMIDA YANG DIPEROLEH DARI REKASI METIL RISINOLEAT DAN ETILENDIAMINA

0 0 5

IMPREGNASI DAN KARAKTERISASI K-DEOILED SPENT BLEACHING EARTH (K-DSBE) DENGAN METODE BASAH IMPREGNATION AND CHARACTERIZATION OF K-DEOILED SPENT BLEACHING EARTH (K-DSBE) WITH WET METHOD

0 0 7

LINGKAR LENGAN ATAS DENGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI UPT PUSKESMAS KUTOREJO KABUPATEN MOJOKERTO

0 0 7

EFEKTIFITAS RUJUKAN BIDAN ERA JKN PADA PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA DI RS dr. SAIFUL ANWAR MALANG

0 0 8

FUNGSI KOGNITIF DENGAN ACTIVITIES OF DAILY LIVING (ADL) PADA LANSIA (Kognitif Function With Activities Of Daily Living (ADL) In The Elderly)

1 3 14