KASUS KORUPSI IT Eks WAKIL REKTOR UI MAK

KASUS KORUPSI IT, Eks WAKIL REKTOR UI

KELAS 3
HOME GROUP 2
Rabiana Nur Awalia, 1406539513
Novia Ayu Rahmawati, 1406537400
Eri Tri Anggini, 1406537565
Nena Siti Rizqiyah, 1406537810
Rabbani Haddawi, 1406538694
Reyhan Abel Septiandri, 1406537552

MAKALAH MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN
TERINTEGRASI A II

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.


Latar belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya
dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan
keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya
manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada
pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah
faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari
keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini
dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara
yang kaya malahan termasuk negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu
penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut
bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas
moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini
sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi
telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar.

1.2.


Rumusan masalah
Dalam penulisan makalah ini, kami mempunyai fokus utama dalam menyelesaikan

masalah-masalah yang kami ingin tulis dalam makalah ini. Adapun fokus utama yang kami
pilih yaitu korupsi IT, eks rector UI. Kami mempunyai beberapa rumusan masalah untuk
menjawab fokus utama tersebut. Yaitu :

1. Apakah yang melatarbelakangi terjadinya korupsi IT di UI oleh eks rektor?
2. Apakah kaitan masalah tersebut dengan buku bacaan MPKT yang telah dipelajari?

1.3.

Ruang lingkup masalah
Makalah ini dilakukan untuk membahas tentang terdakwa kasus korupsi IT oleh

beberapa oknum bersekongkol dengan beberapa petinggi UI dalam korupsi proyek
pengadaan dan pemasangan IT di perpustakaan UI tahun anggaran 2010-2011 hingga
mencapai miliaran rupiah.
1.4. Tujuan penulisan

1.

Untuk mengetahui adanya kasus korupsi di UI.

2.

Untuk mengetahui beberapa nama tersangka kasus korupsi IT di UI.

3.

Untuk mengetahui dampak adanya korupsi.

1.5.

Metode penelitian
Dalam penelitian makalah ini kami menggunakan metode sejarah yaitu : Heuristik,

Kritik, Interpretasi, dan Historiografi. Dalam pencarian data tahap heuristik kami mencari
melalui sumber data yang berasal dari internet. Tahapan kedua yaitu mengkritik sumber
data yang telah kami peroleh atau mengaitkanya dengan buku ajar 2 MPKT yang telah kita

pelajari. Selanjutnya setelah sumber data dikritik kami melakukan tahapan interpretasi yaitu
memahami bukti yang telah dikritik untuk menghasilkan fakta-fakta yang faktual. Tahapan
terakhir yaitu historiografi yaitu penulisan sejarah yang kami buat dalam bentuk makalah.

BAB II
PEMBAHASAN

Korupsi IT, Eks Wakil Rektor UI Didakwa Penyalahgunaan Wewenang
Liputan6.com, Jakarta - Sidang atas kasus pengadaan dan pemasangan information
technology (IT) di perpustakaan UI tahun anggaran 2010-2011 dengan terdakwa mantan
Wakil Rektor UI Tafsir Nurchamid digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Supardi
mendakwa Tafsir bersekongkol dengan beberapa petinggi UI dalam korupsi proyek
pengadaan dan pemasangan IT di perpustakaan UI tahun anggaran 2010-2011.
Jaksa Supardi menjelaskan, Tafsir bersama-sama dengan Donanta Dhaneswara, Tjahjanto
Budisatrio, Dedi Abdurahman Saleh, atas restu dari mantan Rektor UI, Gumilar Rusliwa
Sumantri, menetapkan pagu anggaran pengadaan dan pemasangan IT sepihak Rp 50 miliar
dan dibagi dalam beberapa kategori. Di antaranya pengadaan perangkat IT Rp 21 miliar,
pemasangan IT Rp 21 miliar, pembayaran pajak proyek Rp 5 miliar, dan disimpan di kas
UI


Rp3miliar.

"Tetapi penetapan pagu anggaran itu tidak melalui proses revisi rencana kerja tahunan,
tanpa persetujuan Majelis Wali Amanat, serta tidak didasarkan atas analisa kebutuhan
kampus dan hanya berdasarkan perkiraan terdakwa," kata Supardi saat membacakan
dakwaannya

dalam

sidang(6/8/2014).

Tak hanya itu, Supardi juga menyebut Tafsir kerap meminta panitia pengadaan proyek
Cahrizal Sumabrata, Afrizal, dan lainnya untuk mengarahkan PT Makara Mas supaya bisa

menjadi pemenang pekerjaan proyek. Tafsir juga didakwa telah menyalahgunaan
wewenangnya dengan memenangkan perusahaan PT Makara Mas sebagai pemenang
proyek

tersebut.


"Terdakwa telah menyalahgunakan wewenang dengan meminta memenangkan perusahaan
tertentu. Yakni mengarahkan pengadaan sebisa mungkin dilakukan PT Makara Mas,
padahal penawarannya lebih mahal dari perusahaan lainnya," tutur Jaksa Supardi.
Dalam dakwaan yang dibacakan Supardi, perbuatan Tafsir itu negara merugi Rp 13 miliar.
Tetapi, PT Makara Mas menikmati keuntungan lebih Rp 1,1 miliar dari proyek ini.
Tafsir didakwa melanggar dua pasal, yaitu Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal pasal 55 ayat (1) ke-1
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan demikian dia terancam hukuman maksimal
seumur hidup atau 20 tahun penjara.

Sumber:

http://news.liputan6.com/read/2087272/korupsi-it-eks-wakil-rektor-ui-

didakwa-penyalahgunaan-wewenang

Hubungan Antara Kecerdasan dengan Kasus Korupsi IT,Eks Wakil Rektor UI
Seorang yang memiliki jabatan tinggi seperti wakil rektor UI,mungkin memiliki

Inteligensi yang sangat baik. Namun,mengapa Ia bisa terjerat kasus korupsi? Mungkin
adanya faktor ketidakseimbangan antara inteligensi,kecerdasan emosional,dan kecerdasan

spiritual yang dimilikinya. Bisa saja ia memiliki inteligensi yang sangat baik namun
kurangnya

kecerdasan

emosional

dan

kecerdasan

spiritual

yang

dimilikinya.


Sehingga,inteligensi yang bersifat kognitif tidak dapat bekerja secara optimal.Hal itu
menyebabkan ia dapat melakukan tindakan-tindakan yang tidak benar seperti
korupsi,dilihat dari kecerdasaan emosional dan kecerdasan spiritual.Orang yang memiliki
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang baik,kecil kemungkinan melakukan
tindakan korupsi.karena,ketika ia akan melakukan tindakan tersebut kecerdasan emosinya
akan bekerja dan menyadarkannya bahwa itu perbuatan yang tidak benar dan merugikan
orang lain,sementara kecerdasan spiritualnya akan menyadarkannya bahwa itu perbuatan
yang salah dan bila dilakukan akan berdosa.dengan demikian,dibutuhkan keseimbangan
antara inteligensi,kecerdasan emosional,dan kecerdasan spiritual.
1. Jenis-jenis kecerdasan
a. Intelegensi dan IQ. Intelegensi adalah hal yang mengarah pada kemampuan
menganalisis, memecahkan masalah dan beradaptasi terhadap lingkungannya.
Seseorang yang memiliki IQ tinggi tidak menjamin kesuksesan mereka.
Sedangkan IQ adalah hasil pengukuran intelegensi.
b. Kecerdasan Emosional (EQ) adalah cara seseorang untuk berhasil dengan
menggunakan kesadaran, pengendalian dan penanganan efektif terhadap emosi.
Baik itu emosi pada diri sendiri maupun emosi dari orang lain yang
dihadapinya.
c. Kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasaran ini erta kaitannya dengan kehidupan
keagamaan walaupun tidak identik dengan keberagaman.

2. Individu dan Kelompok
a. Tahap-

tahap

perkembangan

kelompok

diantaranya

adalah:

forming

(pembentukkan), storming (goncangan), norming (membangun norma),

performing (melaksanakan), adjourning (penangguhan).
b. Kelompok formal dan informal
c. Peran komunikasi antara pribadi sangat dibutuhkan, karena komunikasi

menentukan hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam menjalani
kehidupannya.
3. Masyarakat dan kebudayaan
Masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu musyarak yang berarti “ikut serta”atau
“partisipasi”. Adapun dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut society yang
diambil dari dari bahasa Latin societatis yang berati teman atau kerabat.
Sedangkan kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddayah yang merupakan
bentuk jamak dari kata buddhi yang artinya “budi” atau “akal”. Secara umum
dikenal masyarakat Indonesia adalah yang dikemukakan oleh Selo Soemarjan dan
Sulaeman Sumardi yaitu semua hasil karya, rasa, cipta dan karsa masyarakat.

Dari inti penjelasan diatas, kasus tersebut dapat kita kaitkan dengan materi pada
buku ajar 2. Korupsi di Indonesia seperti kebudayaan yang melekat beberapa tahun
belakangan ini. Pada zaman Soeharto korupsi memang sudah ada, namun tidak
merajalela seperti sekarang ini. Korupsi yang dilakaukan oleh rektor UI merupakan
korupsi yang tidak dilakukan secara individu tetapi dilakukan secara berkelompok.
Sebagai bukti, terdakwa korupsi tidak hanya pada satu ruang lingkup, ternyata ia
memiliki banyak jaringan untuk melakukan tindakan korupsi dalam penyelewengan
IT tersebut. Jika kita kaitkan pada BAB 1, orang yang korupsi dalam kasus tersebut
memiliki IQ yang baik, terbukti dengan jabatannya sebagai wakil rektor UI. Akan

tetapi IQ yang dimilikinya tidak didukung oleh EQ dan SQ. Sehingga ia melakukan
hal tersebut tanpa memikirkan dampaknya. Para koruptor memang pintar. Pintar

dalam penyelundupan uang dan “memainkan” sesuatu sesuka hati. Sangat
disayangkan kecerdasan mereka tidak diseimbangi dengan kecerdasan emosinal dan
spiritual. Mereka tergiur pada uang yang melimpah, terbawa arus lingkungan yang
membuat mereka melakukan tindakan tersebut. Jika kita hubungkan dengan
kecerdasan spiritual, tindakan korupsi merupakan hal yang dilarang agama karena
kita sama saja memakan hak orang lain. Secara tidak langsung keimanan terdakwa
lemah dan mudah terpengaruh.
Kaitannya dengan masyarakat adalah dampaknya yang mengakibatkan rakyat/masyarakat
merasa tidak diadili oleh pemerintah dan menjadi sengsara karena haknya dimakan oleh
koruptor termasuk terdakwa.

KETERKAITAN KORUPSI DENGAN PERBEDAAN INDIVIDUAL
Setiap manusia adalah unik. Tidak ada orang yang benar-benar sama, sepasang
kembar sekalipun. Perbedaan-perbedaan membawa pada keanekaragaman cara dalam
memandang sesuatu, dalam bertindak pada berbagai situasi, dalam menentukan sasaran,
dalam menilai, dan sebagainya. Dalam berinteraksi, akan lebih efektif bila setiap manusia
memahami dirinya sendiri dengan lawan bicaranya. Memahami diri adalah memahami ciriciri kepribadian yang dapat memengaruhi sikap, kecenderungan, dan perilaku manusia.
Memahami diri dapat membantu manusia dalam menangani maupun mengembangkan diri
sehingga tercapai peningkatan kualitas kemanusiaan. Dengan peningkatan kualitas tersebut
diharapkan manusia melakukan hal yang dapat mempermalukan dirinya seperti koruptor.
Ada

teori

kepribadian

keanekaragaman

yang

individu,

berusaha

yaitu

teori

membantu
kepribadian

manusia

dalam

Myers-Briggs.

memahami
Teori

ini

mengindentifikasi dan mengkategorisasikan kecenderungan perilaku dalam empat dimensi.
1. Dimensi Extraversion / Intraversion

Membahas mengenai bagaimana individu berinteraksi dengan dunia dan dari mana
asal energi yang dimilikinya.
2. Dimensi Sensing / Intuition
Membicarakan informasi yang mudah ditangkap oleh seseorang.
3. Dimensi Thinking / Feeling
Berkaitan dengan pengambilan keputusan.
4. Dimensi Judging / Perceiving
Membahas mengenai gaya hidup.
Salah satu cara untuk mengetahui tipe kepribadian seseorang adalah dengan menjalani tes
MBTI atau mengisi inventori MBTI. Dalam kasus korupsi ini sangat terlihat bahwa teori
kepribadian Myers-Briggs sangat berpengaruh kepada kondisi kepribadian Tafsir
Nurchamid. Contoh pada dimensi pertama, Tafsir sangat mendekati pada Extravert dimana
seseorang senang bergaul, bekerja dalam kelompok, dan berada dalam keramaian.
TEMPRAMEN
Tempramen dapat dijelaskan sebagai sebuah pola dari perilaku karakteristik yang
merefleksikan kecenderungan-kecenderungan alamiah dari individu (Baron, 1998).
Tempramen akan berdampak pada bagaimana individu melihat dunia; apa nilai dan
keyakinannya, bagaimana pikiran, tindakan, maupun perasaannya. Tempramen merupakan
bawaan, bukan dipelajari, karena itu tindakan dan perilaku konsisten sudah tampak sejak
individu masih sangat muda. Berdasarkan model MBTI, David Keirsey membagi empat
kelompok tempramen, yaitu:
1. Guardians/Tradisionalistis
Manusia pada tipe ini sangat menghargai hukum dan keteraturan, jaminan, sopan
santun, aturan, serta mudah menyesuaikan diri.

2. Artisans/Experiencers
Manusia pada tipe ini hidup untuk bertindak, mengikuti kata hati, dan demi masa
ini. Fokusnya pada situasi sesaat dan kemampuan untuk menetapkan apa yang harus
dilakukan sekarang.
3. Idealistis
Manusia pada tipe ini peduli terhadap tumbuh kembang orang lain dan memahami
dirinya sendiri.
4. Rationals/Conceptualizers
Manusia pada tipe ini didorong ole keinginan mendapatkan pengetahuan dan
menetapkan standar yang tinggi sekali bagi dirinya maupun orang lain.
Sudah dijelaskan diatas bahwa tempramen merupakan sifat bawaan berarti dapat dilihat
bahwa tempramen

yang dimiliki oleh Tafsir Nurchamid dalam kasus korupsi ini

merupakan sifat bawaan dan juga masuk ke dalam tipe Dimensi Artisans yang mana bahwa
manusia lebih tergesa-gesa karena hanya memikirkan segala sesuatunya secara cepat dan
spontanitas.

Kasus Korupsi dari Segi Kebudayaan
Korupsi seperti yang kita tahu merupakan tindakan penyelewengan karena
merugikan masyarakat Indonesia, yakni keuntungan negara jatuh ke tangan pribadi atau
golongan tertentu. Indonesia termasuk negara yang marak terjadi korupsi. Tindakan korupsi
kini telah menggerogoti berbagai sektor pekerjaan, termasuk bidang pendidikan. Ironisnya,
tindakan korupsi ini bahkan terjadi pada kaum elit lulusan pendidikan tingkat tinggi yang
menjadi pejabat tinggi di suatu universitas negeri. Korupsi yang terjadi disini adalah
korupsi pengadaan fasilitas yang kemungkinan fasilitas tersebut jika anggarannya tidak
dikorupsi tentunya dapat menjadi fasilitas yang tidak memiliki kecacatan di dalamnya.

Berdasarkan kasus yang telah ditelaah, perilaku korupsi ini memiliki keterkaitan
dengan hakikat kebudayaan dan salah satu unsur universal kebudayaan. Dalam hakikat
kebudayaan disebutkan bahwa kebudayaan tersalurkan dari perilaku manusia, selain itu
kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban, tindakan yang diterima atau
ditolak, serta tindakan yang dilarang atau yang diizinkan, dan kebudayaan tidak bersifat
statis, melainkan dinamis, sebagai mana manusia dan masyarakat yang melahirkan
kebudayaan itu sendiri. Korupsi terlihat sebagai “kebudayaan” yang diciptakan oleh
masyarakat kita sendiri.
Jika dikaitkan dengan salah satu unsur universal kebudayaan, kasus korupsi ada
sangkut pautnya dengan unsur sistem organisasi sosial. Terjadi chaos dalam unsur ini
karena aparat pemerintah sebagai suatu kesatuan sosial dalam masyarakat tidak dengan
baik menangani kasus korupsi yang semakin merajalela, padahal seharusnya sistem
organisasi sosial dapat mengatur harmonisasi kehidupun masyarakat. Hal ini adalah
semacam ironi terutama Indonesia tergolong sebagai negara yang memiliki masyarakat
modern kini dibanding masyarakat tradisionalnya. Pada masyarakat modern, kesatuan
sosial atau sistem organisasi sosial dijalankan dengan profesionalisme dan diatur oleh
aturan, norma, dan hukum yang lebih jelas dan tegas memperhatikan hak dan kewajiban
setiap anggota. Namun, yang terjadi secara fakta adalah kebalikannya. Aparat penegak
hukum Indonesia terkesan memandang bulu dalam menuntaskan kasus korupsi yang
terjadi.
Melihat kondisi saat ini, banyak orang-orang terutama masyarakat Indonesia yang
memandang bahwa korupsi telah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa ini. Dalam hal
ini, korupsi seolah-olah telah diwariskan dari generasi ke generasi, padahal jika ditelusuri
definisi dari kebudayaan yakni dari Bahasa Sanskerta buddayah yang berarti “budi” atau
“akal”, kebudayaan tidak diwarisi secara genetis, melainkan manusia mempelajari
kebudayaan sebagai proses belajar selama hidup. Korupsi kini dianggap menjadi bagian
dari masyarakat dan mustahil untuk dihilangkan.

Kembali kepada topik korupsi yang dianggap sebagai bagian dari budaya, di sini
terdapat salah satu kesimpulan yang diberikan untuk menjawab pandangan yang
mengatakan korupsi adalah bagian dari kebudayaan adalah sebagai berikut: “Para pejabat
publik yang menjadi kaya raya dengan mendadak bukanlah ahli waris dari tradisi
menyimpan uang di bank dan tanggung jawab sosial; mereka adalah orang kaya baru dalam
administrasi pemerintahan... Orang-orang yang kebetulan berada di tempat yang tepat pada
waktu yang tepat.” (Jeremy Pope: 2003).
Jadi sebenarnya, darimana korupsi berasal hingga dianggap menjadi kebudayaan
masyarakat Indonesia? Jawabannya ialah kesempatan. Kesempatan bagi orang-orang yang
kebetulan berada di tempat dan waktu yang tepat untuk melakukannya. Penyebab yang lain
yakni, peran aparat penegak hukum masih lemah dalam peraturan, lemahnya manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM), terdapat kelemahan Kepemimpinan serta lemahnya sistem
penangan perkara.
Dalam diskusi JKAI (Jaringan Kekeluargaan Indonesia) yang di laksanakan di Bale
Sawala Gedung Rektorat Universitas Padjajaran Jatinangor, Sumedang (10/10) Wakil
Ketua KPK, Bambang Widjayanto menjelaskan ada tiga jenis korupsi yang biasa dilakukan
oleh koruptor (1) Korupsi Terpaksa, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari yang tidak tercukupi oleh gajinya yang rendah. (2) Korupsi Memaksa, dilakukan
karena adanya sifat keserakahan untuk bisa hidup secara berlebihan. (3) Korupsi Dipaksa,
dilakukan karena adanya pertemuan antara niat dan kesempatan dan tercipta karena
kelemahan sistem dan peraturan.
Jika dikaitkan dengan konteks kebudayaan, maka sangat jelas bahwa kegiatan
korupsi nyaris menjadi kesepakatan tidak tertulis yang kemudian diikuti oleh perilaku
masyarakat luas. Hal ini berdasarkan pola pikir yang terbentuk sejak usia dini. Salah satu
upaya pemberantasan korupsi sendiri yaitu dengan membuang jauh-jauh pemikiran
mengenai anggapan bahwa korupsi adalah kebudayaan. Namun, pemberantasan korupsi
bukanlah tujuan akhir, melainkan perjuangan melawan perilaku culas dalam pemerintahan,

dan merupakan bagian dari tujuan yang lebih luas, yakni menciptakan pemerintahan yang
lebih efektif, adil dan efisien.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi
dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain,
ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya
manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya,
bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan
korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil

DAFTAR PUSTAKA

1. Singgih, Evita E. dkk. 2013. Buku Ajar II: Manusia sebagai Individu, Kelompok
dan Masyarakat. Depok: Universitas Indonesia.
2. Soekanto, Soerjono. 1984. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
3. http://makalainet.blogspot.com/2013/10/korupsi.html
4. http://news.liputan6.com/read/2087272/korupsi-it-eks-wakil-rektor-ui-didakwa-

penyalahgunaan-wewenang
5. Aisyiyah, Istiqomah. 2011. Pengantar Antropologi: Korupsi, Kebudayaan dan

Kepribadian

Bangsa.

[Online].

Tersedia:

https://www.academia.edu/7149343/Korupsi_Kebudayaan_dan_Kepribadian_Bangs
a_-_Pengantar_Antropologi [30 Oktober 2014].