KATA PENGANTAR fauzilana Pengantar Kda

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul
“KELOMPOK KERJA DAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI” tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Allah SWT. dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Medan, 3 Oktober 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Kata pengantar...............................................................................................1
Daftar isi..........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
Kelompok Kerja dan Komunikasi dalam Organisasi
A. Kelompok kerja....................................................................................5
 Konsep Dasar Mengenai Kelompok Kerja...........................................5
 Kelompok Kerja Formal dan Informal ................................................6
 Karakteristik Kelompok Kerja..............................................................7
 Mewujudkan Kelompok Kerja Yang Efektif.......................................9
 Konflik dalam kelompok kerja.............................................................10
 Sumber Konflik....................................................................................11
 Stimulasi Konflik..................................................................................12
 Pengendalian Konflik...........................................................................13
 Penyelesaian dan Penghilang Konflik..................................................14
B. Komunikasi dalam Organisasi.............................................................. 14
 Pola Komunikasi dalam Struktur Organisasi........................................16
 Konflik dan Komunikasi dalam Organisasi..........................................16
BAB III KESIMPULAN................................................................................18
Daftar Pustaka....................................................................................20

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelompok kerja dan komunikasi sebagai salah satu kunci agar fungsi implementasi
dan pengarahan dapat berjalan secara efektif. Perlu disadari bahwa organisasi adalah
kumpulan orang-orang atau kumpulan individu dengan berbagai karakteristik motif dan
potensi. Ketik tujuan hendak dicapai, maka setiap individu perlu menyadari bahwa selain
dirinya merupakan individu yang memiliki motif, namun juga merupakan bagian dari sebuah
kelompok atau kumpulan, yaitu organisasi. Pada intinya kelompok kerja disusun agar
keragaman individu dapat menjadi potensi yang terintegrasi dalam pencapaian tujuan, dan
bukan malah sumber konflik yang akan menghambat dalam pencapaian oraganisasi. Oleh
karena itu, selain kelompok kerja perlu disusun, faktor komunikasi antar pekerja, antar
pemimpin dan bawahan, dan antar bagian dalam organisasi juga menentukan bagaimana
kelompok kerja dapat berjalan secara efektif. Akhirnya,dengan keragaman potensi
individu,pola kepemimpinan yang sesuai, kelompok kerja yang tangguh, serta komunikasi
yang berjalan secara efektif, fungsi implementasi dan pengarahan dari rencana yang telah
disusun barangkali tidaklah menjadi sesuatu yang sulit untuk dijalankan, sehingga tujuan
akan lebih mudah dicapai secara efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kelompok kerja, konsep-konsep kelompok kerja, manfaat
kelompok kerja, dan konflik-konflik yang terjadi di dalam kelompok kerja dan
penyelesaiannya?

2. Bagaimana cara mewujudkan kelompok kerja yang efektif?
3. Apa yang dimaksud dengan komunikasi? Apa saja manfaat yang didapat dari berkomunikasi
di dalam organisasi? Bagaimana pola komunikasi dalam struktur organisasi?
C. Manfaat yang diperoleh
1. Kita dapat mengetahui tentang kelompok kerja,manfaat yang didapat dari kelompok kerja
dan penyelesaian konflik dalam kelompok kerja.
2. mengetahui cara-cara untuk mewujudkan kelompok kerja yang efektif dan efisien.
3. Mengetahui tentang komunikasi di dalam kelompok kerja dan manfaatnya, dan mengetahui
pola komunikasi dalam kelompok kerja

BAB II
PEMBAHASAN
KELOMPOK KERJA DAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
A. Kelompok Kerja
Konsep Dasar Mengenai Kelompok kerja
Stoner, Freeman, dan Gilbert mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan dua orang
atau lebih yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang
dipahami bersama (two or more eople who interact and influence each other toward a
common purpose). Karakteristik kelompok:
Merupakan kumpulan yang beranggotakan lebih dari satu orang, yang berarti adanya

karakteristik yang berbeda dari setiap orang
 Adanya interaksi di antara kumpulan orang tersebut
 Adanya tujuan bersama yang ingin dicapai


Berdasarkan karakteristik ini, jika kita memahami bahwa pekerjaan adalah sesuatu
yang telah direncanakan oleh organisasi untuk dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan,
maka kelompok kerja dapat didefenisikan sebagai kelompok yang disusun oleh organisasi
dengan tujuan untuk menjalankan berbagai pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan
organisasi.
Kelompok kerja perlu disusun terutama jika organisasi atau perusahaan
beranggotakan orang-orang dalam jumlah yang sangat besar, ruang lingkup kegiatan luas,
dan pengelolaan sumber daya yang banyak. untuk orgsnisasi yang beranggotakan sedikit
orang 5-10 orang, barangkali keseluruhan anggota tersebut merupakan juga satu kelompok
kerja, adapun untuk organisasi yang memiliki ribuan orang anggota, maka kelompok kerja
yang disusun berdasarkan tujuan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang,
tergantung dari alasan dan tujuan dari kelompok kerja tersebut disusun.[1]
Kelompok Kerja Formal dan Informal
Secara teoritis maupun praktik, kelompok kerja dapat dibagi dua, yaitu kelompok
kerja formal dan kelompok kerja informal.


Kelompok kerja formal
Kelompok kerja yang dibentuk atau disusun secara resmi oleh manajer dimana
kelompokkerja tersebut diberikan tugas dan pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan
organisasi. Kelompok kerja formal dapat berupa formal dapat berupa kelompok kerja
langsung, kepanitiaan, dan kelompok kerja temporal atau khusus. Kelompok kerja
langsungmerupakan kelompok kerja yang disusun oleh manajer dan beranggotakan beberapa
orang bawahan yang berada dibagian dimana manajer tersebut ditugaskan. Kelompok kerja
langsung biasanya dibentuk atau terbentuk dengan sendirinya (pada saat departementalisasi
dilakukan) sebagai konsekuensi langsung dari rencana organisasi yang telah dibuat dan ketika
struktur orgaisasi terbentuk. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan oleh kelompok
kerja langsung adalah kegiatan yang bersifat utama dari sebuah organisasi dan kebanyakan
bersifat rutin, artinya yang selalu dilakukan oleh organisasi tersebut. Kepanitiaan adalah
kelompok kerja yang disusun oleh manajer dan beranggotakan beberapa orang yang bisa
berasal dari bagian yang sama, atau juga dari bagian lain dari organisasi. Kepanitiaan disusun
berdasarkan tugas-tugas tertentu yang tidak rutin, namun disusun sebagai upaya untuk
mencapai tujuan organisasi pula. Kepanitiaan biasanya dibuat untuk jangka waktu tertentu
yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kelompok kerja temporal atau khususadalahh
kelompok kerja yang disusun untuk kepentingan-kepentingan khusus yang bersifat
sementara. Diantara contoh dari kelompok kerja seperti ini, misalnya ketika perusahaan

melakukan kerja sama dengan perusahaan lain dalam sebuah kegiatan, maka perusahaan
dapat membentuk kelompok kerja ini, atau juga untuk suatu kepentingan internal perusahaan
dapat juga membentuk kelompok kerja ini dan lain sebagainya. Sekalipun bersifat khusus,
kelompok in tetap disusun untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi,hanya saja
biasanya dibenuk dari program-program yang bersifat tidak tetap dan sementara.
Kelompok kerja informal
Kelompok kerja informal adalah kelompok kerja yang disusun atau tersusun dengan
sendirinya ketika beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya biasanya tidak terkait
langsung dengan rencana-rencana rutin dari organisasi, namun secara tidak langsung akan
mempengaruhi kinerja dari orang-orang dalam organisasi.[2] Contohya adalah kelompok
olahraga yang beranggotakan para pegawai termasuk juga para manajer, kelompok hobi, dan
lain-lain. Kelompok informal ini biasanya terbentuk dan dibentuk untuk memelihara
budaya organisasi tertentu yang akan mendukung terpeliharanya kekompakan, persatuan,
dan kinerja dari kelompok kerja formal. Paling tidak ada empat tujuan mengapa kelompok
kerja informal ini dibentuk:
1) Untuk memelihara dan memperkuat perilaku positif dari para anggota
2) Untuk menciptakan dan memelihara interaksi sesama anggota, sehingga anggota merasa
nyaman, puas, dan aman.
3) Untuk membantu para anggota agar dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam
bentuk yang informa dan fleksibel


4) Untuk membantu manajer dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mungkin dalam
kondisi formal tidak dapat diselesaikan. Kadang kala seseorang lebih dapat berkomunikasi
ketika tengah bermain tenis bersama misalnya.

Karakteristik Kelompok Kerja.
Bagaimana agar kita dapat mengelola kelompok kerja dengan efektif? Salah satu
kunci pokoknya adalah dengan mengenali karakteristik dari kelompok kerja tersebut. Di
antara kerakteristik yanag akan dibahas adalah

Tahapan dalam Pembentukan dan Interaksi tim kerja
Paling tidak, sebagaimana yang dikemukakan oleh B.W. Tuckman yang dikutip oleh
Stoner, Freeman, Gilbert, terdapat 5 tahapan bagaimana sebuah tim kerja terbentuk dan
berinteraksi. Kelima tahapan tersebut adalah:
a) Tahap Pembentukkan (forming)
Dimana kelompok kerja dibentuk oleh manajer. Kelompok kerja yang terbentuk akan terdiri
dari pemimpin kelompok dan anggota. Masing-masing anggota dari kelompok kerja akan
ditentukan tugas-tugas yang harus dikerjakan
b) Tahapan penguatan (storming)
Pada tahapan ini, anggota-anggota yang telah menerima tugasnya masing-masing mulai

berinteraksi satu sama lainnya.kadang kala karena disebabkan perbedaan karakteristik
individu serta persepsi mengenai pekerjaan mereka masing-masing, termasuk juga pola
komunikasi yang yang dibangun. Pada tahap ini konflik dalam kelompok kerja dapat terjadi.
c) Tahapan Penyesuaian (norming)
Merupakan tindak lanjut dari tahap kedua. Ketika kelompok kerja telah saling berinteraksi,
hingga barangkali bisa terjadi konflik, maka tahapan ini merupakan tahapan di mana
keseluruhan anggota secara almiah ataupun dipaksa harus menyesuaikan diri dengan berbagai
perbedaan yang ada dan terjadi. Norma yang diyakini bersama sebagai sesuatu yang harus
dijalankan, kadangkala menjadi titik temu untuk bisa saling menyesuaikan diri dalam bekerja.
d) Tahapan Perwujudan (performing)
Di mana hasil dari pekerjaan masing-masing anggota maupun secara kelompok dapat
terwujud dan terlihat. Itu sebabnya tahapan keempat ini dinamakan performing, di mana
setiap anggota akan memperlihatkan hasil dari setiap pekerjaannya, dan akan dievaluasi
sampai sejauh mana tingkat kesesuaiannya terhadap tujuan dari kelompok kerja.
e) Tahap Pencarian atau Penilaian (adjourning)
Diman masing-masing anggota mengalami tahapan akhir dari proses pengerjaan bersama
kelompok kerja. Pada tahapan ini, anggota akan ada yang merasa puas, kecewa, atau
penasaran, tergantung dari tahapan-tahapan sebelumnya. Dapat dikatakan pula bahwa

tahapan ini merupakan tahapan antiklimaks dari seluruh rangkaian kerja dari kelompokk

kerja.
Di dalam kelompok kerja norma sangatlah pernting,mengapa? Hal ini terkait dengan
keragaman karakteristik individu. Keragaman pada dasarnya memiliki dua potensi, potensi
untuk saling mengisi dan berinteraksi secara positif, atau potensi konflik dan berinteraksi
secara negatif. Selain norma, solidaritas dan integritas dalam kelompok kerja (Cohesiveness)
sangat menentukan sampai sejauh mana kelompok kerja dapat menjalankan fungsinya dalam
pencapaian tujuan.[3]
Mewujudkan Kelompok Kerja Efektif
Sekalipun manajemen organisasi merupakan proses yang berkelanjutan, sehingga
dalam proses yang dijalankan tersebut sangat mungkin terjadi fluktuasi dalam hal kinerja
yang ditunjukkan para anggota kelompok kerja. Namun ada beberapa panduan yang dapat
digunakan agar kelompok kerja dapat berjalan secara lebih efektif. Diantaranya adalah:
1. Tujuan dari pembentukan kelompok kerja hendaknya benar-benar jelas sehingga para
anggota dapat mengenali secara jelas apa yang menjadi tujuan dari kelompok kerja yang
dibentuk serta memperjelas arah yang akan dituju oleh kelompok kerja
2. Peran serta pembagian kerja dari setiap anggota keolompok kerja perlu juga diperjelas.
Artinya, struktur tugas ataupun pekerjaanya perlu disusun secara jelas.
3. Jumlah anggota yang optimal dalam sebuah kelompok kerja perlu ditentukan. Jumlah ini
perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang akan dijalankan. Terlalu banyak anggota dapat
menyebabkan sebagian anggota menganggur, terlalu sedikit juga akan menyebabkan beban

anggota melebihi kemampuannya.
4. Pemimpin dari kelompok kerja perlu ditentukan atas dasar kapabilitasnya dikelompok kerja
tersebut. Jika memungkinkan, dirinya tidak hanya memiliki kapabilitas sebagai pemimpin
formal, namun juga sebagai pemimpin informal.
5. Seluruh sumber daya yang diperlukan handaknya tersedia, terdistribusi secara merata sesuai
dengan struktur tugas yang telah ditentukan.
6. Norma-norma perlu disepakati sebelim pekerjaan dilakukan.
7. Jadwal kerja perlu tersusun secara spesifik dan disusun bersama seluruh anggota kelompok
kerja agar rasa memiliki dan tanggung jawab dari seluruh anggota kerja dapat diandalkan.
8. Perludiadakanmomentum-momentum formal maupun informal untuk lebih memperkuat
solidaritas dan integritas sesama anggota.
9. Fokuskan setiap kejadian pada kinerja kelompok kerja, bukan pada personality dari para
anggota. Mengevaluasi atas apa yang telah dikerjakan oleh anggota sangat perlu begitu juga
evaluasi pekerjaan. Manajer harus bisa membedakan antara mengevaluasi pekerjaan dan
mengevaluasi anggota.
Sekalipun dalam praktiknya panduan-panduan di atas tidak secara otomatis
dijalankan, namun setidaknya beberapa hal penting yang terkait dengan kelompok kerja agar
berjalan efektif untuk perlu dikenali.

Konflik Dalam Kelompok Kerja

 Konflik antarbawahan dibagian yang sama.
 Konflik antara bawahan dan pimpinan dibagian yang sama.
 Konflik antarbawahan dari bagian yang berbeda.
 Konflik antara pimpinan dan bawahan dari bagian yang berbeda.
 Konflik antarpimpinan dari bagian yang berbeda.
 Dan lain sebagainya.
Konflik pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang alamiah dan dapat diperkirakan
terjadi ketika sebuah lingkungan atau orgnaisasi terdiri dari berbagai karakteristik individu.
Beberapa dampak konflik terhadaporganisasi, antara lain:
 Konflik dapat menyebabkan kelompok kerja lemah dan berbagai pekerjaan dalam organisasi
atau perusahaan akan terbengkalai.
 Konflik bisa menjurus pada persoalan personal antarindividu dalam organisasi. Jika konflik
sudah mengarah pada persoalan personal, agak sulit bagi perusahaaan untuk bersikap
profesional dan membedakan antara urusan yang bersifat organisasional dan personal, namun
yang jelas kinerja organisasi akan terganggu.
 Konflik memiliki dampak fositif ketika manajer atau pemimpin dapat mengelola konflik
menjadi persaingan sehat antar individu, sehingga kinerja organisasi justru mungkin dapat
ditingkatkan. Namun, prasyarat agar konflik menjadi dampak fositif adalah kuatnya peran
pimpinan dan manajer dalam organisasi.
 Konflik menyebabkan berbagai hal yang tidak terkait langsung dengan tujuan organisasi
muncul, sehingga sangat mungkin untuk terjadinya pemborosan waktu, uang, serta berbagai
sumber daya lainnya.

Sumber Konflik
Konflik yang terjadi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, diantara nya:
FAKTOR KOMUNIKASI. Faktor komunikasi dapat jadi penyebab konflik ketika
para anggota sebuah organisasi maupun antar organisasi tidak dapat atau tidak mau untuk
saling mengerti dan saling memahami dalam berbagai hal dalam organisasi.
FAKTOR STRUKTUR TUGAS DAN STRUKTUR ORGANISASI. Struktur tugas
dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota tidak bisa memahami pekerjaan mereka
dari struktur tugas yang ada, atau juga terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja,
maupun prosedur kerja yang tidak dipahami. Struktur organisasi dapat menyebabkan konflik
ketika sebagian anggota merasa tidak cocok untuk berada di suatu bagian dalam organisasi,
atau juga bisa berupa adanya upaya untuk meraih satu posisi tertentu, maupun berbagai hal
lainnya yang terkait dengan posisi atau bagian yang ada dalam organisasi.
FAKTOR PERSONAL. Faktor personal dapat menjadi sumber konflik dalam
organisasi ketika individu-individu dalam organisasi tidak dapat saling memahami satu sama

lain, sehingga terjadi berbagai persoalan yang dapat mendorong terciptanya konflik antar
individu, baik di dalam satu bagian tertentu maupun antar bagian tertentu dalam organosasi.
FAKTOR LINGKUNGAN. Faktor lingkungan dapat menjadi sumber konflik ketika
lingkungan dimana setiap individu bekerja tidak mendukung terwujudnya suasana kerja yang
kondisif bagi efektivitas pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok
kerja. Lingkungan yang kurang ventilas, panas, hingga penataan antar bagian yang tidak
sesuai dengan keinginan para pekerja dapat menjadi contoh faktor lingkungan yang bisa
memicu terjadinya konflik.
Stimulasi Konflik
Stimulasi konflik pada dasarnya adalah upaya dilakukan oleh manajer terhadap
konflik yang terjadi dengan jalan memberikan umpan-umpan stimulan yang menyebabkan
pihak-pihak yang terlibat konflik mengarahkan konfliknya kepada sesuatu yang bersifat
positif bagi dirinya dan organisasi. Di antara program yang dapat dijalankan adalah
memosisikan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik kedalam suatu situasi dimana mereka
terlibat dalam sebuah persaingan positif yang akan meningkatkan kinerja mereka sekaligus
juga organisasi. Memasukkan faktor persaingan ini dapat dilakukan dengan tawaran
kompensasi tertentu sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam konflik akan benar-benar
melakukan persaingan antar mereka. Tawaran kompensasi tersebut dapat berupa pemberian
bonus, insentif, dan bentuk kompensasi lainnya. Selain memperkenalkan persaingan kedalam
pihak-pihak yang terlibat konflik, stimulasi konflik dapat juga dilakukan dengan jalan
memasukkan pihak ketiga diantara pihak-pihakyang terlibat konflik agar konflik tersebut
dapat diminimalkan dengan kehadiran pihak ketiga tersebut. Bentuk stimulasi lain yang juga
bisa dilakukan adalah dengan melakukan perubahan pada aturan main atau prosedur yang
selama ini berlaku dalam organisasi. Dengan adanya perubahan prosedur atau aturan main
tersebut diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dapat melakukan penyusaian
ulang mengenai posisi mereka dalam organisasi sehingga konflik dengan sendirinya akan
tersesuaikan pula.

Pengendalian Konflik
Selain memberikan stimulasi kepada pihak-pihak yang terlibat konflik,
pendekatan lain yang bisa digunakan adalah pengendalian konflik. Pengendalian konflik ini
dilakukan untuk memastikan bahwa konflik dapat senantiasa dihindari dan kalaupun terjadi
dengan segera bisa disesuaikan kembali. Diantara program yang bisa dilakukan adalah
malalui perluasan penggunaan sumberdaya organisasi. Konflik yang disebabkan oleh adanya
masalah dalam penggunaan suber daya (sebagaimana diterangkan dalam “sumber konflik”
diatas), katakanlah dari sisi fasilitas yang dirasakan dan digunakan oleh anggota organisasi,
diharapkan bisa diselesaikan melalui program perluasan penggunaan sumber daya organisasi
tersebut. Selain itu pula, diantara upaya atau program yang dapat dilakukan, adalah dengan
meningkatkan koordinisasi antar bagian dalam organisasi. Hal ini akan menyebabkan konflik
yang terutama disebabkan oleh kurangnya koordinisasi atau kejelasan struktur pekerjaan

misalnya, dapat diselesaikan dengan baik melalui koordinasi yang intensif. Banyak konflik
terjadi bukan disebabkan orang-orang yang ada dalam organisasi tidak andal, melainkan
karena kurangnya koordinisasi. Selain peningkatan koordinasasi, bisa pula dilakukan
pendekatan melalui upaya pncarian titik temu antar pihak yang terlibat dalam konflik unutk
menyusun tujuan bersama yang ingin dicapai dalam organisasi, sehingga berbagai pihak yang
terlibat dalam konflik dapat kembali di ingatkan akan tujuan utama dari organisasi. Konflik
dapat pula dikendalikan melaui penyusaian perilaku para pekerja dengan apa yang
semestinya dijalankan diperusahaan melalui ketentuan-ketentuan yang diberlakukan.
Sebagian konflik terjadi karena orang-orang tersebut tidak berperilaku sebagaimana mestinya
dalam sebuah organisasi.
Penyelesaian dan Penghilangan Konflik
Dua pendekatan diatas merupakan sebagian upaya untuk menjadikan konflik
sesuatu yang dapat diterima secara alamiah, namun tetap harus diwaspadai agar konflik yang
terjadi dapat diarahkan kepada pencapai kinerja organisasi yang lebih baik. Pada
kenyataannya konflik sekalipun telah diusahakan untuk terjadi, namun selalu saja dapat
terjadi. Untuk kasus seperti ini, maka konflik harus dihadapi dan diseesaikan. Diantara
program yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan dan menghilangkan konflik, yaitu
dengan melalui penghindaran konflik. Jika kita mengetahui bahwa terdapat dua orang yang
kalau dipertemukan akan terjdi konflik, maka salah satu upaya penghindarannya adalah
dengan memisahkan mereka dari bagian kerja yang sama, atau jika berada dalam bagian yang
sama mungkin dengan jalan membagi waktu kerja yang berbeda, dan seterusnya. Selain itu
pula, yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan konflik adalh mempertemukan pihak-pihak
yang bertikai untuk kemudian meminta mereka untuk menyelesaiakan konflik mereka
dihadapan pihak ketiga atau antar mereka sendiri dengan desakan terhadap mereka untuk
melakukan

B. Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi dapat didefenisikan sebagai memberi atau tukar informasi, isyarat, atau
pesan melalui kata, gerakan badan atau tulisan. Defenisi ini menandakan bahwa komunikasi
sebagai sebagai satu proses sepihak. Tapi sebenarnya tidaklah begitu, komunikasi bukan
hanya sekedar menyampaikan pesan. Ini menyangkut interaksi antara dua insan atau lebih .
agar komunikasi menjadi efektif, kedua pihak harus terus menerus memberi dan menerima
informasi baik lisan maupun tertulis.[5]

Suatu keterampilan utama yang diharapkan dari seorang manajer ialah kemampuan
untuk berkomunikasi secara efektif. Keterampilan untuk memberlakukan kebijaksanaan,
mengupayakan supaya instruksi-instruksinya dapat dipahami denga jelas dan
menyempurnakan pelaksanaan kerja tergantung dari komunikasi yang efektif. Manajer yang
tidak dapat berkomunikasi dengan bawahannya tentang pekerjaan-pekerjaan yang perlu
dilaksanakan tidak akan berhasil menyuruh bawahannya mengerjakannya. Sebaliknya,
apabila bawahan tidak dapat berkomunikasi secara bebas dengan manajernya, maka
informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan secara sukses itu tidak akan ada.
Komunikasi merupakan cara untuk memudahkan manajemen, akan tetapi bukan
merupakan kegiatan yang berdiri sendiri dan menjadi bagian yang pokok dari segala sesuatu
yang dikerjakan oleh manajer. Ada yang mengatakan bahwa dua pertiga waktu manajer
terpakai untuk berkomunikasi. memberikan informasi penuh kepada rekan-rekan kerjanya
dan mendapatkan saling pengertian merupakan hal-hal yang penting sekali, sehingga ada
beberapa pihak yang menarik kesimpulan bahwa manajemen adalah berkomunikasi. Akan
tetapi sesungguhnya berkomunikasi hanya merupakan bagian dari manajemen.
Berkomunikasi mengandung artiyang lebih luas dari pada sekedar mengatakan atau
menuliskan sesuatu. Didalamnya juga tercakup suatu pengertian. Tidak akan ada komunikasi
apabila anda tidak dapat dimengerti dan kekurangan tersebut merupakan penghalang utama
dalam berkomunikasi.
Kondisi-kondisi yang dapat membantu komunikasi menjadi efektif: mengetahui
sepenuhnya hal-hal yang ingin dikomunikasikan, berkomunikasi secukupnya, menyadari
bahwa komunikasi dapat dirubah distribusinya, gunakan simbol-simbol atau alat visual yang
memadai, dan hati-hati dalam memilih informasi yang dikomunikasikan.[6]
Tantangan terbesar dalam berkomunikasi adalah mengerti pikiran, latar belakang dan
proses berpikir pendengar anda. Bila anda tahu ini, anda dapat mencegah “gangguan
komunikasi”. Sukses tidak dapat dicapai tanpa hubungan dengan orang lain. Namun benar
juga bahwa bagaimana dan seberapa jauh dan dalamnya hubungan tersebut ditentukan oleh
komunukasi.
Fungsi komunikasi antara lain: Alat kontrol perilaku anggota dalam sebuah organisasi
dalam berbagai cara, motivasi kerja kru juga dapat ditingkatkan melalui komunikasi,
berperan sebagai media untuk mengungkapkan ekspresi emosional perasaan dan pemenuhan
kebutuhan sosial, dan komunikasi memfasilitasi pengambilan keputusan.[7]
Pola Komunikasi Dalam Struktur Organisasi
Pola komunikasi dalam struktur organisasi secara garis besar dapat
berupa komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Komunikasi vertikal adalah
komunikasi yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang berada pada tingkatan organisasi
yang lebih tinggi dengan tingkatan yang lebih rendah atau juga sebaliknya. Komunikasi
vertikal biasanya dilakukan dalam hal komunikasi berupa pemberian tugas (dari atas ke

bawah), pemberian arahan (atas ke bawah), maupun pelaporan dan pertanggung jawaban
(dari bawah ke atas). Adapun komunikasi horizontal biasanya dilakukan antara seseorang
dengan orang lain yang memiliki tingkatan organisasi yang sama. Bentukkomunikasi yang
dilakukan diantaranya adalah komunikasi dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan lain
sebagainya.
Konflik dan Komunikasi dalam Organisasi
Terjadinya konflik di dalam organisasi dapat diidentifikasi bahwa salah satu
penyebab nya adalah faktor komunikasi. Komunikasi yang tidak tepat atau yang salah akan
menyebakan akan terjadinya salah komunikasi atau salah persepsi atau sering dinamakan
sebagai miscomunication, yaitu ketika komunikasi yang dilakukan tidak sesuai dengan apa
yang sebenarnya ingin dikomunikasikan. Disisi yang lain, beberapa pendekatan dalam
manajemen konflik juga telah menjelaskan bahwa konflik bisa di selesaikan melalui
stimulasi, pengendalian bahkan hingga penyelesaian konflik. Namun jika kita perhatikan
secara seksama, ketiga pendekatan tersebut tidak dapat dijalankan secara efektif jika tidak
dikomunikasikan dengan jelas,baik,dan tepat.
Faktor komunikasi berperan penting dalam penyelesaian konflik, dan berperan
penting juga dalam organisasi, oleh karena nya komunikasi memiliki peran yang penting
dalam organisasi.

BAB III
KESIMPULAN
kelompok sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang dipahami bersama (two or more eople who
interact and influence each other toward a common purpose).Karakteristik kelompok:
Merupakan kumpulan yang beranggotakan lebih dari satu orang, yang berarti adanya
karakteristik yang berbeda dari setiap orang
 Adanya interaksi di antara kumpulan orang tersebut
 Adanya tujuan bersama yang ingin dicapai


Kelompok Kerja Formal dan Informal
Kelompok kerja formal
Kelompok kerja yang dibentuk atau disusun secara resmi oleh manajer dimana
kelompokkerja tersebut diberikan tugas dan pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan
organisasi.
Kelompok kerja informal

Kelompok kerja informal adalah kelompok kerja yang disusun atau tersusun dengan
sendirinya ketika beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya.
Mewujudkan Kelompok Kerja Efektif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tujuan dari pembentukan kelompok kerja hendaknya benar-benar jelas
Peran serta pembagian kerja dari setiap anggota keolompok kerja perlu juga diperjelas.
Jumlah anggota yang optimal dalam sebuah kelompok kerja perlu ditentukan.
Pemimpin dari kelompok kerja perlu ditentukan atas dasar kapabilitasnya dikelompok kerja
tersebut.
Seluruh sumber daya yang diperlukan handaknya tersedia, terdistribusi secara merata.
Norma-norma perlu disepakati sebelim pekerjaan dilakukan.
Jadwal kerja perlu tersusun secara spesifik dan disusun bersama seluruh anggota.
Perludiadakanmomentum-momentum formal maupun informal untuk lebih memperkuat
solidaritas dan integritas sesama anggota.
Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi dapat didefenisikan sebagai memberi atau tukar informasi, isyarat, atau pesan
melalui kata, gerakan badan atau tulisan.
Pola Komunikasi Dalam Struktur Organisasi
Pola komunikasi dalam struktur organisasi
berupa komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal.

secara

garis

besar

dapat

Faktor komunikasi berperan penting dalam penyelesaian konflik, dan berperan
penting juga dalam organisasi, oleh karena nya komunikasi memiliki peran yang penting
dalam organisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Sule, Erniie Tisnawati, kurniawan saefullah. Pengantar Manajemen.Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010
Amin, A. Riawan. Menggagas Manajemen Syariah. Jakarta: Salemba Empat,2010
Terry, George R. Prinsip-prnsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara, 1993
Susanto, Adi. Kewiraswastaan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
Swastha, DR. Basu. Pengantar Bisnis Modern. Yogyakarta: Liberty, 2002

[1]

Erni Tisnawati Sule, Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen, (jakarta:Kencana,cetakan ke-5,2010),hlm
280-28282
[2]

Basu swashta, Ibnu Sukotjo. Pengantar Bisnis Modern,(Yogyakarta:Liberty,cetakan kesepuluh,2002).hlm 130

[3]

Erni Tisnawati Sule, Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen, (jakarta:Kencana,cetakan ke-5,2010)

[4]

Erni Tisnawati Sule, Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen, (jakarta:Kencana,cetakan ke-5,2010)

[5]

Adi Susanto. Kewiraswastaan,(Jakarta,Ghalia Indonesia,Cetakan pertama,2002

[6]

George R. Terry, prinsip-prinsip Manajemen,(Jakarta, cetakan Kelima,1993)

[7]

A.Riawan Amin, Menggagas Manajemen Syariah,(jakarta:cetakan pertama,2011)hlm.166