Proposal Sara Endarwati I34100155 fix

PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP KETAHANAN
PANGAN RUMAH TANGGA PETANI
(Kasus: Rumah Tangga Petani Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

Oleh :
SARA ENDARWATI
I34100155

Dosen Pembimbing :
Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni, MS

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

ii


LEMBAR PENGESAHAN
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa proposal skripsi yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa
: Sara Endarwati
NIM
: I34100155
Judul Proposal Skripsi
: PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP
KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA
PETANI (Kasus Rumah Tangga Petani Desa
Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor)
Telah memenuhi persyaratan untuk dilanjutkan dengan penelitian lapangan

Menyetujui,
Dosen Pembimbing


Dr. Ir.Ekawati Sri Wahyuni, MS
NIP. 19600827 198603 2 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Pengesahan :

iii

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Sara Endarwati dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 14 Juni
1992. Peneliti merupakan anak pertama dari pasangan Sudarsono dan Endang Juwarni.
Peneliti menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tiron 03 Madiun pada

tahun 1998-2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 13 Madiun pada tahun
2004-2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 02 Madiun pada tahun 20072010. Pada tahun 2010, peneliti diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor
melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi) dengan mayor
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Semasa SMP peneliti menjabat sebagai sekretaris umum SMPN 13 Madiun dan
aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler English Club, Pasukan Pengibar Bendera
(Paskibra) SMPN 13 Madiun, dan Pasukan Pramuka SMPN 13 Madiun. Peneliti juga
aktif mengikuti berbagai perlombaan diantaranya lomba Cerdas Cermat Bahasa Inggris
se-Kota Madiun. Peneliti merupakan peraih nilai tertinggi Ujian Akhir Nasional seSMPN 13 Madiun. Semasa SMA, peneliti aktif dalam kepengurusan kelas selama 2
tahun berturut-turut. Sebelum diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor
melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi) program sarjana
strata 1 dengan mayor Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
peneliti pernah diterima di program Diploma 3 sebagai mahasiswa Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan mayor Analisis
Kimia dan telah mengikuti perkuliahan matrikulasi selama 2 minggu.
Selama masa perkuliahan, peneliti pernah menjabat sebagai anggota divisi
Sosial Lingkungan (Sosling) organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi
Manusia Institut Pertanian Bogor 2011-2012, ketua divisi Pengembangan Masyarakat di
SAMISAENA tahun 2012, staff Divisi Pengembangan Masyarakat SAMISAENA tahun

2011, ketua Divisi Logistik dan Transportasi FRESH 2012, staff divisi Logistik dan
Transportasi Indonesian Ecology Expo 2012, staff divisi Konsumsi Indonesian Ecology
Expo 2011 dan KERIS 2012, staff divisi Public Relation Journalistic Fair 2012.
Peneliti juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Berpikir dan Menulis Ilmiah
selama 1 semester dan asisten praktikum mata kuliah Ilmu Penyuluhan selama 1
semester.

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi
berjudul “Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani
(Kasus Rumah Tangga Petani Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor)”. Proposal skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat pengambilan
data lapangan dan skripsi pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang ditulis
dalam skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses-proses pemanfaatan modal
sosial rumah tangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor,

menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi rumah tangga terhadap status ketahanan
pangan rumah tangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten
Bogor, dan menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap status ketahanan
rumah tangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Keseluruhan tujuan penelitian tersebut digunakan untuk membahas tentang modal sosial
dan ketahanan pangan rumah tangga petani. Peneliti mengetahui bahwa karya ini
belumlah sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Akhir kata semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor,

Juni 2013

Sara Endarwati
NIM I34100155

v

DAFTAR ISI


Nomor
LEMBAR PENGESAHAN
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Bentuk-Bentuk Modal Sosial
Pemanfaatan Modal Sosial
Konsep Ketahanan Pangan
Konsep Kedaulatan Pangan
Komponen Ketahanan Pangan
Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Lokasi Dan Waktu
Teknik Sampling
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Halaman
ii
iii
iv
v
vii
1
1
2

3
3
5
5
5
6
9
10
12
13
15
16
16
18
18
18
19
20
20
21

24

vi

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

Tabel 1 Perbandingan Indikator Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan
Tabel 2 Pelaksanaan Penelitian
Tabel 4 Pemanfaatan Modal Sosial dan Status Ketahanan Pangan Menurut
Responden Rumah Tangga Petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor
Tabel 5 Analisis Jumlah Pendapatan Rumah Tangga Petani Desa Ciaruteun Ilir
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
Tabel 6 Analisis Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga Petani Desa Ciaruteun Ilir
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
Tabel 7 Analisis Modal Sosial Rumah Tangga Petani Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan

Cibungbulang Kabupaten Bogor
Tabel 8 Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Desa Ciaruteun Ilir
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

12
19

31
34
35
36
36

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

Gambar 1 Kerangkan Sistem Ketahanan Pangan
11

Gambar 2 Kerangka Analisis Dari Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan
Pangan Pangan Rumah Tangga Petani
16

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

Lampiran 1 Kuisioner
24
Lampiran 2 Panduan Wawancara Mendalam
30
Lampiran 3 Tabulasi Silang (dummy table)
31
Lampiran 4 Matriks Analisis Jumlah Pendapatan Rumah Tangga Petani Desa
Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
34
Lampiran 5 Matriks Analisis Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga Petani Desa
Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
35

vii

Lampiran 6 Matriks Analisis Modal Sosial Rumah Tangga Petani Desa Ciaruteun Ilir
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
36
Lampiran 7 Matriks Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Desa
Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
36
Lampiran 8 Rancangan Skripsi
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai mata
pencaharian utama khususnya di pedesaan. Sektor pertanian saat ini tidak lagi menjamin
pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan masyarakat di pedesaan. Kebutuhan
yang terus meningkat tidak diikuti oleh pendapatan untuk memenuhi ketiga kebutuhan
sandang, pangan, dan papan mengakibatkan kemiskinan terus terjadi. Menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) pada bulan September 2012 terdapat 28,59 juta atau 11,66 persen
jumlah penduduk miskin di Indonesia. Jumlah penduduk miskin ini lebih banyak terjadi
di pedesaan. BPS menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di pedesaan sampai
dengan bulan September 2012 sebanyak 18,08 juta orang atau 14,70 persen sedangkan
di perkotaan jumlah penduduk miskin sebanyak 10,51 juta jiwa atau 8,60 persen.
Penduduk miskin di pedesaan tersebut kebanyakan petani gurem dan buruh tani.
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan adalah masalah pangan.
Pangan menjadi bahasan pokok untuk menyelesaikan kemiskinan karena terkait dengan
pemenuhan kebutuhan pangan. Pangan merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh
manusia demi kelangsungan hidupnya. Masalah pangan ini tidak hanya terjadi di
Indonesia tetapi juga terjadi di berbagai dunia. Organisasi Pangan Dunia (FAO) belum
lama ini melaporkan indeks harga pangan dunia naik pada September 2012 menjadi
215,8 poin dibanding 212,8 poin pada Agustus 2012 (Santosa 2013). FAO menyatakan
meskipun terjadi kenaikan harga karena kurangnya pasokan, namun bukan berarti akan
terjadi krisis pangan dalam waktu dekat. Apabila masalah pangan tersebut tidak
ditangani dengan baik maka dalam jangka panjang masalah pangan ini dapat menjadi
masalah yang berat untuk ditangani.
Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia merupakan langkah untuk
menyelesaikan masalah pangan. Ketahanan pangan merupakan kondisi ketersediaan
pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu yang tidak
memiliki akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi (Soetrisno
1998 dalam Mustofa 2012). Lebih lanjut lagi, Mustofa menjelaskan bahwa fokus
ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga
penyediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumah tangga bahkan individu
dalam memenuhi kebutuhan gizinya.
Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui UndangUndang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Menurut Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1996, usaha untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut diwujudkan melalui pengaturan, pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup baik jumlah
atau mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat. Santosa (2013) menjelaskan bahwa tantangan untuk menciptakan
ketahanan pangan yang mengarah kepada kedaulatan pangan pada masa-masa
mendatang akan terasa berat, kalau pangan di Indonesia tidak ditangani secara serius.
Kondisi ketahanan pangan dapat dicapai melalui empat komponen, diantaranya
kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi,
aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan kualitas atau keamanan pangan.

2

Ketahanan pangan dapat diciptakan melalui modal sosial, yaitu berupa usaha
mandiri dan solidaritas kolektif dalam menghadapi problem kemiskinan dan lemahnya
ketahanan pangan yang dihadapi masyarakat (Sinaga dan Rudiyanto 2012). Lebih lanjut
lagi Sinaga dan Rudiyanto (2012) menjelaskan bahwa modal sosial menekankan pada
jaringan hubungan sosial (network) yang diikat antara lain oleh kepemilikan informasi,
rasa percaya, saling memahami, dan kesamaan nilai serta saling mendukung. Modal
sosial juga menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat (embedded) pada diri
individu yang terlibat dalam interaksi sosial sebagai kemampuan orang untuk bekerja
bersama untuk satu tujuan bersama di dalam grup dan organisasi. Kerjasama yang
dibangun terkait dengan faktor rasa saling percaya, norma dan Jaringan yang
merupakan kunci dari modal sosial yang dilakukan oleh individu (Mustofa 2012). Lebih
lanjut lagi, Mustofa menjelaskan bahwa rasa saling percaya tercermin dari bagaimana
satu individu dan lainnya mempunyai sebuah kesepakatan untuk percaya kepada orang
lain. Kepercayaan tersebut tidak datang dengan sendirinya namun terdapat faktor norma
atau nilai yang eksis di antara individu tersebut untuk bisa saling mempercayai. Faktor
yang terkait dengan norma ini bisa saja berasal dari ikatan budaya, agama dan institusi
dan sebagainya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang
banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat (Inayah
2012). Saat ini, modal sosial diperlukan untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Pemanfaatan modal sosial dilakukan melalui pemanfaatan kepercayaan,
jaringan, dan norma sosial untuk menjaga komponen ketahanan pangan. Melalui
kepercayaan, jaringan, dan norma sosial masyarakat pedesaan khususnya petani dapat
memanfaatkan hal tersebut untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Pemanfaatan modal
sosial yang baik dapat mewujudkan ketahanan pangan dengan melihat komponen
kecukupan ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan, dan
kualitas atau keamanan pangan dalam konsumsi pangan. Ketika pencapaian ketahanan
pangan sudah baik dan maksimal maka pemanfaatan modal sosial oleh masyarakat
petani secara optimal digunakan semua.
Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang terletak di Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor. Desa Ciaruteun Ilir merupakan desa yang memiliki bentang lahan
pertanian 200 hektar dan masyarakatnya hidup dari pertanian. Di desa Ciaruteun Ilir,
desa yang berbatasan dengan Kecamatan Ciampea mengalami perubahan komoditas
utama (Nasution 2012). Lahan sawah yang memiliki potensi untuk menghasilkan
banyak beras berubah menjadi penghasil sayuran. Akibatnya pada tahun 2012 desa
Ciaruteun menjadi salah satu desa yang mendapatkan distribusi beras miskin (raskin)
dari pemerintah. Nasution (2012) pernah melakukan penelitian di desa Ciaruteun Ilir
mengenai status ketahanan pangan rumah tangga dan peran kemimpinan dalam
mewujudkan ketahanan pangan. Penelitian tersebut menganalisis kepemimpinan dalam
mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga yang mengalami perubahan komoditas
utama. Perubahan komoditas utama dari beras ke sayur menyebabkan produksi pangan
lokal berkurang dan berpengaruh pada tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Tingkat
ketahanan pangan rumah tangga di Desa Ciaruteun Ilir salah satunya dipengaruhi oleh
modal sosial. Namun, analisis modal sosial terhadap ketahanan pangan belum dibahas
secara penuh sehingga perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh modal sosial
terhadap ketahanan pangan rumah tangga.

3

Masalah Penelitian
Perubahan komoditas utama masyarakat Desa Ciaruteun Ilir dapat berpengaruh
terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Komoditas awal beras yang berubah menjadi
sayuran ternyata menyebabkan rumah tangga mempertahankan keadaan pangan melalui
bantuan beras miskin dari pemerintah. Rumah tangga memiliki cara-cara untuk
mempertahankan keadaan pangan mereka melalui modal sosial yang dimiliki oleh setiap
rumah tangga. pemanfaatan modal sosial yang dapat digunakan oleh rumah tangga
antara lain kepercayaan, jaringan, dan norma sosial. Oleh karena itu, Bagaimana
pemanfaatan modal sosial rumah tangga dalam hal kepercayaan, jaringan, dan
norma sosial di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang?
Ketahanan pangan rumah tangga juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi
rumah tangga Desa Ciaruteun Ilir. Keadaan sosial ekonomi rumah tangga terdiri dari
tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan ukuran rumah tangga. ketahanan pangan
rumah tangga akan semakin baik ketika mereka memiliki pendapatan, pengeluaran, dan
besaran rumah tangga yang baik. Rumah tangga Desa Ciaruteun Ilir mengalami
perubahan komoditi utama, dari beras menjadi sayur. Perubahan komoditas tersebut
akan mengubah kondisi sosial ekonomi rumah tangga dan akan berpengaruh terhadap
ketahanan pangan. Oleh karena itu, Bagaimana pengaruh kondisi sosial ekonomi
terhadap status ketahanan pangan rumah tangga Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan
Cibungbulang?
Berkurangnya produksi pangan lokal Desa Ciaruteun Ilir menyebabkan rumah
tangga mendapatkan bantuan beras miskin dari pemerintah. Hal tersebut berpengaruh
pada ketahanan pangan rumah tangga. Modal sosial diperlukan oleh rumah tangga Desa
Ciaruteun Ilir untuk mempertahankan kondisi pangan masing-masing rumah tangga.
Modal sosial yang berupa kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial perlu
dimanfaatkan dengan baik untuk mempertahankan ketersediaan pangan, akses terhadap
pangan, dan konsumsi pangan rumah tangga. Oleh karena itu, Bagaimana pengaruh
pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan pangan rumah tangga di Desa
Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka secara umum penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap ketahanan
rumah tangga di Desa Ciaruteun Ilir. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi proses-proses pemanfaatan modal sosial rumah tangga di Desa
Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi rumah tangga terhadap status
ketahanan pangan rumah tangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis pengaruh pemanfaatan modal sosial terhadap status ketahanan rumah
tangga di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

4

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi akademisi, pembuat
kebijakan dan masyarakat pada umumya mengenai kajian modal sosial dan ketahanan
pangan. Secara spesifik dan terperinci manfaat yang didapatkan oleh berbagai pihak
adalah sebagai berikut :
1. Bagi akademisi.
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian
mengenai pemanfaatan modal sosial dan ketahanan pangan rumah tangga petani.
Selain itu, penelitian ini dapat menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji
lebih jauh mengenai modal sosial dan ketahanan pangan rumah tangga petani.
2. Bagi pembuat kebijakan.
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menambah rujukan dalam
menganalisis pemanfaatan modal sosial dan ketahanan pangan rumah tangga petani
untuk membuat kebijakan terkait ketahanan pangan nasional.
3. Bagi masyarakat.
Bagi masyarakat khusunya pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan mengenai modal sosial dan ketahanan pangan rumah tangga petani.

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Modal sosial merupakan hal penting yang dimiliki oleh masyarakat dalam
mencapai tujuan hidupnya. Modal sosial menjadi konsep penting dalam pembangunan
manusia karena masyarakat menjadi penentu arah pembangunan. Modal sosial sebagai
salah satu komponen dalam menggerakkan kebersamaan, ide, rasa saling kepercayaan
dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Coleman (1990)
menjelaskan bahwa modal sosial didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk
bekerja sama demi mencapai tujuan bersama di dalam kelompok dan organisasi. Fungsi
yang dapat diidentifikasi dari modal sosial adalah nilai dari aspek struktural untuk
memanfaatkan sumberdaya agar dapat mencapai tujuan anggota kelompok. Fukuyama
(1995) mendifinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma
informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Putnam dalam Lawang (2005)
menjelaskan modal sosial sebagai kepercayaan (trust), jaringan (network), dan norma
(norm).
Dalam tulisan Alfiasari et al. (2009) dijelaskan bahwa modal sosial merupakan
modal yang dimiliki oleh masyarakat sebagai hasil dari hubungan sosial yang terjalin di
antara sesama anggota masyarakat. Konsep ini mengacu pada konsep modal sosial yang
dikemukakan oleh Bordieau. Bordieau mendefinisikan modal sosial sebagai
keseluruhan sumber daya baik aktual maupun potensial yang dimiliki oleh seseorang
sebagai hasil dari jaringan hubungan secara kelembagaan yang terpelihara dengan baik.
Modal sosial tidak terbentuk secara alami melainkan melalui investasi strategi individu
dan kelompok untuk menghasilkan hubungan sosial secara langsung. Hubungan sosial
yang terjalin dalam penelitian yang telah dilakukan adalah basis pertetanggaan dan
kekerabatan. Hubungan kekerabatan dijelaskan dari suami, istri, atau keduanya berasal
dari lingkungan dimana saat ini mereka tinggal. Basis pertetanggaan dan kekerabatan
memudahkan rumah tangga menghadapi kesulitan karena mereka merasa memiliki
investasi yang dapat digunakan ketika mendapatkan kesulitan. Mekanisme modal sosial
bekerja dalam hubungan antar rumah tangga melalui nilai harapan dan kewajiban
sebagai hasil dari hubungan kekerabatan dan pertetanggan.
Mustofa (2012) dalam penelitiannya menjelaskan konsep modal sosial yang
menekankan pada kerjasama yang dilakukan antar masyarakat. Kerjasama yang
dibangun terkait dengan faktor rasa saling percaya, norma dan Jaringan. Ketiga hal
tersebut merupakan kunci dari modal sosial yang dilakukan oleh individu. Rasa saling
percaya tercermin dari bagaimana satu individu dan lainnya mempunyai sebuah
kesepakatan untuk percaya kepada orang lain. Kepercayaan tersebut tidak datang
dengan sendirinya namun terdapat faktor norma atau nilai yang eksis diantara individu
tersebut untuk bisa saling mempercayai. Faktor yang terkait dengan norma ini bisa saja
berasal dari ikatan budaya, agama dan institusi dan sebagainya. Modal sosial yang
digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup dari pendapatan yang tidak mencukupi
adalah dengan meminjam, meminta kepada saudara atau anak, menjual atau
menggadaikan barang yang dimiliki.

6

Penelitian Humaira (2011) menjelaskan bahwa modal sosial merupakan
kemampuan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Konsep
kerjasama yang dikemukakan oleh peneliti sama dengan konsep yang digunakan oleh
Mustafa. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah
masyarakat atau di bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial bisa
dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling kecil ataupun
kelompok masyarakat yang paling besar seperti negara. Modal sosial juga merupakan
sumberdaya yang dapat memberi kontribusi terhadap kesejahteraan individu dan
masyarakat seperti halnya sumberdaya lain (alam, ekonomi, dan sumberdaya manusia).
Kerjasama yang dilandasi kepercayaan akan terjadi apabila dilandasi dengan kejujuran,
keadilan, keterbukaan, saling peduli, saling menghargai, saling menolong di antara
anggota kelompok warga masyarakat. Pihak luar komunitas akan memberikan
dukungan, bantuan, dan kerjasama kepada kelompok apabila kelompok tersebut bisa
dipercaya, artinya kepercayaan merupakan modal yang sangat penting untuk
membangun jaringan kemitraan dengan pihak luar.
Konsep modal yang dimukakan oleh Alfiasari et al. (2009) berbeda dengan
konsep modal sosial yang dikemukakan oleh Mustofa (2012) dan Humaira (2011).
Alfiasari et al. lebih menekankan pada hubungan sosial yang terjalin sesuai dengan
konsep Bodeau. Mustofa (2012) dan Humaira (2011) lebih menekankan modal sosial
sebagai kerja sama yang dilandasi rasa percaya antar individu dan adanya aturan
masyarakat. Namun ketiga peneliti menjelaskan bahwa modal sosial yang ada dibangun
oleh masyarakat bukan timbul secara alami yang dapat langsung digunakan. Dari ketiga
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa modal sosial merupakan modal yang
berasal dari manusia yang berupa kerjasama berlandaskan rasa saling percaya dan
aturan untuk membentuk suatu hubungan sosial.
Bentuk-Bentuk Modal Sosial
a. Kepercayaan (Trust)
Menurut Lawang (2005) kepercayaan didefinisikan sebagai hubungan antara dua
pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu pihak atau
kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Kepercayaan yang dimaksud adalah orang
lain memberikan kepercayaan kepada kita untuk membantu menyelesaikan masalah
mereka dan mereka membutuhkan kita untuk terlibat didalamnya. Hal ini sangat
dibutuhkan untuk melangsungkan kehidupannya. Torsvik dalam Lawang (2005)
menjelaskan bahwa dalam kepercayaan terkandung kecenderungan perilaku tertentu
yang dapat mengurangi resiko yang muncul dari perilaku. Lawang (2005) menjelaskan
kepercayaan dengan menekankan pada hubungan yang saling memberikan harapan
melalui interaksi yang terjadi. Berbeda dengan pengertian yang dijelaskan Lawang
(2003), penelitian Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa kepercayaan diperlukan
dalam menjalin kerja sama tanpa adanya rasa saling curiga dan dapat menjaga hubungan
dengan lingkungan. Kepercayaan yang dijelaskan lebih menekankan pada kerjasama
yang berlandaskan tanpa rasa curiga untuk saling membantu.
Dalam penelitian Humaira (2011) dijelaskan bahwa kepercayaan (trust)
merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki
bersama. Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil
resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa
yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa
bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Kepercayaan ada pada
masyarakat karena masih memegang teguh nilai kebersamaan yang termanifestasi

7

dalam nilai kejujuran. Kejujuran sebagai nilai universal menjadi aspek yang membentuk
kepercayaan diantara warga dalam melakukan hubungan sosial. Rasa curiga dan
keterbukaan merupakan sikap yang menjelaskan kepercayaan masyarakat. Tingginya
kepercayaan antar masyarakat membuat rasa saling curiga rendah bahkan tidak ada dan
mereka saling terbuka.
Penelitian Sunandang (2011) menjelaskan bahwa bentuk kepercayaan sosial
yang dilakukan dalam pembangunan jalan pedesaan berupa tanggung jawab,
kepercayaan dalam kerja sama, dan keadilan. Tanggung jawab diberikan oleh kepala
desa atau pemerintah kepada masyarakatnya sehingga masyarakat merasa memiliki
tanggung jawab yang harus dilakukan untuk pembangunan jalan pedesaan. Kepercayaan
dalam bekerja sama dilakukan oleh masyarakat baik sesama masyarakat ataupun kepada
pemerintah (Ketua RT, RW) saat pembangunan jalan dilakukan tanpa ada rasa saling
curiga. Keadilan yang dilakukan berupa ketika salah seorang warga tidak terlibat secara
fisik dalam pembangunan maka bantuan finansial maupun fisik datang untuk membantu
melancarkan pembangunan. Sunandang (2011) menambahkan keadilan sebagai
komponen yang ada dalam kepercayaan. Konsep tersebut berbeda dengan konsep yang
dikemukakan oleh Humaira (2011) sebelumnya yang lebih menekankan kepada nilai
kejujuran dalam menggunakan kepercayaan.
Menurut Lawang (2005), Alfiasari et al. (2009), Humaira (2011) dan Sunandang
(2011) kepercayaan timbul dalam masyarakat melalui suatu hubungan sosial yang
terjalin. Hubungan tersebut membentuk suatu kepercayaan tanpa ada rasa curiga,
adanya kejujuran, dan keadilan melalui interaksi sosial yang terjadi. Hubungan sosial
yang jujur, adil, dan tanpa ada rasa curiga diperlukan untuk membantu memenuhi
kebutuhan pangan dan memudahkan rumah tangga mengakses pangan. Kepercayaan ini
berfungsi membantu masyarakat mencapai stabilitas pangan, aksesibilitas pangan, dan
konsumsi pangan. Apabila kepercayaan digunakan untuk membantu memenuhi pangan
maka stabilitas pangan rumah tangga akan semakin baik. Begitu pula dengan
aksesibilitas pangan, rumah tangga memiliki akses yang cukup untuk memenuhi pangan
serta konsumsi pangan rumah tangga menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kepercayaan
yang dapat digunakan untuk membantu rumah tangga memenuhi kebutuhan pangan dan
memudahkan mengakses pangan adalah kepercayaan yang berlandaskan kejujuran,
keadilan, dan tanpa ada rasa curiga.
b. Jaringan (Network)
Jaringan sosial merupakan sumber pengetahuan yang menjadi dasar utama
dalam pembentukan kepercayaan (Lawang 2005). Lawang selanjutnya menjelaskan
bahwa jaringan sosial dapat terbentuk melalui jaringan orang saling tahu, saling
menginformasikan, saling mengingatkan, saling bantu dalam melaksanakan atau
mengatasi suatu masalah. Jaringan sosial terjadi karena ada keterkaitan antara individu
dan kelompoknya, yang dalam hal ini adalah masyarakat. Jaringan sosial yang terjadi
antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat berupa pengelolaan
sumberdaya yang mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan timbal
balik. Jaringan juga dapat memfasilitasi adanya komunikasi dan interaksi yang
menumbuhkan kepercayaan dan memperkuat kerjasama.
Penelitian Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa modal sosial dapat
dipandang sebagai sumberdaya baik yang potensial maupun aktual yang timbul dari
adanya hubungan sosial, berupa hubungan ketetanggaan, kekerabatan karena jarak
tempat tinggal yang dekat. Jaringan sosial yang dimiliki rumah tangga yang berupa
sistem ketetanggaan dan kekerabatan yang hangat dan kuat memberikan kontribusi

8

terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Basis pertetanggaan memegang peranan
penting dalam hubungan sosial antar rumah tangga, dengan menjaga hubungan baik
dengan tetangga merupakan investasi sosial bagi suatu rumah tangga di masa depan.
Rumah tangga akan saling membantu melalui hubungan sosial agar tetap tahan pangan
meskipun keadaan finansial yang kurang. Sumarti (2012) menjelaskan peranan modal
sosial dalam rumah tangga dapat dilihat dari keikutsertaan rumahtangga pada
organisasi. Organisasi-organisasi asli yang tumbuh dari masyarakat cenderung lebih
mampu dalam mendukung rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan
rumah tangga. Organisasi tersebut adalah arisan dan pengajian. Melalui arisan dan
pengajian, banyak rumah tangga yang mencukupi kebutuhan pangan dengan dibantu
oleh organisasi tersebut. Organisasi yang bukan asli tumbuh dari masyarakat kurang
memberikan manfaat kepada rumah tangga. Keterlibatan rumahtangga dalam jaringan
organisasi yang lebih luas di luar desa merupakan peluang besar untuk dapat
mendukung kondisi ketahanan pangan rumah tangga melalui kerja sama dengan
organisasi luar desa. Jaringan sosial yang dibentuk menurut Sumarti (2012) lebih
menekankan kepada keikutsertaan rumah tangga dalam organisasi di lingkungan tempat
tinggal.
Suandi dan Napitupulu (2012) menjelaskan jaringan sosial rumah tangga dapat
dilihat dalam banyaknya asosiasi lokal yang diikuti oleh rumah tangga. Ketika banyak
asosiasi lokal yang diikuti oleh rumah tangga akan membuka kesempatan menambah
jaringan sosial. Asosiasi lokal bermanfaat bagi rumah tangga untuk dapat membantu
mengatasi masalah yang dihadapi oleh rumah tangga. Namun hal tersebut harus diikuti
dengan keaktifan rumah tangga dalam mengikuti kegiatan asosiasi lokal masyarakat.
Penelitian Humaira (2011) juga menjelaskan bahwa kemampuan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam sejumlah asosiasi membangun jaringan melalui berbagai hubungan
akan sangat berpengaruh dalam menentukan kuat atau tidaknya modal sosial yang
terbentuk.
Konsep jaringan sosial yang dijelaskan oleh Sunandang tahun 2011 adalah
jaringan sosial dalam masyarakat ditunjukkan melalui hubungan kekerabatan
masyarakat mulai dari saling mengenal satu sama lain dari pekerjaan, keluarga sampai
pada kegiatan sehari-hari yang sering dilakukan, interaksi yang sering dilakukan.
Komunikasi yang sering dilakukan oleh masyarakat menjadi modal utama untuk
menjalin hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat lain. Komunikasi yang sering
dilakukan diantara masyarakat membuat hubungan semakin erat, baik hubungan
pertetanggaan, pertemanan, kekeluargaan, dan hubungan kepada pemerintah desa.
Sunandang (2011) lebih menjelaskan hubungan kekerabatan dari interaksi yang sering
dilakukan dapat membentuk jaringan sosial masyarakat, sama dengan konsep yang
dijelaskan oleh Alfiasari et al. (2009).
Dari beberapa konsep jaringan sosial yang dikemukakan oleh para peneliti
sebelumnya, jaringan sosial dibentuk dari hubungan sosial melalui hubungan
pertetanggaan, kekerabatan, dan keikutsertaan rumah tangga dalam suatu kelompok atau
organisasi. Jaringan sosial berfungsi untuk membantu rumah tangga dalam pemenuhan
kebutuhan pangan agar ketahanan pangan dapat terwujud. Aksesibilitas pangan sangat
berkaitan erat dengan jaringan sosial. Melalui hubungan pertetanggaan atau kekerabatan
dan asosiasi yang dibentuk oleh masyarakat maka hubungan-hubungan sosial baru
banyak terbentuk. Apabila hubungan sosial semakin banyak akan membentuk jaringanjaringan baru yang berguna membantu rumah tangga memenuhi kebutuhan pangan.
Akses rumah tangga menjadi semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan
karena banyak jaringan sosial yang dapat dimanfaatkan. Akses rumah tangga yang

9

semakin mudah dalam memenuhi kebutuhan pangan akan membantu mewujudkan
ketahanan pangan.
c. Norma (Norm)
Norma merupakan aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat baik formal
maupun informal. Keberadaan norma dapat mengatur bagaimana masyarakat bersikap
dan berperilaku. Norma sosial tidak dapat terpisah dari kepercayaan dan jaringan sosial.
Norma sosial dapat berupa aturan-aturan tidak tertulis dalam hubungan antar rumah
tangga di dalam komunitas, nilai-nilai tradisional yang sudah ada turun temurun, dan
nilai-nilai agama yang diyakini dalam menjalin hubungan sosial (Alfiasari et al. 2009).
Agar dapat tercipta kerjasama, maka harus ada norma-norma yang mengatur. Normanorma yang ada dapat terbentuk secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Normanorma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbedabeda.
Dalam penelitian Sunandang (2011) dijelaskan bahwa hubungan kekerabatan
yang erat dan kepercayaan yang terjalin cukup baik akan memunculkan kontrol pada
diri sendiri sehingga terpelihara nilai-nilai seperti kebersamaan, gotong royong, dan
kerja sama yang dibentuk oleh masyarakat. Ada aturan-aturan yang mengikat pada
masyarakat yang tidak dibentuk oleh aturan formal. Kebersamaan, gotong royong, dan
kerja sama memiliki aturan-aturan masing-masing yang dipegah teguh oleh masyarakat
dalam berperilaku. Berbeda dengan konsep yang dikemukakan Sunandang (2011),
Alfiasari et al. (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa norma-norma yang ada
pada masyarakat tidak tertulis (aturan tidak tertulis) ketika saling membantu dalam
pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga. Norma tersebut berupa kesadaran untuk
saling membantu antar tetangga karena masih saudara atau kerabat yang harus tolongmenolong dalam memenuhi kebutuhan pangan. Ketika rumah tangga tidak memiliki
sumberdaya pangan maka dengan sukarela rumah tangga lain akan membantu
memenuhi sumberdaya pangan tersebut.
Alfiasari et al. (2009) dan Sunandang (2011) menekankan adanya aturan tidak
tertulis dan tidak formal yang berlaku dengan baik di dalam masyarakat. Tolongmenolong, gotong royong adalah salah satu norma yang sering dipatuhi masyarakat
dalam memnuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Kepercayaan yang telah diberikan
antar rumah tangga dan jaringan yang telah dibangun memerlukan aturan tertulis
ataupun tidak tertulis untuk membatasi perilaku rumah tangga dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Stabilitas pangan tercukupi dengan tindakan rumah tangga yang
sesuai dengan aturan sosial yang berlaku. Aksesibilitas pangan rumah tangga semakin
mudah dengan batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh rumah tangga. Konsumsi
pangan rumah tangga juga harus menggunakan norma-norma sosial sebagai batasanbatasan dalam berperilaku memenuhi konsumsi pangan.
Pemanfaatan Modal Sosial
Pemanfaatan modal sosial merupakan cara-cara rumah tangga memanfaatkan
kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial dalam menjalankan kehidupannya.
terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan nonpangan. Seperti pada penelitian
Alfiasari et al. (2009) yang menjelaskan bahwa pemanfaatan modal sosial dapat dilihat
dari hubungan ketetanggaan dan kekerabatan karena jarak tempat tinggal yang dekat
untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Selain itu, pemanfaatan modal sosial dalam
ketahanan pangan rumah tangga dapat dilihat dari keikutsertaan rumahtangga pada
organisasi. Organisasi-organisasi asli yang tumbuh dari masyarakat cenderung lebih

10

mampu dalam mendukung rumah tangga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi pangan
rumah tangga. Keterlibatan rumahtangga dalam jaringan organisasi yang lebih luas di
luar desa merupakan peluang besar untuk dapat mendukung kondisi ketahanan pangan
rumah tangga melalui kerja sama dengan organisasi luar desa (Sumarti 2012). Kedua
peneliti saling menjelaskan pemanfaatan modal sosial dalam memenuhi kebutuhan
pangan dengan menggunakan kepercayaan dan organisasi sosial untuk membangun
jaringan sosial antar rumah tangga.
Dalam penelitian Mustofa (2012), pemanfaatan modal sosial untuk mencukupi
kebutuhan adalah dengan strategi mencari tambahan penghasilan, pinjam, minta
saudara/anak, menjual/menggadaikan barang yang dimiliki. Strategi yang dilakukan
memanfaatkan jaringan sosial yang telah dibentuk sebelumnya. Konsep yang
dikemukakan Mustofa (2012) lebih menekankan pada pemanfaatan jaringan sosial
untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Tingkat kepercayaan, tingkat kerjasama, dan
kekuatan jaringan yang merupakan bagian dari pemanfaatan modal sosial, sesuai
dengan pernyataan skripsi Rendanikusuma tahun 2012. Lebih lanjut lagi
Rendanikusuma menjelaskan bahwa bentuk kekuatan jaringan adalah banyaknya orang
yang dikenal oleh masyarakat, kemudahan dalam mendapatkan informasi sehingga
masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak untuk memenuhi kebutuhan.
Manfaat asosiasi dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh rumah
tangga (Sutanto dan Napitupulu 2012). Asosiasi tersebut didukung oleh karakter
masyarakat yang berperan aktif dalam kegiatan asosiasi untuk mengatasi masalah rumag
tangga.Humaira (2011) dalam penelitiannya menambahkan kepercayaan yang
digunakan berkaitan dengan nilai kejujuran dalam menggunakan kepercayaan tersebut.
Orang lain percaya kepada kita dengan menguji kejujuran dalam memanfaatkan
kepercayaan yang telah diberikan.
Dari penjelasan beberapa peneliti mengenai pemanfaatan modal sosial, dapat
disimpulkan bahwa pemanfaatan modal sosial merupakan cara rumah tangga
menggunakan modal sosial untuk membantu menangani masalah kebutuhan pangan.
Pemanfaatan modal sosial berupa kepercayaan yang ada dalam asosiasi atau organisasi
yang telah dibentuk sehingga menciptakan suatu hubungan sosial yang erat dan ada
norma yang mengikat. Stabilitas pangan rumah tangga terpenuhi apabila kepercayaan
timbul dan digunakan untuk saling membantu antar rumah tangga. Jaringan sosial
semakin kuat apabila rumah tangga menggunakannya untuk memudahkan rumah tangga
dalam akses terhadap pangan. Apabil norma sosial dipatuhi dengan baik maka konsumsi
pangan rumah tangga juga akan semakin baik.
Konsep Ketahanan Pangan
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, ketahanan pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau. Undang-undang tersebut juga telah menyatakan bahwa pengembangan
ketahanan pangan dan kesejahteraan petani merupakan kewajiban bersama antara
pemerintah dan masyarakat. Ketahanan pangan bertujuan untuk mewujudkan
ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu dan
gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.
Suryana (2003) menjelaskan bahwa GBHN 1999-2004 telah mengarahkan
bahwa ketahanan pangan dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya
bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal/domestik, distribusi ketersediaan pangan
mencapai seluruh wilayah dan peningkatan pendapatan masyarakat agar mampu

11

Kebijakan dan Fasilitas
Fasilitasi pemerintah bagi kecukupan pangan, harga yang wajar, terjangkau masyarakat. pengaturan, pengawasan menuju iklim usaha yang jujur, bertanggung jawab, pangan y

mengakses pangan secara berkelanjutan. World Bank mendefinisikan ketahanan pangan
sebagai akses semua orang pada setiap saat terhadap pangan yang mencukupi untuk
menjamin kehidupan yang aktif dan sehat (Indaryanti 2003 dalam Fathanah dan
Prasodjo 2011). World Conference on Human Right tahun 1993, ketahanan pangan
didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu baik dalam
jumlah maupun mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai
dengan budaya setempat (Saliem 2005 dalam Fathanah dan Prasodjo 2011).
Penelitian Fathanah dan Prasodjo (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi ketahanan pangan adalah tingkat pendidikan pengelola rumah tangga,
tingkat pendapatan rumah tangga, dan struktur rumah tangga. Nasution dalam
skripsinya tahun 2012 juga menjelaskan bahwa ketahanan pangan rumah tangga
dipengaruhi oleh pendapatan yang merupakan nilai ekonomi yang berpengaruh secara
signifikan, ukuran rumah tangga, dan pengeluaran rumah tangga. Pendapatan yang
semakin tinggi akan meningkatkan daya beli rumah tangga sehingga kebutuhan pangan
dapat terpenuhi. Pendapatan rumah tangga diperoleh melalui pekerjaan pergi keluar
negeri sebagai TKI. Penguasaan lahan juga menjadi faktor yang menentukan ketahanan
pangan rumah tangga. Dalam penelitian Fathanah (2011), Mustofa (2012), Suandi dan
Napitupulu (2012) dijelaskan bahwa ketahanan pangan rumah tangga dilihat dari
ketersediaan pangan bagi rumah tangga, aksesibilitas pangan dilihat dari distribusi
pangan, konsumsi pangan rumah tangga.
Kerangka sistem ketahanan pangan menurut Suryana (2003) adalah sebagai
berikut :

Distribusi Output Konsumsi
nlan
kelembagaan
dan kesinambungan
produksi,penyediaan
pasca
Mencakup
panen,
pangan
kestabilan
pengolahan,
Pemenuhan
yang
Mencakup
harga
berasal
penyimpanan,
hak pangan
asazi
dari
kecukupan
atas
produksi
danpangan
distribusi
aksesibilitas
konsumsi
dalam
mencakup
negeri,
dalam
pangan
ketahanan
ekspor-impor,
jumlah,
antar waktu
pangan,
keragaman,
dan
danketahanan
cadangan
antar
mutu
wilayah
gizi/
pangan
ekonomi,
nutrisi,pemenuhan
keamanan hak at

SISTEM PERDAGANGAN DOMESTIK DAN GLOBAL

g aman dan bergizi cukup. Fasilitasi bagi pemberdayaan dan kemandirian masyarakat.

12

Gambar 1 Kerangkan Sistem Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan dapat diwujudkan dengan memanfaatkan modal sosial yang
tersedia dalam masyarakat. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan melalui modal sosial
seperti kepercayaan, jaringan sosial, dan norma sosial dapat membantu rumah tangga
menyelesaikan masalah pangan rumah tangga.
Konsep Kedaulatan Pangan

Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak setiap orang, masyarakat, dan
negara untuk menentukan kebijakan pangannya sendiri dengan memprioritaskan produk
pangan lokal untuk kebutuhan sendiri serta melarang praktik perdagangan pangan
secara dumping (Pramono 2005 dalam Nasution 2012). Serikat Petani Indonesia (SPI)
juga menjelaskan konsep kedaulatan pangan sebagai hak setiap bangsa secara mandiri
dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan, tanpa adanya
subordinasi dari kekuatan pasar internasional. Ada tujuh prasyarat utama untuk
menegakkan kedaulatan pangan, antara lain 1) pembaruan agraria, 2) adanya hak akses
rakyat terhadap pangan, 3) penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan, 4)
pangan untuk pangan dan tidak sekedar komoditas untuk diperdagangkan, 5)
pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi, 6) melarang penggunaan pangan
sebagai senjata, 7) pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan
pertanian.
Konsep kedaulatan pangan berbeda dengan ketahanan pangan. Perbandingan
indikator kedaulatan pangan dan ketahanan pangan yang dikemukakan oleh Hariyadi
(2012) tersaji dalam tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan Indikator Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan
Perbandingan
Ketahanan Pangan
Kedaulatan Pangan
Definisi
Ketahanan
pangan Kedaulatan
pangan
merupakan
kondisi merupakan hak negara dan
terpenuhinya pangan bagi bangsa yang secara mandiri
rumah
tangga
yang dapat menentukan kebijakan
tercermin dari tersedianya pangannya, yang menjamin
pangan yang cukup, baik hak atas pangan bagi
dalam
jumlah
maupun rakyatnya,
serta
mutunya, aman, merata, dan memberikan
hak
bagi
terjangkau (UU Pangan No masyarakatnya
untuk
7 Tahun 1996)
menentukan
sistem
pertanian pangan yang
sesuai
dengan
potensi
sumberdaya lokal (UU
Perlindungan
Lahan
Pertanian Pangan No 41
Tahun 2009)
Indikator Ketersediaan
 Kecukupan
jumlah  Kecukupan
jumlah
Pangan
(kuantitas)
(kuantitas)
 Kecukupan mutu
 Kecukupan mutu
 Kecukupan gizi
 Kecukupan gizi
 Keamanan
 Keamanan

13

Indikator
keterjangkauan Pangan

 Keterjangkauan fisik,
ekonomi, dan sosial
 Kesesuaian
dengan
preferensi

Indikator Konsumsi
Pangan

 Kecukupan
asupan
(intake)
 Kualitas
pengolahan
pangan
 Kualitas sanitasi dan
higiene
 Kualitas air
 Kualitas
pengasuhan
anak

Indikator Kemandirian
-

Indikator Kedaulatan

-

 Keterjangkauan fisik,
ekonomi, dan sosial
 Kesesuaian
dengan
preferensi
 Kesesuaian kebiasaan,
dan budaya
 Kesesuaian
dengan
kepercayaan
 Kecukupan
asupan
(intake)
 Kualitas
pengolahan
pangan
 Kualitas sanitasi dan
higiene
 Kualitas air
 Kualitas
pengasuhan
anak
 Tingkat ketergantungan
impor pangan
 Tingkat ketergantungan
impor sarana produksi
pangan (benih, pupuk,
ingredient, pengemas,
mesin, dan lain-lain).
 Tingkat
keanekaragaman
sumberdaya
pangan
lokal
 Tingkat
partisipasi
masyarakat
dalam
sistem pangan
 Tingkat degradasi mutu
lingkungan
 Tingkat kesejahteraan
masyarakat
petani,
nelayan, dan peternak.

Sumber : Hariyadi (2012)

Komponen Ketahanan Pangan
a. Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan mencakup kestabilan dan kesinambungan penyediaan
pangan yang berasal dari produksi dalam negeri, impor-ekspor, dan cadangan pangan.
Ketersediaan pangan juga berarti bahwa bagaimana pangan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat terutama rumah tangga untuk mempertahankan kehidupannya. Pada tingkat
rumahtangga, ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari produksi pangan sendiri dan
membeli pangan yang tersedia di pasar (Braun et al. 1992 dalam Fathanah dan Prasodjo
2011).

14

Ketersediaan pangan juga berarti terpenuhinya pangan yang cukup bukan hanya
beras tetapi mencakup pengan yang berasal dari tanaman, ternak, ikan untuk memenuhi
kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang bermanfaat
(Suryana 2001 dalam Nasution 2012). Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian
rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar
wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan
jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu (Maleha dan Sutanto 2011).
Mustofa (2012) dalam penelitiannya juga menjelaskan ketersediaan pangan
dalam rumah tangga mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang
dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Hal ini diperkuat dengan
penelitian Suandi dan Napitupulu (2012) yang menyebutkan bahwa ketersediaan pangan
tersebut dilihat dari tersedianya bahan pangan terutama beras dalam memenuhi
kebutuhan dasar rumah tangga. Ketiga peneliti menjelaskan ketersediaan pangan
sebagai tersedianya pangan yang cukup untuk kebutuhan konsumsi pangan rumah
tangga. Namun, Nasution (2012) menjelaskan lebih detail mengenai ketersediaan
pangan yang tidak hanya mencakup beras tetapi juga karohidrat selain beras, protein,
lemak, vitamin, dan mineral.
Ketersediaan pangan berkaitan dengan upaya yang dilakukan untuk
menyediakan pangan secara terus menerus dalam rumah tangga, baik kebutuhan pangan
yang berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Upaya yang dilakukan
rumah tangga untuk menyediakan pangan adalah dengan kepercayaan antar rumah
tangga. Kepercayaan antar rumah tangga membantu rumah tangga mendapatkan pangan
yang berasal dari rumah tangga lain selain usaha pokok. Ketersediaan pangan ini juga
tersedia melalui jaringan sosial yang terbentuk dalam masyarakat. Jaringan sosial yang
semakin banyak akan sangat membantu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
pangannya.
b. Aksesibilitas Pangan
WFP (1998) dan Riely et al. (1999) menjelaskan bahwa akses pangan terkait
dengan akses ekonomi bagi individu untuk memperoleh pangan. Akses pangan terjamin
apabila rumahtangga dan individu di dalamnya memiliki sumberdaya yang cukup untuk
mendapatkan pangan yang tepat untuk konsumsi yang bergizi dan akses pangan ini
tergantung pada pendapatan rumahtangga, distribusi pendapatan di dalam rumahtangga
dan harga pangan (Rahayu 2007 dalam Fathanah dan Prasodjo 2011). Akses pangan
merupakan indikator kemampuan rumah tangga dalam mendapatkan suatu bahan
pangan. Kerawanan pangan dapat terjadi akibat sulitnya masyarakat atau rumah tangga
dalam mendapatkan akses pangan untuk kebutuhan mereka sehari-hari (Sumarti 2012).
Akses pangan rumah tangga mencakup kestabilan harga pangan dan aksesibilitas
pangan antarwaktu dan antarwilayah. Aksesibilitas pangan termasuk ke dalam distribusi
pangan yang mencakup aspek fisik dan ekonomi. Mustofa dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa aksesibilitas pangan dilihat dari kemudahan rumah tangga
memperoleh pangan, kepemilikan lahan, dan cara memperoleh pangan. Stabilitas
ketersediaan pangan berupa kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan
anggota rumah tangga dalam sehari. Apabila rumah tangga memiliki akses yang rendah
terhadap pangan maka ketahanan pangan rumah tangga jug sulit untuk diwujudkan.
Aksesibilitas pangan juga berkaitan dengan adanya kepercayaan rumah tangga
terhadap rumah tangga lain dalam pemenuhan kebutuhan baik pangan maupun non
pangan. Alfiasari et al. (2009) menjelaskan bahwa ketahanan pangan rumah tangga
didapatkan melalui modal sosial yang dimiliki rumah tangga. Ketahanan pangan yang

15

dilakukan rumah tangga akan semakin baik ketika kepercayaan semakin tinggi. Hal
tersebut akan meyebabkan banyak rumah tangga yang memiliki akses pangan melalui
kepercayaan yang terjalin.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, aksesibiltas pangan berarti akses rumah
tangga dalam mendapatkan pangan yang didapatkan dengan adanya kepercayaan rumah
tangga lain dan jaringan yang telah terbentuk. Aksesibilitas pangan juga sangat
berkaitan erat dengan jaringan sosial. Rumah tangga semakin mudah mendapatkan
akses kebutuhan pangan dengan jaringan sosial yang semakin kuat. Aksesibilitas
pangan berupa kemampuan rumah tangga mengakses sumberdaya pangan untuk
memenuhi kebutuhan pangan. Ketika rumah tangga memiliki banyak jaringan maka
semakin memudahkan rumah tangga tersebut mengakses pangan saat mereka dalam
kesulitan pangan ataupun ekonomi.
c. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan rumah tangga mencakup kecukupan konsumsi dalam jumlah,
keragaman, mutu gizi atau nitrisi, dan keamanan (Sur