Pengenalan Desain dan Analisis Algoritma

Pengenalan Desain dan Analisis Algoritma
Sebagai salah satu dasar dari ilmu komputer, algoritma merupakan hal yang sangat penting untuk
dikuasai oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia ilmu komputer, dari peneliti sampai ke
praktisi. Tentunya penguasaan akan algoritma tidak cukup hanya sampai pada tahap mengetahui
dan menggunakan algoritma yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Seorang yang mengerti
ilmu komputer harus juga mampu merancang dan mengembangkan sebuah algoritma
berdasarkan masalah-masalah yang ditemui. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pengertian
mendasar mengenai perancangan (desain) dan pengembangan algoritma, agar pembaca dapat
tidak hanya menggunakan algoritma yang sudah ada, tetapi juga merancang dan
mengembangkan algoritma sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan.
Selain memberikan dasar perancangan, tulisan ini juga membahas jenis-jenis algoritma yang ada,
untuk kemudian melakukan analisa terhadap beberapa algoritma untuk setiap jenisnya. Analisis
algoritma dilakukan dengan tujuan utama agar pembaca dapat mengambil keputusan yang tepat
dalam memilih algoritma untuk solusi.

Apa itu Algoritma?
Sebelum membahas mengenai perancangan ataupun analisis algoritma, tentunya kita terlebih
dahulu harus mendefinisikan arti dari “Algoritma”. Apa itu algoritma?
Algoritma merupakan langkah-langkah (prosedur) yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
sebuah masalah.
Program komputer umumnya dibangun dengan menggunakan beberapa algoritma untuk

menyelesaikan sebuah permasalahan. Misalnya sebuah program pencarian teks seperti grep akan
memerlukan algoritma khusus untuk membaca dan menelusuri file, algoritma lain untuk mencari
teks yang tepat di dalam file, dan satu algoritma lagi untuk menampilkan hasil pencarian ke
pengguna.
Dalam mendefinisikan algoritma, kita harus dapat mendefinisikan tiga hal utama dengan jelas,
yaitu:
1. Masalah, yaitu sebuah persoalan yang ingin diselesaikan oleh sebuah algoritma.
2. Masukan, yaitu contoh data atau keadaan yang menjadi permasalahan.
3. Keluaran, yaitu bentuk akhir dari data atau keadaan setelah algoritma diimplementasikan
ke masukan. Keluaran merupakan hasil ideal yang diinginkan dan dianggap telah
menyelesaikan masalah.

Contoh (dan Solusi) Algoritma
Contoh dari sebuah definisi algoritma yang benar adalah sebagai berikut:

Masalah
Pengurutan sekumpulan nilai yang bernilai acak.
Masukan
Serangkaian data berukuran $n$.
Keluaran

Serangkaian data berukuran $n$, dengan urutan \(a_1 \leq a_2 \leq a_3 \leq ... \leq a_{n1} \leq a_{n}\), di mana \(a_x\) adalah data pada posisi \(x\) dalam rangkaian.
Data masukan yang diinginkan merupakan rangkaian data, tanpa memperdulikan jenis data
(angka, huruf, teks, dan lainnya). Contoh dari nilai masukan adalah [2, 5, 1, 3, 4] ataupun
["Doni", "Andi", "Budi", "Clara"]. Data keluaran yang diinginkan, tentunya adalah data
masukan yang telah terurut: [1, 2, 3, 4, 5] dan ["Andi", "Budi", "Clara", "Doni"].
Untuk menyelesaikan masalah yang diberikan di atas, kita dapat menggunakan algoritma
insertion sort. Kode di bawah menunjukkan implementasi insertion sort pada bahasa
pemrograman python:
def insertion_sort(data):
for i in range(0, len(data)):
insert_val = data[i]
hole_pos = i
while hole_pos > 0 and insert_val < data[hole_pos - 1]:
data[hole_pos] = data[hole_pos - 1]
hole_pos = hole_pos - 1
data[hole_pos] = insert_val

Implementasi insertion sort yang diberikan di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya
sebuah prosedur yang harus dijalankan untuk mengubah data masukan menjadi data keluaran,
sehingga masalah dapat terselesaikan.


Algoritma yang Baik
Kita telah mengetahui dengan jelas makna dari algoritma, sehingga pertanyaan selanjutnya
adalah algoritma seperti apa yang dapat dikatakan sebagai algoritma yang baik? Pada
umumnya kita tidak ingin menggunakan algoritma yang salah untuk menyelesaikan masalah
karena hal ini dapat menyebabkan masalah tidak diselesaikan dengan optimal, atau lebih
buruknya, tidak diselesaikan sama sekali.
Sebuah algoritma yang baik memiliki sifat-sifat berikut:
1. Benar, di mana algoritma menyelesaikan masalah dengan tepat, sesuai dengan definisi
masukan / keluaran algoritma yang diberikan.
2. Efisien, berarti algoritma menyelesaikan masalah tanpa memberatkan bagian lain dari
apliikasi. Sebuah algoritma yang tidak efisien akan menggunakan sumber daya (memori,
CPU) yang besar dan memberatkan aplikasi yang mengimplementasikan algoritma
tersebut.

3. Mudah diimplementasikan, artinya sebuah algoritma yang baik harus dapat dimengerti
dengan mudah sehingga implementasi algoritma dapat dilakukan siapapun dengan
pendidikan yang tepat, dalam waktu yang masuk akal.
Pada prakteknya, tentunya ketiga hal tersebut tidak dapat selalu tercapai. Kebenaran dari sebuah
algoritma umumnya selalu dapat dicapai, setidaknya untuk nilai-nilai masukan umum, tetapi

efisiensi dan kemudahan implementasi tidak selalu didapatkan. Begitupun, tentunya kita harus
tetap berusaha mencapai ketiga hal tersebut dalam merancang sebuah algoritma.

Pembuktian Kebenaran Algoritma
Kita telah mengetahui bahwa sebuah algoritma yang baik adalah algoritma yang benar, efisien,
dan mudah diimplementasikan. Pertanyaan berikutnya tentunya adalah, bagaimana kita
mengetahui bahwa sebuah algoritma telah benar? Algoritma yang efisien itu seperti apa?
Bagaimana kita mengukur kemudahan implementasi sebuah algoritma?
Bagian ini akan membahas mengenai pertanyaan pertama, yaitu bagaimana kita dapat
mengetahui kebenaran sebuah algoritma. Tentunya efisiensi dan kemudahan implementasi
sebuah algoritma menjadi tidak penting jika algoritma tersebut tidak dapat memberikan hasil
yang benar.
Definisi dari kebenaran algoritma yang digunakan pada tulisan ini adalah sebagai berikut:
Sebuah algoritma dikatakan telah benar jika algoritma tersebut dapat memberikan keluaran
yang benar jika menerima masukan sesuai dengan definisi algoritma tersebut, dan algoritma
tersebut terbukti akan selalu dapat diterminasi (berakhir).
Pembuktian kebenaran sebuah algoritma sendiri dapat dilakukan dengan beberapa cara,
misalnya:
1.
2.

3.
4.

Induksi Matematika,
Pembuktian kontradiktif,
Pembuktian kontrapositif, dan
Metode Formal.

Masing-masing alat pembuktian yang disebutkan memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing, serta kasus pengunaan yang berbeda-beda. Perlu diingat juga bahwa masih terdapat
sangat banyak alat-alat pembuktikan lainnya yang dapat digunakan, tetapi kita hanya membahas
satu cara pembuktian (induksi matematika) saja sebagai pengenalan cara membuktikan
algoritma. Jika dibutuhkan, metode dan alat pembuktian lain akan dijelaskan lagi pada bagian
yang relevan.
Sekarang mari kita lihat penggunaan masing-masing alat tersebut untuk membuktikan algoritma!

Induksi Matematika

Induksi matematika merupakan alat pembuktian matematis yang digunakan untuk membuktikan
pernyataan atau proses yang melibatkan perhitungan bilangan asli yang berulang. Contoh dari
rumus matematis yang dapat dibuktikan dengan menggunakan induksi matematika yaitu

perhitungan deret aritmatika, deret geometris, ataupun sigma bilangan.
Pembuktian menggunakan induksi matematika dilakukan dengan dua langkah, yaitu:
1. Melakukan pembuktian kasus dasar (base case), yaitu membuktikan bahwa sebuah
pernyataan (fungsi) matematika atau algoritma bernilai benar jika diaplikasikan pada
bilangan pertama yang sah sesuai dengan spesifikasi fungsi atau algoritma tersebut.
2. Melakukan induksi, yaitu membuktikan bahwa kebenaran dari fungsi \(P(k+1)\) jika
kebenaran fungsi \(P(k)\) diketahui.
Dengan membuktikan kedua hal tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sebuah
fungsi matematika atau algoritma bernilai benar untuk semua bilangan asli. Jika
diimplementasikan dengan tepat, induksi matematika dapat juga digunakan untuk membuktikan
kebenaran algoritma rekursif seperti penelusuran pohon (tree).
Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat beberapa contoh cara pembuktian yang dilakukan dengan
menggunakan induksi matematika.

Contoh 1: Deret Aritmatika
Misalkan kita diminta untuk membuktikan bahwa pernyataan matematika untuk perhitungan
deret aritmatika berikut:
\[1 + 2 + 3 + ... + n = \frac{n(n + 1)}{2}\]
adalah benar untuk semua bilangan bulat \(n \geq 1\).
Untuk membuktikan pernyataan matematika di atas, terlebih dahulu kita harus mengubah

pernyataan matematika tersebut menjadi sebuah fungsi matematika:
\[P(k) = 1 + 2 + 3 + ... + n = \frac{k(k + 1)}{2}\]
dan kemudian membuktikan kebenarannya menggunakan induksi matematika. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, kita harus menjalankan dua langkah untuk melakukan pembuktian
dengan induksi:
1. Pembuktian Kasus Dasar
Karena pernyataan matematika pada soal menyatakan bahwa pernyataan benar untuk
semua bilangan bulat \(k \geq 1\), maka untuk pembuktian kasus dasar kita harus
membuktikan bahwa \(P(1)\) adalah benar untuk ruas kiri maupun ruas kanan dari \
(P(k)\).

\[\begin{split}P(1)= 1 & = \frac{1(1+1)}{2} \\ 1 & = \frac{1(2)}{2} \\ 1 & = \frac{2}{2}
\\ 1 & = 1\end{split}\]
karena hasil akhir dari ruas kanan dan ruas kiri adalah sama (\(1\)), maka dapat dikatakan
bahwa kasus dasar telah terbukti.
2. Induksi
Untuk pembuktian induksi, kita harus membuktikan bahwa \(P(k) \rightarrow P(k + 1)\)
bernilai benar.
Langkah pertama yang dapat kita lakukan yaitu menuliskan fungsi matematis dari \(P(k +
1)\) terlebih dahulu:

\[P(k + 1) = 1 + 2 + ... + k + (k + 1) = \frac{(k + 1)((k + 1) + 1)}{2}\]
dan kemudian kita harus membuktikan bahwa ruas kiri dan ruas kanan dari \(P(k + 1)\)
adalah sama. Pembuktian akan kita lakukan dengan melakukan penurunan pada ruas kiri
agar menjadi sama dengan ruas kanan:
\[\begin{split}1 + 2 + ... + k + (k + 1) & = (1 + 2 + ... + k) + (k + 1) \\ & = \frac{k(k + 1)}
{2} + (k + 1) \\ & = \frac{k(k + 1) + 2(k + 1)}{2} \\ & = \frac{k^2 + 3k + 2}{2} \\ & = \
frac{(k + 1)(k + 2)}{2} \\ & = \frac{(k + 1)((k + 1) + 2)}{2}\end{split}\]
dan seperti yang dapat dilihat, ruas kiri dari \(P(k + 1)\) telah menjadi sama dengan ruas
kanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tahap induksi telah berhasil dibuktikan benar.
Dengan pembuktian kasus dasar dan induksi yang bernilai benar, kita dapat menyimpulkan
bahwa \(P(n)\) bernilai benar untuk \(n \geq 1\).

Contoh 2: Pembuktian Hipotesa
Anda diminta untuk membuktikan hipotesa bahwa fungsi matematika \(n^3-n\) habis dibagi 6
untuk semua bilangan bulat \(n \geq 2\).
Langkah untuk membuktikan pernyataan tersebut sama dengan sebelumnya. Mulai dari definisi
ulang fungsi matematikanya:
\[P(k) = k^3 - k\]
Dan kemudian lakukan induksi matematika, langkah demi langkah:
1. Pembuktian Kasus Dasar

Lakukan perhitungan \(P(2)\) (karena nilai \(k\) minimal 2) dan pastikan hasilnya habis
dibagi 6:

\[\begin{split}P(1) & = 2^3 - 2 \\ & = 8 - 2 \\ & = 6\end{split}\]
karena \(6 \bmod 6 = 0\) maka telah dapat dibuktikan bahwa kasus dasar bernilai benar.
2. Induksi
Jika \(P(k)\) benar habis dibagi 6, maka \(P(k + 1)\), atau \((k + 1)^3 - (k + 1)\) harus juga
habis dibagi 6. Mari kita lakukan pembuktiannya:
\[\begin{split}P(k + 1) & = (k + 1)^3 - (k + 1) \\ & = (k^3 + 3k^2 + 3k + 1) - k - 1 \\ & =
k^3 - 3k^2 + 2k \\ & = k^3 - 3k^2 + 2k + k - k \\ & = k^3 - 3k^2 + 3k - k \\ & = k^3 - k +
3k^2 + 3k \\ & = (k^3 - k) + 3k(k + 1)\end{split}\]
dan dapat dilihat bagaimana \(P(k + 1)\) telah terbukti habis dibagi 6 karena:
1. \(k^3 - k\) habis dibagi 6, sesuai dengan hipotesa \(P(k)\), dan
2. \(3k(k + 1)\) habis dibagi 6 karena salah satu nikai dari \(k\) atau \(k + 1\) pasti
merupakan bilangan genap, yang jika dikalikan dengan 3 akan habis dibagi 6.
Setelah berhasil menyelesaikan dua langkah induksi, kita dapat menyimpulkan bahwa \
(P(k) = k^3 - k\) habis dibagi 6 untuk \(k \geq 2\).

Induksi Matematika untuk Pembuktian Algoritma
Seperti yang dapat dilihat dari apa yang telah kita pelajari pada bagian sebelumnya, induksi

matematika jelas sangat berguna untuk membuktikan kebenaran sebuah teorema atau fungsi
yang melibatkan perhitungan bilangan bulat yang berulang. Tetapi apa guna induksi matematika
untuk membuktikan kebenaran sebuah algoritma?
Sebuah algoritma kerap kali akan memiliki bagian yang melakukan perhitungan bilangan atau
data secara berulang. Kita dapat menggunakan konsep perulangan pada pemrograman untuk
menerapkan perhitungan bilangan ataupun data secara berulang. Misalnya, algoritma berikut
menghitung hasil kali dari dua buah bilangan bulat:
def kali(m, n):
if m < 0:
return -1 # error
else:
i = 0
result = 0
while(m != i):
result = result + n
i = i + 1
return result

yang secara matematis dapat dituliskan sebagai fungsi berikut:


\[f(m, n) = \sum_{i=1}^{n} m; n \geq 0\]
atau lebih sederhananya:
\[m \times n = \underbrace{m + m + m + ... + m}_{\text{n kali}}\]
dan secara otomatis tentunya pernyataan matematis tersebut dapat kita buktikan dengan
menggunakan induksi matematika. Pembuktian perulangan yang lebih kompleks sendiri dapat
dilakukan dengan teknik yang dikenal dengan nama loop invariant, yang tidak akan dijelaskan
pada tulisan ini.

Pemodelan Masalah
Pada bagian sebelumnya kita telah melihat bagaimana sebuah algoritma dituliskan menjadi
fungsi matematika. Baik algoritma maupun fungsi matematika adalah sebuah model, yang
digunakan untuk menggambarkan masalah yang ditemui pada dunia nyata, dan ingin
diselesaikan, baik dengan menggunakan matematika ataupun program komputer. Dengan
memiliki model masalah kita dapat lebih mudah mengerti masalah yang akan diselesaikan, yang
akan menyebabkan solusi yang ditawarkan menjadi lebih baik.
Tetapi pertanyaannya tentunya adalah, bagaimana kita membuat model yang benar dari masalahmasalah yang ada? Bagian ini akan menjelaskan mengenai cara pembangunan model, baik secara
matematis maupun algoritmik, yang benar.

Jenis-Jenis Model
Sebelum mulai membangun model permasalahan, tentunya kita terlebih dahulu harus
mengetahui jenis-jenis model yang ada. Terdapat enam jenis model yang umum digunakan untuk
menggambarkan masalah dalam dunia algoritma / pemrograman, yaitu:
1. Model Numerik
Model numerik merupakan model matematis yang paling sederhana, yang dibuat untuk
mendeskripsikan jumlah atau ukuran dari sesuatu. Model numerik menggunakan angka
(1, 2, 3, dst) untuk mendeskripsikan suatu hal. Misalkan gambar di bawah:

Model Numerik Sapi
memberikan informasi sejumlah sapi yang ada di dalam kotak. Model numerik paling
sederhana dan informatif yang dapat kita ambil dari gambar tersebut adalah ‘Lima ekor
Sapi’ atau ‘Lima Sapi’.
2. Model Simbolik
Jika kita mengembangkan model numerik lebih jauh, kita kemudian dapat menambahkan
simbol-simbol baru untuk melakukan pemrosesan terhadap angka-angka yang ada pada
model numerik. Terdapat empat buah simbol dasar untuk pemrosesan angka, yaitu \(+,
-, \times, \text{dan} \div\). Simbol \(=\) juga digunakan untuk menandakan kesamaan
nilai antara ruas kiri dan ruas kanan dari \(=\).
Note
Simbol \(\times \text{dan} \div\) akan dituliskan sebagai \(*\) dan \(/\) pada tulisan ini,
karena kedua simbol tersebut lebih umum digunakan pada lingkungan ilmu komputer.
Jadi, sebuah ekspresi matematika seperti ini:
\[10 = 5 * 2\]
dapat dikatakan adalah sebuah model simbolik. Tentunya operator-operator numerik yang
disebutkan sebelumnya memiliki aturan tertentu untuk beropearsi. Aturan-aturan umum
yang kita temui untuk operator numerik yaitu:
1. Hukum Kumulatif, di mana \(a + b = b + a\) dan \(a * b = b * a\).
2. Hukum Asosiatif, di mana \(a + (b + c) = (a + b) + c\) dan \(a * (b * c) = (a * b) *
c\).
3. Hukum Distribusi, di mana \(a * (b + c) = (a * b) + (a * c)\).

4. Hukum Invers, yaitu \(a + (-a) = 0\) dan a * frac{1}{a} = 1.
5. Hukum Identitas, yaitu \(a + 0 = a$ dan $a * 1 = a\).
6. Perkalian dengan 0, yaitu \(a * 0 = 0\).
Penjelasan mengenai kegunaan dan cara kerja dari hukum-hukum tersebut tidak akan
dibahas lagi, karena dianggap telah diketahui oleh pembaca. Yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana kita menuliskan simbol-simbol seperti $a$ dan $b$, untuk
melambangkan semua bilangan-bilangan yang mengikuti hukum-hukum di atas. Simbolsimbol yang dapat melambangkan bilangan atau nilai lain secara generik seperti ini
dikenal dengan nama variabel.
Sebuah variabel merupakan simbol yang digunakan untuk merepresentasikan nilai yang
dapat berubah kapanpun, tergantung dari nilai yang kita berikan kepada variabel tersebut.
Variabel digunakan dalam model simbolik untuk mewakili nilai-nilai yang dapat berubah
sewaktu-waktu, misalnya nilai yang harus dibaca dari masukan pengguna atau nilai yang
diambil secara acak. Sebuah model bahkan dapat terdiri dari hanya variabel saja,
misalnya model matematika untuk menghitung luas sebuah persegi panjang dapat
dituliskan seperti berikut:
\[L = p * l\]
di mana \(p\) dan \(l\) mewakili panjang dan lebar persegi panjang, yang nilainya selalu
berbeda-beda, tergantung dengan persegi panjang yang akan dihitung luasnya. Nilai \(L\),
yang merepersentasikan luas persegi panjang, sendiri bergantung kepada nilai \(p\) dan \
(l\), sehingga kita tidak akan mendapatkan nilai \(L\) yang konstan.
Deklarasi variabel sendiri dilakukan dengan menggunakan perintah $let$, seperti berikut:
\[\text{let }L = \text{Luas Persegi}\]
Selain model-model dengan variabel, tentunya kita juga memiliki model-model yang
memiliki bilangan konstan yang tidak berubah, misalnya untuk menghitung luas segitiga:
\[L = \frac{1}{2} * a * t\]
atau model untuk menghitung keliling lingkaran:
\[K = 2 * \pi * r\]
Nilai-nilai yang tidak pernah berubah pada kedua model di atas (seperti \(2\), \(\frac{1}
{2}\), dan \(\pi\)) dikenal dengan nama konstanta. Perhatikan bahwa konstanta dapat
mencakup angka “mentah” seperti \(2\) ataupun simbol yang dikenal secara luas seperti \
(\pi\). Konstanta biasanya dideklarasikan pada awal model atau kamus data program, dan
tidak pernah berubah nilainya selama model tersebut digunakan.

Dari berbagai komponen dan contoh model simbolik yang telah kita lihat, dapat
disimpulkan bahwa model simbolik merupakan model yang menggambarkan interaksi
dan operasi antar komponen numerik secara abstrak. Abstraksi dari komponen numerik
(angka) pada model simbolik dilakukan dengan menggunakan variabel dan konstanta.
3. Model Spasial
Tidak semua permasalahan yang diselesaikan oleh matematika atau komputer selalu
berhubungan langsung dengan angka. Terkadang kita menjumpai juga masalah-masalah
yang berhubungan dengan representasi dunia nyata seperti perhitungan jarak dua objek
atau pencarian jalur terdekat untuk kendaraan. Secara tradisional, model untuk
penyelesaian masalah seperti ini digambarkan dengan peta, graph, dan gambar-gambar
teknis lainnya.
Untuk dunia komputer, model-model dunia nyata biasanya digambarkan dengan
menggunakan koordinat. Sistem koordinat yang paling populer digunakan dalam hal ini
adalah koordinat kartesius. Koordinat kartesius merupakan sistem koordinat yang
menggambarkan sebuah nilai riil di dalam kumpulan nilai yang direpresentasikan dengan
sebuah garis. Sistem kartesius dapat digambarkan dalam banyak dimensi, sesuai dengan
jumlah kumpulan nilai yang digambarkan. Untuk memudahkan pengertian, gambar di
bawah memperlihatkan contoh sistem koordinat kartesius dua dimensi:

Sistem Koordinat Kartesius
Untuk menyederhanakan masalah, mayoritas algoritma dan solusi yang dikembangkan
dalam kuliah ini akan dilakukan dengan menggunakan sistem kartesius dua dimensi.
Sistem tiga dimensi dan satu dimensi dianggap dapat diimplementasikan menggunakan
konsep yang sama dengan sistem dua dimensi.

Data pada sistem kartesius dua dimensi dapat direpresentasikan dalam bentuk sebuah
titik, yaitu kombinasi antara sumbu x dan sumbu y:

Titik pada Kartesius
atau sebuah garis, yang direpresentasikan dengan sebuah fungsi matematika:

Garis pada Kartesius
Dalam prakteknya, kita juga akan sering memerlukan informasi arah pergerakan dari
sebuah garis. Untuk merepresentasikan hal tersebut, kita dapat menambahkan sebuah
tanda panah pada garis:

Garis Berarah pada Kartesius
dan yang terakhir, kita dapat juga merepresentasikan sebuah bentuk atau bidang,
menggunakan kombinasi beberapa garis:

Bidang pada Kartesius
Untuk melakukan pemrosesan data-data yang ada di dalam sistem kartesius, kita dapat
melakukan operasi terhadap titik-titik yang merepresentasikan data tersebut. Titik-titik
direpresentasikan dalam bentuk matriks atau array. Misalnya, segitiga yang ada pada
gambar di atas dapat direperesentasikan sebagai matriks berikut:
\[\begin{split}\begin{bmatrix} -3 & 4 & 1 \\ 1 & 3 & -2 \end{bmatrix}\end{split}\]
Dan kemudian tentunya kita dapat melakukan operasi-operasi matriks untuk melakukan
berbagai hal terhadap segitiga tersebut.
4. Model Logis

Model logis merupakan cara memodelkan masalah berdasarkan logika matematika.
Terdapat empat cabang utama dari logika matematika, yaitu teori himpunan, teori model,
teori rekursif, dan teori pembuktian. Masing-masing teori memiliki cara pemodelan yang
berbeda-beda, untuk merepresentasikan masalah yang berbeda. Tulisan ini hanya akan
membahas pemodelan logis pada bidang himpunan, dan relevansinya dengan salah satu
sistem yang paling populer di dunia komputer: basis data.
Himpunan, seperti namanya, memodelkan sekumpulan entitas yang memiliki atribut (ciri
khas) tertentu. Dalam menentukan atribut tujuan dari pengunaan himpunan lebih penting
daripada kesamaan ciri khas dari entitas, sehingga terkadang atribut dari elemen-elemen
dalam himpunan tidak selalu dapat dilihat dengan mudah. Misalnya, kita dapat
mendeklarasikan sebuah himpunan dengan nama “Himpunan Barang dalam Handbag”
dengan isi berupa “handphone, gunting kuku, alat make-up, tissue, dompet, alat tulis, dan
karet gelang”. Secara sekilas semua entitas yang ada di dalam himpunan tidak terlihat
memiliki atribut yang jelas, meskipun himpunan ini adalah himpunan yang valid.
Terdapat dua aturan khusus yang harus dipenuhi oleh sebuah himpunan, yaitu:
1. Himpunan harus didefinisikan dengan tepat. Sebuah entitas yang ada di dunia
hanya dapat memiliki dua status berkaitan dengan himpunan yang didefinisikan:
TERMASUK dalam himpunan atau TIDAK TERMASUK. Tidak boleh ada
elemen yang bersifat ambigu, dalam arti tidak jelas masuk ke dalam himpunan
atau tidak. Misalnya, kita tidak dapat mendefinisikan sebuah himpunan yang
berisi “Orang Tinggi” karena tidak terdapat definisi dari “tinggi” yang jelas.
Apakah 170 cm termasuk tinggi? 180?
Yang dapat kita definisikan ialah himpunan yang berisi “Orang dengan tinggi
badan di atas 175 cm”, sehingga tidak terdapat perdebatan mengenai apakah 170
cm termasuk tinggi atau tidak.
2. Setiap elemen dalam himpunan harus unik. Sebuah himpunan tidak boleh
memiliki nilai ganda. Aturan ini menyebabkan banyak himpunan yang ada di
dunia nyata tidak dapat direpresentasikan dengan himpunan matematika.
Misalnya, kita dapat saja memiliki himpunan sendok yang terdiri dari banyak
sendok identik. Dalam himpunan matematis, hal ini tidak diperbolehkan. Aturan
ini juga menyebabkan penggabungan himpunan menjadi sedikit berbeda.
Himpunan berisi angka 1, 2, 3, 4 jika digabungkan dengan himpunan 3, 4, 5, 6
akan menghasilkan himpunan 1, 2, 3, 4, 5, 6. Ide “nilai unik” untuk setiap elemen
dalam himpunan ini lah yang menjadi dasar dari pengindeksan dan primary key
dari basis data relasional.
Pemodelan himpunan sendiri biasanya dilakukan dengan menggunakan diagram Venn.
Gambar di bawah memberikan contoh sebuah diagram Venn, yang menggambarkan
himpunan dari segi empat:

Contoh Diagram Venn
Dari gambar diagram Venn di atas, kita dapat melihat bagaimana seluruh persegi adalah
juga persegi panjang, dan baik persegi maupun persegi panjang adalah merupakan segi
empat. Jika kita menambahkan jenis segi empat lainnya, misalnya trapesium, dapatkah
anda menggambarkan diagram Venn-nya?
5. Model Statistik
Terdapat banyak permasalahan di dunia nyata yang tidak dapat dimodelkan dengan
mudah menggunakan keempat model matematis yang telah kita bahas sebelumnya.
Terkadang kita dihadapkan dengan permasalahan yang sangat kompleks, sampai-sampai
memodelkan dan menganalisa setiap situasi yang mempengaruhi masalah tersebut akan
menjadi sangat mahal, memerlukan banyak orang, dan banyak waktu.
Sebagai contoh, bayangkan jika kita diminta untuk melakukan prakiraan cuaca. Dengan
menggunakan model matematis yang ada, kita akan memerlukan sangat banyak
kalkulasi, yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Praktisnya, kita harus mampu
melakukan simulasi terhadap seluruh elemen yang ada di bumi untuk melakukan
prakiraan cuaca dengan tepat. Hal ini tentunya sangat tidak efektif untuk dilakukan. Lalu
bagaimana para ahli sekarang melakukan prakiraan cuaca?
Jawabannya adalah model statistik. Dengan mengumpulkan sampel data cuaca pada masa
lalu, kita dapat melihat kecenderungan atau tren cuaca yang akan terjadi sesuai dengan
keadaan cuaca kita sekarang. Pada dasarnya, sebuah model statistik melakukan analisa
tren terhadap sampel data yang relevan untuk meniadakan ketidak pastian atau keadaan
khusus. Dengan mengambil keadaan rata-rata dari sekumpulan data, kita akan
mendapatkan kecenderungan dari sebuah keadaan jika dihadapkan dengan keadaan
umumnya.

Contoh Model Statistik

Gambar di atas menunjukkan contoh dari model statistik. Ingat, bahwa kesimpulan yang
dapat diambil dari sebuah model statistik hanyalah berupa kecenderungan atau tren.
Kita tidak bisa membuktikan sesuatu atau memberikan hasil yang pasti menggunakan
statistik. Dapat dikatakan bahwa kalimat seperti “statistik membuktikan ...” pada tulisan
ilmiah populer kurang tepat.
6. Pseudocode
Semua model matematis yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan model matematika
yang digunakan dan dimengerti oleh manusia. Jika ingin menggunakan model matematis
tersebut di komputer, terlebih dahulu kita harus melakukan konversi menjadi kode
program yang dapat dibaca dan dimengerti oleh komputer. Kode program sendiri
dimodelkan dengan banyak cara, dan yang paling relevan dengan algoritma ialah
pseudocode.
Pseudocode memberikan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan menggunakan
bahasa manusia, dengan sedikit batasan sesuai dengan konstruk logika komputer.
Pseudocode tidak memiliki konstruk untuk bahasa pemrograman tertentu, sehingga
pseudocode harus bisa diimplementasikan dengan bahasa pemrograman apapun. Berikut
adalah contoh pseudocode sederhana:
for i = 1 to 5 do
print i
end for

Untuk penjelasan lebih mendetail tentang pseudocode, silahkan baca kembali bahan
kuliah untuk Pemrograman Dasar.
Kita telah melihat model matematis yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Pertanyaan selanjutnya tentunya adalah: kapan kita menggunakan model A dan kapan
menggunakan model B? Bagaimana membuat model A menjadi kode program yang dapat
dijalankan oleh komputer?

Pengembangan Model
Proses pengembangan model dapat dilakukan dengan beberapa langkah yang telah dibangun
oleh para ahli matematika. Jika proses pengembangan model dilakukan mengikuti langkahlangkah yang ada, idealnya kita akan mendapatkan model yang tepat untuk permasalahan yang
akan diselesaikan. Adapun langkah-langkah yang harus diambil untuk membangun sebuah
model yaitu:
1. Apakah masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan solusi matematis?
Jika masalahnya merupakan masalah numerik (perhitungan angka) atau logis, maka
jawabannya sudah pasti “ya”. Jika solusi dari masalah berupa pendapat, maka
kemungkinan jawabannya adalah “tidak”.
2. Fakta-fakta relevan apa saja yang diketahui? Masalah umum yang dihadapi saat akan
membangun solusi adalah informasi yang terlalu banyak, yang terkadang mencuri fokus

3.
4.

5.
6.
7.
8.

kita dari akar masalah. Pisahkan antara fakta (informasi) yang relevan dari keseluruhan
informasi yang didapatkan.
Fakta atau informasi tambahan apa yang kita perlukan untuk menyelesaikan masalah? Di
mana atau bagaimana cara agar kita mendapatkan fakta-fakta tersebut?
Adakah langkah atau metode alami untuk menyelesaikan masalahnya? Metode alami
artinya metode yang umumnya digunakan oleh manusia. Misalnya, untuk menghitung
total dari sekumpulan nilai kita dapat menambahkan seluruh bilangan yang ada di dalam
kumpulan nilai tersebut.
Apakah fakta-fakta yang ada dapat direpresentasikan oleh simbol matematis dan
dikategorikan menjadi fakta yang “diketahui” dan “tidak diketahui”?
Apakah terdapat model lama yang dapat digunakan atau disesuaikan untuk
menyelesaikan masalah kita?
Jika terdapat model yang telah dikembangkan sebelumnya untuk masalah kita, apakah
model tersebut dapat diaplikasikan pada komputer?
Bagaimana kita dapat mengaplikasikan model dari solusi kita sehingga model tersebut
dapat dibuat menjadi program komputer dengan mudah?

Dengan menjalankan langkah-langkah di atas, idealnya kita akan mendapatkan sebuah model
solusi yang tepat untuk permasalahan kita. Untuk lebih jelasnya, mari kita aplikasikan model
masalah yang ada ke contoh sebuah kasus!

Contoh: Perhitungan Bunga Pinjaman
Kita diminta untuk mengembangkan sebuah program komputer untuk sebuah perusahaan kredit
ACME. Program yang akan kita kembangkan merupakan sistem untuk menghitung total jumlah
yang harus dibayar oleh peminjam uang per tahunnya. Bunga pinjaman yang diberikan ACME
adalah sebesar 15% per tahunnya.
Untuk membangun sistem perhitungan yang diminta, tentunya terlebih dahulu kita harus
membangun modal solusi untuk perhitungan bunganya. Mari kita ikuti langkah-langkah untuk
membangun model yang telah dijelaskan sebelumnya:
1. Apakah masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan solusi
matematis?
Ya. Perhitungan total bunga bunga jelas akan melibatkan matematika.
2. Fakta-fakta relevan apa saja yang diketahui?
Bunga pinjaman sebesar 15% per tahun.
3. Fakta atau informasi tambahan apa yang kita perlukan untuk menyelesaikan
masalah?
Beberapa fakta tambahan yang harus ada tetapi tidak disebutkan secara eksplisit pada
deskripsi masalah:

1. Jumlah pinjaman awal. Untuk menghitung total pinjaman dengan bunganya jelas
kita harus mengetahui jumlah pinjaman awal terlebih dahulu.
2. Lama pinjaman. Tanpa adanya lama pinjaman, kita tidak dapat mengetahui
dengan pasti total bunga yang harus ditambahkan.
4. Adakah langkah atau metode alami untuk menyelesaikan masalahnya?
Ya, lakukan perhitungan bunga tiap tahunnya, dan tambahkan hasil kalkulasi tersebut
sampai tahun pinjaman terakhir.
5. Apakah fakta-fakta yang ada dapat direpresentasikan oleh simbol matematis?
Dari fakta-fakta yang kita dapatkan pada langkah kedua dan ketiga, kita dapat
mendefinisikan simbol matematis seperti berikut:
\[\begin{split}\text{let }b & = \text{bunga} \\ \text{let }p & = \text{jumlah
pinjaman} \\ \text{let }t & = \text{waktu pinjaman (per tahun)} \\ \text{let }T & = \
text{total pinjaman}\end{split}\]
6. Apakah terdapat model lama yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
kita?
Ya, perhitungan bunga majemuk yang dimodelkan dengan rumus: \(T = p(1 + b)^t\).
7. Apakah model yang ada sebelumnya pada langkah 6 dapat diaplikasikan pada
komputer?
Kemungkinan tidak, karena perhitungan bunga majemuk merupakan perhitungan yang
tidak banyak diketahui orang (terutama pada bidang pemrograman), dan juga memiliki
banyak aturan kompleks yang harus dimengerti terlebih dahulu.
Karena kasus yang sederhana, kita akan lebih mudah mengimplementasikan algoritma
kita sendiri, yang cukup melakukan iterasi dan menambahkan total pinjaman setiap
tahunnya. Mari kita coba kembangkan model iterasi yang dapat digunakan.
Untuk tahun pertama, peminjam akan berhutang sebanyak:
\[T = p + (15\% * p)\]
selanjutnya, untuk tahun kedua hutangnya akan bertambah menjadi:
\[T' = T + (15\% * T)\]
di mana \(T'\) adalah nilai baru dari \(T\). Kita cukup melakukan perhitungan yang sama
terus menerus, sebanyak $t$ kali untuk mendapatkan hasil akhir berupa \(T\) yang
menyimpan total hutang yang dipinjam. Jika dikembangkan, maka model matematis
akhir yang kita dapatkan adalah:

\[T = T + (\frac{15}{100} * T)\]
yang akan dijalankan sebanyak $t$ kali, dengan nilai $T$ yang bertambah setiap
iterasinya. Dengan informasi ini, kita dapat mengimplementasikan pseudocode seperti
berikut:
b = 15
T = 0
READ p, t
T = p
for i = 1 to t do
T = T + (15 / 100 * T)
end for
WRITE T

yang kemudian akan kita implementasikan sebagai fungsi penghitung total pinjaman.
8. Bagaimana kita dapat mengaplikasikan model dari solusi kita sehingga model
tersebut dapat dibuat menjadi program komputer dengan mudah?
Pseudocode yang ada sudah sangat jelas, dan baris per barisnya dapat diimplementasikan
secara langsung menggunakan bahasa pemrograman apapun.
Setelah mendapatkan model penyelesaian masalah sampai pada pseudocode-nya, kita kemudian
dapat mengimplementasikan solusi yang dikembangkan menggunakan bahasa pemrograman
yang diinginkan. Berikut adalah contoh implementasi algoritma tersebut pada python:
b
T
p
t

=
=
=
=

15
0
input("Masukkan jumlah pinjaman: ")
input("Masukkan lama pinjaman: ")

T = int(p)
for i in range(1, int(t)):
T = T + (15 / 100 * T)
print("Total pinjaman yang harus dibayarkan adalah: " + str(T))

Kesimpulan
Pada bagian ini kita telah mempelajari tentang ciri khas algoritma yang baik, yaitu benar, efisien,
dan mudah diimplementasikan. Kita juga mempelajari bagaimana membuktikan sebuah
algoritma adalah sebuah algoritma yang benar, dan bagaimana mengembangkan algoritma yang
benar, menggunakan model matematis.

Terdapat enam jenis model matematis yang kita bahas, beserta dengan cara menggunakan model
matematis tersebut ke kasus pada dunia nyata. Selanjutnya kita akan mempelajari bagaimana
mengembangkan algoritma yang efisien, beserta definisi dari efisiensi algoritma tentunya.

Kompleksitas Algoritma
Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari mengenai algoritma yang baik, serta bagaimana
membuktikan sebuah algoritma akan memberikan hasil yang benar. Selain memberikan hasil
yang benar, efisiensi dari waktu eksekusi ataupun penggunaan memori dari algoritma adalah hal
yang penting bagi sebuah algoritma. Bagian ini akan membahas bagaimana mengukur efisiensi
sebuah algoritma, sehingga kita dapat memilih algoritma yang baik atau memperbaiki algoritma
yang ada.
Langsung saja, kita mulai dengan sebuah contoh algoritma untuk menghitung perpangkatan dua
bilangan. Hasil akhir dari kode yang akan dikembangkan direpresentasikan oleh fungsi
matematis berikut:
\[f(x, y) = x^y\]
Salah satu implementasi sederhana untuk fungsi matematis di atas adalah:
def pangkat(x, y):
hasil = 1
for i in range(0, y):
hasil = x * hasil
return hasil

Pada dasarnya yang kita lakukan pada kode di atas ialah mengkalikan x dengan dirinya sendiri
sebanyak y kali, dan menyimpan hasil kali tersebut di dalam variabel hasil. Baris hasil = x *
hasil melakukan perkalian x dengan dirinya sendiri, dan perulangan dilakukan untuk
memastikan baris ini dijalankan sebanyak y kali.
Dengan asumsi bahwa algoritma perpangkatan yang kita tuliskan di atas sudah benar, pertanyaan
selanjutnya tentunya adalah: seberapa efisien kah algoritma tersebut?
Terdapat banyak cara untuk mengukur efisiensi sebuah algoritma, tentunya dengan kelebihan
dan kekurangan dari masing-masing cara tersebut. Mari kita lihat cara mengukur efisiensi yang
paling sederhana terlebih dahulu: melihat berapa langkah yang perlu dijalankan untuk
menyelesaikan algoritma tersebut. Jika kita memanggil fungsi pangkat seperti berikut:
pangkat(2, 1)

Maka kode akan dieksekusi seperti berikut:
hasil = 1
for i in range(0, 1):
hasil = 2 * hasil

return hasil

yang kita perulangan for yang ada kita kembangkan akan menjadi:
hasil = 1
hasil = 2 * hasil
return hasil

Total terdapat tiga langkah yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil pangkat yang
diinginkan. Sangat sederhana dan mudah. Bagaimana jika kita naikkan nilai dari y sehingga kita
memanggil pangkat(2, 2)?
Kode yang dieksekusi akan menjadi:
hasil = 1
for i in range(0, 2):
hasil = 2 * hasil
return hasil

yang ketika diuraikan menjadi:
hasil = 1
hasil = 2 * hasil
hasil = 2 * hasil
return hasil

dengan total 4 langkah eksekusi. Perhatikan bagaimana akibat dari meningkatkan nilai y, jumlah
eksekusi dari kode di dalam loop meningkat. Berdasarkan apa yang kita dapatkan sejauh ini, kita
dapat menyimpulkan bahwa jika dilakukan pemanggilan pangkat(2, 5) maka kita akan
mendapatkan hasil eksekusi:
hasil = 1
hasil = 2 * hasil
hasil = 2 * hasil
hasil = 2 * hasil
hasil = 2 * hasil
hasil = 2 * hasil
return hasil

dan seterusnya. Kesimpulan lain apa lagi yang bisa kita tarik dari hal ini? Ya, baris hasil = x *
hasil dijalankan sebanyak y kali! Secara sederhana, tabel di bawah menampilkan berapa kali
setiap baris yang ada dalam fungsi pangkat dieksekusi:
Baris Kode | Jumlah Eksekusi
|1
hasil = x * hasil | y
return hasil | 1
hasil = 1

sehingga kita dapat mengatakan bahwa fungsi pangkat akan selalu diselesaikan dalam 2 + y
langkah. Melihat bagiamana y akan mempengaruhi jumlah langkah eksekusi, mari kita lihat
seberapa banyak pengaruh y terhadap jumlah langkah eksekusi kode:
Y
1
10
100
1000
10000

Proses Perhitungan Jumlah Langkah
2+1
3
2 + 10
12
2 + 100
102
2 + 1000
1002
2 + 10000
10002

Dari tabel di atas kita dapat melihat bagiamana semakin meningkatnya jumlah dari y, semakin
nilai 2 yang ditambahkan menjadi tidak relevan. Perbedaan jumlah langkah 1000000 dengan
1000002 tentunya tidak banyak! Dengan begitu, kita dapat menyederhanakan fungsi perhitungan
jumlah langkah pangkat dengan mengatakan bahwa fungsi pangkat akan selalu diselesaikan
dalam y langkah. Dengan kata lain, kecepatan atau efisiensi dari fungsi pangkat bergantung
kepada y.
Semakin besar nilai y, maka jumlah langkah eksekusi akan semakin meningkat. Hal ini tentunya
sangat berpengaruh terhadap efisiensi total dari sebuah algoritma. Bayangkan jika jumlah
langkah yang diperlukan bukanlah y, melainkan \(y^2\):
Y

Jumlah Langkah (\(y\)) Jumlah Langkah (\(y^2\))
1
1
1
10
10
100
100 100
10000
1000 1000
1000000
10000 10000
100000000
Perhatikan bagaimana pertumbuhan jumlah langkah terus menerus meningkat tajam, setiap kali
kita menambahkan nilai y 10 kali lipat. Untuk memperjelas perbedaan pertumbuhan lagi,
perhatikan gambar berikut:

Tingkat Pertumbuhan Fungsi Pangkat
Peningkatan jumlah langkah eksekusi seperti inilah yang menyebabkan kita mengukur efisiensi
algoritma dengan ukuran pertumbuhan jumlah langkah eksekusi relatif terhadap jumlah data.
Melihat grafik pertumbuhan yang diberikan, fungsi pangkat yang dikembangkan dapat
dikatakan memiliki tingkat pertumbuhan yang linear.

Notasi Asimtotik
Perhitungan pertumbuhan fungsi seperti yang kita lakukan sebelumnya sangat krusial dalam
menghitung efisiensi sebuah algoritma. Seperti layaknya hal-hal krusial lainnya pada ilmu
komputer, tentunya fungsi pertumbuhan ini juga memiliki notasi matematika khusus. Penulisan
fungsi pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan notasi asmtotik.
Terdapat beberapa jenis notasi asimtotik, tetapi kita hanya akan menggunakan dan membahas
satu notasi saja, yaitu notasi Big-O. Big-O dipilih karena merupakan notasi yang paling populer
dan paling banyak digunakan pada kalangan peneliti ilmu komputer. Notasi Big-O digunakan
untuk mengkategorikan algoritma ke dalam fungsi yang menggambarkan batas atas (upper limit)
dari pertumbuhan sebuah fungsi ketika masukan dari fungsi tersebut bertambah banyak.
Singkatnya, perhitungan jumlah langkah dan pertumbuhannya yang kita lakukan pada bagian
sebelumnya merupakan langkah-langkah untuk mendapatkan fungsi Big-O dari sebuah
algoritma.
Big-O, seperti namanya, dituliskan sebagai fungsi “O” dengan nilai masukan berupa tingkat
pertumbuhan dari fungsi yang dijabarkan. Misalnya, algoritma perpangkatan dengan

pertumbuhan linear yang kita kembangkan pada bagian sebelumnya memiliki kelas Big-O \
(O(n)\).
Karena berguna untuk mengkategorikan algoritma, terdapat beberapa jenis kelas efisiensi umum
yang dijumpai dalam Big-O, yaitu:
Fungsi Big-O Nama
\(O(1)\)
Konstan
\(O(\log n)\) Logaritmik
\(O(n)\)
Linear
\(O(n \log n)\) n log n
\(O(n^2)\)
Kuadratik
\(O(n^m)\)
Polinomiale
\(O(n!)\)
Faktorial
Apa guna dan penjelasan dari masing-masing kelas kompleksitas yang ada? Mari kita lihat satu
per satu.

Kriteria Efisiensi Umum
Bagian ini akan menjelaskan beberapa contoh kriteria kompleksitas algoritma yang umum
dijumpai, beserta dengan contoh kode algoritma yang memiliki kompleksitas tersebut.

O(1): Kompleksitas Konstan
Sebuah algoritma yang memiliki kompleksitas konstan tidak bertumbuh berdasarkan ukuran dari
data atau masukan yang diterima algoritma tersebut. Bahkan, algoritma dengan kompleksitas ini
tidak akan bertumbuh sama sekali. Berapapun ukuran data atau masukan yang diterima,
algoritma dengan kompleksitas konstan akan memiliki jumlah langkah yang sama untuk
dieksekusi.
Karena sifatnya yang selalu memiliki jumlah langkah tetap, algoritma dengan kompleksitas
merupakan algoritma paling efisien dari seluruh kriteria yang ada. Contoh dari algoritma yang
memiliki kompleksitas konstan ialah algoritma yang digunakan untuk menambahkan elemen
baru ke dalam linked list. Contoh implementasi algoritma ini pada bahasa C adalah sebagai
berikut:
void add_list(node *anchor, node *new_list)
{
new_list->next = anchor->next;
anchor->next = new_list;
}

Seperti yang dapat dilihat pada kode di atas, algoritma untuk menambahkan elemen baru ke
dalam linked list tidak memerlukan perulangan, percabangan, ataupun banyak langkah. Untuk
menambahkan elemen baru, kita cukup menjalankan dua langkah saja, tidak peduli berapapun

ukuran awal dari linked list yang ada. Dengan kata lain, berapapun ukuran linked list awal,
langkah untuk untuk menambahkan elemen baru adalah konstan, yaitu dua langkah. Hal ini lah
yang menyebabkan algoritma ini dikatakan memiliki kompleksitas konstan.
Tingkat pertumbuhan dari algoritma dengan kompleksitas konstan dapat dilihat pada gambar
berikut:

Tingkat Pertumbunan Algoritma Kompleksitas Konstan

O(log n): Kompleksitas Logaritmik
Algoritma dengan kompleksitas logaritmik merupakan algoritma yang menyelesaikan masalah
dengan membagi-bagi masalah tersebut menjadi beberapa bagian, sehingga masalah dapat
diselesaikan tanpa harus melakukan komputasi atau pengecekan terhadap seluruh masukan.
Contoh algoritma yang ada dalam kelas ini adalah algoritma binary search. Mari kita hitung nilai
kompleksitas dari binary search!
Berikut adalah implementasi dari binary search dengan bahasa python:
def binary_search(lst, search):
lower_bound = 0
upper_bound = len(lst) - 1
while True:
if upper_bound < lower_bound:
print("Not found.")
return -1
i = (lower_bound + upper_bound) // 2
if lst[i] < search:
lower_bound = i + 1

elif lst[i] > search:
upper_bound = i - 1
else:
print("Element " + str(search) + " in " + str(i))
return 0

Mari kita hitung jumlah langkah yang diperlukan untuk mendapatkan kelas kompleksitas dari
binary search. Berikut adalah tahapan perhitungan untuk mendapatkan jumlah langkah yang
diperlukan:
1. Langkah yang akan selalu dieksekusi pada awal fungsi, yaitu inisialisasi lower_bound
dan upper_bound: 2 langkah.
2. Pengecekan kondisi while (pengecekan tetap dilakukan, walaupun tidak ada
perbandingan yang dijalankan): 1 langkah.
3. Pengecekan awal (if upper_bound < lower_bound): 1 langkah.
4. Inialisasi i: 1 langkah.
5. Pengecekan kondisi kedua (if lst[i] < search: ...), kasus terburuk (masuk pada
else dan menjalankan kode di dalamnya): 4 langkah.
Dan setelah melalui langkah kelima, jika elemen belum ditemukan maka kita akan kembali ke
langkah kedua. Perhatikan bahwa sejauh ini, meskipun elemen belum ditemukan atau dianggap
tidak ditemukan, kita minimal harus menjalankan 2 langkah dan pada setiap perulangan while
kita menjalankan 7 langkah. Sampai di titik ini, model matematika untuk fungsi Big-O yang kita
dapatkan ialah seperti berikut:
\[f(n) = 2 + 7(\text{jumlah perulangan})\]
Pertanyaan berikutnya, tentunya adalah berapa kali kita harus melakukan perulangan?
Berhentinya kondisi perulangan ditentukan oleh dua hal, yaitu:
1. Kondisi upper_bound < lower_bound, dan
2. Pengujian apakah lst[i] == search, yang diimplikasikan oleh perintah else.
Perhatikan juga bagaimana baik nilai upper_bound maupun lower_bound dipengaruhi secara
langsung oleh i, sehingga dapat dikatakan bahwa kunci dari berhentinya perulangan ada pada i.
Melalui baris kode ini:
i = (lower_bound + upper_bound) // 2

Kita melihat bahwa pada setiap iterasinya nilai i dibagi 2, sehingga untuk setiap iterasinya kita
memotong jumlah data yang akan diproses (\(n\)) sebanyak setengahnya. Sejauh ini kita
memiliki model matematika seperti berikut (konstanta \(2\) dihilangkan karena tidak
berpengaruh):
\[f(n) = 7f(\frac{n}{2})\]
yang jika diturunkan lebih lanjut akan menjadi:

\[\begin{split}f(n) & = 7f(\frac{n}{2}) \\ & = 7 * (7f(\frac{n}{4})) \\ & = 49f(\frac{n}{4}) \\ &
= 49 * (7f(\frac{n}{8})) \\ & ... \\ & = 7^k f(\frac{n}{2^k})\end{split}\]
di mana kita ketahui kondisi dari pemberhentian perulangan adalah ketika sisa elemen list adalah
1, dengan kata lain:
\[\begin{split}\frac{n}{2^k} & = 1 \\ n & = 2^k \\ \log_2 n & = k\end{split}\]
Sehingga dapat dikatakan bahwa binary search memiliki kompleksitas \(O(\log_2n)\), atau
sederhananya, \(O(\log n)\).
Tingkat pertumbuhan algoritma dengan kompleksitas logaritmik dapat dilihat pada gambar
berikut:

Tingkat Pertumbunan Algoritma Kompleksitas Logaritmik

O(n): Kompleksitas Linear
Algoritma dengan kompleksitas linear bertumbuh selaras dengan pertumbuhan ukuran data. Jika
algoritma ini memerlukan 10 langkah untuk menyelesaikan kalkulasi data berukuran 10, maka ia
akan memerlukan 100 langkah untuk data berukuran 100. Contoh dari algoritma dengan
kompleksitas linear telah diberikan pada bagian sebelumnya, yaitu perhitungan pangkat bilangan.
Contoh lain dari algoritma dengan kompleksitas linear adalah linear search.
Linear search melakukan pencarian dengan menelusuri elemen-elemen dalam list satu demi satu,
mulai dari indeks paling rendah sampai indeks terakhir. Berikut adalah implementasi dari linear
search pada python:
def linear_search(lst, search):
for i in range(0, len(lst)):

if lst[i] == search:
print("Nilai ditemukan pada posisi " + str(i))
return 0
print("Nilai tidak ditemukan.")
return -1

Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama pada perhitungan pangkat, kita bisa
mendapatkan jumlah eksekusi kode seperti berikut (dengan asumsi n = len(lst)):
Kode
for i in range(0, len(lst))
if lst[i] == search
print("Nilai ditemukan...
return 0
print("Nilai tidak ...
return -1

Jumlah Eksekusi
\(1\)
\(n\)
\(1\)
\(1\)
\(1\)
\(1\)

Sehingga nilai kompleksitas dari linear search adalah \(5 + n\), atau dapat dituliskan sebagai \
(O(n)\). Adapun grafik pertumbuhan untuk kompleksitas \(O(n)\) adalah seperti berikut:

Tingkat Pertumbunan Algoritma Kompleksitas Linear

O(n log n)
Algoritma dengan kompleksitas \(n \log n\) memiliki cara perhitungan yang sangat mirip dengan
algoritma \(\log n\). Pada dasarnya algoritma kelas ini merupakan algoritma \(\log n\) yang
dijalankan sebenyak \(n\) kali. Contoh sederhananya, misalkan kita diminta untuk mencari
sepasang bilangan di dalam sebuah list yang jika ditambahkan akan bernilai 0. Asumsikan list
yang diberikan sudah terurut.

Salah satu solusi yang paling sederhana ialah dengan menelusuri seluruh list, satu demi satu
(kompleksitas: \(n\)) lalu mencari elemen yang bernilai invers dari elemen sekarang
menggunakan binary search (kompleksitas: \(\log n\)). Mari kita lihat contoh implementasi dari
fungsi ini terlebih dahulu:
def zero_sum(lst):
n = len(lst)
for i in range(0, n):
j = binary_search(lst, -1 * lst[i])
if j > i:
n1 = str(lst[i])
n2 = str(lst[j])
print("Zero sum: " + n1 + " and " + n2 + "\n")

Perhatikan bagaimana kita melakukan binary search sebanyak \(n\) kali, sehingga secara
sederhana kompleksitas yang akan kita dapatkan adalah \(n * \log n = n \log n\). Adapun grafik
pertumbuhan untuk kompleksitas \(O(n \log n)\) adalah seperti berikut:

Tingkat Pertumbunan Algoritma Kompleksitas n log n

O(\(n^m\)): Kompleksitas Polinomial
Algoritma dengan kompleksitas polinomial merupakan salah satu kelas algoritma yang tidak
efisien, karena memerlukan jumlah langkah penyelesaian yang jauh lebih besar daripada jumlah
data. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat salah satu contoh algoritma yang memiliki
kompleksitas polinomial:
def kali(a, b):
res = 0
for i in range(a):
for j in range(b):
res += 1
return res

Algoritma di atas melakukan perkalian antara \(a\) dan \(b\), dengan melakukan penambahan \
(1\) sebanyak \(b\) kali, yang hasilnya ditambahkan sebanyak \(a\) kali. Mengabaikan dua
langkah, yaitu awal (res = 0) dan akhir (return res) kode, kita dapat melihat total langkah
yang diperlukan oleh perulangan bersarang yang ada seperti berikut:
Kode
for i in range(b):
res += 1

Jumlah Langkah
\(a\)
\(b\)

dan karena pada setiap iterasi kita harus menjalankan kode for i in range(b), maka dapat
dikatakan kompleksitas dari kode di atas adalah:
\[a * b\]
yang ketika nilai \(a\) dan \(b\) sama akan menjadi:
\[a^2\]
atau dapat ditulis sebagai \(n^2\) yang diabstrakkan sebagai \(n^m, m = 2\). Grafik pertumbuhan
untuk kompleksitas polinomial adalah sebagai berikut:

Tingkat Pertumbunan Algoritma Kompleksitas Eksponensial

Perbandingan Pertumbuhan Seluruh Kompleksitas
Setelah melihat seluruh nilai kompleksitas yang ada, tentunya kita dapat melihat kelas algoritma
yang paling efisien dan paling tidak efisien. Gambar berikut memperlihatkan perbandingan
tingkat pertumbuhan antara masing-masing kompleksitas yang telah dipelajari:

Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Tiap Kompleksitas
Pengembangan algoritma idealnya diusahakan mendapatkan kompleksitas \(O(1)\) atau \(O(\log
n)\). Sayangnya pada kenyataannya kita tidak akan selalu mendapatkan kompleksitas terbaik
dalam merancang algoritma. Jika tidak dapat mencapai kompleksitas maksimal, hal terbaik yang
dapat kita lakukan ketika mengembangkan solusi dari masalah adalah melihat apakah masalah
yang ada dapat diselesaikan dengan algoritma yang ada terlebih dahulu, sebelum
mengembangkan algoritma baru. Hal ini memastikan kita mendapatkan kompleksitas yang
paling efisien sampai saat pengembangan solusi.

Kesimpulan
Pada bagian ini kita telah mempelajari bagaimana melakukan analisa efisiensi algoritma den

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65