BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

  Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Kedudukan faktor keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintah sangat penting, karena pemerintahan daerah tidak akan dapat melaksankan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang mrupakan salah satu dasar kriteria untukmengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Suatu daerah otonom diharapkan mampu atau mandiri di dalam membiayai kegiatan pemerintah daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proposal yang lebih kecil dan Pendapatan Asli Daerah harus menjadi bagian yang terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah.

  Untuk menjalankan kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat tersebut, daerah memerlukan suatu instrumen kebijakan. Instrumen kebijakan yang paling utama bagi daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD mempunyai peranan penting dalam perencanaan, implementasi, dan pengendalian kinerja pemerintah daerah dalam satu periode.

  APBD memuat segala bentuk penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan daerah dalam bentuk moneter atau rupiah. APBD seharusnya dapat mengakomodir seluruh kebutuhan suatu daerah namun di sisi lain juga tidak membebani secara berlebihan daerah yang bersangkutan. Untuk itu APBD harus disusun dengan memperhatikan aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.

  APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.

  Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.

  APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

2.1.1. Belanja Daerah

  Sesuai dengan Undang-Undang No.33 tahun 2004 disebutkan bahwa Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten / kota yang terdiri atas urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang – undangan. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), oganisasi dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokkan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktifitas.

  Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi:

  1. Belanja Operasi. Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat / daerah yang member manfaat jangka pendek. Belanja Operasi meliputi: a. Belanja pegawai,

  b. Belanja barang,

  c. Bunga,

  d. Subsidi

  e. Hibah, f. Bantuan sosial.

  2. Belanja Modal. Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Belanja Modal meliputi:

  a. Belanja modal tanah,

  b. Belanja modal peralatan dan mesin,

  c. Belanja modal gedung dan bangunan,

  d. Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan,

  e. Belanja modal aset tetap lainnya,

  f. Belanja aset lainnya (aset tak berwujud)

  3. Belanja Lain-lain/belanja Tak Terduga. Belanja lain-lain atau belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tida biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah.

  4. Belanja Transfer. Belanja Transfer adalah pengeluaran anggaran dari entitas pelaporan yang lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah provinsi ke kabupaten /kota serta dana bagi hasil dari kabupaten/kota ke desa.

  Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan adanya perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua, belanja dikelompokkan menjadi:

  1. Belanja Langsung. Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja Langsung terdiri dari belanja:

  a. Belanja pegawai,

  b. Belanja barang dan jasa, c. Belanja modal.

  2. Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: a. Belanja pegawai,

  b. Belanja bunga,

  c. Belanja subsidi,

  d. Belanja hibah,

  e. Belanja bantuan sosial,

  f. Belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa.

  Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

  pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah

  Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri.

  Menurut Halim (2004:67), “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber asli daerah. “ Menurut Kadjatmiko (2002:77), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

  Menurut Halim dan Nasir (2006:44), “Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai peraturan perundang-undangan.”

  Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri13/2006 adalah sebagai berikut: i. Pajak Daerah ii. Retribusi Daerah iii. Hasil Pengolahan Daerah yang Dipisahkan iv. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

2.1.3 Dana Alokasi Umum

  Menurut Halim (2004 : 141), Dana Alokasi Umum adalah “dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

  Menurut Astuti dan Haryanto (2005 : 41), Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan : salah satu komponen di dalam dana perimbangan di APBN yang pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap) yang merupakan selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal

  need ) dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity). Selain dihitung

  berdasarkan formula dengan menggunakan fiscal gap, DAU juga dihitung dengan mempertimbangkan adanya faktor penyeimbang untuk menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah di dalam pembiayaan daerah dari hasil perhitungan formula fiscal gap.

  Menurut Saragih (2003 : 97), “Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan komponen terbesar dari dana perimbangan dalam APBN.”

  Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah. Sebab tidak semua daerah mempunyai struktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiscal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovermental transfer)

  • – berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah-daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah. (Saragih, 2003 : 98).

  Menurut Mulia (2005 : 13), tujuan umum dari Dana Alokasi Umum adalah untuk :

  1. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal 2. Meniadakan atau meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal.

  3. Menginternalisasikan/ memperhitungkan sebahagian atau seluruh limpahan manfaat/ biaya kepada daerah yang menerima limpahan manfaat tersebut.

  4. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif menggali sumber-sumber penerimaannya, sehingga hasil yang diperoleh menyamai bahkan melebihi kapasitasnya. Menurut Astuti dan Haryanto (2006 :41), “DAU bertujuan sebagai instrumen untuk mengatasi masalah horizontal imbalances yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah (block grants).”

  Menurut Saragih (2003 : 132), “tujuan DAU di samping untuk mendukung sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan (equalization) kemampuan keuangan pemerintah daerah.”

2.1.4 Dana Alokasi Khusus

  Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu.

  Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai dengan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaksudkan sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi Khusus tidak dapat dipastikan setiap tahun.

  Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu Dana Alokasi Khusus dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun.

2.1.5 Kependudukan

  Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas, bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap pelbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat dikelola dan ditingkatkan guna memberi jalan bagi era baru pembangunan ekonomi.

  Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam pembangunan berkelanjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di suatu wilayah tertentu.

  Sebagai contoh, beberapa ahli kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan seseorang selama 25 tahun ke depan atau satu generasi. Dengan demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya manusia Indonesia pada generasi mendatang, 25 tahun setelah tahun 1997. Demikian pula, hasil program keluarga berencana yang dikembangkan 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati dalam beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak diindahkannya dimensi kependudukan dalam rangka pembangunan nasional sama artinya dengan .menyengsarakan. generasi berikutnya.

  Perhatian pemerintah terhadap kependudukan dimulai sejak pemerintah Orde Baru memegang kendali. Konsep .pembangunan manusia seutuhnya. yang tidak lain adalah konsep .pembangunan kependudukan. mulai diterapkan dalam perencanaan pembangunan Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita 1 pada tahun 1986. Namun sedemikian jauh, walaupun dalam tatanan kebijaksanaan telah secara sungguh-sungguh mengembangkan konsep pembangunan yang berwawasan kependudukan, pemerintah nampaknya belum dapat secara optimal mengimplementasikan dan mengintegrasikan kebijaksanaan tersebut. Jargon pembangunan berwawasan kependudukan sudah lama didengar dalam bentuk dan format lain, namun masih mengalami banyak hambatan dalam pelaksanaannya. Sudah lama didengung-dengungkan mengenai penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan. Atau jargon mengenai pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Atau pembangunan bagi segenap rakyat. Sudah saatnya jargon tersebut diimplementasikan dengan sungguh-sungguh jika tidak ingin mengalami krisis ekonomi yang lebih hebat lagi di masa mendatang.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

  Ardhani (2011) meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Modal pada kabupaten / kota di Jawa Tengah. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Sedangkan, Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi khusus (DAK) tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi khusus (DAK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

  Simanjuntak (2011) meneliti PengaruhPendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 70,4% yang berarti bahwa 70,4% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen, sisanya sebesar 29,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah. Dengan demikian bagi pemerintah daerah diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam menyusun kebijakan dan strategi yang efektif dan efisien untuk pelaksanaan kegiatan perencanaan pembangunan daerah.

  Tambunan (2010) meneliti Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah terhadap belanja pemerintahan daerah kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara parsial ataupun secara bersama-sama, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah. Hasil penelitian ini tetap memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian selanjutnya. Hal ini diperlukan karena keterbatasan yang ada pada penelitian ini

  Aramana(2011) meneliti Pengaruh Pendapadatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah terhadap Belanja Daerah dengan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah sebagai variabel moderating pada Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah. Dan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah bukan merupakan variabel moderating.

  Sitorus (2014) meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah Pemerintahan Kota di Provinsi Lampung. Penelitian ini menunjukkan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah selama periode 2001-2012. Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja daerah di pemerintah Provinsi Lampung. Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja daerah, walaupun masih kecilnya dana yang didapatkan dari DAU sehingga belum memberikan kontribusi yang besar terhadap belanja daerah. Dan DAK memiliki kontribusi yang besar terhadap belanja daerah di Pemerintah Provinsi Lampung.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  No Nama Judul Penelitian Variabel yang Hasil Penelitian Peneliti Digunakan

  1. Ardhani Pengaruh Independent: Penelitian ini

  Pertumbuhan

  (2011) menunjukkan bahwa

  • Pertumbuhan

  Ekonomi,

  Ekonomi, secara parsial

  Pendapatan Asli

  Pendapatan Asli Daerah

  • Pendapatan Asli

  Daerah (PAD), Dana

  (PAD) dan Dana Daerah (PAD),

  Alokasi Umum

  Alokasi Umum (DAU)

  • Dana Alokasi

  (DAU), dan Dana

  berpengaruh signifikan Umum (DAU),

  Alokasi Khusus

  terhadap Belanja

  • Dana Alokasi

  (DAK) terhadap

  Modal. Sedangkan, Khusus(DAK)

  Belanja Modal pada

  Pertumbuhan Ekonomi Dependent :

  kabupaten / kota di

  dan Dana Alokasi • Belanja Modal.

  Jawa Tengah

  khusus (DAK) tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi khusus (DAK) berpengaruh

  Independent:

  3. Tambunan (2011)

  Pengaruh Pendapadatan Asli Daerah, Dana Perimbangan

  4. Aramana (2011)

  Penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara parsial ataupun secara bersama-sama, Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah berpengaruh signifikan positif terhadap belanja daerah. Hasil penelitian ini tetap memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian selanjutnya.

  Dependent :

  Independent:

  Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan pendapatan lain-lain yang dianggap sah terhadap belanja pemerintahan daerah kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara

  Penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dengan Adjusted R2 sebesar 70,4% yang berarti bahwa 70,4% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh variabel independen, sisanya sebesar 29,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.

  Dependent :

  Independent:

  Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumatera Utara

  2. Simanjuntak (2011)

  signifikan terhadap Belanja Modal.

  • Pendapatan Asli Daerah (PAD),
  • Dana Alokasi Umum (DAU),
  • Dana Alokasi Khusus(DAK)

  • Belanja Daerah .
  • Pendapatan Asli Daerah (PAD),
  • Dana Alokasi Umum (DAU),
  • Dana Alokasi Khusus(DAK)
  • Pendapatan lain-lain yang sah
  • Belanja Pemerintahan.

  • Pendapatan Asli Daerah (PAD),
  • Dana Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain- lain Pendapatan Daerah
dan Lain-Lain Perimbangan, yang Sah berpengaruh Pendapatan Daerah signifikan terhadap

  • Lain-Lain Yang Sah terhadap Belanja Daerah. Dan Pendapatan Belanja hasil penelitian juga

  Daerah yang Daerah dengan Sah menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan Kinerja Keuangan

  • Kinerja Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Keuangan sebagai variabel bukan merupakan

  Pemerintah moderating pada variabel moderating. Daerah

  Provinsi Sumatera Dependent : Utara.

  • Belanja Daerah.

  Pendapatan Asli Daerah,

  5. Independent: Sitorus (2014) Pengaruh

  Dana Alokasi Umum,

  Pendapatan Asli

  • Pendapatan Asli

  dan Dana Alokasi

  Daerah, Dana Daerah (PAD),

  Khusus berpengaruh

  Alokasi

  • Dana Alokasi

  terhadap Belanja Daerah

  Umum,Dana Umum (DAU),

  selama periode 2001-

  Alokasi Khusus

  • Dana Alokasi

  2012. Pendapatan asli

  terhadap Belanja Khusus(DAK)

  daerah berpengaruh

  Daerah di Dependent :

  terhadap belanja daerah

  Pemerintahan Kota Belanja Daerah

  di pemerintah Provinsi

  Provinsi Lampung

  Lampung. Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap belanja daerah, walaupun masih kecilnya dana yang didapatkan dari DAU sehingga belum memberikan kontribusi yang besar terhadap belanja daerah. Dan DAK memiliki kontribusi yang besar terhadap belanja daerah di Pemerintah Provinsi Lampung.

2.3 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan latar belakang dan landasarn teori dapat dibuat kerangka konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1.

  Pendapatan Asli Daerah (X

  1 )

  Dana Alokasi Umum (X )

  2 Belanja Daerah

  (Y) Dana Alokasi Khusus

  (X )

  3 Jumlah Penduduk

  (X

  4 )

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Dari gambar tersebut dapat dilihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi Khusus, dan Jumlah Penduduk secara parsial terhadap Belanja Daerah. Dan pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus , dan Jumlah Penduduk secara simultan terhadap Belanja Daerah.

  Seperti diketahui bahwa untuk suksesnya suatu daerah dalam menjalankan dan membiayai roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah menuju suatu kemandirian dapat di lihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) per tahun. Semakin tinggi tingkat PAD per tahun menunjukkan bahwa suatu daerah mampu menggali, mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan daerah tersebut secara baik guna percepatan pembangunan di daerah.

  Kondisi nyata menunjukkan bahwa banyak daerah saat ini yang kurang mampu membiayai roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah disebabkan karena kecilnya PAD dari daerah tersebut. Hasil akhirnya pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahan maupun pembangunan di daerah lebih benyak menunggu adanya bantuan dari pemerintah pusat. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa daerah-daerah yang minim atau kecil pendapatan asli daerahnya sering menjadi daerah-daerah yang terbelakang dan kurang disentuh oleh suatu kemajuan.

  Untuk memahami akan hal ini, sudah sepantasnya pemerintah daerah melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam menyangkut sumber-sumber penerimaan daerah yang dianggap potensial untuk membiayai roda pemerintahan maupun pembangunan di daerahnya. Sumber-sumber penerimaan tersebut dapat berasal dari Pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD/pengelolaan kekayaan daerah, maupun pendapatan lain-lain yang dianggap sah menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Semakin baik dan efisien pengelolaan sumber- sumber PAD tersebut, maka akan semakin meningkat juga PAD yang akan diterima. Dengan semakin meningkatnya PAD tersebut, diharapkan bahwa Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan roda pemerintahan dan pembangunan di daerah secara mandiri tanpa harus bergantung pada bantuan Pemerintah Pusat.

  Bahwa sumber-sumber penerimaan daerah yang dianggap sangat potensial untuk digali, dikembangkan dan dimanfaatkan secara baik bagi kemajuan daerah berdasarkan prinsip-prinsip ekonomis dan efisiensi dalam pengelolaannya. Berdasarkan prinsip pengelolaan seperti inilah diharapkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah tersebut dapat ditingkatkan dan dimanfaatkan secara baik guna menopang roda pemerintahan dan pembangunan di daerah. Pada prinsipnya semakin besar sumbangan dari sumber-sumber penerimaan PAD terhadap PAD maka akan semakin besar juga kontribusinya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Belanja Daerah.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Jumlah Penduduk berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Daerah pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 29

KATA PENGANTAR - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - Pengaruh Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), Manajemen Risiko, Audit Internal dan Rencana Bisnis Bank terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Perusahaan Perbankan di Kota Medan

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), Manajemen Risiko, Audit Internal dan Rencana Bisnis Bank terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Perusahaan Perbankan di Kota Medan

0 1 37

Kata Pengantar - Pengaruh Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), Manajemen Risiko, Audit Internal dan Rencana Bisnis Bank terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Perusahaan Perbankan di Kota Medan

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Saham - Analisis Pengaruh Arus Kas Operasi, Arus Kas Investasi, Arus Kas Pendanaan, EVA, Dividend Payout Ratio Terhadap Volume Perdagangan Saham Perusahaan Industri Manufaktur Tekstil dan Garmen Yang Ter

0 0 25

Analisis Pengaruh Arus Kas Operasi, Arus Kas Investasi, Arus Kas Pendanaan, EVA, Dividend Payout Ratio Terhadap Volume Perdagangan Saham Perusahaan Industri Manufaktur Tekstil dan Garmen Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

4 17 28

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

0 0 18

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara

0 0 13