BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), Manajemen Risiko, Audit Internal dan Rencana Bisnis Bank terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Perusahaan Perbankan di Kota Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1. Penerapan Manajemen Risiko Pengertian Risiko

  Menurut Kamus Perbankanyang diterbitkan oleh Institut Bankir Indonesia (1999) risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya kerugian yang harus ditanggung dalam pemberian kredit, penanaman investasi, atau transaksi lain yang dapat berbentuk harta, kehilangan keuntungan, atau kemampuan ekonomis, antara lain, karena adanya perubahan suku bunga, kebijakan pemerintah, dan kegagalan usaha.

  Menurut Masyhud Ali (2006) risiko adalah peluang (kemungkinan) terjadinya bencana atau kerugian. Jika dilihat dari sudut perbankan risiko didefinisikan sebagai peluang dari kemungkinan terjadinya situasi yang memburuk (bad outcome).Definisi tersebut berarti bahwa risiko hanya berkaitan dengan situasi dimana suatu hasil yang negatif (negative

  outcome )dapat setiap saat terjadi dan kejadian tersebut dapat diperkirakan

  (estimated). Banyak perisitiwa yang dapat berimbas pada terjadinya kerugian bagi bank itu sendiri. Peristiwa terus dapat berasal dari internal ataupun luar bank itu sendiri. GARP (Global Association of Risk Professionals) dan BSMR (Badan Sertifikasi Manajemen Risiko) membedakannya atas: a.

  Risk Event didefinisikan sebagai terjadinya sebuah kejadian yang dapat menimbulkan potensial for loss (a bad outcome).

  b.

  Risk Loss didefinisikan dengan mengacu pada kerugian-kerugian yang terjadi sebagai konsekuensi langsung maupun tidak langsung dari risk

  event tersebut. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerugian finansial maupun kerugian nonfinansial.

  Risiko yang dihadapi perbankan menurut Basel Accord II dalam Masyhud Ali (2006) terdiri atas 4 jenis, yaitu: a.

  Risiko pasar (Market Risk) adalah risiko kerugian pada posisi portofolio trading pada on dan off balance sheet (neraca dan rekening administratif) yang muncul sebagai akibat dari terjadinya perubahan harga pasar asset dan liabilities bank tersebut. Perubahan harga tersebut merupakan akibat terdapatnya perubahan faktor pasar yaitu tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang, harga pasar saham, dan sekuritas serta harga komoditas.

  b.

  Risiko Kredit (Credit Risk) adalah risiko dari kemungkinan terjadinya kerugian bank sebagai akibat dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan bank kepada debitur maupun counterparty lainnya. Penetapan teknik dan kebijakan risiko kredit dikenal dengan credit risk mitigation, yang meliputi: menyusun peringkat (grading models), manajemen portofolio pinjaman (loan portofolio management), sekuritas

  (securitization), collateral,cash flow monitoring, dan manajemen pemulihan (recovery management) c.

  Risiko Operasional (Operational Risk) adalah risiko terjadinya kerugian bagi bank yang diakibatkan oleh ketidakcukupan atau kegagalan proses di dalam manajemen bank, sumber daya manusia, dan sistem. Unsur-unsur risiko yang berkaitan dengan risiko operasional meliputi : proses internal bank (internal processes), sumber daya manusia, sistem, peristiwa eksternal (external events), dan persyaratan hukum regulatori (legal and regulatory requirements).

  d.

  Risiko Lainnya meskipun sesuai dengan ketentuan Basel Accord II Framework, tidak dimuat dalam regulasi sebagai bagian dari perhitungan kecukupan modal. Namun sesungguhnya jenis-jenis risiko ini tetap penting karena dipertimbangkan dalam perhitungan risk-based

  

capital perbankan. Risiko lainnya itu meliputi : Risiko Bisnis (Business

Risk ), Risiko Strategi (Strategic Risk), dan Risiko Reputasi

  (Reputational Risk).

  Pengertian Manajemen Risiko

  Manajemen risiko sebagaimana telah dirumuskan di dalam pasal 1 angka (5) Peraturan Bank Indonesia No.11/25/PBI/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh usaha bank. Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa risiko tidak hanya cukup dihindari namun juga harus dihadapi cara-cara yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya risiko tersebut. Risiko dapat terjadi kapan saja, agar risiko tidak mengganggu kegiatan perusahaan, risiko harus dikelola dengan baik.

  Menurut Widigdo Sukarman manajemen risiko adalah keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian risiko yang dihadapi oleh bank yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen (termasuk kewenangan dan sistem dan prosedur operasional) dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan bank yang telah ditetapkan dalam Corporate Plan atau rencana strategis bank lainnya sesuai dengan tingkat kesehatan bank yang berlaku.

  Menurut William T. Thornhill dalam Tampubolon (2004) manajemen risiko adalah sebuah displin pengelolaan yang tujuannya adalah untuk memproteksi aset dan laba sebuah organisasi dengan mengurangi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi.

  Fungsi dan Tujuan Manajemen Risiko a.

  Menentukan arah dan risk appetite dengan mengkaji ulang secara berkala dan menyetujui risk exposure limits yang mengikuti strategi perusahaan. b.

  Menetapkan limit, biasanya mencakup pemberian kredit, penempatan non-kredit, asses liability management, trading dan kegiatan lain seperti derivatif dan lain-lain.

  c.

  Menetapkan kecukupan prosedur pemeriksaan untuk memastikan adanya integritasi pengukuran risiko, kontrol sistem pelaporan, dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku.

  Proses Manajemen Risiko

  Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia yang telah dijelaskan diatas, Proses Manajemen Risiko meliputi:

A. Identifikasi Risiko

  Tujuan dilakukannya identifikasi risiko adalah untuk mengidentifikasi seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang berpotensi merugikan Bank. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan identifikasi risiko antara lain:

  1. Bank harus mengidentifikasi risiko kredit yang melekat pada seluruh produk dan aktivitasnya. Identifikasi risiko kredit tersebut merupakan hasil kajian terhadap karakteristik risiko kredit yang melekat pada aktivitas fungsional tertentu, seperti perkreditan (penyediaan dana), treasury dan investasi, dan pembiayaan perdagangan.

  2. Untuk kegiatan perkreditan dan jasa pembiayaan perdagangan, penilaian risiko kredit harus memperhatikan kondisi keuangan debitur, dan khususnya kemampuan membayar secara tepat waktu, serta jaminan atau agunan yang diberikan.

  3. Untuk kegiatan treasury dan investasi, penilaian risiko kredit harus memperhatikan kondisi keuangan counterparty, rating, karakteristik instrumen, jenis transaksi yang dilakukan dan likuiditas pasar serta faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi risiko kredit.

B. Pengukuran Risiko 1.

  Bank harus memiliki prosedur tertulis untuk melakukan pengukuran risiko yang memungkinkan untuk: a.

  Sentralisasi eksposur on balance sheet dan off balance sheetyang mengandung risiko kredit dari setiap debitur atau perkelompok debitur dan atau counterparty tertentu mengacu pada konsep

  single obligor b.

  Penilaian perbedaan kategori tingkar risiko kredit dengan menggunakan kombinasi aspek kualitatif dan kuantitatif data dan pemilihan kriteria tertentu.

  c.

  Distribusi informasi hasil pengukuran risiko secara lengkap untuk tujuan pemantauan oleh satuan kerja terkait.

  2. Sistem pengukuran risiko kredit sekurang-kurangnya mempertimbangkan: a.

  Karakteristik setiap jenis transaksi risiko kredit, kondisi keuangan debitur/counterpary serta persyaratan dalam perjanjian kredit seperti dalam jangka waktu dan tingkat bunga b. Jangka waktu kredit (maturity profile) dikaitkan dengan perubahan potensial yang terjadi di pasar c.

  Aspek jaminan, agunan dan/atau garansi d. Potensi terjadinya kegagalan membayar (default), baik berdasarkan hasil penilaian pendekatan konvensional maupun hasil penilaian pendekatan yang menggunakan proses pemeringkatan yang dilakukan secara intern (internal risk rating)

  3. Bagi Bank yang menggunakan teknik pengukuran risiko dengan pendekatan internal risk rating harus melakukan validasi data secara berkala.

  4. Parameter yang digunakan dalam pengukuran risiko kredit antara lain meliputi: a.

  Non Performing Loans (NPLs) b. Konsentrasi kredit berdasarkan peminjam dan sektor ekonomi c. Kecukupan agunan d. Pertumbuhan kredit e. Non performing portofolio treasury dan investasi (non kredit) f. Komposisi portofolio treasury dan investasi (antar bank, surat berharga dan penyertaan) g.

  Kecukupan cadangan transaksi treasury dan investasi h.

  Transaksi pembiayaan perdagangan yang default i. Konsentrasi pemberian fasilitas pembiayaan perdagangan.

5. Mark to Market pada Transaksi Risiko Kredit Tertentu

  Untuk mengukur risiko kredit yang disebabkan transaksi over the counter atau pada suatu pasar tertentu, khususnya pasar transaksi derivatif, maka bank harus menggunakan metode penilaian mark to market .

  Eksposur risiko kredit harus diukur dan dikinikan sekurang- kurangnya setiap bulan atau lebih intensif khususnya apabila portofolio debitur atau kelompok usaha debitur sangat signifikan dan atau volatilitas parameter pasar yang digunakan untuk menilai mark to market mengalami perubahan/fluktuasi.

  Limit kredit yang dialokasikan untuk satu debitur atau kelompok debitur harus diuji berdasarkan penilaian mark to market sedangkan faktor risiko harus digunakan untuk memperhitungkan perubahan kondisi pasar dan pengaruh replacement cost.

6. Penggunaan Credit Scoring Tools a.

  Bank dapat menggunakan sistem dan metodologi statistik/probabilistik untuk mengukur risiko yang berkaitan dengan jenis tertentu dari transaksi risiko kredit, seperti credit scoring tools .

  b.

  Dalam penggunaan sistem tersebut maka Bank harus:

  • Melakukan kaji ulang secara berkala terhadap akurasi model dan asumsi yang digunakan untuk memproyeksikan kegagalan (defaults)
  • Menyesuaikan asumsi dengan perubahan yang terjadi pada kondisi internal dan eksternal.

  c.

  Apabila terdapat eksposur risiko yang besar atau transaksi yang relatif kompleks maka proses pengambilan keputusan transaksi risiko kredit tidak hanya didasarkan pada sistem tersebut sehingga harus didukung sarana pengukuran risiko kredit lainnya.

  d.

  Bank harus mendokumentasikan kredit seperti asumsi, data dan informasi yang digunakan pada sistem tersebut, termasuk perubahannya, serta dokumentasi tersebut selanjutnya dikinikan secara berkala.

  e.

  Penerapan sistem ini harus:

  • Mendukung proses pengambilan keputusan dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan pendelegasian wewenang
  • Independen terhadap kemungkinan rekayasa yang akan mempengaruhi hasil (score-ouputs) melalui prosedur pengamanan yang layak dan efektif
  • Dilakukan kaji ulang oleh satuan kerja atau pihak yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan sistem tersebut.

C. Pemantauan dan Limit Risiko

  Bank harus mengembangkan dan menerapkan sistem informasi dan prosedur untuk memantau kondisi setiap debitur atau counterparty pada seluruh portofolio kredit bank. Sistem pemantauan sekurang- kurangnya memuat ukuran-ukuran dalam rangka:

  1. Memastikan bahwa Bank mengetahui kondisi keuangan terakhir dari debitur atau counterparty

  2. Memantau kepatuhan terhadap persyaratan dalam perjanjian kredit atau kontrak transaksi risiko kredit

  3. Menilai kecukupan agunan dibandingkan dengan kewajiban debitur atau counterparty

  4. Mengidentifikasi ketidaktepatan pembayaran dan mengklasifikasikan kredit bermasalah secara tepat waktu

5. Menangani dengan cepat kredit bermasalah.

  Bank juga harus melakukan pemantauan eksposur risiko kredit dibandingkan dengan limit risiko kredit yang telah ditetapkan, antara lain dengan menggunakan kolektibilitas atau internal risk rating. Pemantauan eksposur kredit tersebut harus dilakukan secara berkala dan terus menerus oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko dengan cara membandingkan risiko kredit aktual dengan limit risiko yang ditetapkan.

  Untuk keperluan pemantauan eksposur risiko kredit, Satuan Kerja Manajemen Risiko harus menyusun laporan mengenai perkembangan risiko kredit secara berkala, termasuk faktor-faktor penyebabnya, yang disampaikan kepada Komite Manajemen Risiko dan Direksi.

  Prinsip pokok dalam penggunaan internal risk rating adalah sebagai berikut:

  1. Prosedur penggunaan sistem internal risk rating harus diinformasikan dan didokumentasikan

  2. Sistem ini harus dapat mengidentifikasi secara dini perubahan profil risiko yang disebabkan oleh penurunan potensialmaupun akrual dari risiko kredit 3. Sistem internal risk rating harus dievaluasi secara berkala oleh pihak yang independen terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan interna risk rating tersebut 4. Apabila Bank menerapkan internal risk rating untuk menentukan kualitas aset dan besarnya provisi, harus terdapat prosedur formal yang memastikan bahwa penetapan kualitas aset dan provisi dengan

  internal rating adalah lebih prudent atau sama dengan ketentuan

  yang berlaku 5. Laporan yang dihasilkan oleh internal risk rating, seperti laporan kondisi portofolio kredit disampaikan secara berkala kepada Direksi.

D. Sistem Informasi Manajemen Risiko

  Dalam rangka meningkatkan efektivitas proses pengukuran risiko kredit, bank harus memiliki sistem informasi manajemen yang menyediakan laporan dan data secara akurat dan tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan oleh Direksi dan pejabat lainnya.

  Sistem informasi manajemen tersebut juga harus menghasilkan laporan atau informasi dalam rangka pemantauan eksposur aktual terhadap limit yang ditetapkan dan pelampauan eksposur limit risiko yang perlu mendapat perhatian dari direksi.

  Sistem informasi manajemen juga harus menyediakan dara secara akurat dan tepat waktu mengenai jumlah seluruh eksposur kredit peminjam individual dan counterparties, portofolio kredit serta laporan pengecualian limit risiko kredit. Bank harus memiliki sistem informasi yang memungkinkan Direksi untuk mengidentifikasi adanya konsentrasi risiko dalam portofolio kreditnya.

E. Pengendalian Risiko

  Bank harus menetapkan suatu sistem penilaian (internal credit

  reviews ) yang independen dan berkelanjutan terhadap efektivitas

  penerapan proses manajemen risiko kredit. Kaji ulang tersebut sekurang- kurangnya memuat evaluasi proses administrasi perkreditan, penilaian terhadap akurasi penerapan internal risk rating, dan efektivitas pelaksanaan satuan kerja yang melakukan pemantauan kualitas kredit individual.Kaji ulang tersebut harus dilakukan oleh satuan kerja yang independen terhadap satuan kerja yang melakukan transaksi risiko kredit.

  Bank harus memastikan bahwa satuan kerja perkreditan dan transaksi risiko kredit lainnya telah dikelola secara memadai dan eksposur risiko kredit tetap konsisten dengan limit yang ditetapkan dan memenuhi standar kehati-hatian. Bank harus menetapkan dan menerapkan pengendalian intern untuk memastikan bahwa penyimpangan terhadap kebijakan, prosedur, dan limit telah dilaporkan tepat waktu kepada Direksi atau pejabat terkait untuk keperluan tindakan perbaikan. Dan bank harus memiliki prosedur pengelolaan penanganan kredit bermasalah termasuk sistem deteksi kredit bermasalah secara tertulis dan menerapkannya secara efektif.

2.1.2. Penerapan Audit Internal Pengertian Audit Internal

  Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketenruan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku.

  Menurut A Statement of Basic Auditing Concept (ASOBAC) dalam Halim (2001:1) audit internal adalah:

  “Suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan”.

  Laporan keuangan terdiri dari asersi manajemen yang merupakan hal penting sebagai pedoman auditor lainnya dalam pengumpulan bukti audit.

  

Auditing Standard Boards (ASB) mengakui 5 kategori asersi laporan

  keuangan sebagai berikut: a.

  Keberadaan atau Keterjadian (Existence or Occurence) Berkaitan dengan apakah aktiva atau kewajiban entitas benar-benar ada pada tanggal tertentu dan transaksi yang dicatat benar-benar telah terjadi selama periode tertentu.

  b.

  Kelengkapan (Completeness) Berkaitan dengan apakah semua transaksi dan akun yang harus diajukan dalam laporan keuangan benar-benar telah dicantumkan.

  c.

  Hak dan Kewajiban (Right and Obligation) Berkaitan dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.

  d.

  Penilaian atau Alokasi (Valuation or Allocation) Berkaitan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang semestinya.

  e.

  Penyajian dan Pengungkapan (Presantation and Discloure) Berkaitan dengan apakah komponen tertentu laporan keuangan telah digolongkan, diuraikan dan diungkapkan dengan sebagaimana mestinya.

  Menurut Boynton (2003:6) bahwa audit dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan dilaksanakannya audit. Dalam hal ini tipe audit terbagi dalam tiga kategori, yaitu: a.

  Financial Statement Audit Audit laporan keuangan merupakan penilaian atas suatu perusahaan atau badan hukum lainnya sehingga dapat dihasilkan pendapat yang independen tentang laporan keuangan yang relevan, akurat, lengkap dan disajikan secara wajar.

  b.

  Compliance Audit Audit kepatuhan mencangkup menghimpun dan mengevaluasi bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan financial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisi, aturan, dan regulasi yang telah ditentukan.

  c.

  Operational Audit Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam hubungannya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun keekonomisan operasional. Dalam melaksanakan suatu audit, pada umumnya jenis auditor dibedakan atas: a.

  Auditor Independen adalah auditor yang melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Biasanya terdapat pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang pada umumnya mengambil peran sebagai auditor eksternal atas perusahaannya. b.

  Auditor Internal adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.

  c.

  Auditor Pemerintah biasanya terdapat dibeberapa lembaga ataupun badan yang bertanggung jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan/ keuangan negara. Diantaranya, Badan Pengawas Keuangan dan Pengembangan (BPKP) dan Inspektorat Jendral (Itjen) pada Departemen Pemerintah.

  Tujuan dan Fungsi Audit Internal

  Menurut Sukrisno Agoes (2004:222), tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh internal auditor adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut: a.

  Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

  b.

  Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen. c.

  Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.

  d.

  Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.

  e.

  Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.

  f.

  Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.

  Ikatan Akuntan Indonesia telah menetapkan dan mengesahkan standar auditing sebagai berikut: a.

  Standar Umum Internal Auditor 1.

  Internal auditor harus memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor sehingga hasil kerjanya handal dan dapat dipercaya.

  2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan.

  3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, audit wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

  b.

  Standar Pelaksanaan Tugas 4.

  Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi yang semestinya.

  5. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

  6. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.

  c.

  Standar Pelaporan 7.

  Laporan audit harus menyatakan bahwa laporan keuangan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

  8. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.

  9. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai.

  10. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan.

  Fungsi dan Ruang Lingkup Audit Internal

  Fungsi audit internal adalah sebagai alat bantu bagi manajemen untuk menilai efisien dan keefektifan pelaksanaan struktur pengendalian intern perusahaan, kemudian memberikan hasil berupa saran atau rekomendasi dan memberi nilai tambah bagi manajemen yang akan dijadikan landasan mengambil keputusan atau tindak selanjutnya.

  Ruang Lingkup audit internal menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) yang dikutip oleh Boynton (2001:983) Ruang lingkup audit internal harus mencakup kecukupan dan efektivitas sistem kinerja organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab yang ditugaskan: 1. keandalan dan menyokong informasi; 2. sesuai dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum, peraturan dan kontak; 3. pengamanan aktiva; 4. penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien; 5. tercapainya target yang ditetapkan dan tujuan program operasi.

  Untuk melaksanakan tugasnya, auditor internal mempunyai batasan ruang lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan, oleh sebab itu menurut Cashin (1997) dalam Firdaus (2006) mengemukakan ruang lingkup audit internal sebagai berikut:

  1. Kepatuhan (compliance) Merupakan salah satu unsur audit internal yang bertujuan untuk menentukan dan mengawasi apakah pelaksanaan aktivitas perusahaan telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan.

  2. Verifikasi (verification) Verifikasi merupakan aktivitas pemeriksaan terhadap dokumen, catatan dan laporan apakah hal-hal tersebut telah mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Umumnya verifikasi dilakukan atas: a.

  Catatan dan Laporan Akuntansi, dan b.

  Aktiva, Hutang serta modal dan hasil operasi perusahaan.

3. Evaluasi (evaluation)

  Kegiatan ini merupakan tanggung jawab internal auditor yang paling penting dan paling sulit diukur hasilnya. Evaluasi mencakup dua fungsi, yaitu penilaian terhadap pelaksanaan dari berbagai tingkat manajemen dan penilaian terhadap pengendalian internal yang berjalan dalam perusahaanya.

2.1.3 Keputusan Pemberian Kredit

  Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar dengan adanya istilah kredit, baik itu kredit rumah, kredit usaha, kredit modal kerja, kartu kredit dan sebagainya. Kredit tersebut dapat diartikan sebagai penundaan pembayaran oleh pihak yang penerimaan uang atau suatu barang kepada pihak yang memberikan uang atau barang tersebut dengan perjanjian telah disepakati sebelumnya.Kredit dalam neraca bank merupakan penggunaan dana, namun bagi perusahaan kredit merupakan suatu bantuan dari pihak bank sebagai sumber dana.

  Menurut Moh. Tjoekam (1991:1), kata “kredit” berasal dari bahasa Latin yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

  Kredit yang diberikan oleh bank ataupun lembaga penyalur kredit lainnya didasarkan oellh kepercayaan, sehingga pemberian kredit akan diberikan bila benar-benar diyakini bahwa calon peminjam dapat mengembalikan kepercayaan tersebut tepat waktu dan syarat-syarat lain yang disepakati antara peminjam dan kreditor. Dengan demikian, kredit memiliki beberapa unsur, yaitu: a.

  Kepercayaan, adalah keyakinan dari kreditur bahwa kepercayaan yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan benar-benar diterima kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. Dalam hal ini, terdapat keterlibatan dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur).

  b.

  Waktu, adalah suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dimasa mendatang. Dalam hal unsur waktu ini, terdapat pengertian nilai uang, bahwa uang yang ada pada saat ini lebih tinggi dari yang akan diterima dimasa yang akan datang.

  c.

  Risiko, adalah suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, semakin besar tingkat risikonya. Hal ini karena adanya unsur ketidakpastian dimasa mendatang, yang akan menyebabkan munculnya unsur risiko. d.

  Prestasi, adalah objek kredit yang dalam praktiknya tidak hanya berbentuk uang tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Namun dikarenakan kehidupan saat ini tidak terlepas dari adanya uang, maka transaksi- transaksi kredit yang menyangkut uang yang sering kita jumpai dalam perkreditan.

  e.

  Adanya unsur bunga atau margin sebagai kompensasi bagi pemberi kredit merupakan perhitungan atas beberapa komponen seperti biaya modal (cost

  

of fund ), biaya umum (overhead cost), biaya atau premi risiko dan lain-

lain.

  Dalam pemberian kredit, unsur kepercayaan tidak terbatas pada penerima kredit, tetapi terjaganya kepercayaan akan kejujuran dan kemampuan dalam mengembalikan pinjaman itu tepat pada waktunya. Oleh karena itu, seseorang atau perusahaan yang akan menentukan kredit harus mempunyai kredibilitas atau kelayakan seseorang untuk memperoleh kredit. Kredibilitas tersebut harus memenuhi lima syarat yang biasa dikenal dengan istilah 5C’s principles yaitu:

  a.

   Character

  Bahwa calon nasabah debitur mempunyai watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitur untuk memenuhi dan menjalankan usahanya. Informasi ini dapat diperoleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha-usaha sejenis.

  b.

   Capacity

  Kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola jegiatan usahanya dan mampu melihat prospek masa depan, sehingga usahanya dapat memberikan keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.

  Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan laba rugi, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula mengenai tingkat solvabilitas, likuiditas dan rentabilitas usaha serta tingkat risikonya. Pada dasarnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya di dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitur, serta kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya.

  c.

   Capital

  Analisis modal untuk dapat menggambarkan capital structure, analisis ini tidaklah hanya melihat besar atau kecilnya modal, akan tetapi difokuskan bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh peminjam tersebut agar dana yang dipinjam tersebut dapat berjalan secara efektif.

  Modal dapat terdiri dari modal saham, pinjaman bank, pinjaman pihak ketiga lainnya.

  d.

   Collateral

  Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan saran pengaman (back-up) atas risiko yang mungkin terjadi atas debitur dikemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit, baik utang pokok maupun bunganya.

  e.

   Condition of Economy

  Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohan kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.

  Selain konsep atau prinsip 5C diatas, dalam prakteknya bank juga menerapkan dasar penilaian lain yang disebut dengan 5P’s principles yaitu: a.

   Personality

  Bank mencari data mengenai kepribadian calon debitur seperti riwayat hidup, hobi, pengalaman berbisnis, social standing, dan lain sebagainya. Hal ini ditentukan untuk persetujuan kredit yang diajukan oleh debitur.

  b.

   Purpose

  Selain mengenal kepribadian (personality) dari calon debitur, bank juga harus mencari data mengenai tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.

  c.

   Prospect

  Dalam hal ini, bank harus melakukan analisis dengan cermat mengenai bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit apakah mempunyai prospek dikemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.

  d.

   Payment

  Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang telah disepakati.

  e.

   Party

  Bank perlu menggolongkan calon debiturnya menjadi beberapa golongan menurut character, capacity dan capital. Penggolongan ini akan memberikan arah analisis bagaimana harus bersikap. Selain konsep atau prinsip 5C dan 5P diatas, bank juga menerapkan dasar penilaian lain yang sering disebut 3R yaitu:

  a.

   Returns

  Penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh debitur setelah mendapatkan kredit, apakah hasil tersebut cukup memadai untuk menutupi pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya untuk berkembang.

  b.

   Repayment

  Suatu perhitungan terhadap kemampuan dan jadwal serta jangka waktu pengembalian kredit.

  c.

   Risk Bearing Activity

  Sampai sejauh mana ketahanan debitur untuk menanggung risiko kegagalan apalagi menanggung suatu hal yang tidak diinginkan.

  Dalam hal ini, termasuk kemampuan bank menanggung risiko sebagai kreditur, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan cara meminta collelateral dari debitur. Kebijakan perkreditan (loan policy) menurut Hampel dan Simpson

  (1991) dalam Putri (2010:35) adalah: “The policy should in turn reflect the bank’s lending philosopy and

  culture, indicating prorities, specifying prosedures and means of monitoring lending activity. Loan policy should obtain three result:

1. Produce sound and collectible loan 2.

   Provide profitable investment of bank funds 3.

  Encourage extension of credit that meet the legitimate needs of the bank’s Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kebijakan kredit adalah kemampuan bank dalam menyalurkan kredit kepada debitur yang dapat menimbulkan keuntungan bagi bank itu sendiri. Pelaksanaan kredit mempunyai berbagai masalah yang cukup sulit sehingga diperlukan peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam pelaksanaan kredit berlangsung, dalam penetapan kebijakan kredit perlu diperhatikan 3 azas pokok yaitu: a.

  Azas Likuiditas Azas yang mengharuskan bank untuk tetap dapat menjaga likuiditasnya, karena suatu bank yang rasio likuiditasnya rendah akan berdampak pada hilangnya kepercayaan nasbahanya sendiri.

  b.

  Azas Solvabilitas Usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan dana dari masyarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit.

  c.

  Azas Rentabilitas Bank mengharapkan untuk memperoleh laba dari aktivitas usahanya.

  Laba diperoleh dari perkreditan selisih antara pendapatan dana dengan biaya dana.

  Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penetapan kebijakan kredit menurut Muljono (2001:20) yaitu: a.

  Untuk penyediaan saran penjagaan atau pengamatan terhadap set bank dan dana yang disimpan oleh para deposan secara memadai, maksudnya agar dana yang telah ditanamkan ke dalam bank tersebut dapat dikembangkan hingga dapat memperoleh reurn yang optimal.

  b.

  Sebagai dasar pedoman kerja dalam menghadapi perkembanngan perekonomian khususnya yang menyangkut kegiatan perbankan, maksudnya sebagai unit perekonomian sudah tentu tidak dapat melepaskan diri dari setiap perkembangan yang terjadi pada kegiatan perekonomian yang mengelilinginya. c.

  Sebagai pedoman bagi para pejabat kredit bank dalam menyelesaikan tugasnya.

  d.

  Sebagai dasar untuk melaksanakan pengawasan, karena policy merupakan decision made in advance yaitu sebagai tolak ukur dari apa-apa yang harus dilaksanakan oleh para petugas dilapangan.

  Menurut Kasmir (2014) Aspek-aspek yang perlu diperhatikan menyangkut calon debitur adalah: a.

  Aspek Hukum (Yuridis) Dalam aspek ini yang dinilai adalah masalah legalitas badan usaha serta izin-izin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit.

  Penilaian dimulai dengan akte pendirian perusahaan sehingga dapat diketahui siapa pemiliknya dan besarnya modal masing-masing pemilik.

  b.

  Aspek Pemasaran Dalam aspek ini yang dinilai adalah permintaan terhadap produk yang dihasilkan sekarang ini dan dimasa yang akan datang prospeknya bagaimana.

  c.

  Aspek Teknis/Operasi Penilaian mengenai keteknisan meliputi segi teknik fisik dari perusahaan calon debitur dimana sasarannya adalah untuk mendapatkan hasil produk yang dikehendaki sesuai dengan rencana, baik itu kualitas, jumlah kapasitas, ukuran maupun kepentingan kalkulasi biaya atau kebutuhan modal kerja perusahaan.

  d.

  Aspek Keuangan Aspek yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan dana tersebut.

  e.

  Aspek Sosial Ekonomi Aspek ini menganalisis dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat umum.

  Menurut Putri (2010:45) ketentuan-ketentuan batas maksimum fasilitas kredit yang akan diperkenankan diberikan kepada satu debitur atau kelompok debitur adalah sebagai berikut: a.

  Batas Maksimum Pemberian Kredit oleh Bank kepada nasabahnya adalah:

  1.

  20% dari modal sendiri bagi satu debitur 2. 50% dari modal sendiri bank bagi debitur grup dengan prinsipnya bahwa kredit yang diberikan kepada satu anggota grup tidak boleh lebih dari 20% dan untuk anggota grup tidak boleh 50%.

3. Ketentuan ini berlaku pula bagi cabang bank yang bersangkutan yang beroperasi di luar negeri.

  b.

  Pemberian fasilitas kredit kepada perusahaan yang sebagian kepemilikannya dimiliki ileh bank berlaku ketentuan:

  1. Perusahaan yang kepemilikannya 50% atau lebih dimiliki bank, batas maksimum kredit adalah 10% dari penyertaan bank pada perusahaan yang bersangkutan.

  2. Perusahaan yang kepemilikannya kurang dari 50% dimiliki oleh bank batas maksimum kredit adalah 20% dari modal sendiri bank.

  3. Batas maksimum kredit untuk seluruh perusahaan sebagaimana dimaksud diatas adalah 50% dari modal sendiri bank.

  c.

  Bank diperkenankan pula memberikan kredit kepada: 1.

  Anggota direksi dan pegawai dengan maksimum sebesar kemampuan pengembalian dari pendapatan yang berasal dari bank yang bersangkutan.

  2. Anggota komisaris yang bukan pemegang saham dengan maksimal: a.

  5% dari modal sendiri bank bagi individu atau perusahaan yang dimilikinya.

  b.

  15% dari modal sendiri bank bagi komisaris yang bersangkutan beserta grup perusahaan yang dimilikinya.

  3. Pemegang saham dengan maksimal: a.

  10% dari jumlah penyertaannya bagi bank pemegang saham atau bagi perusahaan yang dimilikinya.

  b.

  25% dari penyertaannya pada bank dalam hal kredit kepada pemegang saham beserta grup perusahaan yang dimilikinya.

  Menurut Dahlan Siamat (2001), kredit dapat digolongkan berdasarkan: a.

  Jangka waktu (maturity) Penggolongan kredit menurut jangka waktu dapat dibedakan: 1.

  Kredit jangka pendek (short-term loan) Kredit jangka pendek adalah kredit yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun. Kredit ini biasanya untuk membiayai kelancaran operasi perusahaan seperti kredit modal kerja.

  2. Kredit jangka menengah (medium-term loan) Kredit jangka menengah adalah kredit yang jangka waktu pengembaliannya 1 s/d 3 tahun. Biasanya kredit ini untuk menambah modal kerja misalnya untuk membiayai pengadaan bahan baku. Kredit jangka menengah juga dapat pula dalam bentuk kredit investasi.

  3. Kredit jangka panjang (long-term loan) Kredit jangka panjang adalah kredit yang jangka waktu pengembaliannya melebihi 3 tahun. Kredit ini biasanya untuk membiayai sutu proyek, perluasan usaha atau rehabilitasi.

  b.

  Bentuk Jaminan (Collateral) Dilihat dari barang jaminan, kredit dapat dibedakan: 1.

  Kredit dengan jaminan (secured loan) 2. Kredit dengan tanpa jaminan (unsecured loan) c.

  Segmen Usaha Sektor industri yang dibiayai oleh bank biasanya dibagi lagi menjadi segmen-segmen usaha lainnya seperti: perdagangan, otomotif, farmasi, tekstil dan lain-lain.

  d.

  Tujuan Kredit Kredit dapat dibedakan menurut tujuannya yaitu: 1.

  Kredit Komersil (commercial loan) Kredit yagn diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah dibidang perdagangan. Kredit komersil meliputi antara lain: kredit leveransir, kredit untuk usaha pertokoan, kredit ekspor dan lain sebagainya.

  2. Kredit Konsumtif (consumer loan) Kredit yang diberikan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif. Kredit ini biasanya meliputi kredit membeli barang atau kebutuhan lainnya seperti kredit properti, kredit motor, kredit mobil dan lain sebagainya.

  3. Kredit Produktif Kredit yang diberikan oelh bank dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar produksi misalnya pembelian bahan baku, pembayaran upah, biaya pengepakan, biaya pemasaran dan lain sebagainya.

  e.

  Penggunaan Kredit Penggolongan kredit menurut penggunaanya terdiri atas:

  1. Kredit Modal Kerja Kredit Modal Kerja adalah kredit yang diberikan oleh bank untuk menambah modal kerja debitur.

  2. Kredit Investasi Kredit Investasi adalah kredit yang diberikan bank kepada debitur untuk digunakan melakukan investasi dengan membeli barang- barang modal.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Penelitian ini merupakan replikasi penelitian dari Putri (2010). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada objek penelitiannya.

  Peneliti sebelumnya melakukan penelitian pada perusahaan perbankan yang berada di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta sedangkan Penulis melakukan penelitian pada perusahaan perbankan yang berada di Kota Medan.

  Hasil penelitian Putri (2010) menemukan hasil yaitu penerapan manajemen risiko perbankan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan pemberian kredit dan Penerapan audit internal berpengaruh negatif terhadap kebijakan pemberian kredit kredit pada perusahaan perbankan yang berada di wilayah Tangeramg dan DKI Jakarta.

  Nama Peneliti

  Judul Penelitian Variabel yang Digunakan

  Kesimpulan Putri (2010)

  Pengaruh Penerapan Manajemen Risiko Perbankan dan Penerapan Audit Internal Terhadap Kebijakan Pemberian Kredit

  X

  1 : Penerapan

  Manajemen Risiko Perbankan

  X

  2 : Penerapan

  Audit Internal Y: Kebijakan Pemberian Kredit

  Penerapan manajemen risiko perbankan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan pemberian kredit dan Penerapan audit internal berpengaruh negatif terhadap kebijakan pemberian kredit kredit pada perusahaan perbankan yang berada di wilayah Tangeramg dan DKI Jakarta.

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Konseptual

  Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman penelitian, maka perlu dijelaskan suatu kerangka konseptual sebagai landasan dalam pemahaman.

  Kerangka Konseptual adalah penjelasan tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis dan penelitian terdahulu maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

  

Variabel Independen Variabel Dependen

Manajemen Risiko Keputusan Pemberian Kredit Audit Internal Gambar 2.1

  Dalam ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia telah ditetapkan Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank yang merupakan paduan bagi bank dalam menyusun kebijakan perkreditannya, yang sekurang- kurangnya mengatur hal-hal pokok mengenai prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi atau administrasi kredit dan pengawasan terhadap kredit bermasalah. Oleh karena itu, bank diwajibkan memiliki standar yang jelas dan tegas dengan mengandung unsur pengawasan internal pada semua tahapan dalam pemberian kredit. Sehingga bank akan bertanggung jawab dalam melaksanakan perkreditan yang telah dibuatnya sendiri, yang merupakan ketentuan internal bagi bank sendiri (self regulation).

  Penerapan Manajemen risiko dalam Tampubolon (2004) memiliki tujuan untuk memproteksi aset dan laba sebuah organisasi demgam menguragi potensi kerugian sebelum hal tersebut terjadi. Manajemen risiko dalam keputusan pemberian kredit dapat mengukur dan mengawasi risiko yang timbul dari risiko kredit, kontrol sistem laporan dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku.

  Penerapan Audit internal menurut Eviyanti (2011) Audit internal tidak hanya berperan sebagai pengawas dengan melakukan pemeriksaan tetapi audit internal juga berperan sebagai konsultan dengan cara memberikan rekomendasi berdasarkan fakta temuan dan memastikan audit internal dapat melakukan tindak lanjut dari hasil temuan tersebut dalam hal ini menyangkut bidang kredit.

2.3.2 Hipotesis

  Hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahamainya. Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang harus diuji. Hipotesis yang dapat diambil berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis dan kerangka konseptual adalah: H : Manajemen Risiko dan Audit Internal berpengaruh secara parsial

  1

  terhadap Keputusan Pemberian Kredit H

  

2 : Manajemen Risiko dan Audit Internal berpengaruh secara simuktan

  terhadap Keputusan Pemberian Kredit

Dokumen yang terkait

Pengaruh Profitabilitas dan Nilai Pasar terhadap Harga Saham dengan Struktur Modal sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Property, Real Estate dan Building Construction yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka - Pengaruh Struktur Modal, Kinerja Keuangan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur Sektor Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesi

0 0 22

Pengaruh Struktur Modal, Kinerja Keuangan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur Sektor Consumer Goods yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)

0 0 18

LAMPIRAN 1 No Sampel Perusahaan Sampel perusahaan LQ 45 tahun 2010-2013 Kode Nama Perusahaan

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Informasi Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Price Earnings Ratio, dan Dividend Yield Terhadap Return Saham Pada Perusahaan LQ4

0 0 26

BAB III - Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage, Rasio Profitabilitas, Rasio Aktivitas, Price Earnings Ratio, dan Dividend Yield Terhadap Return Saham Pada Perusahaan LQ45 Yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013

0 0 18

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 29

KATA PENGANTAR - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - Pengaruh Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), Manajemen Risiko, Audit Internal dan Rencana Bisnis Bank terhadap Keputusan Pemberian Kredit Pada Perusahaan Perbankan di Kota Medan

0 0 36