BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Property & Real Estate yang Terdaftar di B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Laporan Keuangan

2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil dari proses atau siklus akuntansi.

  Siklus akuntansi terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut: 1.

  Tahap pencatatan, meliputi analisis transaksi dan bukti-bukti transaksi, penjurnalan, dan pemindahbukuan (posting) dari jurnal ke akun-akun.

2. Tahap pengikhtisaran, meliputi pembuatan neraca saldo.

  3. Tahap pembuatan laporan keuangan (pelaporan), yaitu pembuatan laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, laporan posisi keuangan, dan laporan arus kas. Menurut Kieso et al.(2007: 2) definisi laporan keuangan adalah sebagai berikut: Laporan keuangan merupakan sarana pengomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Laporan ini menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter. Laporan keuangan (financial statements) yang sering disajikan adalah (1) neraca, (2) laporan laba-rugi, (3) laporan arus kas, dan (4) laporan ekuitas pemilik atau pemegang saham. Selain itu, catatan atas laporan keuangan atau pengungkapan juga merupakan bagian integral dari setiap laporan keuangan.

2.1.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

  Tujuan laporan keuangan oleh IAI menurut PSAK No. 1 (dalam Ng dkk, 2012: 120) adalah “untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi beragam pengguna laporan dalam membuat keputusan ekonomi”.

  Tujuan laporan keuangan menurut A Statement of Basic Accounting

  

Theory (ASOBAT) dalam Harahap (2012: 126), merumuskan empat tujuan

  laporan keuangan sebagai berikut : a.

  Membuat keputusan yang menyangkut penggunaan kekayaan yang terbatas dan untuk menetapkan tujuan.

  b.

  Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya.

  c.

  Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan.

  d.

  Membantu fungsi dan pengawasan sosial. Menurut APB Statement No. 4 dalam Harahap (2012: 126), tujuan laporan keuangan digolongkan sebagai berikut: a.

  Tujuan Khusus Tujuannya untuk menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan lainnya secara wajar dan sesuai dengan GAAP.

  b.

  Tujuan Umum Adapun tujuan umum laporan keuangan disebutkan sebagai berikut : 1.

  Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber - sumber ekonomi, dan kewajiban perusahaan dengan maksud : a. untuk menilai kekuatan dan kelemahan perusahaan; b. untuk menunjukkan posisi keuangan dan investasinya; c. untuk menilai kemampuannya untuk menyelesaikan utang- utangnya; d. menunjukkan kemampuan sumber-sumber kekayaannya yang ada untuk pertumbuhan perusahaan.

  2. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba dengan maksud : a. memberikan gambaran tentang dividen yang diharapkan pemegang saham; b. menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban kepada kreditor, supplier, pegawai, pajak, mengumpulkan dana untuk perluasan perusahaan; c. memberikan informasi kepada manajemen untuk digunakan dalam pelaksanaan fungsi perencanaan dan pengawasan; d. menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan mendapatkan laba dalam jangka panjang;

  3. Menaksir informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.

  4. Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban.

  5. Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan.

  c.

  Tujuan Kualitatif Adapun tujuan kualitatif yang dirumuskan APB Statement No. 4 adalah sebagai berikut:

  1. Relevance Memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan dalam proses pengambilan keputusan.

  2. Understandability Informasi yang dipilih untuk disajikan bukan saja yang penting tetapi juga harus informasi yang dimengerti para pemakainya.

  3. Verifiability Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak lain yang akan menghasilkan pendapat yang sama.

  4. Neutrality Laporan akuntansi itu netral terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi dimaksudkan untuk pihak umum bukan pihak-pihak tertentu saja.

  5. Timeliness Laporan akuntansi hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat.

  6. Comparability Informasi akuntansi harus dapat saling dibandingkan, artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama baik untuk suatu perusahaan maupun perusahaan lain.

  7. Completeness Informasi akuntansi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan yang layak dari para pemakai.

2.1.1.3 Jenis-Jenis Laporan Keuangan

  IAI dalam PSAK No. 1 paragraf 10 (dalam Ng dkk, 2012: 120) menyatakan bahwa laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen- komponen berikut ini: a. laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode; b. laporan laba rugi komprehensif; c. laporan perubahan ekuitas; d. laporan arus kas; e. kebijakan akuntansi beserta catatan atas laporan keuangan; f. laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya. Menurut Warren et al. (2005: 24), laporan keuangan yang utama bagi perusahaan ada empat macam yaitu:

1. Laporan laba rugi 2.

  Laporan ekuitas pemilik 3. Neraca 4. Laporan arus kas 1.

  Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Laporan laba rugi melaporkan pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu berdasarkan konsep penandingan. Konsep ini diterapkan dengan menandingkan atau mengaitkan beban dengan pendapatan yang dihasilkan selama periode terjadinya beban tersebut. Laporan laba rugi juga melaporkan kelebihan pendapatan terhadap beban-beban yang terjadi. Kelebihan ini disebut laba bersih atau keuntungan bersih. Jika beban melebihi pendapatan, maka disebut rugi bersih.

  2. Laporan Ekuitas Pemilik Laporan ekuitas pemilik adalah suatu ikhtisar perubahan ekuitas pemilik yang terjadi selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Laporan ekuitas pemilik melaporkan perubahan ekuitas pemilik selama jangka waktu tertentu. Laporan tersebut dipersiapkan setelah laporan laba rugi, karena laba bersih atau rugi bersih periode berjalan harus dilaporkan dalam laporan ini. Demikian juga, laporan ekuitas pemilik dibuat sebelum mempersiapkan neraca, karena jumlah ekuitas pemilik pada akhir periode harus dilaporkan di neraca. Oleh karena itu, laporan ekuitas pemilik sering kali dipandang sebagai penghubung antara laporan laba rugi dengan neraca.

  3. Neraca Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun. Neraca melaporkan jumlah aktiva, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada akhir bulan atau akhir tahun. Bentuk neraca ada dua macam, yaitu: (1) bentuk akun (account form) yang menempatkan aktiva di sebelah kiri, sedangkan kewajiban dan ekuitas pemilik di sebelah kanan, dan (2) bentuk laporan (report form) yang menempatkan kewajiban dan ekuitas pemilik di bawah aktiva.

4. Laporan Arus Kas

  Laporan arus kas adalah suatu ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Laporan arus kas terdiri dari tiga bagian, yaitu: a.

  Arus kas dari aktivitas operasi

  Bagian ini melaporkan ikhtisar penerimaan dan pembayaran kas yang menyangkut operasi perusahaan.

  b.

  Arus kas dari aktivitas investasi

  Bagian ini melaporkan transaksi kas untuk pembelian atau penjualan aktiva tetap atau permanen.

  c.

  Arus kas dari aktivitas pendanaan

  Bagian ini melaporkan transaksi kas yang berhubungan dengan investasi pemilik, peminjaman dana, dan pengambilan uang oleh pemilik.

2.1.1.4 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

  FASB dalam SFAC No. 2 (dalam Kieso et al., 2007: 36) secara lebih spesifik membagi karakteristik kualitatif laporan keuangan ke dalam dua kategori sebagai berikut : 1.

  Kualitas Primer : Relevansi dan Reliabilitas a.

  Relevansi Agar relevan, informasi akuntansi harus mampu membuat perbedaan dalam sebuah keputusan. Jika tidak mempengaruhi keputusan, maka informasi tersebut dikatakan tidak relevan terhadap keputusan yang diambil. Informasi yang relevan akan membantu pemakai : i.

  Membuat prediksi tentang hasil akhir dari kejadian masa lalu, masa kini, dan masa depan; yaitu memiliki nilai prediktif (predictive value). ii.

  Menjustifikasi atau mengoreksi ekspektasi atau harapan masa lalu; yaitu memiliki nilai umpan balik (feedback

  value ).

  iii.

  Mengambil keputusan sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan yang diambil; yaitu memiliki ketepatan waktu (timeliness).

  b.

  Reliabilitas Informasi akuntansi dianggap handal jika dapat diverifikasi, disajikan secara tepat, serta bebas dari kesalahan dan bias.

  Reliabilitas sangat diperlukan oleh individu-individu yang tidak memiliki waktu atau keahlian untuk mengevaluasi isi faktual dari informasi. i.

  Daya-uji (verifiability) ditunjukkan ketika pengukur- pengukur independen, dengan menggunakan metode pengukuran yang sama, mendapatkan hasil yang serupa. ii.

  Ketepatan penyajian (representational faithfulness) berarti bahwa angka-angka dan penjelasan dalam laporan keuangan mewakili apa yang betul-betul ada dan terjadi. iii.

  Netralitas (neutrality) berarti bahwa informasi tidak dapat dipilih untuk kepentingan sekelompok pemakai tertentu.

  Informasi yang disajikan harus faktual, benar, dan tidak bias.

2. Kualitas Sekunder : Komparabilitas dan Konsistensi a.

  Komparabilitas Informasi dari berbagai perusahaan dipandang memiliki komparabilitas jika telah diukur dan dilaporkan dengan cara yang sama. Komparabilitas memungkinkan pemakai mengidentifikasi persamaan dan perbedaan riil dalam peristiwa ekonomi antarperusahaan.

  b.

  Konsistensi Apabila sebuah entitas mengaplikasikan perlakuan akuntansi yang sama untuk kejadian-kejadian yang serupa, dari periode ke periode, maka entitas tersebut dianggap konsisten dalam menggunakan standar akuntansi. Itu tidak berarti bahwa perusahaan tidak boleh beralih dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi lainnya. Perusahaan dapat mengganti satu metode dengan metode lainnya, tetapi perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa metode yang baru lebih baik daripada metode sebelumnya. Kemudiaan sifat dan pengaruh perubahan akuntansi, serta alasannya, harus diungkapkan dalam laporan keuangan pada periode terjadinya perubahan.

2.1.2 Teori Keagenan

  Menurut Anthony dan Govindarajan (dalam Budiasih, 2007), teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.

  Keown et al. (2001: 18) menyatakan bahwa, Masalah keagenan (agency problem) adalah masalah yang berasal dari konflik kepentingan antara manajer (agen) dan pemegang saham. Walaupun tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham, kenyataannya masalah keagenan dapat terjadi pada saat tujuan ini diimplementasikan. Masalah keagenan timbul akibat dari pemisahan tugas antara pemegang manajemen perusahaan dengan pemegang saham. Menurut Brigham & Daves (dalam Lubis dan Putra, 2014: 11) mengenai hubungan keagenan adalah sebagai berikut: Hubungan keagenan timbul pada saat seorang atau lebih individu yang disebut sebagai Principal : (1) menggaji individu lain yang disebut sebagai

  Agent untuk memberikan jasa kepadanya, (2) kemudian mendelegasikan

  otoritas pengambilan keputusan kepada Agent tersebut. Didalam konteks manajemen keuangan, hubungan keagenan tersebut terutama antara : (1) pemegang saham dengan manajer, (2) manajer dengan debitur yang memberikan hutang, dan (3) antara manajer dan para pemegang saham, dan debitur yang pada suatu waktu akan menyebabkan distress keuangan (financial distress).

2.1.3 Manajemen Laba

  Manajemen laba dapat didefinisi sebagai intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi (Wild et al., 2005: 120).

  Stice dan Skousen (2004: 420) menyatakan bahwa terdapat empat alasan yang menjadi pendorong para manajer untuk memanipulasi laba yang dilaporkan, yaitu:

  1. Memenuhi target internal.

  2. Memenuhi harapan eksternal.

  3. Meratakan atau memuluskan laba (income smoothing).

  4. Mendandani laporan keuangan (window dressing) untuk keperluan penawaran saham perdana (initial public offering-IPO) atau untuk memperoleh pinjaman dari bank. Menurut Wild et al. (2005: 118), manajemen laba dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: a.

  Mengubah metode akuntansi, yang merupakan bentuk manajemen laba yang paling jelas terlihat.

  b.

  Mengubah estimasi dan kebijakan akuntansi yang menentukan angka akuntansi, suatu bentuk manajemen laba yang lebih samar.

  Menurut Wild et al. (2005: 120), terdapat tiga jenis strategi manajemen laba antara lain:

  1. Manajer meningkatkan laba (increasing income) periode kini.

  Salah satu strategi manajemen laba adalah meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Cara ini juga memungkinkan peningkatan laba selama beberapa periode.

  2. Manajer melakukan “mandi besar” (big bath) melalui pengurangan laba periode ini.

  Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan sebanyak mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk (sering kali pada masa resesi dimana perusahaan lain juga melaporkan laba yang buruk) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi big bath juga sering kali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode sebelumnya.

  3. Manajer mengurangi fluktuasi laba dengan perataan laba (income smoothing ).

  Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau “bank” laba dan kemudian melaporkan laba ini saat periode buruk. Banyak perusahaan menggunakan bentuk manajemen laba ini.

2.1.4 Perataan Laba

2.1.4.1 Pengertian Perataan Laba

  Beidleman (1973) yang dikutip oleh Belkaoui (2000: 56) menyatakan bahwa: Perataan laba yang dilaporkan dapat didefinisi sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil atau fluktuasi pada tingkat earnings yang dianggap normal bagi suatu perusahaan. Dalam pengertian ini perataan merepresentasi suatu bagian upaya manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal dalam earnings pada tingkat yang diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat. Koch (1981) dalam Subhekti (2008: 25) mendefinisikan perataan laba sebagai suatu alat yang digunakan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial (melalui metode akuntansi) maupun secara riil (melalui transaksi).

  Menurut Fudenberg dan Tirole (1995) dalam Sugiarto (2003: 351) mendefinisikan perataan laba sebagai berikut: “Perataan laba adalah proses manipulasi waktu terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil”.

  Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perataan laba yang dilakukan oleh manajemen bertujuan agar laba yang dilaporkan terlihat stabil, laba yang stabil akan menarik perhatian investor untuk menanamkan investasinya pada perusahaan.

2.1.4.2 Klasifikasi dan Dimensi Perataan Laba

  Eckel (1981) dalam Dwiatmini dan Nurkholis (2001) menggolongkan perataan laba ke dalam dua tipe, yaitu:

  1. Perataan alami (natural smoothing) Perataan alami adalah perataan laba yang terjadi akibat proses menghasilkan laba.

  2. Perataan yang disengaja (intentionally smoothing) Perataan yang disengaja merupakan hasil dari artificial smoothing maupun real smoothing. Artificial smoothing muncul ketika manajemen memanipulasi waktu pencatatan akuntansi untuk menghasilkan perataan laba. Artificial smoothing merupakan implementasi prosedur-posedur akuntansi untuk memindahkan beban dan/atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Real

  smoothing muncul ketika manajemen melakukan tindakan untuk

  mengendalikan kejadian ekonomi tertentu yang mempengaruhi laba yang akan datang.

  Barnea et al. yang dikutip Belkaoui (2000: 59) membagi perataan laba ke dalam tiga dimensi, yaitu:

  1. Perataan melalui terjadinya peristiwa dan/atau pengakuan: manajemen dapat menentukan waktu terjadinya transaksi sedemikian rupa sehingga efek transaksi tersebut terhadap income akan cenderung memperkecil variasinya dari waktu ke waktu. Waktu terjadinya peristiwa yang direncanakan (misalnya riset dan pengembangan) sebagian besar akan merupakan fungsi dari aturan akuntansi yang mengatur tentang pengakuan akuntansi terhadap peristiwa tersebut.

  2. Perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu: berkaitan dengan terjadinya dan pengakuan suatu peristiwa, manajemen memiliki kebebasan yang lebih untuk mengendalikan penentuan periode yang dipengaruhi oleh kuantifikasi peristiwa tersebut.

  3. Perataan melalui klasifikasi (atau disebut perataan klasifikatori): ketika statistik laporan income selain income bersih (nilai bersih semua pendapatan dan biaya) merupakan objek perataan, manajemen dapat mengklasifikasikan elemen-elemen dalam laporan income untuk mengurangi variasi dari waktu ke waktu dalam statistik tersebut.

2.1.4.3 Motivasi Manajer Melakukan Praktik Perataan Laba

  Dye (1988) dalam Suwito dan Herawaty (2005) menyatakan bahwa perataan laba terjadi karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal, dengan tujuan: 1.

  Menjelaskan kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba.

  2. Mengidentifikasikan pengaruh atas permintaan internal dan eksternal atas manajemen laba pada kebijakan pengumuman laba perusahaan yang optimal.

3. Menjelaskan manfaat dan kerugian bagi pemegang saham akibat dilakukannya manipulasi laba.

  Dipandang dari sisi manajemen, Hepworth (1953) dalam Salno dan Baridwan (2000) mengungkapkan bahwa manajer yang termotivasi untuk melakukan perataan laba penghasilan pada dasarnya ingin mendapat berbagai keuntungan ekonomis dan psikologis, yaitu: 1. mengurangi pajak terhutang; 2. meningkatkan kepercayaan diri manajer, karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan dividen yang stabil pula;

  3. meningkatkan hubungan antara manajer dengan karyawan, karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah; serta 4. siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan gelombang pesimisme dan optimisme dapat diperlunak.

  Brayshaw dan Eldin (1989) dalam Dwiatmini dan Nurkholis (2001) mengungkapkan dua alasan mengapa manajemen diuntungkan dengan adanya praktik perataan laba: 1.

  Skema kompensasi manajemen dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang dilaporkan, karena itu setiap fluktuasi dalam laba akan berpengaruh langsung terhadap kompensasinya.

  2. Fluktuasi dalam kinerja manajemen dapat mengakibatkan intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambilalihan atau penggantian manajemen secara langsung. Ancaman penggantian ini mendorong manajemen untuk membuat laporan kinerja yang yang sesuai dengan keinginan pemilik. Sedangkan menurut Belkaoui (2000: 58), ada tiga kendala yang dianggap memotivasi manajer melakukan perataan, yaitu:

  1. Mekanisme pasar kompetitif, yang mengurangi pilihan bagi manajemen.

  2. Skema kompensasi manajemen, yang secara langsung terkait dengan kinerja perusahaan.

  3. Ancaman penggantian manajemen.

2.1.4.4 Tujuan Perataan Laba

  Tujuan perataan laba menurut Foster (1986) dalam Dwiatmini dan Nurkholis (2001) adalah sebagai berikut: 1.

  Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah.

  2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang.

  3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.

  4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.

  5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen. Menurut Mulfrod dan Comiskey (2002: 4), terdapat rewards dari permainan angka-angka keuangan (financial numbers game). Rewards itulah yang kemungkinan menjadi tujuan dan motivasi manajemen untuk melakukan perataan laba maupun bentuk praktik akuntansi kreatif lainnya. Bentuk-bentuk rewards tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Efek harga saham (Share-price effect): harga saham yang lebih tinggi, mengurangi volatilitas harga saham, meningkatkan nilai perusahaan, menurunkan biaya modal (cost of equity capital).

  2. Efek biaya pinjaman (Borrowing cost effect): meningkatkan kualitas kredit, menaikkan debt rating, menurunkan biaya pinjaman, mengurangi ketatnya perjanjian keuangan, meningkatkan keuntungan berdasarkan bonus.

3. Efek biaya politik (Political cost effect): mengurangi ketatnya peraturan dan menghindari pajak yang tinggi.

2.1.4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba

  Perataan laba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendorong manajer untuk melakukannya. Menurut Prasetio dkk. (2002), faktor-faktor yang mendorong praktik perataan laba merupakan cerminan dari upaya manajemen untuk menghindari konflik dengan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Faktor- faktor tersebut terdiri dari: 1.

  Faktor konsekuensi ekonomi dari pilihan akuntansi Merupakan kondisi yang terpengaruh oleh angka-angka akuntansi, sehingga perubahan akuntansi yang mempengaruhi angka-angka akuntansi akan mempengaruhi kondisi itu; seperti: pembayaran bonus dan harga saham.

2. Faktor-faktor laba

  Merupakan angka-angka yang dengan sendirinya ikut mendorong perilaku perataan laba, seperti: perbedaan yang signifikan antara laba yang diharapkan dengan laba yang sesungguhnya. Terdapat banyak penelitian empiris terdahulu yang telah menguji faktor- faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba dan menunjukkan simpulan yang belum sepakat, karena tidak konsistennya hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

  Menurut Juniarti dan Corolina (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba adalah sebagai berikut:

  Tabel 2.1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba

No Faktor yang Berpengaruh Peneliti (Tahun)

  1. Besaran Perusahaan: Total Aktiva Moses (1987), Albretch (1990)

  2. Profitabilitas Archibald (1967), White (1970), Ashari, dkk. (1994), Carlson dan Chenchuramaiah (1997), Jatiningrum (2000)

  3. Kelompok Usaha Belkaoui dan Picur (1984), Albretch dan Richardson (1990), Ashari, dkk. (1994)

  4. Winner/losser stocks Prasetio et al. (2002)

  5. Kebangsaan Ashari, dkk. (1994)

  6. Harga Saham Ilmainir (1993)

  7. Perbedaan laba aktual dan laba normal Ilmainir (1993)

  8. Kebijakan akuntansi mengenai laba Ilmainir (1993)

  9. Leverage operasi Zuhroh (1996), Jin dan Machfoez (1998)

  Sumber: Juniarti dan Corolina (2005)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan praktik perataan laba sebagaimana diuraikan berikut ini dan diikhtisarkan pada tabel 2.2.

  Ashari et al.(1994) melakukan penelitan dengan judul “Factors Affecting

  

Income Smoothing Among Listed Companies in Singapore ”. Metode analisis yang

digunakan adalah analisis statistik deskriptif, univariate test dan analisis logit.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas, sektor industri, dan

  

nationality berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sementara ukuran

perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Sherlita dan Kurniawan (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analysis of Factors Affecting Income Smoothing Among Listed Companies in

  

Indonesia ”. Metode analisis yang digunakan adalah univariate testing dan

multivariate testing . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profitabilitas dan net

profit margin berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sementara ukuran

  perusahaan dan financial leverage tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Budiasih (2007) melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba”. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, dan dividend payout ratio mempunyai pengaruh positif terhadap perataan laba, sedangkan financial leverage tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.

  Juniarti dan Corolina (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan-Perusahaan Go Public”. Metode analisis yang digunakan adalah pengujian univariate dan pengujian multivariate. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor besaran perusahaan, profitabilitas, dan sektor industri perusahaan tidak berpengaruh terhadap terjadinya tindakan perataan laba.

  Subhekti (2008) melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba (Income Smoothing) dan Bukan Perataan Laba (Non-Income Smoothing) (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2006)”. Metode analisis yang digunakan adalah pengujian

  univariate (Man-Whitney test dan chi-square test) serta pengujian multivariate

  (regresi logistik). Hasil pengujian univariate menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dummy sektor industri, dan

  

winner/losser stock mempunyai perbedaan yang signifikan antara perusahaan

  perata laba dan perusahaan bukan perata laba. Hasil pengujian multivariate menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dummy sektor industri, dan status winner/losser stock secara serentak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel profitabilitas dan financial leverage yang berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba; sedangkan variabel yang lainnya tidak berpengaruh secara signifikan.

  Ayu Siska P S (2014) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Periode 2009-2012)”.

  Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial, profitabilitas berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap praktik perataan laba sedangkan risiko keuangan, ukuran perusahaan dan net profit margin berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap praktik perataan laba. Secara simultan, profitabilitas, risiko keuangan, ukuran perusahaan dan net profit margin tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba.

  Penelitian terdahulu di atas dapat diikhtisarkan pada tabel 2.2 di bawah ini.

  Profitabilitas dan net profit

  financial leverage tidak

  pengaruh positif terhadap perataan laba, sedangkan

  payout ratio mempunyai

  Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan dividend

  Analisis regresi linear berganda

  Financial Leverage , dan

  Variabel Independen : Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,

  Budiasih (2007) “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba”

  praktik perataan laba, sementara ukuran perusahaan dan financial leverage tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  margin berpengaruh terhadap

  Univariate testing dan multivariate testing

Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Analisis Hasil Penelitian Ashari et al.

  Variabel Dependen : Perataan Laba

  Financial Leverage , dan Net Profit Margin (NPM)

  Variabel Independen : Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,

  Factors Affecting Income Smoothing Among Listed Companies in Indonesia

  Sherlita dan Kurniawan (2013) “Analysis of

  Profitabilitas, sektor industri, dan nationality berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sementara ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Analisis statistik deskriptif, univariate test dan analisis logit

  Variabel Independen : Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Sektor Industri Perusahaan, dan Nationality Variabel Dependen : Perataan Laba

  Affecting Income Smoothing Among Listed Companies in Singapore

  (1994) “Factors

  mempunyai pengaruh yang

  Dividend Payout Ratio

  (regresi logistik) Hasil pengujian univariate menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, financial

  univariate

  (Man-

  Whitney test

  dan chi-

  square test )

  serta pengujian

  multivariate

  leverage, dummy sektor

  Variabel Dependen : Perataan Laba

  industri, dan winner/losser

  stock mempunyai perbedaan

  yang signifikan antara perusahaan perata laba dan perusahaan bukan perata laba. Hasil pengujian multivariate menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas,

  financial leverage , dummy

  sektor industri, dan status

  winner/losser stock secara

  serentak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel profitabilitas dan

  financial leverage yang

  Pengujian

  Winner/Losser Stock

  (DPR) Variabel Dependen : Perataan Laba signifikan terhadap perataan laba.

  dan pengujian

  Juniarti dan Corolina (2005) “Analisa Faktor- Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perataan Laba (Income

  Smoothing ) pada

  Perusahaan- Perusahaan Go

  Public

  Variabel Independen : Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Sektor Industri Variabel Dependen : Perataan Laba

  Pengujian

  univariate

  multivariate

  Industri, dan Status

  Faktor besaran perusahaan, profitabilitas, dan sektor industri perusahaan tidak berpengaruh terhadap terjadinya tindakan perataan laba.

  Subhekti (2008) “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba (Income

  Smoothing) dan

  Bukan Perataan Laba (Non-

  Income Smoothing)

  (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2002-2006)”

  Variabel Independen : Ukuran Perusahaan, Profitabilitas,

  Financial Leverage , Dummy Sektor

  berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba; sedangkan variabel yang lainnya tidak berpengaruh secara signifikan. Ayu Siska P S (2014) “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Periode 2009- 2012)”

  Variabel Independen : Profitabilitas (ROA), Risiko Keuangan (DAR), Ukuran Perusahaan, Dan Net Profit

  Margin (NPM)

  Variabel Dependen : Perataan Laba

  Analisis regresi linear berganda

  Secara parsial, profitabilitas berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap praktik perataan laba sedangkan risiko keuangan, ukuran perusahaan dan net profit

  margin berpengaruh negatif

  dan tidak signifikan terhadap praktik perataan laba. Secara simultan, profitabilitas, risiko keuangan, ukuran perusahaan dan net profit margin tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Sumber: Diolah Peneliti (2014)

2.3 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Kebijakan Dividen / DPR (X

  1

  2 H

  3 H

  4 H

  ) H

  4

  Praktik Perataan Laba (Y)

  Ukuran Perusahaan (X

  3 )

  (X

  Financial Leverage / DAR

  Berdasarkan konsep teori diatas maka kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar 2.1 dibawah ini.

  2

  Profitabilitas / ROA (X

  1 )

  )

2.4 Hipotesis

  

2.4.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Praktik Perataan Laba

  Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya aset yang dimiliki suatu perusahaan. Ukuran perusahaan umumnya dinilai dari total aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Ashari et al.(1994) menyebutkan bahwa perusahaan yang berukuran besar akan lebih cenderung untuk melakukan praktik perataan laba dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena perusahaan besar cenderung mendapatkan perhatian yang lebih besar dari analis, investor, maupun pemerintah dibandingkan perusahaan kecil. Untuk itu perusahaan besar diperkirakan akan menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis, sebab kenaikan laba akan menyebabkan bertambahnya pajak. Sebaliknya penurunan laba yang drastis akan memberikan image yang kurang baik. Oleh karena itu, perusahaan besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan praktik perataan laba (Nasser dan Herlina, 2003). Hal tersebut sesuai dengan penelitian Budiasih (2007) yang menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba.

  Dari uraian tersebut maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah :

  H : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik perataan laba

  1

  2.4.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Praktik Perataan Laba

  Profitabilitas perusahaan menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau laba. Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan return on asset yaitu perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aset perusahaan. Profitabilitas merupakan faktor yang diduga dapat mempengaruhi perataan laba, karena tingkat keuntungan terkait langsung dengan obyek perataan laba (Ashari et al., 1994). Menurut Carlson dan Bathala, dalam Aji dan Mita (2010), tingkat profitabilitas perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba. Hal ini dikarenakan tingkat profitabilitas yang semakin tinggi akan mengakibatkan tingginya harapan dari regulator dan masyarakat kepada perusahaan tersebut untuk memberikan kompensasi kepada mereka berupa pembayaran pajak kepada regulator dan program sosial kepada masyarakat. Laba yang terlalu tinggi akan meningkatkan pajak yang harus dibayar, sebaliknya penurunan laba yang terlalu rendah akan memperlihatkan bahwa kinerja manajemen tidak bagus. Oleh sebab itu, ada kemungkinan manajemen membuat laba yang dilaporkan tidak berfluktuasi dengan cara melakukan perataan laba untuk menghindari pembayaran pajak yang tinggi. Hasil penelitian Ashari et al.(1994), Sherlita dan Kurniawan (2013), dan Budiasih (2007) menunjukkan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Dari uraian tersebut maka hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah :

  H 2 : Profitabilitas berpengaruh terhadap praktik perataan laba

2.4.3 Pengaruh Financial Leverage terhadap Praktik Perataan Laba

  Financial leverage diukur dengan perbandingan antara total kewajiban

  atau utang dengan total aset. Menurut Sartono (2001) dalam Budiasih (2007)

  

financial leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk membiayai

  investasinya. Semakin besar utang perusahaan maka semakin besar pula risiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Dengan menggunakan asumsi bahwa investor atau pihak kreditur adalah risk averse (menghindari atau menolak risiko), maka investor atau kreditur akan enggan menanamkan modal atau meminjamkan dananya bila perusahaan yang bersangkutan memiliki rasio leverage yang besar (Narsa dkk, 2003). Dengan adanya kondisi tersebut, manajemen perusahaan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Subhekti (2008) yang menunjukkan bahwa variabel financial leverage berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Dari uraian tersebut maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah :

  H 3 : Financial leverage berpengaruh terhadap praktik perataan laba

2.4.4 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba

  Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa mendatang. Kebijakan dividen dalam penelitian ini diukur dengan dividend payout ratio (DPR). Dividend payout ratio menunjukkan rasio antara dividen yang dibayarkan sebuah perusahaan (dalam satu tahun buku) dibagi dengan keuntungan bersih perusahaan pada tahun buku tersebut. Menurut Sartono (2001) dalam Budiasih (2007) besar kecilnya dividen tergantung oleh besar kecilnya laba yang diperoleh sehingga perusahaan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba.

  Kebijakan dividen merupakan salah satu faktor yang diduga mempengaruhi praktik perataan laba. Suatu perusahaan yang menerapkan kebijakan dividen yang tinggi lebih cenderung untuk melakukan praktik perataan laba. Jika perusahaan bisa membagikan dividen yang tinggi, berarti laba pada perusahaan tersebut bisa dikatakan besar. Jika dalam kondisi laba yang tinggi tetapi laba yang diperoleh perusahaan tidak stabil, hal ini berarti risiko pada perusahaan tinggi, maka perusahaan akan melakukan perataan laba (Purwanto, 2005). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Budiasih (2007) yang menunjukkan bahwa variabel dividend payout ratio berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba.

  Dari uraian tersebut maka hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah :

  H 4 : Kebijakan dividen berpengaruh terhadap praktik perataan laba

Dokumen yang terkait

KATA PENGANTAR - Pengaruh Financial Leverage dan Kesehatan Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kota Medan

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Keuangan Daerah - Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kota Medan

0 0 11

KATA PENGANTAR - Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Terhadap Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kota Medan

0 3 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah - Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus Pada Seluruh Skpd Di Provinsi Sumatera Utara)

0 1 10

KATA PENGANTAR - Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(Studi Kasus Pada Seluruh Skpd Di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13

Intervensi Profitabilitas dalam Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Publik Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Intervensi Profitabilitas dalam Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Publik Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 27

Intervensi Profitabilitas dalam Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) dan Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan Publik Sektor Industri Manufaktur di Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 19

Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Kebijakan Dividen terhadap Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Property & Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

0 0 11