6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Baja Ringan (cold form steel) 2.1.1 Gambaran Umum - Kajian Perbandingan Tekuk Kolom Baja Ringan Secara Numerik dan Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Baja Ringan (cold form steel)

  2.1.1 Gambaran Umum

  Profil baja ringan (cold form steel) adalah jenis profil baja yang memiliki dimensi ketebalan relatif tipis dengan rasio dimensi lebar setiap elemen profil terhadap tebalnya sangat besar. Karena dimensi ketebalan profil relatif tipis, maka pembentukan profil dapat dilaksanakan menggunakan proses pembentukan dingin (cold forming

  processes

  ). Di dalam proses ini, profil dibentuk dari pelat atau lembaran baja menjadi bentuk yang diinginkan melalui mesin rol atau mesin tekuk pelat (rolling press atau

  bending brake machines

  ) pada suhu ruangan. Ketebalan pelat baja yang umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembentukan profil biasanya berkisar antara 0.3 mm hingga 6 mm (WW-Yu).

  Profil baja ringan sangat berbeda dibanding profil baja konvensional yang dibentuk melalui proses pengerjaan panas (hot formed steel sections). Jenis profil pertama dipengaruhi oleh tegangan sisa tekan yang diakibatkan oleh strain hardening dalam proses pengerjaan dingin sedangkan pada jenis profil kedua, tegangan sisa yang timbul diakibatkan oleh proses pendinginan. Karena rasio dimensi lebar terhadap tebal dinding profil di setiap bagian elemennya sangat besar, maka akibat beban tekan sering kali profil pertama-tama mengalami local buckling sebelum mencapai kekuatan maksimumnya dalam mendukung beban kerja. Bentuk mekanisme kerusakan profil

  

6 sangat bervariasi tergantung dari jenis pembebanan yang dapat didukung profil sampai mencapai kekuatan maksimumnya.

  Baja ringan (cold formed steel) sebagai elemen struktur telah mulai diminati dewasa ini. Hasil riset yg cukup intensif terhadap perilaku baja ringan yang telah dituangkan di dalam design code di berbagai negara seperti Australia Standard

  (AS/NZS),

  American Iron and Steel Institute (AISI), British Standard (BS code) dan

  Eurocode

  telah meningkatkan kredibilitas baja ringan sebagai elemen struktur yang sama dengan baja biasa (hot-rolled steel) dan beton bertulang.

  Menurut Wei-Wen Yu, batang stuktural baja cold form memberikan beberapa keuntungan dalam konstruksi bangunan, antara lain:

  1. Dibanding dengan baja biasa, produk baja ringan dapat diproduksi dengan berat yang lebih ringan dan bentang yang lebih pendek.

  2. Konfigurasi tampang yang tidak biasa dapat diproduksi secara lebih ekonomis dengan proses bentukan dingin (cold forming) sehingga perbandingan antara kekuatan dengan berat yang diinginkan dapat diperoleh.

  3. Tampang bentuk sarang (nestable section) dapat diproduksi dimana tampang tersebut memungkinkan proses pemaketan yang lebih padat dan pengangkutan yang lebih ekonomis.

  4. Panel dan dek pemikul beban bisa menyediakan permukaan yang berguna digunakan untuk lantai, atap dan konstruksi dinding.

  5. Panel dan dek pemikul beban tidak hanya memikul beban normal tetapi juga mampu memikul geser apabila panel-panel tersebut terkoneksi dengan baik.

  Apabila dibandingkan dengan material struktur yang lain seperti kayu dan beton, material baja ringan memiliki beberapa kelebihan:

  1. Lebih ringan.

  2. Kekakuan dan kekuatan yang tinggi.

  3. Kemudahan pabrikasi dan produksi massal.

  4. Cepat dan mudah dipasang dan didirikan.

  5. Tidak terlalu terpengaruh oleh cuaca.

  6. Detail yang lebih akurat.

  7. Tidak mengalami susut dan rangkak pada temperatur.

  8. Kualitas yang seragam.

  9. Proses pengangkutan material yang ekonomis.

  10. Material dapat didaur ulang.

  Sedangkan kelemahan ataupun kekurangan baja ringan diantaranya:

  1. Ketebalan material yang terbatas menyebabkan material tidak dapat digunakan untuk struktur yang memikul momen dan gaya tekan yang sangat besar dikarenakan kemungkinan bahaya tekuk yang tinggi.

  2. Tidak semua jenis sambungan dapat digunakan untuk material yang sangat tipis.

  3. Peraturan yang belum terlalu populer untuk beberapa negara penggunaan material cold formed steel masih merupakan hal yang baru.

  4. Standar ukuran profil dari tiap produsen tidak selalu sama.

  5. Jenis profil tunggal yang terbatas sehingga untuk mendapatkan kekuatan yang diharapkan banyak dilakukan profil gabungan.

  Riset tentang baja ringan untuk konstruksi bangunan dimulai oleh Prof. George Winter dari Universitas Cornell tahun 1939. Berdasarkan riset-riset beliau maka dapat dilahirkan edisi pertama tentang “Light Gauge Steel Design Manual” tahun 1949 atas dukungan AISI (American Iron and Steel Institute). Sejak dikeluarkan peraturan tersebut lima dekade yang lalu, maka pemakaian material baja ringan semakin berkembang untuk konstruksi bangunan, mulai struktur sekunder sampai struktur utama misalnya untuk balok lantai, rangka atap dan dinding pada bangunan industri, komersial maupun rumah tinggal.

  Walaupun termasuk dalam kategori elemen struktur yang tipis (thin-walled

  structures ), pemakaian baja ringan telah meluas yaitu meliputi box-girder jembatan,

  anjungan kapal (ship hulls) dan badan pesawat terbang. Ide dari pembuatan struktur baja ringan adalah untuk mendapatkan kekuatan maksimum dari material yang relatif tipis. Belakangan ini penggunaan baja ringan di Indonesa menjadi trend yang cukup menarik, dimana material ini lebih banyak digunakan untuk rangka atap dibandingkan menjadi struktur lainnya. Hal ini dikarenakan gencarnya iklan-iklan yang menawarkan produk rangka atap baja ringan menggantikan material kayu. Di samping itu kemudahan dalam mendapatkan bahan, kecepatan pemasangan dan struktur yang kuat membuat rangka atap dari baja ringan menjadi terkenal.

  Penggunaan baja ringan di Indonesia belum didukung oleh tersedianya peraturan (design code) tentang penggunaan baja ringan tersebut. Baja ringan yang beredar di pasaran hampir didominasi oleh produk-produk yang dikeluarkan oleh

  Bluescope Lysaght

  , Bluescope Steel dan Pryda yang berasal dari Australia, dengan Australian/New Zeland Standard (AS/NZS 46000) sebagai design code.

2.1.2 Bentuk Tampang Baja Ringan dan Aplikasinya

  Batang struktur baja ringan dapat diklasifikasikan dalam dua golongan utama: 1. Batang profil struktural tunggal.

  2. Bentuk panel dan dek. Untuk golongan yang pertama beberapa bentuk yang umum dijumpai adalah profil kanal (C-section), profil Z (Z-section), profil I (I-section), profil siku (angle

  section

  ), profil T (T-section), profil sigma (sigma section) dan profil bulat (Tubular

  section ). Gambar 2.1 menunjukkan bentuk-bentuk profil baja ringan. e f c d a b g h i j

  (Wei Wen Yu and

Gambar 2.1 Beberapa Bentuk Profil Baja Ringan Tunggal

   Roger A.Laboude)

Gambar 2.1 di atas menunjukkan beberapa jenis propil baja ringan tunggal:

  (a) baja ringan profil I (I-section), (b) profil kanal (C-section), (c) profil sigma,

  (d) profil Z (Z-section), (e) profil Z dengan pengaku ujung, (f) profil doubel siku, (g) profil topi (hat section), (h) profil topi dengan pengaku ujung, (i) profil kotak (box

  section) , (j) profil bulat.

  Secara umum tinggi profil baja ringan tunggal bervariasi mulai dari ketinggian 2 inci sampai 12 inci (50.8 sampai 305 mm) dan ketebalan material dari mulai 0.048 inci sampai 1/4 inci (1.22 – 6.35 mm). Pada beberapa kasus ketinggian profil batang tunggal dapat mencapai 18 inci (457 mm) dan ketebalan profil mencapai 1/2 inci (12.7 mm) atau lebih tebal lagi. Batang tersebut digunakan untuk kontruksi transportasi dan bangunan. Karena fungsi utama dari golongan tipe ini adalah untuk pemikul beban maka kekuatan struktural dan kekakuan adalah menjadi pertimbangan utama dalam desain.

  Untuk baja ringan golongan yang kedua (bentuk panel dan dek) biasanya digunakan untuk dek atap, dek lantai, dan dinding panel. Ketinggian panel umumnya 1 ½ inci sampai 7 ½ inci (38.1 sampai 191 mm) dan ketebalan material panel baja ringan mulai dari 0.018 sampai 0.075 inci (0.457 sampai 1.91 mm).

  Dek dan panel baja ringan tidak hanya berfungsi untuk memikul beban akan tetapi juga menyediakan permukaan yang dapat dijadikan lantai, atap serta menyediakan ruang untuk perlengkapan instalasi listrik dan AC.

2.1.3 Tegangan Leleh, Kekuatan Tarik dan Kurva Tegangan-Regangan pada Baja Ringan

  Baja ringan memiliki perbedaan perilaku bila dibandingkan dengan baja biasa (hot rolled steel). Kurva tegangan regangan pada gambar di bawah ini menunjukan perbandingan perilaku baja biasa dengan baja ringan (cold-formed). Kekuatan batang struktural baja ringan tergantung kepada titik leleh (yield point) atau kekuatan leleh dari baja kecuali pada daerah sambungan atau pada kondisi dimana tekuk lokal elastis atau tekuk global menjadi kondisi kritisnya.

  Istilah tegangan leleh (yield stress) mengacu kepada titik leleh maupun kekuatan leleh baja ringan. Kekuatan leleh baja ringan terentang mulai dari 165 MPa sampai 552 Mpa (Yu, 2010).

  Pada baja (hot-rolled) titik leleh menunjukan lekukan yang tajam setelah fase elastis sedangkan pada baja ringan (cold-formed) menunjukan pola yang cenderung naik secara bertahap. Untuk baja hot rolled tegangan leleh didefenisikan sebagai tegangan dimana grafik tegangan–regangan menjadi horizontal seperti pada Gambar

  2.2. Sedangkan pada baja cold form diagram tegangan-regangan melengkung pada daerah sudut (knee) dan tegangan leleh ditentukan dengan menggunakan metode offset maupun metode strain-underload (Wolford,1970) seperti Gambar 2.3.

  Pada metode offset tegangan leleh adalah tegangan yang diperoleh dari perpotongan kurva tegangan-regangan dan garis yang ditarik sejajar kurva pada titik offset yang telah ditentukan (biasanya diambil pada titik dimana regangan yang terjadi adalah sebesar 0.2%). Metode ini sering digunakan pada penelitian-penelitian dan pada uji baja stainless steel dan baja alloy steel.

  Pada metode strain-underload, tegangan leleh adalah tegangan yang berhubungan dengan kondisi perpanjangan (elongation) batang akibat pembebanan.

  Nilai perpanjangan total yang diambil biasanya adalah sebesar 0.5%. Pada banyak kasus, nilai tegangan leleh yang diperoleh dari kedua metode ini tidak berbeda.

Gambar 2.2 Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Hot RolledGambar 2.3 Grafik Tegangan Regangan Pada Baja Cold Form

2.1.4 Modulus Elastisitas, Tangen Modulus dan Modulus Geser

  Kekuatan dari elemen yang tertekuk tidak hanya bergantung dari tegangan leleh tetapi juga dari modulus elastisitas (E) dan tangen modulusnya (Et). Modulus elastisitas ditentukan dari kemiringan bagian yang lurus pada kurva tegangan-regangan. Nilai dari E yang ditentukan dalam Standard berkisar dari 200 sampai 207 GPa. Nilai 200 GPa digunakan untuk standard pendesainan. Tangen modulus ditentukan oleh kemiringan dari kurva tegangan-regangan di setiap level tegangan.

  Untuk sharp-yielding steel, Et bernilai sama dengan E sampai tegangan leleh tetapi untuk gradually-yielding stress, Et bernilai sama dengan E hanya sampai

  proportional

  limit (Fpr). Setelah tegangan melampaui proportional limit, nilai tangen modulus (Et) akan menurun dibandingkan modulus elastisitasnya. Berbagai macam ketentuan mengenai tekuk dalam Standard ditulis untuk gradually yielding steels dengan proportional limit tidak kurang dari 70% dari titik leleh minimum yang ditentukan.

  Penggunaan material baja ringan menghasilkan fenomena tersendiri dalam perencanaannya yang berbeda dengan material baja (hot-rolled) yang umumnya relatif lebih tebal. Karakteristik material yang penting untuk desain cold-formed steel adalah tegangan leleh, kuat tarik, dan daktilitas. Daktilitas adalah kemampuan baja menahan regangan plastis atau permanen sebelum mengalami fraktur. Kemampuan ini cukup penting untuk keamanan struktural maupun proses pembentukan penampang cold-

  formed steel

  . Kemampuan ini diukur dengan penguluran baja sampai 50 mm satuan panjang. Rasio tegangan leleh dengan kuat tarik juga merupakan karakteristik yang penting karena rasio ini adalah indikasi adanya strain-hardening dan kemampuan material mendistribusikan tegangan.

  Dalam daftar yang dibuat oleh Australian and New Zealand Standards, kuat leleh tekan dari baja berkisar antara 200 sampai 550 MPa. Sedangkan kuat tarik bervariasi antara 300 sampai 550 MPa. Penguluran yang terjadi paling tidak lebih dari 8%. Terdapat pengecualian untuk Baja G550 dalam AS 1397 yang memiliki kuat leleh tekan minimal 550 MPa dengan penguluran minimal sebesar 2% dalam 50 mm satuan panjang. Baja dengan daktilitas rendah ini memiliki keterbatasan dalam penggunaannya sebagai elemen struktural sehingga hanya diizinkan untuk penampang baja dengan ketebalan tidak kurang dari 0.9 mm. Meskipun demikian, baja tersebut dapat berfungsi dengan baik dalam aplikasi khusus sebagai elemen struktural seperti dek, panel, dan rangka gedung. Penggunaan material baja ringan menghasilkan fenomena tersendiri dalam perencanaannya yang berbeda dengan material baja (hot-rolled) yang umumnya relatif lebih tebal. Uraian berikut menjelaskan beberapa fenomena pada baja ringan (cold-formed) yang perlu menjadi pertimbangan dalam desain.

2.1.5 Daktilitas

  Lembaran dan strip baja kadar karbon rendah dengan titik leleh minimum yang telah ditentukan antara 250 MPa sampai 500 MPa disyaratkan memenuhi spesifikasi

  Australian and New Zealand Standards

  yaitu terjadi penguluran minimal sebesar 8% dalam 50 mm satuan panjang tetapi untuk baja AS 1397–G550 dengan tegangan leleh minimal 550 MPa, penguluran minimal adalah sebesar 2% dalam 50 mm satuan panjang untuk baja dengan t ≥ 0.60 mm. Tidak ada ketentuan khusus mengenai penguluran untuk baja yang lebih tipis dari 0.6 mm.

  Setelah ditemukan baja dengan kekuatan yang lebih tinggi (310 sampai 690

  MPa)

  syarat mengenai penguluran ditentukan antara 50 sampai 1.3% dalam 50 mm satuan panjang. Rasio fu/fy ditetapkan berkisar antara 1.51 hingga 1. Namun, ketentuan ini cukup memberatkan untuk kepentingan desain. Peneliti sebelumnya merekomendasikan persyaratan-persyaratan untuk baja yang memiliki daktilitas tinggi sebagai berikut: a. Rasio fu/fy > 1,08.

  b. Total penguluran dalam 50 mm satuan panjang tidak kurang dari 10% atau tidak kurang dari 7% dalam 200 mm satuan panjang.

  Ketentuan dalam AS 4600 membatasi rasio fu/fy sebesar 1.08. Karena kurangnya data uji coba performa elemen struktural yang memiliki rasio fu/fy < 1.08, ketentuan dalam AS 4600 membatasi penggunaan baja tersebut hanya untuk purlin dan

  girt

  . Namun desain gaya aksial dengan bentang pendek diizinkan selama persyaratan dari standard mengenai daktilitas dipenuhi dan N*/фRu tidak melebihi 0,15.

  Baja AS 1397–G550 dengan ketebalan kurang dari 0,9 mm tidak memiliki daktilitas yang cukup. Penggunaannya dibatasi untuk konfigurasi khusus. Batas dari desain tegangan leleh sampai 75% dari tegangan leleh minimal yang telah ditentukan, dan desain kuat tarik sampai 75% dari kuat tarik minimal yang telah ditentukan, atau 450 MPa (lebih kecil) akan memiliki safety factor yang lebih besar.

  Meskipun demikian, standard tetap memperbolehkan baja dengan daktilitas rendah seperti AS 1397–G550 dengan tebal kurang dari 0,9 mm, untuk digunakan berdasarkan hasil dari loading test yang diijinkan sebagai sebuah alternatif untuk melakukan reduksi ini. Penggunaan tegangan desain yang lebih tinggi dari ketentuan di atas juga diperbolehkan bila daktilitas material tersebut tidak mempengaruhi kekuatan, stabilitas, dan daya layan dari elemen structural dengan metode penguluran non- proporsional atau metode total penguluran.

2.2 Balok Baja Ringan yang Mengalami Gaya Tekan

  Untuk balok yang mengalami gaya tekan umumnya ada tiga tipe fenomena tekuk yang biasa dijumpai yaitu tekuk lokal, tekuk torsi lateral dan tekuk distorsi.

  Faktor reduksi kekuatan terhadap tekan diambil sebesar 0.90.

2.2.1 Kapasitas Nominal

  N

  Kapasitas tekan nominal sebuah komponen struktur ( ) harus diambil nilai c

  N ) untuk lentur, torsi atau

  terkecil dari kapasitas tekan nominal komponen struktur ( ce

  N ) untuk tekuk lokal dan

  lentur-torsi, kapasitas tekan nominal komponen struktur ( cl

  N kapasitas tekan nominal komponen struktur ( ) untuk tekuk distorsi. cd

2.3 Teori Kestabilan

  Kolom-kolom ramping/langsing memiliki tipe pokok perilaku yang biasanya dikenal dengan tekuk. Selama pembebanan yang diberikan relatif kecil, peningkatan dalam pembebanan hanya akan menghasilkan penyusutan aksial. Namun, kadangkala saat beban kritis dicapai, bagian dari struktur akan tiba-tiba tertekuk ke arah samping.

  Tekuk ini memberikan kenaikan terhadap deformasi yang cukup besar, yang pada selanjutnya dapat menyebabkan keruntuhan struktur. Beban pada saat terjadinya tekuk merupakan kriteria desain untuk bagian yang mengalami tekan.

  Bagian tekan seperti kolom akan mengalami kegagalan ketika tegangan yang terjadi mencapai batasan kekuatan material tertentu. Saat batas kekuatan suatu material diketahui, akan menjadi suatu persoalan yang relatif sederhana untuk menentukan kapasitas beban yang dapat ditahan. Tekuk tidaklah selalu terjadi sebagai hasil dari tegangan teraplikasi yang mencapai suatu kekuatan material tertentu yang diperkirakan. Justru, tegangan pada saat terjadinya tekuk tergantung atas beberapa faktor, termasuk dimensi struktur, perletakan, dan sifat material.

  Teori-teori kestabilan dirumuskan dengan tujuan menentukan berbagai kondisi yang dapat terjadi pada suatu sistem struktural, yang berada pada suatu keadaan seimbang, tetap dalam keadaan stabil.

  Ketidakstabilan merupakan sifat dasar dari struktur dari bentuk ekstrim yang dapat terjadi, sebagai contoh batang-batang langsing panjang, pelat datar tipis, atau cangkang-cangkang silindris tipis. Secara normal, berhubungan dengan sistem dan mempunyai satu variabel N, yang pada umumnya menunjukkan beban luar tetapi juga dapat berhubungan dengan temperatur (tekuk yang berkenaan dengan suhu) atau gejala lainnya.

  Di dalam permasalahan tekuk klasik, sistem dalam keadaan stabil jika N adalah cukup kecil dan menjadi tidak stabil jika N adalah besar. Nilai dari N dimana suatu sistem struktur mulai tidak stabil disebut dengan nilai kritis Ncr. Secara umum, hal yang tersebut di bawah ini haruslah ditentukan terlebih dahulu: a. Konfigurasi keseimbangan dari struktur dengan pembebanan tertentu.

  b. Berada pada konfigurasi stabil.

  c. Nilai kritis pembebanan serta konsekuensi perilaku yang dapat terjadi.

2.3.1 Metode Keseimbangan Netral

  Pada keadaan umum, kestabilan dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu sistem fisik untuk dapat kembali ke keadaan seimbang apabila diberikan sedikit gangguan.

  Untuk suatu sistem mekanik, kita dapat mengambil batasan seperti yang diberikan oleh Dirichlet: “keseimbangan dari suatu sistem mekanik adalah stabil apabila di dalam perpindahan titik dari sebuah sistem dari posisi keseimbangan oleh suatu jumlah yang sangat kecil dan memberikan masing-masing suatu kecepatan awal kecil, perpindahan titik yang berbeda dari sistem, sepanjang keadaan gerakan, berada di bawah batas-batas yang telah ditentukan”.

  Batasan di atas menunjukkan dengan jelas bahwa kestabilan adalah suatu solusi keseimbangan sistem dan permasalahan untuk memastikan kestabilan adalah suatu pemecahan dan mempunyai kaitan dengan yang lainnya.

  Apabila kita menggambarkan suatu sistem konservatik elastik yang pada awalnya dalam keadaan seimbang di bawah pengaruh gaya-gaya maka sistem akan berubah menjadi keadaan tidak seimbang dengan adanya sedikit gangguan yang diberikan terhadapnya. Jika gaya yang bekerja adalah sebesar W, kemudian:

  W = T + V = konstan (2.1) Dengan mengingat asas dari kekekalan energi. Dalam hubungan ini T adalah energi kinetik sistem dan V adalah energi potensial. Suatu peningkatan kecil pada T, disertai dengan penurunan kecil pada V atau sebaliknya. Jika sistem pada awalnya berada pada konfigurasi keseimbangan dari energi potensial minimum, kemudian energi kinetik T sepanjang dalam pergerakan bebas mengalami penurunan karena V haruslah meningkat, sehingga perpindahan dari keadaan awal akan tersisa lebih kecil dan menjadi keadaan yang stabil.

  Konsep kestabilan sebagai contoh terkenal dari sebuah ilustrasi bola yang diletakkan pada suatu bidang yang dilengkungkan serta berada pada berbagai posisi dan perilaku dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4 Tiga Keadaan Kesetimbangan berikut ini:

Gambar 2.4 Tiga Keadaan Kesetimbangan (Chazes, 1974) Meskipun bola berada pada keadaan setimbang untuk setiap posisi yang ditunjukkan, sebuah pengujian menyimpulkan keberadaan perbedaan-perbedaan yang penting dari ketiga situasi di atas.

  Pada posisi (a), bila bola digerakkan perlahan, bola akan berpindah dari posisi kesetimbangan awal, dan bola akan kembali lagi ke posisi awal apabila gaya penyebab perpindahan dihilangkan. Sebuah benda yang berperilaku seperti ini dikatakan berada pada kondisi setimbang stabil (stable equilibrium).

  Pada posisi (b) bila bola digerakkan perlahan dari kondisi awalnya maka bola akan meluncur jatuh dan tidak akan kembali lagi ke posisi awalnya walaupun gaya penyebab perpindahan telah dihilangkan. Kondisi seperti ini disebut kondisi kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium).

  Pada kondisi (c) apabila bola digerakkan perlahan maka bola akan berpindah dan tidak akan kembali ke posisi semula walaupun gaya telah dihilangkan. Bola juga tidak akan bergerak jauh dari posisi setimbang seperti yang dialami oleh bola pada posisi (b), akan tetapi bola akan berada pada kondisi setimbang di lokasi perpindahannya yang baru. Kondisi ini disebut kondisi kesetimbangan netral (neutral

  equilibrium ).

  Bola pada gambar di atas menggambarkan kondisi kesetimbangan sistem sedangkan permukaan yang diarsir menggambarkan total energi potensial yang dialami oleh sistem tersebut. Stabilitas dari sebuah sistem elastis dapat diinterpretasikan dengan menggunakan konsep energi potensial total minimum (minimum total potensial energy).

  Di alam, sebuah sistem yang elastis cenderung untuk berada pada kondisi dimana energi potensial total adalah minimum. Sistem akan berada pada kondisi kesetimbangan stabil jika setiap perpindahan atau penyimpangan dari kondisi kesetimbangan awalnya, akan menghasilkan peningkatan energi potensial total dari sistem. Sistem akan berada pada pada kesetimbangan tidak stabil jika setiap perpindahan/penyimpangan dari keseimbangan awalnya akan menghasilkan pengurangan energi potensial dari totalnya.

  Terakhir sistem akan berada pada kesetimbangan netral jika setiap perpindahan dari posisi awalnya tidak menghasilkan kenaikan maupun pengurangan dari energi potensial total sistem tersebut. Berdasarkan prinsip ini, konsep energi dapat digunakan untuk mencari beban kritis dari sebuah sistem yang elastis (Chen dan Lui, 1986).

  Ilustrasi bola di atas dapat juga digambarkan seperti Gambar 2.5 dimana memiliki kesetimbangan pada setiap titik sepanjang garis ABC.

Gambar 2.5 Permukaan Stabilitas

  Pada daerah antara A dan B maka kesetimbangan adalah stabil, dan daerah antara B dan C merupakan kesetimbangan tak stabil. Pada titik B, dimana merupakan titik perubahan antara dua daerah baik kesetimbangan stabil maupun tak stabil, disini bola berada pada kesetimbangan netral.

  Pada pembahasan sebelumnya dikatakan bahwa sebuah kolom akan mengalami tekuk pada beban tertentu dikarenakan konfigurasi yang terus menerus menjadikan tak stabil terhadap beban. Perilaku kolom ini identik dengan ilustrasi bola pada Gambar 2.4. Konfigurasi terus menerus pada kolom akan menjadi stabil pada pembebanan yang relatif kecil, tetapi menjadi tidak stabil pada pembebanan besar. Jika hal ini diasumsikan bahwa keadaan dari kesetimbangan netral berada pada peralihan dari kondisi kesetimbangan stabil ke tak stabil pada kolom. Kemudian beban pada konfigurasi terus menerus yang diberikan pada kolom menjadi tidak stabil adalah beban dimana kesetimbangan netral adalah mungkin. Beban ini biasanya disebut dengan beban kritis.

  Untuk menentukan beban kritis pada kolom, haruslah mencari besaran beban dimana bagian struktur berada pada kesetimbangan baik pada konfigurasi tekuk penuh maupun sebahagian. Teknik yang digunakan dalam kriteria ini untuk menghitung beban kritis disebut dengan metode kesetimbangan netral.

2.3.2 Energi Potensial Minimum

  Berdasarkan contoh mengenai percobaan bola di atas yang memenuhi hukum energi potensial minimum dari sebuah sistem: “Sebuah sistem elastik konservatif adalah berada dalam keadaan kesetimbangan jika dan hanya jika nilai dari energi potensial adalah relatif minimum”.

  Pemakaian kata “relatif minimum” karena mungkin masih didapatnya harga terkecil yang terdekat dari energi potensial seperti Gambar 2.6 dimana dipisahkan oleh sebuah rintangan tetapi bergerak dari suatu yang minimum dan perlunya suatu gangguan yang lebih besar.

Gambar 2.6 Karakter Relatif Dari Keseimbangan

  Keberadaan dari relatif minimum energi potensial dalam konfigurasi kesetimbangan, secara pasti, hanya untuk kondisi yang cukup memungkinkan terhadap stabilitas.

2.3.3 Tekuk Lokal (Local Buckling)

  Tekuk lokal adalah fenomena tekuk dimana perubahan bentuk yang terjadi akibat pembebanan terjadi hanya pada elemen sayap saja atau hanya pada elemen badan saja tanpa ada perubahan pada sisi memanjang batang seperti Gambar 2.7.

  Sisi memanjang tidak berpindah

Gambar 2.7 Bentuk Mode Tekuk Lokal

  > λ

  2 2 .

  υ π 2

  2 .

  ) 1 .( 12 . .

    

    

  − = b E t k f crf

  υ π

  ) 1 .( 12 . .

    

    

    

  − = d E t k f crl

  υ π

  673 .

  ≤ λ b b e = b b e

  . ρ = 673 .

  − = h E t k f crw

    

  Pendekatan perhitungan tekuk lokal dilakukan dengan metode klasik untuk tekuk pelat yang berdiri sendiri untuk tinggi penampang (h), lebar flens (b) dan panjang lip (d) maka: untuk k = 4 untuk k = 4 untuk k = 0.43 (2.2)

    − =

  Pada tekuk lokal untuk menentukan kapasitas penampang atau komponen struktur, lebar efektif (be) dari elemen dengan pengaku yang mengalami tegangan tekan merata harus ditentukan dari: untuk untuk

  (2.3)

  b = lebar rata dari elemen tidak termasuk lengkungan ρ

  = faktor lebar efektif

  1 22 .

  1 ≤

     

  

λ

λ

  ) 1 .( 12 . .

  (2.4) rasio kelangsingan ) (

  λ

  harus ditentukan sebagai berikut:

  • λ

     

     

  = cr f f

  (2.4.1) dimana:

  • * f = Tegangan desain pada elemen tekan yang dihitung berdasarkan lebar desain efektif.
  • 2 2 .

      f = Tegangan tekuk elastis pelat. cr k = Koefisien tekuk pelat.

      4 untuk elemen dengan pengaku yang ditahan suatu pelat badan pada setiap tepi longitudinal (harga k untuk berbagai elemen diberikan dalam yang bersesuaian).

      3 E = Modulus elastisitas Young (200 x 10 MPa).

      υ = Angka Poisson. t = Tebal elemen dengan pengaku yang mengalami tekan merata.

    Tabel 2.1 Harga Koefisien Tekuk Pelat

      Sebagai alternatif, koefisien tekuk pelat ( k ) pada Tabel 2.1, asumsi untuk setiap elemen rata boleh ditentukan dari analisis tekuk elastis yang rasional dari seluruh penampang sebagai rakitan pelat yang memikul distribusi tegangan longitudinal pada penampang sebelum mengalami tekuk.

      Elemen Aktual Lebar Efektif (b) Dari Elemen dan Tegangan Rencana (f *) Pada Elemen Efektif

    Gambar 2.8 Elemen Aktual dan Lebar Efektif (b) Dari Elemen dan TeganganRencana (f *) pada elemen efektif

    • * Untuk menentukan kapasitas tekan nominal penampang atau komponen struktur

      

    f harus diambil suatu kesimpulan seperti berikut:

      pada Gambar 2.8, *

      N

      Bila kapasitas penampang nominal ( ) dari komponen struktur dalam tekan s

      f harus sama dengan dihitung berdasarkan pelelehan awal, maka f . y * N

      Bila kapasitas komponen struktur nominal ( ) dari komponen struktur dalam c

      f

      tekan dihitung berdasarkan tekuk lentur, tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, maka

      f harus sama dengan . n

    2.3.4 Tekuk Lentur Torsi (Flexural Torsional Buckling)

      Pada bagian ini berlaku untuk komponen struktur dimana resultan semua gaya * yang bekerja padanya berupa gaya aksial yang melalui titik berat penampang efektif yang dihitung pada tegangan kritis ( f ). Gaya aksial tekan desain ( N ) harus n memenuhi berikut ini: Tabel 2.2.

    Tabel 2.2 Faktor Reduksi Kapasitas s c N N .

      (a) (2.5) (b) (2.5.1) dimana: c = faktor reduksi kapasitas untuk komponen struktur dalam tekan sesuai

      ≤ c c N N . * φ ≤

    • * φ

      N = Kapasitas penampang nominal dari komponen struktur dalam tekan. s f A . (2.6) e y A = Luas efektif saat tegangan leleh ( f ). e y N = Kapasitas komponen struktur nominal dari komponen struktur dalam tekan. c N A f (2.7) c e n = .

      A = Luas efektif saat tegangan kritis ( f ). e n

      Untuk penampang dengan lubang lingkaran, A harus ditentukan sesuai dengan e persamaan:

      b b d

      untuk λ ≤ . 673 = − e hd  . 22 .

      8 h

      b  

      1 − −  b

      λ b b d

      untuk > . 673 = ≤ −

      λ e h λ d dimana diameter lubang dan dihitung sesuai dengan Persamaan 2.1 dan 2.2. h λ b b d

      Nilai tidak boleh melebihi . ( − ) e h Bila perkalian jumlah lubang sepanjang daerah efektif dengan diameter lubang dibagi dengan panjang efektif tidak melampaui 0.015, A dapat ditentukan dengan e mengabaikan lubang:

      f = tegangan kritis, harus ditentukan dari persamaan atau. n 2 Untuk ≤ 1 .

      5 f = ( . 658 λ (2.8) ). f

      λ n c y c 2 f = ( . 877 / ). f

      Untuk λ (2.9)

      > 1 .

      5 n c y

      λ c

      dimana:

      f λ = kelangsingan non-dimensi yang digunakan untuk menentukan c n

      f y

      = (2.10)

      λ c f oc f = nilai terkecil dari tegangan tekuk lentur, torsi dan lentur torsi. oc

      Untuk penampang simetris ganda, penampang tertutup dan penampang lain yang dapat ditunjukkan tidak menerima tekuk torsi atau tekuk lentur-torsi, tegangan tekuk

      f

      lentur elastis ( ) harus ditentukan sebagai berikut: oc 2 E

    π .

      f oc = 2

    l r

    e /

      (2.11) dimana:

      l = Panjang efektif penampang. e r = Radius girasi dari penampang utuh, tidak tereduksi.

      Untuk Persamaan 2.11 jika nilai panjang efektif ( l ) kurang dari 1,1 l dimana: e o

      E l r o = π . . f cr

      (2.12)

      f cr = tegangan tekuk elastis pelat. l

      Untuk menentukan nilai maka diambil: e Pada sistem rangka dimana stabilitas lateral diberikan oleh breising diagonal, dinding geser, struktur disebelahnya yang mempunyai stabilitas lateral yang cukup, atau pelat lantai atau dek atap yang ditahan secara horisontal oleh dinding atau sistem breising sejajar dengan bidang sistem

      l ) untuk komponen

      rangka, dan pada rangka batang, panjang efektif ( e struktur tekan yang tidak tergantung pada kekakuan lenturnya agar memiliki stabilitas lateral dari sistem rangka atau rangka batang, harus diambil sama dengan panjang yang tidak breising ( l ), kecuali analisis menunjukkan nilai yang lebih kecil dapat digunakan.

      2. Pada sistem rangka yang tergantung pada kekakuan lenturnya agar

      l

      memiliki stabilitas lateral, panjang efektif ( ) dari komponen struktur e tekan harus ditentukan dengan metode rasional dan tidak boleh kurang dari panjang aktual yang tidak breising.

      f

      Untuk penampang yang menerima tekuk torsi atau lentur-torsi, harus diambil oc

      f r r

      dari nilai terkecil antara dengan dan yang dihitung sebagai berikut: oc y =

      1 2  

      f f f f f f f oc ox oz ox oz ox oz = − + + + 4 β . .

        (2.13) 2 β dimana:

      f f ox oz dan ditentukan berdasarkan persamaan

      2 E

    π

    f

      = ox

      2

      (2.14)

      l / r ex x

      dimana:

      f ox = tegangan tekuk elastis pada komponen struktur tekan yang dibebani secara aksial untuk tekuk lentur terhadap sumbu x.

      2  

      

    GJ π EI

      

    1

    f = oz

    • w

      2

      2  

      (2.15) Ar GJl

      o 1 ez   dimana: , , = Panjang efektif untuk tekuk terhadap sumbu x, y dan puntir. l

      l ex ey l ez

      3 G = Modulus elastisitas geser (80 x 10 MPa).

      J = Konstanta torsi untuk penampang.

      I w = Konstanta puntir lengkung untuk penampang.

    2.3.5 Tekuk Distorsi (Distortional Buckling)

      Tekuk distorsi (Distortional buckling) sebuah ragam tekuk yang melibatkan perubahan bentuk penampang, tidak termasuk tekuk lokal.

    2.3.5.1 Kanal Dalam Kondisi Tekan

      Tegangan tekuk distorsi elastis (fod) dari penampang kanal yang mengalami tekan seperti pada Gambar 2.9 ditentukan sebagai berikut:

      E

      2

      (2.16)

      4 α α α α α od

      1

      2

      1

      2

      3 [ ]

      f = − −

    + +

    2 A

      dimana:

      k η

      2 φ

      = + +

    . 039 J

    α β λ

      1

      2

      (2.17)

      E β β η

      1

      1

       

      β 3 α = η + 2 y

      I

      2 y  

      (2.18)

      β

       1   

      η

      I α = η α − β 3 1 y

    3

        (2.19)

      β

       1 

      I I y = + h

    •  
    • 2 x

        β

        (2.20) 1 x  

        A

         

        (2.21)

        β =

        I I xh 2 w x x

      • 2

        (2.22)

        

      I x h

      β = −

        3 xy x

        (2.23)

        y h I y h

        2 β + = β − − − β

        4 2 y y y

        3 [ ] . 25

         b

        β 4 w 4 .

        80  

        = λ 3

        (2.24)

        t

          2  

        π

         

        η =

        (2.25)   3 λ 2 2

           

        

      Et fb

      1 .

        1 λ od w  

        k =

        1 −

        φ 2 2 2

         

        

      b Et b

        (2.26) 5 . 46 . 06   ww + + λ λ  

        fod ditentukan dari persamaannya.

        η 2 dengan .

        J α β λ + 1 = . 039 2

        β 1 I

        I I

        I dimana nilai-nilai A , , , , adalah untuk sayap dan lip tekan. x y xy w

      Gambar 2.9. Canal Yang Mengalami Tekan

      2.3.5.2 Kanal Lip Dalam Kondisi Tekan

        4

        Tegangan tekuk distorsi elastis (fod) dari penampang kanal lip yang mengalami tekan seperti pada Gambar 2.10 ditentukan sebagai berikut: (2.27) dimana: (2.28) (2.29) (2.30)

        φ 1 2 2 1 1

        I f x η β λ

        α α α α α − + − + = A E f od E k J b

        2

      • 039 . + =
      • = xy f y
      • =

        ′ ditentukan dari persamaan dengan [ ] 3 2 2 1 2 1

        1

          

          

        = λ π

        η

           

           

          

          

        1 06 . 46 .

        = t b b

        5

        λ λ λ

        φ w w od w b b

        Et f b Et k

        2 2 1

      1

        039 . λ

        β η α

        J b

        I f x

        I w f x λ 2

           

        od f

        β η α

        (2.34)

        β η α

        (2.31) (2.32) (2.33)

          

          

        I b y

        I 1 2

        2

          

        4    

          

        − =

      2

      2 1 1 3 f xy y

      b

        I I β η

        α η α

          

          

        I I x y x 2 1 β 25 .

        3 2 80 .

        − A

      • =
      • 2 2 2 2 2 3′ −
      • =
      • =

      • =
      • =
      • =
      • 2 1

          − + − + + = f f f f y b x t b x tb d t d tb

            

          − + + + = y d t d y t b td t b

          I f f x 2 2

          1 3 1 3

          2

          12

          12   

            

          I x b y d t d y x b t b

          12

          I f f f xy

            

            

          

        − + −

            

            

          − =

          2

          12   

          2

        Gambar 2.10 Canal Lip Yang Mengalami Tekan nilai-nilai A , x , y , , J

          Struktur tekan yang telah diprakualifikasi pembatasan untuk penggunaan komponen dapat dilihat pada Tabel 2.3.

          x

          I

          , y

          I

          , xy

          I

          adalah untuk sayap dan lip tekan (2.35) (2.36) (2.37) (2.38)

          (2.39) (2.40) (2.41)

          A t d b f 1

          1 2 3 1 3

          1 1 2

          2

          2