BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom - Analisis Kekuatan Lentur dan Daktilitas pada Penampang Kolom Beton Bertulang, Kolom Baja dan Kolom Composite dengan Software ‘XTRACT’

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kolom

  Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan kekuatan yang lebih besar dapat diperoleh dengan memberikan kekangan lateral pada tulangan longitudinal ini. Akibat adanya beban tekan, kolom cenderung tidak hanya memendek dalam arah memanjang tetapi juga mengembang dalam arah lateral karena adanya pengaruh efek Poisson. Kapasitas kolom seperti ini dapat meningkat dengan memberikan kekangan lateral dalam bentuk sengkang persegi dengan jarak yang berdekatan atau spiral yang membungkus di sekeliling tulangan longitudinal.

  Kolom beton bertulang dikatakan kolom bersengkang persegi atau spiral tergantung dari metode atau cara yang digunakan untuk mengikat atau menguatkan tulangan secara lateral pada tempatnya. Jika kolom mempunyai serangkaian sengkang persegi yang tertutup seperti pada Gambar 2.1, kolom dinamakan kolom sengkang persegi. Sengkang ini sangat efektif dalam meningkatkan kekuatan kolom. Sengkang mencegah tulangan longitudinal bergerak selama konstruksi dan sengkang menahan kecenderungan tulangan longitudinal untuk menekuk ke arah luar akibat beban, yang dapat menyebabkan selimut beton bagian luar pecah. Kolom sengkang persegi biasanya berbentuk bujur sangkar atau persegi, tetapi dapat juga berupa oktagonal, bulat, bentuk L, dan lain sebagainya. Bentuk bujur sangkar dan persegi lebih sering digunakan karena kesederhanaan dalam membuat cetakan.

Gambar 2.1 : Kolom sengkang persegi

  Kemudian, kolom beton bertulang dinamakan kolom spiral apabila spiral menerus yang terbuat dari tulangan atau kawat tebal membungkus sekeliling tulangan longitudinal seperti pada Gambar 2.2. Spiral dengan jarak yang berdekatan dapat mengekang lebih baik tulangan longitudinal pada posisinya, dan menyelimuti beton bagian dalam serta meningkatkan kekuatan aksial dengan sangat besar. Saat beton pada bagian dalam spiral cenderung menyebar keluar secara lateral akibat beban tekan, spiral akan menahannya dan kolom tidak akan runtuh sampai spiral mengalami leleh atau putus. Kolom spiral biasanya berbentuk lingkaran, tetapi juga dapat dibuat menjadi bentuk persegi, oktagonal atau lainnya. Spiral sangat efektif dalam meningkatkan daktilitas dan kekokohan dari kolom, tetapi spiral jauh lebih mahal dibandingkan sengkang persegi. Oleh karena itu, kolom spiral biasanya lebih sering digunakan untuk kolom dengan beban yang sangat besar dan untuk kolom di daerah rawan gempa karena ketahannya terhadap gempa.

Gambar 2.2 : Kolom Spiral

  Kolom komposit, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.3, adalah kolom beton yang diberi tulangan longitudinal dan profil baja. Kolom ini dapat digunakan dengan atau tanpa tulangan longitudinal. Kolom ini juga dapat berbentuk persegi ataupun lingkaran. Pada kolom yang berbentuk lingkaran, umumnya terdapat struktur pipa beton di dalamnya. Kolom dengan bentuk lingkaran yang di dalamnya terdapat struktur pipa beton dikenal sebagai kolom pipa yang terisi beton (Concrete Filled

  

Tube Columns ). Kolom komposit yang berbentuk persegi dikenal sebagai kolom baja

yang diselimuti beton (concrete encased steel columns atau steel reinforced concrete).

Gambar 2.3 : Kolom Komposit

  Selain kolom beton bertulang dan kolom komposit yang telah dijelaskan sebelumnya, kolom yang hanya menggunkan profil baja juga sering digunakan pada jenis-jenis bangunan tertentu. Tentunya, setiap jenis kolom mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam penggunaan dan pelaksanaannya pada suatu bangunan.

  Dalam mendesain suatu bangunan, konsep strong columns weak beams hendaknya diterapkan secara benar. Konsep ini mensyaratkan bahwa setelah struktur mengalami gempa rencana sendi plastis boleh terjadi pada balok tetapi tidak pada kolom. Tujuan dari konsep ini adalah agar struktur masih tetap dapat berdiri dan orang yang berada di dalamnya memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri. Namun dalam pelaksanaannya, struktur yang mengalami gempa rencana sering kali mengalami sendi plastis pada daerah yang memikul momen maksimum pada kolom. Peristiwa ini dapat mengakibatkan daerah dekat perletakan mengalami penurunan kekuatan dan tegangan yang tiba-tiba akibat lepasnya selimut beton (spalling).

Gambar 2.4 : Kelakuan Kolom dalam Struktur

  Penurunan kekuatan dan tegangan yang tiba-tiba pada kolom dalam suatu struktur perlu dicegah ataupun diminimalisir. Struktur yang didesain diharapkan mengalami kelakuan daktail (ductile) dan bukan mengalami kelakuan getas (brittle). Oleh karena itu, pengekangan lateral terhadap kolom-kolom dalam suatu struktur harus dilakukan. Hal ini dapat meningkatkan kekuatan beton pada daerah inti (core).

  Pengekangan (confinement) ini memberikan peningkatan kekuatan yang cukup signifikan pada daerah beton inti (core). Pengekangan ini juga akan meningkatkan daktilitas dari kolom tersebut. Daktilitas dapat diartikan sebagai kemampuan suatu struktur atau penampang untuk mengalami deformasi tanpa mengalami penurunan kekuatan yang signifikan (Park & Ruitong, 1988).

  Pengekangan terhadap material beton pada kolom umumnya dapat dilakukan dengan penggunaan tulangan transversal (sengkang) baik yang berbentuk segi empat maupun yang berbentuk spiral. Selain itu, pengekangan juga dapat dilakukan dengan penggunaan kolom baja yang diselimuti beton (steel reinforced concrete column).

Gambar 2.5 : Efektifitas Pengekangan (a) sengkang persegi; (b) spiral

2.2. Dasar Teori Pengekangan

  Material beton dalam kolom beton bertulang (reinforced concrete column) maupun kolom baja yang diselimuti beton (steel reinforced concrete column) akan meningkat kekuatannya apabila dilakukan pengekangan terhadap kolom tersebut. Pengekangan dilakukan dengan menggunakan tulangan transversal baik yang berbentuk segi empat maupun yang berbentuk spiral. Pada saat penampang beton bertulang diberi tegangan tekan yang relatif kecil, efek pengekangan (confinement) tidak mempengaruhi kelakuan beton bertulang. Hal ini dikarenakan tegangan tersebut masih dapat dipikul oleh beton dan tulangan longitudinal. Namun, ketika penampang beton bertulang menerima tegangan yang melebihi tegangan ultimate, efek pengekangan diperlukan agar struktur tidak mengalami keruntuhan secara tiba-tiba.

  Efek pengekangan pada kolom diperlukan agar kolom akan lebih daktail pada saat menerima beban ultimate. Dengan adanya efek pengekangan yang terjadi, kekuatan dan daktilitas dari suatu penampang atau struktur akan meningkat. Hal ini disebabkan adanya peningkatan tegangan dan kekuatan pada material beton yang mengalami pengekangan. Oleh karena itu, kurva hubungan antara tegangan dan regangan (stress-strain curve) yang terjadi pada beton terkekang diperlukan dalam menganalisa kekuatan dan daktilitas dari penampang atau struktur tersebut.

  Beberapa peneliti telah merekomendasikan model kurva tegangan-regangan untuk material beton yang terkekang dalam penampang beton bertulang (reinforced

  concrete ), antara lain : a.

  Model Kent dan Park (1971) b.

  Model Mander, Priestley, dan Park (1988) c. Model Cusson dan Paultre (1995) d.

  Model Diniz dan Frangopol (1997) e. Model Kappos dan Konstantinidis (1999) f. dan lain-lain

  Di antara beberapa model di atas, model yang akan digunakan untuk mencari persamaan kurva tegangan-regangan untuk material beton dalam kolom beton bertulang dan kolom baja yang diselimuti beton dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah model Mander, Priestley, dan Park (1988).

  Efek pengekangan yang terjadi di dalam suatu penampang kolom beton bertulang membagi material beton menjadi dua jenis yaitu material beton untuk selimut beton yang tidak mengalami kekangan (unconfined concrete) dan material beton inti yang mengalami kekangan (confined concrete). Efek pengekangan ini didapatkan dari adanya penggunaan tulangan transversal di sepanjang kolom. Berikut adalah ilustrasi dari efek pengekangan yang terjadi pada suatu kolom beton bertulang:

Gambar 2.6 : Material Beton pada Kolom Beton Bertulang

  Kemudian, efek pengekangan pada kolom baja yang diselimuti beton membagi material beton menjadi tiga jenis yaitu daerah beton yang tidak terkekang (unconfined concrete), daerah beton yang terkekang secara sebagian (partially

  

confined concrete ) dan daerah beton yang terkekang secara penuh (highly confined

concrete ).

Gambar 2.7 : Material Beton pada Kolom Baja yang Diselimuti Beton

  Untuk material baja atau tulangan yang digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah material baja yang memiliki kurva tegangan-regangan dengan model Elastis Plastis Sempurna (Elastic Perfectly Plastic).

2.3. Model Tegangan-Regangan Material

  Kolom beton bertulang (RC Column) dan kolom baja yang diselimuti beton (SRC Column) memiliki 2 jenis material yaitu beton dan baja. Masing-masing material memiliki sifat-sifat tersendiri sehingga perlu didefinisikan secara tersendiri dengan menggunakan pendekatan tertentu. Pendekatan yang digunakan dalam tugas akhir ini untuk material beton pada kolom beton bertulang adalah model Mander.

  Kemudian, untuk material baja yang digunakan adalah model Elastis Plastis Sempurna (Elastic Perfectly Plastic)

2.3.1. Hubungan Tegangan-Regangan Beton

  Model hubungan tegangan-regangan beton yang digunakan adalah model yang direkomendasikan oleh Mander et al (1988) seperti ilustrasi pada Gambar 2.8 berikut :

Gambar 2.8 : Model Tegangan-Regangan Beton Kurva tegangan dan regangan dibentuk dengan persamaan berikut :

  ′ (2-1)

  = −1+

  dengan :

  ; ; = = =

  − dimana : = tegangan beton (MPa)

  = kekuatan tekan beton maksimum (MPa)

  = regangan beton = regangan beton pada tegangan maksimum beton

  = Modulus Elastisitas beton = 5000 ...............MPa

  = Modulus Secant dari beton terkekang (MPa) Regangan beton pada tegangan maksimum beton diberikan dengan persamaan :

  = (2-2) 1 + 5 − 1

  = 0.002 dengan nilai Kemudian, nilai dari diberikan oleh persamaan berikut :

  

  7.94

′ ′

  = (2.3)

  ′ ′ − 2 −1.254 + 2.254 1 +

  

′ ′

  atau = (2-4)

   .

  

  Nilai , dapat dicari dengan menggunakan Gambar 2.9 berikut :

  ′ ′

Gambar 2.9 : Kurva nilai K dengan

  2 1−

  dimana : s‟ adalah jarak bersih antar sengkang adalah rasio antara luas tulangan longitudinal

  = dan = (2-8)

  (2-6) = . = . (2-7) dengan :

  1 −

  2

  

  

  :

  

2

6 =1 1−

  = 1−

  = (2-5) untuk pengekang berbentuk persegi empat dicari dengan persamaan :

  

  =

  

  ( ) dengan luas beton inti ( ) adalah diameter beton inti (jarak sengkang dari pusat ke pusat) adalah lebar beton inti (jarak sengkang dari pusat ke pusat) adalah jarak antar tulangan longitudinal adalah luas tulangan sengkang

2.3.2. Hubungan Tegangan-Regangan Baja

  Terdapat dua model tegangan-regangan baja yang sering digunakan antara lain: model Elastis Plastis Sempurna (Elastic Perfectly Plastic) dan model Baja dengan Strain Hardening. Model Elastis Plastis Sempurna juga dikenal sebagai model Elasto-Plastis. Berikut adalah ilustrasi dari kurva tegangan-regangan dari model tegangan-regangan yang dijelaskan sebelumnya :

Gambar 2.10 : Model Tegangan-Regangan Elasto-Plastis

  Model Elasto-Plastis (Gambar 2.10) adalah model yang menyederhanakan kurva plastis menjadi garis linear yang sama besarnya dengan tegangan leleh.

  Sedangkan, model Baja dengan Strain Hardening (Gambar 2.11) adalah model baja yang terdiri dari 3 bagian yaitu : daerah elastis, daerah leleh (yield) dan daerah perkerasan regangan (strain hardening).

Gambar 2.11 : Model Tegangan-Regangan Baja dengan Strain Hardening

  Dalam pengerjaan tugas akhir ini, model yang digunakan adalah model Elasto- Plastis. Model tegangan-regangan baja ini akan digunakan untuk tulangan longitudinal, tulangan transversal dan profil baja.

2.4. Ketentuan SK SNI 03-2847-2002

  Beberapa ketentuan SK SNI Tahun 2002 yang menjadi rujukan antara lain terdapat dalam pasal 12 mengenai perencanaan komponen struktur terhadap beban lentur atau aksial atau kombinasi dari beban lentur dan aksial. Dalam merencanakan komponen struktur terhadap beban lentur atau aksial atau kombinasi dari beban lentur dan aksial, digunakan asumsi sebagai berikut : 1.

  Perencanaan kekuatan komponen struktur untuk beban lentur dan aksial didasarkan pada asumsi yang diberikan dalam 12.2 (2) hingga 12.2 (7) dan pada pemenuhan kondisi keseimbangan gaya dan kompabilitas regangan yang berlaku.

  2. Regangan pada tulangan dan beton harus diasumsikan berbanding lurus dengan jarak dari sumbu netral, kecuali, untuk komponen struktur lentur tinggi dengan rasio tinggi total terhadap bentang bersih yang lebih besar dari 2/5 untuk bentang menerus dan lebih besar dari 4/5 untuk bentang sederhana, harus digunakan distribusi regangan non-linier. Lihat 12.7.

  3. Regangan maksimum yang dapat dimanfaatkan pada serat tekan beton terluar harus diambil sama dengan 0,003.

  4. harus

  Tegangan pada tulangan yang nilainya lebih kecil daripada kuat leleh diambil sebesar dikalikan regangan baja. Untuk regangan yang nilainya lebih besar dari regangan leleh yang berhubungan dengan , tegangan pada tulangan harus diambil sama dengan .

  5. Dalam perhitungan aksial dan lentur beton bertulangan, kuat tarik beton harus diabaikan kecuali bila ketentuan 20.4 dipenuhi.

  6. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan tekan beton boleh diasumsikan berbentuk persegi, trapesium, parabola, atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik bila dibandingkan dengan hasil pengujian.

  7. Ketentuan 12.2 (6) dapat dipenuhi oleh suatu distribusi tegangan beton persegi ekuivalen yang didefinisikan sebagai berikut : a. diasumsikan terdistribusi secara merata pada

  Tegangan beton sebesar 0,85 ′ daerah tekan ekuivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak dari serat dengan

  =

  1 regangan tekan maksimum.

  b.

  Jarak c dari serata dengan regangan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut.

  0,85 untuk beton dengan nilai kuat tekan

  c. harus diambil sebesar Faktor

  1

  ′

  30 lebih kecil daripada atau sama dengan . Untuk beton dengan nilai kuat

  30 0,05 untuk setiap kelebihan tekan di atas harus direduksi sebesar ,

  1

  7 0,65. tidak boleh diambil kurang dari di atas 30 , tetapi

  1 Beberapa ketentuan SK SNI Tahun 2002 lain yang menjadi rujukan antara lain : 1.

  Batas luar penampang efektif dari suatu komponen struktur tekan dengan tulangan spiral atau sengkang pengikat yang dibuat monolir dengan suatu dinding atau pilar beton tidak boleh diambil lebih dari 40 mm di luar batas tulangan spiral atau sengkang pengikat. (pasal 12.8 (2))

2. Luas tulangan longitudinal komponen struktur tekan non-komposit tidak boleh kurang dari 0,01 ataupun lebih besar dari 0,08 kali luas bruto penampang .

  (pasal 12.9 (1)) 3. Jumlah minimum batang tulangan longitudinal pada komponen struktur tekan adalah 4 untuk batang tulangan di dalam sengkang pengikat segi empat atau lingkaran. (pasal 12.9 (2)) 4. Spasi vertikal antara sengkang pengikat lateral tidak boleh melebihi 16 diameter batang tulangan longitudinal, 48 diameter batang sengkang pengikat, atau ½ kali dimensi sisi terkecil dari komponen struktur komposit. (pasal 12.16.8 (5))