271714994 Resensi Buku Total Quality Management in Education

TOTAL QUALITY MANAGEMENT IN EDUCATION
(Manajemen Mutu Pendidikan)
Dunia pendidikan di era kontemporer dikejutkan dengan adanya model pengelolaan pendidikan
pendidikan berbasis industri. Pengelolaan ini mengandaikan adanya upaya pihak pengelola institusi
pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaan. Dalam disiplin
ilmu pendidikan disebut dengan total quality education (TQE). TQE mengusung filosofi total quality
management(TQM) yang semula diterapkan dalam dunia bisnis.
Dalam konteks filosofisnya, konsep ini menekankan prinsip pencarian secara konsistem terhadap
perbaikan secara berkelanjutan dengan tujuan mencapai kebutuhan kepuasan pelanggan. Ini berarti
“kepuasan pelanggan menjadi nomor satu”.
Adapun strategi yang dikembangkan adalah institusi pendidikan memposisikan diri sebagai penyedia jasa
yakni institusi yang memberikan service atau layanan seperti yang diinginkan pelanggan atau customer.
Dalam ruang inilah institusi sebagai penyedia jasa dan para pelanggan sama-sama membutuhkan sistem
manajemen yang mampu membercayakan institusi pendidikan agar bermutu.
Pelanggan kemudian dibedakan menjadi dua jenis, internal customer dan external cutomer. Internal
customer adalah para pengelola institusi, yakni guru, dosen, staff dan penyelenggara institusi; external
customer adalah masyarakat, pemerintah dan dunia industri (dalam konteks Pendidikan Kristen dapat
ditambahkan: gereja).
Oleh karena itu, apabila memposisikan institusi pendidikan sebagai penyedia jasa maka harus memenuhi
standar mutu, yaitu: mutu sesungguhnya – quality in fact dan mutu persepsi – quality in perception.
Dengan indikator pengukuran: tanpa cacat – zero defect dan baik sejak awal – right first time and every

time.
Dalam ranah pendidikan, quality infact dapat dilihat pada stadar kemampuan dasar yang dimiliki lulusan
atau kualifikasi akademik minimal. Sedangkan quality in perception dapat dilihat pada kepuasan dan
bertambahnya minat pelanggan eksternal terhadap lulusan institusi pendidikan (X or Y institution).
Dengan demikian apabila TQM diterapkan dalam dunia pendidikan maka harus memperhatikan:
Continuous improvement – perbaikan secara terus menerus
Quality assurance – standar mutu. Untuk dapat mencapainya maka pihak manajemen harus
menentukan standar mutu materi kurikulum dan standar evaluasi ang akan dijadikan sebagai alat untuk
mencapai standar kemampuan dasar (standar kompetensi dasar).

Metode pendekatan yang diterapkan atau ditempuh adalah





Student active learning – pembelajaran pelar aktif
Cooperatif learning dan colaboratif learning
Constructive learning
Mastery learning – pembelajaran tuntas


Mutu peserta didik dapat diukur dalam tiga bentuk penguasaan:





Content objectives
Methodological objectives
Life skill objectives

Atau dengan kata lain berfokus pada instructional effects (hasil kasat mata) dan nurturent effects atau
hasil-hasil laten proses pembelajaran seperti terbentuknya kebiasaan membaca dan pemecahan
masalah.
Change of culture: sebagai bagian dan tujuan membentuk budaya organisasi yang menghargai mutu
dan menjadikan mutu sebagai orientasi semua komponen organisasi. Baik dalam mutu proses
pembelajaran maupun mutu hasil. Untuk mencapai hal ini maka harus melakukan rekayasa dan motivasi
agar secara bertahap dan pasti kultur mutu berkembang dalam organisasi mutu pendidikan.
Upside down organization: perubahan organisasi akan mengikuti perubahan visi dan misi.
Keeping close to the customer atau mempertahankan hubungan dengan pelanggan. Karena itu public

relation menjadi unsur penting.

Tanggapan
Total Quality Management (TQM) atau manajemen mutu menyeluruh adalah suatu konsep manajemen
yang telah dikembangkan sejak 50 tahun lalu dari berbagai aspek/praktek manajemen serta usaha
peningkatan dan pengembangan produktivitas. TQM memperkenalkan pengembangan proses produk
dan pelayanan sebuah organisasi secara sistematik dan bekesinambungan. Pendekatan tersebut ini
berusaha untuk melibatkan semua pihak terkait, dan memastikan bahwa pengalaman dan ide – ide
mereka yang memiliki sumbangan dalam pengembangan mutu.
Di masa lampau, literatur manajemen berfokus pada fungsi – fungsi kontrol kelembagaan, termasuk
perencanaan pengorganisasian perekrutan staf, pemberian arahan, penugasan, strukturisasi dan
penyusunan anggaran. Konsep manajemen ini membuka jalan menuju paradigma berpikir baru yang
memberi penekanan pada kepuasan pelanggan, inovasi, dan mutu peningkatan pelayanan secara
berkesinambungan.
Memperhatikan perkembangan dunia, baik era skolastik, modern, bahkan post modern (era posmo) atau
dalam buku Edward Sillis (pada bagian catatan penerjemah) disebut era “kontemporer” bahwa dunia
pendidikan dikejutkan dengan diterapkannya TQM dalam dunia pendidikan. Saya kira ini hal yang wajar
sebab dunia memang dalam proses perkembangan. Ini juga berarti ada perubahan budaya (culture
change).
Dunia pendidikan harus menyambut baik dan menerapkan TQM dalam pendidikan sebagai bagian dari

keinginan pencapaian mutu baik oleh internal customer maupun external customer. Di mana mutu
sebagai “subjek” yang diacu dan dikontrol. Hal ini tentu dapat ditempuh dengan menerapkan metodemetode pendekatan yang sesuai dalam TQM. Kita tidak menafikan bahwa memang mutu menjadi acuan,
hanya bagaimana mencapainya maka diperlukan TQE.

Faktor rekayasa dan faktor motivasi harus diperhatikan. Rekayasa dalam konteks pendidikan dapat
dipahami berkaitan dengan tindakan perencanaan secara terstruktur, komprehensif dan akurat melalui
kurikulum dan mata ajar yang dapat diperhatikan dari kompetensi pencapaian. Di sinilah makna dan
maksud faktor rekayasa. Motivasi, di mana mutu menjadi “subjek” yang diacu sehingga yang terlibat
dalam institusi pendidikan paham bahwa mutu menjadi hal penting. Sehingga peserta didik dapat
berhasil baik dari segihard skill maupun soft skill.

BAB I
LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN MUTU

Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri – Tom Peters dan Nancy
Austin
Mutu
Bagi setiap institusi, mutu adalah aganda utama dan mutu merupakan tugas yang paling penting.
Walaupun demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu sebuah konsep yang penuh dengan
teka-teki; mutu merupakan hal yang membingungkan dan sulit diukur. Ini berarti ada perbedaan dalam

mendefinisikan mutu.
Bisa saja kita mencapai hasil dan mengetahui mutu ketika kita mengalaminya dan tetap akan
terasa sulit ketika hendak mendeskripsikan dan menjelaskan perihal mutu. Mutu merupakan suatu hal
yang membedakan antara yang baik dan/atau sebaliknya. Dengan demikian mutu merupakan masalah
pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di tengah-tengah persaingan
dunia pendidikan yang kian keras.
Pelaku-pelaku dunia pendidikan menyadari keharusan mereka untuk meraih mutu tersebut dan
menyampaikannya pada pelajar dan anak didik. Karena itu ada banyak faktor yang dapat menjadi
indikator mutu, misalnya: gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian
yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang tua, bisnis dan komunitas lokal, sumber
daya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian
terhadap pelajar, dan anak didik, kurikulum yang memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor
tersebut.
Semua yang disebutkan di atas merupakan hal-hal yang dapat dijadikan sebagai kekuatan dari
setiap institusi untuk mencapai mutu. Namun menjadi problem saat harus memikirkan kembali “mutu”.
Apakah mutu dalam bentuk hasil ataukah ‘sebuah kepuasan’ dari pelanggan. Dan mungkinkah di sini
letaknya kesulitan dalam mendefinisikan mutu?.
Dalam dunia bisnis, misalnya, wakil presiden eksekutif Ford Motor Company mengatakan bahwa
“kita tahu bahwa pada saat ini, masa-masa sulit ini, kita harus benar-benar memuaskan pelanggan”.
Untuk mencapainya tidaklah semudah mendengarkan pelanggan dan memberi respon yang baik pada

mereka maka mutu akan tercapai dengan sendirinya. Tidak. Untuk mencapainya harus “meniscayakan
sebuah langkah awal yang lebih serius”. Sebab itu, organisasi-organisasi yang menganggap serius

pencapaian mutu akan memahami bahwa untuk mencapai mutu, Anda harus “mendengar dan
merespon secara simpatik terhadap kebutuhan dan keinginan pelanggan”.
Mutu? Ya, mutu adalah ide yang sudah ada di hadapan kita. Bahwa institusi-institusi yang
bergerak dalam assesment mutu telah melakukan berbagai langkah misalnya penghargaan dan standar
mutu yang telah dierkenalkan sebagai bagian dari mempromosikan mutu dan keunggulan. Misalnya, The
Citizen’s Charter, The Parent’s Charter, Investor in People, The European Quality Award, British Standard
BS5750 dan Internasional Standard ISO 9000.
Karena itu, mutu kemudian memasuki dunia pendidikan. Ini sebuah fenomena dalam dunia
pendidikan. Institusi-institusi pendidikan kemudian mengembangkan sistem-sistem mutu dengan tujuan
membuktikan kepada khalayak umum bahwa mereka (institusi X) memberikan layanan yang bermutu.
Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa mutu bukan sekedar sebuah inisiatif atau
sebuah model baru yang di desain untuk menambah beban kerja guru atau institusi, atau hal lain.
Jika demikian maka kita harus membedakan TQM dalam perusahaan dan TQM dalam pendidikan.
TQM dalam perusahaan hanya sebatas sebuah inisiatif. Sedangkan TQM dalam pendidikan lebih
merupakan sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan
dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Esensinya adalah
perubahan budaya atau culture change.

Harus dicatat bahwa petualangan mencari mutu bukanlah sebuah ekspedisi baru. Dalam dunia
industri, sejak dulu sudah ada keharusan untuk merasa yakin bahwa produk sudah sesuai dengan
spesifikasinya agar mampu memberikan kepuasan pada para pelanggannya. Jika mutu produksi terjaga
maka akan menyebabkan tingkat kepercayaan pelanggan terhadap produk meningkat. Untuk
mencapainya, maka harus menjaga standar mutunya sehingga dikemudian hari lahirlah apa yang disebut
quality control.
Kontrol mutu adalah proses yang menjamin bahwa hanya produk yang memenuhi spesfikasi yang
boleh keluar dari pabrik dan dilempar ke pasar. Maka kontrol mutu berada di tahap akhir atau pasca
produksi dengan tugas mendeteksi produk yang cacat.
Dalam perkembanganya, mutu mulanya dikembangkan di Barat di era 1930 dan 1940an oleh W.
Edwards Deming. Namun Jepanglah yang memanfatkan keahliannya. Deming memformulasikan idenya
pada tahun 1930-an saat melakukan penelitian tentang metode-metode menghilangkan variabilitas dan
pemborosan dari proses industri. Dari serangkaian penelitian yang dilakukan Deming, Deming
menginginkan kontrol atas industri. Ia kemudian mengembangkan metode statistik Shewhart yakni
teknik-teknik meminimalisasi unsur-unsur tak terduga dari proses-proses industri sehingga industri dapat
dikontrol dan terkontrol. Kontribusinya adalah mengembangkan metode Shewhart. Metode Shewhart
dan Deming kemudian dikenal dengan Statistic Process Control (SPC).
Kunjungan Deming ke Jepang dalam tugas melakukan statistik usai perang dunia. Maka Jepang
kemudian memintanya untuk membantu dalam proses kontrol industri Jepang. Deming menganjurkan
Jepang agar mulai mengetahui apa yang diinginkan pelanggan. Ia pun menganjurkan untuk mendesain

metode-metode produksi serta produk Jepang dengan standar tinggi. Sebab hanya itu yang akan
memungkinkan mereka memegang kendali. Dalam prediksinya, jika diterapkan maka hanya
membutuhkan lima tahun maka perusahaan-perusahaan Jepang akan memposisikan diri sebagai

pemimpin pasar. Sejalan dengan itu, Juran pun mengunjungi Jepang. Deming dan Juran kemudian
berkolaborasi ide ke dalam apa yang disebut total quality manajemen (TQM)
Sebagaimana pada organisasi-organisasi lain, kesadaran mengenai kualitas juga telah merambah dunia
pendidikan. Dalam buku ini dikatakan bahwa institusi-institusi pendidikan perlu mengembangkan sistem
kualitasnya agar dapat membuktikan kepada publik bahwa mereka dapat memberikan layanan yang
berkualitas. Kualitas, khususnya dalam konteks TQM dipandang tidak sekedar sebagai inisiatif belaka,
namun dipandang sebagai suatu alat untuk mengubah budaya dalam institusi pendidikan menjadi
budaya yang lebih baik. Namun demikian, total quality movement dalam pendidikan adalah hal yang
masih tergolong baru. Hanya ada sedikit literatur yang mengemukakannya sebelum tahun 1980.
Sebagian besar praktik kerja TQM diawali oleh komunitas pendidikan di AS dan Inggris di tahun 1990,
dan sekarang ini banyak ide terkait TQM telah dikembangkan dengan baik di pendidikan tinggi, terbukti
dengan adanya EFQM European Quality Management Award (tahun 2001) yang dimenangkan oleh St
Mary’s College—sebuah sekolah di Irlandia Utara. Masalah jaminan kualitas juga mulai menjadi
pemikiran utama di sekolah-sekolah di seluruh dunia.
Terkait dengan penerapan TQM sebagai standar jaminan kualitas dalam sebuah institusi pendidikan, ada
beberapa pertanyaan yang perlu dicari jawabannya.

1. Bagaimana kualitas dalam institusi pendidikan dapat dipastikan? Apa indikatornya?
2. Apakah konsep kualitas dalam institusi pendidikan telah benar-benar dipahami oleh mereka
yang berkecimpung didalamnya?
3. Mengapa institusi pendidikan perlu menerapkan sistem manajemen kualitas?
4. Dapatkah konsep manajemen kualitas tersebut dilaksanakan di Indonesia?
Tanggapan
Mutu sebagaimana dikemukakan di atas telah mengalami perkembangan. Para pelaku industri
telah menyadari mutu dan kontrol terhadap menjadi faktor penting sebuah produk diterima atau tidak
oleh pasar. Tahap demi tahap dilakukan hanya dengan satu tujuan kepuasan pelanggan.
Demikianlah yang dilakukan para pelaku industri di Jepang ketika mereka mengetahui bahwa
Deming memiliki metode pendekatan yang efektif dalam mencapai mutu. Bahwa apabila mutu produksi
terjaga maka akan menyebabkan tingkat kepercayaan pelanggan terhadap produk meningkat. Untuk
mencapainya, maka harus menjaga standar mutunya sehingga dikemudian hari lahirlah apa yang disebut
quality control.
Hal in juga yang harus dipikirkan oleh pelaku pendidikan bila menginginkan mutu dan kepuasan
pelanggan. Tidak ada cara lain kecuali mutu out put harus terjaga. Bila mutu out put terjaga makan akan
berdampak terhadap tingkat kepercayaan pelanggan.
Secara umum, kualitas dalam institusi pendidikan dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain: guru yang
baik dan kompeten, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, dukungan dari orang tua, bisnis
dan komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi mutakhir, kepemimpinan yang baik

dan efektif, perhatian terhadap pelajar dan anak didik, kurikulum yang memadai, atau kombinasi dari

faktor-faktor tersebut. Namun benarkah kita benar-benar meyakini bahwa kualitas adalah tentang
indikator-indikator tersebut?
Fakta sekarang ini kualitas pendidikan ditentukan oleh kebijakan pemerintah terpilih, yang telah
dijanjikan selama masa-masa kampanye. Kasus di Indonesia sendiri, kebijakan mengenai pendidikan
akan berubah seiring dengan seringnya pergantian pemimpin. Masing-masing pemimpin terpilih yang
baru tidak ada yang bersedia meneruskan kebijakan dari pemimpin lama yang telah terlaksana sebagian.
Akibatnya, institusi pendidikan di Indonesia sering sekali harus menyesuaikan diri dengan kebijakankebijakan baru yang terus berubah. Contoh paling nyata adalah masalah pergantian kurikulum, dari CBSA
(Cara Belajar Siswa Aktif) hingga sekarang menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Melihat situasi politik semacam ini, TQM mungkin dapat menjadi solusi untuk memastikan kualitas
pendidikan di Indonesia. Mengapa? Karena TQM pada dasarnya adalah gabungan dari filosofi dan
metode. TQM dapat membantu institusi untuk mengelola perubahan-perubahan yang terjadi dan
menetapkan agenda mereka sendiri untuk menyesuaikan diri dengan tekanan dari luar institusi atau
organisasi mereka. Meskipun demikian, TQM tidak akan dapat memberikan hasil yang instan, dan belum
tentu juga akan dapat memberikan hasil terbaik bagi institusi pendidikan. TQM hendaknya dipandang
sebagai seperangkat cara atau alat yang dapat diterapkan dalam manajemen sebuah institusi pendidikan,
termasuk di Indonesia. Dengan demikian, institusi pendidikan akan dikelola dengan manajemen yang
lebih baik, sehingga hasil keluarannya (alumni) akan lebih berkualitas.


BAB II
MEMAHAMI KONSEP MUTU
Konsep Mutu
Mutu memiliki pengertian yang bervariasi. Nomi dan Anna bersepakat bahwa mutu merupakan
konsep yang licin. Mutu mengimplikasikan hal-hal yang berbeda pada masing-masing orang. Inilah yang
kemudian dipahami sebagai masalah disekitar pemahaman terhadap mutu. Mutu merupakan suatu ide
yang dinamis sedangkan definisi-definisi yang kaku sama sekali tidak akan membantu. Karena itu
dibutuhkan suatu pemikiran dan pemahaman yang komprehensif.
Bila demikian maka mutu dapat dilihat sebagai:
1. Konsep yang absolut.
Mutu hanya dapat dilihat dalam contoh berikut: restoran yang mahal, mobil yang mewah. Prinsipnya
adalah memikili sifat baik, cantik dan benar. Ini patokan. Jika demikian, apakah mutu harus dilihat
sebagai nilai? Haruskan menilai mutu dari sesuatu yang bermutu dan merupakan bagian dari standar
yang sangat tinggi dan tidak dapat diungguli? Dan produk-produk bermutu adalah sesuatu yang dibuat
dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal? Ya. Penilaiaannya adalah kepuasan dan kebanggaan
dari pemiliknya. Dalam contoh lain, mobil yang bermutu adalah mobil hasil rancangan istimewa, mahal,
dan memiliki interior dari kulit. Mutu dalam contoh ini hanya dalam kategori langka dan mahal. Intinya
“yang sulit dimiliki orang lain” itulah mutu. Dengan kata lain “mayoritas memujinya, menginginannya
namun sebagian kecil di antara kita yang memilikinya”.

Dalam hubungannya dengan pendidikan maka pendidikan yang bermutu adalah elit karena hanya sedikit
institusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan dengan ‘mutu tertinggi’ kepada para peserta
didik. Sedangkan yang lain tidak dapat menjangkaunya.
2. Konsep yang Relatif
Mutu dapat digunakan sebagai sebagai suatu konsep yang relatif. Definisi relatif tersebut memandang
mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan tetapi sesuatu yang berasal dari produk tersebut.
Mutu dikatakan ada apabila memenuhi sejumlah kualifikasi dan spesifikasi. Ini merupakan cara untuk
menentukan apakah sudah ada mutu ataukah belum. Misalnya, produk A tidak harus mahal dan eksklusif
tetapi cantik, namun tidak selalu demikian; atau tidak harus spesial tetapi asli, wajar dan familiar. Dalam
kaitannya dengan pendidikan adalah sekolah X bermutu apabila memenuhi standar. Dengan demikia
mutu mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan.
Dengan kata lain harus sesuai tujuan. Atau ketersesuaian tujuan dan manfaat.
Bagi para produsen, mutu memiliki sistem jaminan mutu. Sehingga secara konsisten produksi
menghasilkan produk-produk yang sesuai standar atau spesfikasi tertentu. Artinya bermutu atau
tidaknya sebuah produk ditentukan oleh ketersesuain produk dengan standar.
3. Definisi Menurut Pelanggan
Pihak yang menilai bahwa suatu produk atau universitas bermutu apabila memuaskan dan melampaui
keinginan dan kebutuhan pelanggan. Inilah yang disebut quality in perception. Berarti mutu bersifat
relatif yakni hanya di mata orang yang melihatnya.
Kontrol Mutu, Jaminan Mutu dan Mutu Terpadu
Ketiga hal di atas memiliki perbedaan sebagai berikut
Perhatikan di halaman berikutnya
Kontrol mutu

Jaminan mutu

Mutu terpadu


Mencegah kesalahan sejak
awal proses produksi
Mendesain jaminan mutu
metode –
utk menghasilkan produk sesuai

Prinsip pelanggan adalah raja
spesifikasi yg ditetapkan

Dilakukan oleh pemeriksa

Memberikan
sesuatu
yg

Bebas dari cacat dan
mutu
diinginkan pelanggan
kesalahan

Melacak dan menolak item–
Mendesain
produk
untuk

Menerapkan prinsip zero
item yang cacat
memuaskan harapan pelanggan
defects and right first time every

Menekakan kontrol mutu
time

Menerapkan
deteksi dan eliminasi


Menekankan
tanggungjawab
Mutu Jasa (Service quality)

Antara karakteristik mutu jasa dan produk, lebih rumit mendefinisikan mutu jasa bila
dibandingkan dengan kualitas produk. Kesulitan tersebut berkaitan dengan elemen-elemen di dalamnya.
Mutu jasa selalu berhubungan dengan “hubungan” yakni antara pemberi dan pengguna, waktu dan
bahwa tidak dapat diperbaiki atau ditambal. Selalu berhadapan dengan kepastian.
Tanggapan
Dalam konteks pendidikan di Indonesia maka pemerintah kemudian menerapkan standar pendidikan
nasional atau SNP. SNP merupakan patokan untuk menilai apakah bermutu atau tidak. Yang meliputi:
1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
3. standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria
tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
4. standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
5. standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
6. standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan
fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
7. standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber
belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi.
8. standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
9. standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi
satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun; dan
10. standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan
global.

Dan bahwa sekolah harus memiliki visi dan visi yang terejawentahkan dalam kurikulum.
BAB III
TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan
seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
harapan pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang (Edward Sallis).
Dalam konsep TQM, TQM jangan dilihat sebagai beban. Dalam proses penerapannya, TQM harus
diperkenalkan terlebih dahulu. Sebab TQM adalah suatu keinginan untuk selalu mencoba mengerjakan
sgala sesuatu dengan ‘selalu baik sejak awal’. TQM juga bukan untuk memeriksa kalau-kalau ada yang
salah. Juga bukan bagaimana mengerjakan agenda melainkan tentang agenda yang telah ditetapkan
klien; tidak juga tugs yang hanya dikerjakan oleh manajer senior yang selanjutnya memberikan arahan
kepada bawahannya.
Total (terpadu) menegaskan bahwa setiap orang yang berada di dalam organisasi harus terlibat
dalam upaya melakukan peningkatan terus-menerus. Kata manajemen dalam TQM berlaku untuk setiap
orang. Sebab setiap orang dalam organisasi dalam level manapun dapat menjadi manejer bagi
tanggungjawabnya masing-masing.
Filosofi dari TQM adalah pertama, perbaikan secara terus menerus dengan metode pendekatan
praktis tetapi strategis dalam menjalankan roda organisasi yang memfokuskan diri pada kebutuhan
pelanggan. Tujuannya adalah untuk mencari hasil yang lebih baik. TQM bukan sekumpulan slogan namun
merupakan suatu pendekatan sistematis dan hati-hati untuk mencapai peningatan kualitas yang tepat
dengan cara yang konsisten dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Penekanannya
adalah perbaikan secara terus menerus dan seluruh komponen dalam organisasi terlibat.
Kedua, dan untuk mendeskripsikan alat-alat dan teknik-teknik, seperti brainstorming dan analisa
lapangan dengan tujuan membawa peningkatan mutu. Jadi, TQM adalah sebuah pola pikir sekaligus
aktivits berpikir praktis.
Kata kuncinya adalah pendekatan secara sistematis, konsisten, hati-hati, praktis.
TQM juga berkaitan dengan perubahan kultur dan ini tidak dapat dicapai dengan cepat melainkan
memerlukan waktu yang cukup lama, membutuhkan sikap dan metode, sosialisasi kepada seluruh
komponen organisasi sehingga seluruh komponen mau melaksanakan pesan moral TQM.
Oleh karena itu, ada dua ha penting yang diperlukan staf untuk menghasilkan mutu. Pertama, staf
membutuhkan sebuah lingkungan yang cocok untuk bekerja. Baik situasi, sistem maupun
prosedur. Kedua,staf memerlukan lingkungan yang mendukung dan menghargai kesuksesan dan prestasi
yang mereka raih; memerlukan pemimpin yang menghargai prestasi dan membimbing untuk meraih
kesuksesan lebih besar.
Kunci sukses kultur TQM adalah mata rantai internal-eksternal yang aktif antara pelanggan dan
produsen. Jika ini berjalan baik maka akan ada implikasi hebat terhadap organisasi. Hal ini dapat dilihat
pada perbandingan struktur organisasi tradisional dengan hirarki terbalik TQM. Struktur tradisional
menekankan alur kuasa dan direksion. Hirarki TQM menekankan pada pola hubungan yang berorientasi
pada layanan dan pentingnya pelanggan bagi organisasi.

Lihat pada halaman berikutnya

manejer
senior

manejer menenga

guru

staf pendukung

TQM in education

Pelajar

Tim guru dan staf
pendukung

Pemimpin

Menjaga hubungan dengan pelanggan merupakan prinsip mutlak dalam TQM sebab TQM hadir
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya. Organisasi yang unggul baik negeri maupun
swasta harus menekankan ‘hubungn dengan pelanggan’. Sebab ini merupakan obsesi organisasi
terhadap mutu.
Prinsip yang harus diperhatikan ketika muncul kendala-kendala dalam memperkenalkan TQM
adalah harus kerja keras dan waktu menjadi hal penting. TQM membutuhkan mental juara untuk
menghadapi tantangan. Sumber tekanan tidak hanya dari sisi internal melainkan juga dari sisi eksternal.
Tanggapan
Ketika TQM berada dalam dunia pendidikan maka filosofinya adalah pelajar menjadi fokus utama.
Sebab pelajar nantinya akan menjadi produk dan label ‘bermutu’ ada pada pelajar sebagai out put atau
keluarannya. Bila mutu ada pada out put maka pihak eksternal akan tahu bahwa institusi pendidikan
bermutu.
Dengan menekankan pada pola hubungan maka tentu akan memberikan efek positif kepada
pelanggan. Dengan memperhatikan bagan TQM dalam pendidikan maka TQM membalikan kebiasaan
dalam struktur tradisional yang berjalan dari atas ke bawah (direktif). Manejer senior memberi instruksi
dan staf menjalankan. Ini jelas berbeda dengan struktur TQM yang lebih menekankan hubungan. Ini
berarti komunikasi menjadi unsur penting dalam meraih kesusksesan dalam memberikan kepuasan
kepada pelangga.
BAB IV
TOKOH-TOKOH MUTU: DEMING, JURAN, DAN CROSBY
Deming, Juran dan Crosby merupakan orang-orang penting dibalik mutu. (mereka bermutu karena
telah menjadikan mutu sebagai orientasi). Mereka berkonsentrasi dalam mutu industri produksi

meskipun kemudian juga diterapkan dalam industri jasa. Juga bahwa mereka tidak menyinggung atau
mencoba menerapkannya dalam pendidikan. Tetapi eksplorasi terhadap pemikiran mereka memberikan
manfaat bagi dunia pendidikan. Sebab berbeda antara produksi industri dan pendidikan. Produksi
industri menghasilkan barang sedangkan pendidikan mempengaruhi manusia.
Filsafat Mutu Deming
Penerbitan buku Deming, Out of the Crisis, bertujuan untuk mengubah gaya manajemen Amerika.
Kritik Deming tentang manajemen Amerika adalah pada ‘perencanaan masa depan dan peramalan
berkaitan dengan persoalan-persoalan yang belum muncul. Misalnya tentang pemadam kebakaran. Bagi
Deming, mereka justru menerapkan prinsip jangka pendek. Efeknya adalah pada pemborosan biaya
produki dan meningkatnya harga yang harus dibayarkan kepada pelanggan. Konsekuensinya adalah
hilangnya pelanggan dan mengorbankan para pekerja. Deming kemudian memberikan diagnosanya
bahwa masalah mutu ada pada masalah manajemen.
Manajemen sebagai sumber permasalahan. Deming juga menemukan ada tujuh penyakit
mematikan bagi organisasi. Ketujuh penyakit tersebut adalah:
1. kurang konstannya tujuan
2. Pola pikir jangka pendek
3. Evaluasi prestasi individu melalui proses penilaian atau tinjauan kerja tahunan
4. Rotasi kerja yang terlalu tinggi
5. Manajemen menerapkan prinsip angka yang tampak (ini catatan penting untuk pendidikan:
bahwa jika sekolah-sekolah hanya menekankan pada daftar hasil ujian maka menurut Deming,
mereka akan merasakan bahaya yang sama. Baginya, kita tidak dapat mengukur kesuksesan
dengan menggunakan indikator prestasi; sebaiknya adalah kegembiraan dan kepuasan
pelanggan).
Pada akhirnya Deming memberikan hal-hal penting berkaitan dengan mutu yang disebut poin Deming:
1. Ciptakan usaha peningkatan produk dan jasa. Tujuannya bisa bersaing dan tetap menyediakan
lowongan kerja.
2. Adopsi falsafah baru. Realnya dalam metode dan cara kerja baru
3. Hindari ketergantungan inspeksi massa untuk mencapai mutu.
4. Akhiri praktek dengan menghargai bisnis dengan harga. Harga mengikuti mutu.
5. Tingkatkan secara konstan sistem produksi dan jasa untuk meningkatkan mutu dan produktivitas
6. Lembagakan pelatihan kerja. Tidak tergiur menggunakan tenaga ahli secara cepat.
7. Lembagakan kepemimpinan
8. Hilangkan rasa takut
9. Uraikan kendala-kendala antar departemen

10. Hapuskan slogan, desakan dan target
11. Hapuskan standar kerja yang menggunakan quota numerik
12. Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawan atas keahliannya.
13. Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semangat dan peningkatan kualitas
kerja.
Filafat Mutu Juran
Filsafat mutu Juran lebih dikenal dengan 85/15 atau prinsip 85/15. Angka 85 mengacu pada 85
persen kesalahan ada pada desain proses. Dan bahwa permasalahan merupakan tanggungjawab
manajemen karena manajemen memiliki 85 persen kontrol terhadap sistem. Dalam konteks pendidikan
adalah bahwa dewan rektor sebagai manejer senior bertugas menyusun visi, prioritas dan kebijakan
universitas; manejer menengah, para dekan bertanggungjawab atas jaminan mutu dengan melibatkan
diri dalam penyusunan pembelajaran dan secara sistematis memeriksa serta menyampaikan hasil
tersebut kepada tim penyusun; low manajemen, guru, staff beroperasi mendesain karakteristik dan
standar program studi. Dengan demikian dapat memenuhi kebutuhan peserta didik.
Filsafat Mutu Crosby
Selain Deming, Crosby menawarkan 14 langkah untuk meraih mutu, yakni:
1. Komitmen manajemen – management commintment
2. Membangun tim peningkatan mutu – quality improvement team
3. Pengukuran mutu – quality measurement
4. Mengukur biaya mutu – the cost of quality
5. Membangun kesadaran mutu – quality awareness
6. Perbaikan – corrective action
7. Perencanaan tanpa cacat – zero defects planning
8. Pengawas – supervisor training
9. Menyelenggarakan hari tanpa cacat – zero defects day
10. Penyusunan tujuan – goal seating
11. Penghapusan sebab kesalahan – error cause removal
12. Pengakuan – recognation
13. Mendirikan dewan-dewan mutu – quality councils
14. Lakukan lagi – do it over again
Tanggapan

Semua komponen dalam pendidikan, baik di tingkat sekolah dasar, menengah dan perguruan
tinggi harus terlibat aktif dalam pencapaian mutu sesuai tanggungjawab. Menciptakan sistem
merupakan hal sangat penting sebab jika sistem sudah berjalan semestinya maka akan memudahkan di
dalam proses dan kontrol, dapat melakukan rekayasa dan hasil dapat di rencanakan.
Sebaliknya jika terdapat kesalahan maka dengan mudah dapat mendeteksi kesalahan dan melakukan
perbaikan. Permasalahan utamanya adalah sistem. Bila sistem dapat diciptakan dan berjalan, seyogyanya
mutu dapat diprediksi.

BAB V
BS5750 DAN ISO9000

Pelanggan membutuhkan jaminan dan kepercayaan bahwa para pemasok memiliki kemampuan
untuk memberikan produk atau jasa secara konsisten sesuai dengan mutu yang telah ditentukan
BS5750 adalah standar mutu Inggris (British Standard) dan ISO9000 (International
Standard) merupakan dua jenis standar yang mendapatkan perhatian serius dari Eropa dan Amerika.
Bahwa kemudian pendidikan berkeinginan menerapkan british standard institution (BSI) merupakan hal
baru dalam dunia pendidikan. Pertanyaan yang sama dengan penulis adalah bahwa apakah BS5750
dapat diterapkan dalam dunia pendidikan dan apakah dapat menciptakan kultur TQM?
Kedua pertanyaan di atas merupakan dua pertanyaan yang menutut bukti, yakni dapatkah
diterapkan dan mencapai mutu. Konsepnya adalah sistem mutu harus dapat menghasilkan produk dan
mutu yang konsisten dan meyakinkan. Meskipun kemudian menimbulkan permasalahan metodologis di
mana, apakah mutu diarahkan pada hasil atau nilai siswa sebagai produk dari pendidikan? Tentu tidak
semata-mata ke situ.
Maka proses pembelajaranpun dapat dikualifikasikan sebagai ‘produk’. Ini akan berbeda dengan
produksi industri. Produksi industri menghasilkan barang dan kemudian di tempat ke pasar, jika cacat,
dapat ditarik kembali. Sebaliknya dalam pendidikan, merupakan jasa sehingga dapat terjalin komunikasi
antara pelanggan dan penyedia sehingga bisa dapat mengubah mutu jasa yang disediakan.
Semua guru tahu bahwa tidak ada dua kelas yang identik. Hal ini disebakan oleh pengalaman dan
suasana interaksi dalam kelas, laboratorium dan wilayah belajar yang berbeda. Sama sek ali tidak
mungkin untuk menyampaikan dan menyeragamkan pengalaman belajar dengan tingkat yang benarbenar sama. Motivasi dan sikap peserta didik merupakan aspek penting dalam mutu pendidikan yang
mereka terima.
Argumentasi di atas kemudian menjadi alasan untuk mempertimbangkan BS5750 maupun
ISO9000 atau menolak sambil menunggu standar industri layanan.
Tanggapan
Seperti argumentasi terhadap dua jenis standar mutu berskala internasional maka memang harus
dibedakan antara industri produksi dan industri jasa. Yang pertama manusia kepada barang (objek) dan

yang kedua subjek kepada subjek. Barang dapat dibuat sama baik dalam bentuk maupun mutu namun
tidak pada manusia. Hal ini juga berkaitan dengan pendekatan dan pengukuran. Andaikan saja, jika hasil
ujian (daftar nilai: EBTANAS atau UN) menjadi patokan utama maka hanya ada sedikit orang yang
tergolong pintar dan boleh masuk pada sekolah tertentu.
Bahkan bila dilakukan tinjauan secara sosio-geografis maka tentu akan memunculkan
ketimpangan. Jika itu yang diterapkan, dalam konteks Indonesia maka orang di Indonesia bagian Timur
yang distigmakan ‘bodoh’ akan semakin meningkat. Mengapa? Ada banyak faktor, faktor IPTEK dan arus
informasi yang tidak berimbang menjadi faktor penyebab di antaranya (ambil contoh: dalam konteks
jaringan internet, orang Jakarta lasim mendengar kata ‘modem’ dan tahu barang tersebut. Setidaknya
dapat mendeskripsikannya. Bagaimana dengan orang Indonesia di belahan lain di Indonesia, apakah juga
sama?).
Bila diterapkan maka, peserta didik bermutu menurut siapa dan di mana. Di sini juga kita
diperhadapkan dengan relatifitas dari definisi mutu. Apakah Ujian Nasional mengambil konsep dua
standar tersebut? Ada kemungkinan. Sebab soalnya sama dan dibagikan kepada seluruh peserta didik di
seluruh Indonesia. Maka kemudian, ini bermutu menurut siapa, bermutu menurut pemerintah pusat dan
berdampak negatif pada siswa?. Jika demikian, maka kebijakan pendidikan nasional dan assesmentnya
harus ditinjau kembali.
Sebagai contoh, pernah saya membaca blog dari Reinhad Kasali, Direktur Program Pascasarjana
Manajemen UI, ia menceritakan perihal anaknya yang studi di Amerika. Suatu ketika ia diberitahu oleh
anaknya bahwa anaknya memperoleh nilai di awal belajarnya. Kasali kemudian menanyakan nilai
tersebut ke sekolah anaknya. Intinya mempertanyakan, mengapa anaknya mendapat nilai terbaik.
Padahal menurut Kasali anaknya tidak mesti mendapat nilai seperti itu. Sebagai orang tua yang baik
tentu senang. Namun Kasali kaget, ketika mendengar penjelasan guru dari anaknya. Bahwa nilai yang
diperoleh anaknya itu sesuai dan memang begitu sebab bagi guru tingkat kemampuan anak itu jika di
Indonesia itu level terbaik. Gurunya tidak menilai berdasarkan standar Amerika. Bahwa langkah gurunya
merupakan langkah untuk mengguide dan memotivasi anak untuk terus belajar.
Oleh sebab itu, benar bahwa standar industri jasa berbeda dengan standar industri produksi.
Industri jasa setidak-tidaknya perlu menyesuaikan diri dengan tempat di dimana di terapkan. Kata
kuncinya adalah interaksi dalam konteks industri jasa.

BAB VI
STANDAR MUTU LAINNYA

Manajemen mutu merupakan hal yang amat sangat dibutuhkan karena saat ini tidak ada lagi hal yang
sederhana, itu pun kalau hal yang sederhana itu pernah ada (Crosby)

Sebagaimana telah diketahui bahwa standar mutu memiliki peran dalam TQM. Standar tersebut
dapat memberikan pesan aktual dan potensial kepada pelanggan bahwa institusi menggunakan mutu
secara serius dan bahwa kebijakan-kebijakan dan peyraktek-prakteknya sesuai dengan standar mutu
nasional dan internasional. Ini dapat membangun kebanggaan eksternal di samping membangun
kebanggaan internal.
Pada bab ini disinggung tentang investor in people (IIP) yang diluncurkan sebagai pengembangan
dan pelatihan sumber daya manusia. IIP dapat diterapkan melalui empat tahap:
1. Komitmen formal institusi terhadap standar. Untuk merealisasikan point ini maka disediakan dua
alat yang disebt survei manejer – manager survey pada level manejer senior dan survei pekerja –
employee survey. Alat ini dipakai manejer senior untuk menilai institusinya.
2. Proses perencanaan strategi-strategi untuk meningkatkan prestasi institusi. Diperuntukan bagi
staff
3. Kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur dan praktek-praktek.
4. Evaluasi
Dalam penerapannya di pendidikan, IIP yang semual untuk dunia bisnis dapat diadaptasikan ke dalam
dunia pendidikan yakni investasi orang. Dan kemungkinan dapat diterapkan dengan mengembangkan
kemampuan staf. Tantangannya adalah adanya kesulitan dari setiap sekolah atau perguruan tinggi yang
ingin mengembangkan sumber daya manusia (SDM) staf secara penuh sesuai dengan tujuan-tujuan
strategis.
Dicatat bawah IIP tidak menjamin mutu hanya memberikan indikasi bahwa sebuah lembaga dapat
mengembangkan sebuah proses manajemen yang sistematis untuk meningkatkan efektifitas dari SDM
terbaik yang dimiliki. Juga bukanlah sebuah TQM yang komplit melainkan dapat mengarahkan kepada
mutu terpadu.
Sebagai bagian dari kontrol dan pengembangan mutu maka muncullah apa yang dinamakan award
(penghargaan).
1. The Deming Prize diberikan apabila perusahaan dapat menguasai total quality control (TQC)
dengan kategori, divisi, pabrik, perusahaan besar, menengah dan kecil. Diterapkan di Jepang
2. The Malcolm Baldrige Award. Merupakan penghargaan di Amerika setara Deming. Dengan fokus
penilaian: kesadaran mutu, pemahaman terhadap syarat-syarat mutu, pemberian informasi
tentang strategi-strategi yang jitu dan menguntungkan selama pelaksanaan.
3. The European Quality Award. Merupakan penghargaan mutu di Eropa dengan fokus penilaian:
kepuasan pelanggan, kepuasan karyawan, prestasi bisnis dan pengaruh organisasi terhadap
masyarakat
4. The Citizen’s Charter. Piagam ini diberikan kepada lembaga yang menjaga keunggulan dalam
pemberian layanan publik. Prinsip penilaiannya diarahkan pada enam hal: publikasi standar
layanan dan prestasi, konsultasi pelanggan, informasi yang jelas tentang layanan, layanan
pelanggan yang efisien dan jelas, prosedur pengaduan atau komplain dan pengesahan prestasi
yang independen dan komitmen terhadap nilai uang.

Tanggapan
Harus diingat bahwa penghargaan apapun yang diraih dalam jenis standarisasi apapun tidak
berarti sudah menjain keberadaan mutu dengan sendirinya. Ini diperlukan tindakan melakukannya terus
menerus. Meskipun demikian, standar mutu eksternal tersebut setidak-tidaknya menegakan
kedisiplinan, penilaian eksternal, dan proses yang jelas untuk memperoleh.
Artinya ada keseriusan dari pihak penyelenggara berkaidan dengan mutu. Bahwa ada tujuan dan acuan
yang jelas sehingga memiliki nilai publisitas potensial yang luarbiasa dalam institusi dan publik umum.
Standar mutu nasional maupun internasional tentu memberikan nilai tambah dan merupakan marketing
tidak langsung sebagai bentuk penyampaian pesan perihal mutu.

BAB VII
BEBERAPA PERTIMBANGAN ORGANISASIONAL

Institusi yang sukses menuju masa depan adalah istitusi yang responsif dan berubah sesuai dengan
tuntutan dunia sekitarnya.
Teori Sikus Kehidupan dalam Institusi
Insitusi pendidikan ada bukan untuk tidak berubah. Lembaga pendidikan akan eksis selama ia
dapat meraih tujuan yang bermanfaat. Ia dan lingkungannya berada dalam suatu kondisi perubahan yang
konstan dan jika dianalogikan dengan kehidupan biologis maka akan memiliki lingkaran kehidupan
atau life cycleyang meliputi formasi, pertumbuhan, kedewasaan, dan penurunan (di tahap akhir
dibutuhkan pembaharuan dan revitalisasi).
Dengan analogi lingkaran kehidupan, pendidikan harus siap dengan berbagai tantangan dan
kegagalan dan dan tentu akan berimbas pada institusi. Di sinilah dibuthkan TQM pada prinsip
perencanaan jangka panjang yang strategis dan keterlibatan karyawan dalam upaya peningkatan yang
berkesinambungan. Jika terjadi, maka akan memberikan efek positif sehingga dengan demikian dapat
menghadapi perubahan-perubahan dalam setiap tahapan.
Fase pertama: kelahiran dan formasi institusi.
Institusi yang baru lahir membutuhkan strategi untuk memperoleh pengakuan dan dukungan. Di
fase ini harus mencari pola yang pas di pasaran sebagai bagian dari penemuan pelanggan. Jika mutu baik
di mana pelanggan puas maka dengan sendirinya akan menemukan pelanggannya. Jika berhasil di fase
ini maka tidak terasa sulit untuk memasuki fase kedua.
Fase kedua: pertumbuhan dan perkembangan. Dalam fase ini, akan menghadapi berbagai tantangan. Di
fase ini dibutuhkan keyakinan bahwa institusi akan berkembang. Jika dipetakan maka masalah-masalah
di tahap ini meliputi: bagaimana mengatasi tuntutan peningkatan layanan pelanggan, ketidakmampuan
pendelegasian tugas, etos kerja karyawan yang rendah akan menjadi penyebab kegagalan. Sebab itu di
tahap ini pun hubungan personal harus dibangun sebagai tindakan terencana yang berkesinambungan
untuk memperluas hubungan dengan pelanggan.

Fase ketiga: kedewasaan. Fase kedewasaan juga dapat menjadi salah satu bentuk fase pembaharuan jika
institusi terkait mengadopsi pesa mutu terpadu dan mengembangkan strategi-strategi untuk beradaptasi
dan menemukan cara yang tepat untuk menjaga hubungan dengan palanggan. Ini fase dinamis di mana
ekspansi dapat terjadi. Untuk menjaganya, maka tujuan-tujuan institusi harus dievaluasi demi
kontinuitas keberhasilan lembaga.
Dalam catatan TQM seputar struktur maka TQM tidak menjanjikan struktur baku versi TQM. Ini berarti
tidak ada struktur baku. Dengan kata lain struktur yang diterapkan harus sesuai disesuaikan untuk
mempermudah proses TQM. Institusi yang mengembangkan TQM harus bersedia menghilangkan sistem
hirarki dan menggantinya dengan sistem yang sejajar. Prinsip dalam menciptakan struktur ala TQM
adalah bentuk yang sederhana, ramping, dan dibangun di dalam tim kerja yang kuat.
Dalam TQM , struktur mengikuti proses:
1. Optimisasi unit
2. Penjajaran vertikal. Dengan catatan setiap anggota harus mengerti strategi institusi, visi, misi
tetapi tidak harus detail mengetahui tujuan.
3. Penjajaran horizontal. Catatan: harus menghilangkan kompetisi antar unit dan divisi, departemn,
dll
4. Satu komando pada setiap proses. Dilihat pada proses kunci, baik kurikulum, pastoral, maupun
administrasi harus dirancang dan diorganisir sehingga setiap proses ada di bawah satu komando
Tanggapan
Kalimat kunci insitusi adalah bahwa Institusi yang sukses menuju masa depan adalah istitusi yang
responsif dan berubah sesuai dengan tuntutan dunia sekitarnya. Dengan kata lain tidak ada perubahan
tidak ada pertumbuhan (hasil) dan pengembangan atau ekspansi. Dan akan diindikasikan sebagai
institusi yang kerdil, membengkak (tidak ramping). Sehingga antara jumlah atau volume job seimbang
dengan jumlah pekerja sehingga institusi tidak membengkak dan berimbas pada over cost.
Prinsip TQM berkaitan dengan struktur harus diperhatikan sehingga struktur tidak membengkak dan
pada akhirnya melahirkan birokrasi yang rumit. Pada akhirnya berimbas pada layanan customer.
Meniadakan yang tidak harus ada dan mengadakan yang mutlak harus ada.
Ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian Total Quality Management,
pertama Perbaikan secara terus menerus, kedua menentukan standar mutu, ketiga perubahan kultur,
keempat perubahan organisasi, kelima mempertahankan hubungan dengan pelanggan.
Untuk keberhasilan penerapan Manajemen Mutu Terpadu memang tidak mudah, diperlukan komitmen
dan kerjasama yang baik antara departemen terkait, antara departemen pusat dengan departemen
pendidikan di daerah serta institusi pendidikan setempat sebagai pihak yang berhubungan langsung
dengan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya kejelasan secara sistemik dalam memberikan
kewenangan antar institusi terkait.
Jika manajemen ini diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada dengan segala dinamika dan
fleksibilitasnya, maka akan menjadi perubahan yang efektif bagi pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan nasional.

Buku terjemahan karya Edward Sallis ini sangat layak dikonsumsi oleh para praktisi dan pemerhati
pendidikan maupun pengguna jasa pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Saya
sendiri merekomendasikan buku ini sebagai bacaan wajib bagi siapa saja yang berkecimpung di dunia
pendidikan, walaupun pada dasarnya buku ini bisa dibaca oleh semua kalangan karena pada dasarnya
industri pendidikan telah memasuki semua ranah kehidupan bangsa.

BAB VIII
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN MUTU
Kepemimpinan adalah unsur penting dalam TQM. Pemimpin harus memiliki visi dan mampu
menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jels dan tujuan yang spesifik.
Pemimpin Pendidikan
Mutu terpadu merupakan sebuah gairah dan pandangan hidup bagi organisasi yang
menerapkannya. Peters dan Austin dalam penelitian mereka telah menunjukkan suatu keyakinan bahwa
yang menentukan mutu dalam sebuah institusi adalah kepemimpinan. Mereka berpendapat bahwa gaya
kepemimpinan tertentu dapat mengantarkan institusi pada revolusi mutu. Gaya tersebut diakronimkan
dengan MBWA (management by walking about atau manajemen dengan melaksanakan).
Agar dapat merealisasikan keunggulan maka tidak cukup dari balik meja melainkan kehadiran
pemimpin dan pemahaman terhadap karyawan dan proses insititusi menjadi undur terpenting dari
MBWA. Hal yang harus dikomunikasikan adalah visi dan nilai-nilai institusi pada pihak lain dengan cara
berbaur dengan para staf dan pelanggan.
Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, pemimpin pendidikan membutuhkan perspektifperspektif berikut ini:
1. Visi dan simbol-simbol. mengkoomunikasikan secara kontinua nilai-nilai institusi .
2. MBWA adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi sebuah institusi.
3. Untuk para pelajar, istilah ini sama dengan dekat dengan para pelanggan dalam pendidikan.
4. Otonomi, eksperimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan.
5. Menciptakan rasa ‘kekeluargaan’. Ini harus terjalin antara pelanggan internal dan eksternal
6. Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas dan antusiasme.
Ini berarti tanpa kepemimpinan semua level dalam institusi dan proses peningkatan mutu tidak akan
tercapai.
Mangkomunikasikan Visi
Ini hal penting dan tidak boleh diabaikan. Manejer senio harus memberikan arahan, visi dan
inspirasi. Dalam budaya organisasi TQM, seluruh manejer harus menjadi pemimpin dan pejuang proses
mutu. Ini membutuhkan keterampilan komunikasi sehingga visi dapat dikomunikasikan dan diturunkan
ke bawah. Dan bahwa harus ada perubahan mentalitas dari saya adalah ‘bos’ menjadi pendukung dan

pemimpin staf. Fungsi pemimpin adalah mempertinggi mutu dan mendukung para staf yang
menjalankan roda mutu.
Oleh karena itu, pemimpin memiliki peran dalam mengembangkan sebuah budaya mutu. Fungsi
kepemimpinan pendidikan adalah:
1) Memiliki visi mutu terpdu bagi institusi
2) Memiliki komitmen yang jelas terhada proses peningkatan mutu
3) Mengkomunikasikan pesan mutu
4) Memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi
5) Mengarahkan perkembangan karyawan
6) Berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lain
7) Memimpin inovasi dalam institusi
8) Mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas dan mampu mempersiapkan delegasi
secara tepat
9) Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional maupun
kultural
10) Membangun tim yang efektif
11) Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan.
Selain yang menyangkut pemimpin pendidikan dalam tugas pokoknya maka pemimpin dalam pendidikan
harus mampu membercayakan guru dan memberi mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan
pembelajaran para pelajar (learning to learn).
Tanggapan
Kendala peningkatan mutu pendidikan ini, perlu di teliti dan di cermati agar kelak bangsa Indonesia
dapat meningkatkan mutu pendidikan dengan lancar dan dapat bersaing di Era Globalisasi. Sallis melalui
buku ini Total Quality Manag