Kajian Yuridis Pembiayaan Ijarah Perbankan Syari’ah Menurut Hukum Positif

  [JATISWARA [Vol. 33 No.1, Maret 2018] Jurnal Ilmu Hukum]

  Kajian Yuridis Pembiayaan Ijarah Perbankan Syari’ah Menurut Hukum Positif

1 Muhaimin

  Fakultas Hukum Universitas Mataram, Jln. Majapahit No. 62 Mataram 83125, Telp. (0370), 633035, Fax. 626954 Email: mmuhaimin@gmail.com 2 Sumiati

  Fakultas Hukum Universitas Mataram, Jln. Majapahit No. 62 Mataram 83125, Telp. (0370), 633035, Fax. 626954 Email: sumiati@mail.com 3 Budi Sutrisno

  Fakultas Hukum Universitas Mataram, Jln. Majapahit No. 62 Mataram 83125, Telp. (0370), 633035, Fax. 626954 Email: budisutrisno@gmail.com

  ABSTRAK

Pengaturan usaha perbankan syariah di Indonesia mengalami perubahan yang pada awalnya hanya

mengatur tentang usaha perbankan konvensional, kemudian berkembang juga untuk perbankan syariah

sebagai bagian dari dual insurance system, namun dalam operasional perbankan syariah masih memiliki

problematika terkait dengan pengaturan dalam pembiayaan ijarah. Hal ini berimplikasi terhadap

legalitas akad pembiayaan ijarah di perbankan syari’ah menurut prespektif hukum positif. Tujuan

penelitian ini adalah menganalisis permasalahan hukum pengaturan akad pembiayaan ijarah di

perbankan syariah menurut hukum positif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif, dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier tentang

perbankan syari'ah yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan, untuk kemudian

dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif untuk menghasilkan kesimpulan secara deduktif. Hasil

Penelitian ini, Pertama, Permasalahan hukum pengaturan akad pembiayaan ijarah pada perbankan

1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram.

  2 Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram.

  3 Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram.

  [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018]

syariah menurut hukum positif adalah pengaturan akad pembiayaan ijarah belum diatur secara detail

sehingga belum dipahami oleh pengelola dan nasabah perbankan syariah. Kedua, Model akad ijarah di

perbankan syariah menurut prespektif hukum positif adalah model akad pembiayaan dan pelayanan jasa

diantaranya akad pembiayaan sewa menyewa, sewa beli dengan opsi peralihan kepemilikan (ijarah

muntahiyah bittamlik) , dan akad pembiayaan multijasa, dan akad pelayanan jasa seperti jasa save deposit

box . Rekomendasi penelitian ini; Pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan pelaksanaan terhadap

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah khususnya yang berkaitan dengan

akad ijarah, dan Majelis Ulama dan para ahli Hukum Islam perlu segera menyusun panduan akad ijarah

sebagai pedoman bagi perbankan syari’ah dalam operasionalnya. Kata Kunci : Pembiayaan, Ijarah, Perbankan Syariah.

  ABSTRACT A. PENDAHULUAN

  Indonesia telah menjalankan sistem hukum perbankan yang menggunakan dual banking system, yaitu bank konvensional dan bank syari’ah. Penerapan dua sistem perbankan ini telah diakui dan diterapkan secara bersamaan baik secara defakto maupun dejure sejak tahun 1998 berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan dipertegas kembali oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

  Hukum harus mampu memberikan perlindungan dan kepastian hukum bukan hanya terhadap perbankan konvensional tetapi juga perbankan syari’ah diatur secara jelas dalam hukum positif di Indonesia, sehingga memiliki kedudukan yang sama sebagai bagian dari sistem hukum perbankan nasional. Namun demikian masih banyak permasalahan yang dapat berimplikasi secara hukum terhadap keberadaan bisnis perbankan syari’ah dalam menjalankan bisnisnya secara bersamaan dengan perbankan konvensional, khususnya tentang akad pembiayaan ijarah.

  Mengingat masih belum jelasnya pengaturan yang terkait dengan akad pembiayaan ijarah di perbankan syariah, maka dipandang perlu adanya suatu pemikiran dan pengkajian tentang kejelasan pengaturan akad pembiayaan ijarah pada perbankan syariah, dengan harapan dalam pelaksanaannya dapat sejalan dengan hukum positif. Penelitian ini akan menawarkan kajian sebagai bahan pemikiran untuk mengidentifikasi pengaturan akad pembiayaan ijarah pada perbankan syariah dan model akad ijarah di perbankan syariah menurut prespektif hukum positif.

  Kejelasan pengaturan atas setiap bisnis menjadi dasar dan indikator tegaknya negara hukum (rechstaats) dan terwujudnya kepastian hukum, karena keberadaan hukum menjadikan bisnis yang dijalankan berada dalam rambu dan norma hukum yang memastikan hak dan kewajiban masyarakat terlindungi oleh negara, dan akan mencegah terjadinya hukum rimba. Dengan adanya hukum yang adil akan menjadikan posisi para pihak menjadi seimbang dan setara dalam hukum, demikian halnya dengan bisnis yang dijalankan berada dalam koridor hukum dan tidak dilakukan secara illegal. Dengan demikian, penelitian ini penting dilakukan dengan tujuan khusus untuk mengkaji tentang pengaturan akad pembiayaan ijarah pada perbankan syari’ah menurut hukum positif.

  Penelitian ini penting untuk dilakukan dengan harapan hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mampu menghasilkan analisis yang mendalam dan komprehensif tentang pengaturan akad pembiayaan ijarah pada perbankan syari’ah

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  Data yang diperlukan dalam penelitian ini, akan dikumpulkan melalui studi kepustakaan (liabrary research) atau studi dokumen yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: studi kepustakaan dan dokumen yang dilakukan dengan cara menginventarisir peraturan perundang- undangan, buku-buku dan literatur lain sebagai sumber data sekunder yang berkaitan dengan fokus penelitian, kemudian dilakukan klasifikasi untuk kemudian dilakukan validasi, untuk membangun argumentasi hukum.

B. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan

  Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan pendekatan doktrinal atau normatif 1 yang memandang hukum sebagai seperangkat aturan atau kaidah yang bersifat normatif yaitu yang memandang hukum sebagai seperangkat kaidah yang bersifat normatif atau apa yang menjadi teks Peraturan Perundang-Undangan (law in books). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan yakni pendekatan perundang-undangan

  Pengaturan Akad Pembiayaan Ijarah

  Jakarta, 2004 hal 20

  “…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. 2 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana

  اَذِإ ْمُكْيَلَع َحاَنُج َلاَف ْمُك وُقَّتا َو ،ِف ْوُرْعَمْلاِب ْمُتْيَتآاَم ْمُتْمَّلَس َالله َّنَأ ا ْوُمَلْعا َو ،َالله ا رْي ِصَب َن ْوُلَمْعَتاَمِب.

  ُع ِض ْرَتْسَت ْنَأ ْمُتْد َرَأ ْنِإ َو َدَلا ْوَأ ا ْو

  Hadits antara lain: Dalam Firman Allah SWT: ...

  Landasan Hukum Ijarah Landasan hukum tentang Ijarah diantaranya terdapat dalam Al- qur’an dan

  pada Perbankan Syariah menurut Hukum Positif 1.

  C. PEMBAHASAN A.

  (statute approach) , pendekatan konseptual

  Sesuai dengan metode pendekatan yang digunakan, maka dalam penelitian ini analisis yang digunakan mendasarkan pada pendekatan doktrinal yaitu dilakukan analisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif melalui metode interpretasi hukum diantaranya metode interpretasi otentik, dan gramatikal untuk membangun argumentasi hukum, sehingga dapat ditarik kesimpulan secara deduktif.

  [ Kajian Yuridis Pembiayaan…] | Muhaimin dkk

  3 menurut hukum positif..

  3. Pengumpulan Bahan Hukum 1 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 1995, hal 15

  Qur’an, al-Hadits, ijtihad ulama, dokumen-dokumen tertulis, yang bersumber dari peraturan perundang- undangan (hukum positif di Indonesia), literatur dan sumber hukum dalam Islam, Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI, hasil-hasil penelitian, artikel-artikel ilmiah, buku-buku literatur, dokumen-dokumen resmi, dan lain-lain serta kamus maupun ensiklopedi yang diperlukan yaitu yang berkaitan dengan perbankan syari’ah.

  Penelitian ini dilaksanakan di Perpustakaan baik perpustakaan umum maupun perpustakaan Universitas Mataram, Perpustakaan Fakultas Hukum, serta perpustakaan yang tersedia secara digital/online melalui media internet. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data-data yang berasal dari bahan- bahan pustaka atau bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yang meliputi: al-

  2. Sumber Dan Jenis Bahan Hukum

  dan (conceptual approach) 2 .

  4. Analisa Bahan Hukum.

  [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  “Dari Sa’d bin Abi Waqqash, di

  Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan, pada mulanya bukan merupakan bentuk pembiayaan. Tetapi merupakan aktifitas jual-beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli asset, dapat mendatangi hak milik dana dalam hal ini (bank) untuk membiayai asset produktif. Pemilik dana

  5 .

  Ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu. Bank Syariah yang menerapkan produk ijarah, dapat melakukannya dalam bentuk leasing, akan tetapi pada umumnya, bank Syariah dalam prakteknya lebih banyak menggunakan ijarah muntahiya bit tamlik karena lebih memudahkan dalam operasional bank. Selain itu bank syariah tidak direpotkan untuk mengurus pemelihara asset baik pada saat leasing maupun sesudahnya

  4 .

  Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 09/DSN-MUI.IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, bahwa ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri

  Ijma’ ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa. Selanjutnya Kaidah fiqh yang menjelaskan bahw a “Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Kemudian “Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”

  dari kakeknya bahwa Rasulullah saw bersabda: Perdamaian dapat dilakukan di 3 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta:UII Press,Juni 2008), Hlm.273 4 Adiwarman Karim, Bank Islam “Analisis Fiqih dan antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”. (HR. Tirmidzi)

  “Dari Amr bin Auf dari ayahnya

  (HR. Al-Darimi).

  berkata: Kami pernah menyewakan tanah pada masa Rasulullah saw dengan (bayaran) hasil pertaniannya, maka Rasulullah saw melarang kami melakukan hal tersebut dan mengizinkan kami menyewakannya dengan emas atau perak”.

  Rasulullah saw bersabda: Apabila kamu mengangkat pekerja maka beritahukanlah upahnya”. (HR. Abdur Razaq).

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] Muhaimin dkk | [Kajian Yuridis Pembiayaan …]

  “Dari Abu Hurairah bahwa

  3 .

  Majah, at-Thabrani dan Tirmidzi)

  “Berikanlah upah kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”. (HR. Abu Ya’la, Ibnu

  (HR. Bukhari-Muslim).

  pernah berbekam kepada seseorang dan beliau memberi upah tukang bekam itu

  Dan terdapat dalam Hadits sebagai berikut: “Sesungguhnya Rasulullah saw

  “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Hai ayahku, ambilah ia sebagai orang yang bekerja pada (kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (QS. al-Qashash [28]:26).

  “Apakah mereka yang membagi- bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” {QS. al-Zukhruf [43]: 32}

  Firman Allah SWT :

  Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”{QS. Al-Bâqarah [2]: 233}

  Keuangan ” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, maret 2010), Hlm 138 5 Adiwarman karim, Loc. Cit.

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  namun dalam praktek masih belum dapat dilaksanakan, karena bank masih mudah menggunakan skema murabahah (jual beli).

  Syariah Menurut Prespektif Hukum Positif 1. Akad Ijarah di Perbankan Syariah

  Bentuk pembiayaan ini merupakan salah satu tehnik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli asset terpenuhi, dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli asset tersebut.

  Model Akad Ijarah Di Perbankan

  B.

2. Permasalahan Pengaturan Ijarah

  IMBT atau akad sewa menyewa. Walaupun secara prinsip memungkinkan untuk pembiayaan infrastruktur dan peralatan, 6 Adiwarman Karim,

  tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Dalam Hukum Islam ada dua jenis

  Gema Insani, 2000), 118 9 Ascarya, Akad dan Produk Syari‟ah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 99.

  b) Ijārah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijārah ini mirip 8 M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta:

  dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.

  mustajīr, pihak pekerja disebut ājir

  sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut

  a) Ijārah yang berhubungan dengan

  9

  ijārah, yaitu:

  8 Secara definitif dalam akad ijārah

  Bank Islam “Analisis Fiqih dan Keuangan ” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Maret 2010), Hlm 137 7 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek , (Jakarta: Gema Insani, 2001), 116

  dengan mengubah modal finansial ke dalam aset non finansial penyedia dana sudah melibatkan dirinya dalam suatu risiko.

  charge pada modal riil. Hal ini dikarenakan

  diperbolehkan oleh fuqaha. Hal ini disebabkan meskipun syariat tidak memperbolehkan fixed charge pada modal finansial, namun ia memperbolehkan fixed

  [ Kajian Yuridis Pembiayaan…] | Muhaimin dkk

  Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak sewa guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.

  5 kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian menyewakannya kepada yang membutuhkan asset tersebut.

  Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak milik), jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa

  6 .

  Dalam praktek perbankan syariah akad ijarah sulit dilaksanakan, karena akan membuat repot dan rumit dalam pelaksanaannya, oleh karena itu ijarah dalam prakteknya perbankan syariah menggunakan sistem pembiayaan (penyaluran) dana dan pelayanan jasa perbankan untuk pembiayaan yang lazim adalah pembiayaan dengan skema Ijarah muntahiyah bittamlik (IMBT atau sewa beli, pembiayaan multijasa (dimana bank syariah mendapatkan imbalan jasa atas pembiayaan yang diberikan kepada nasabah seperti Rumah, Mobil dan lain-lain. Dan skim pembiayaan ini menggunakan skim pembiayaan sewa menyewa hal ini sejalan dengan prinsip dasar muamalah yang mana bahwa “hukum asalnya muamalah pada dasarnya boleh kecuali ada dalil yang melarangnya”. Dalam hal akad ijarah tidak ada dalil yang melarangnya artinya boleh termasuk pengembangannya menjadi akad

  7 Secara umum akad ini

  [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] Muhaimin dkk | [Kajian Yuridis Pembiayaan …]

  dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajīr, pihak yang menyewakan (lessor) disebut

  mu‟jir/muājir dan biaya sewa disebut ujrah. I jārah bentuk pertama banyak

  diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syariah, sementara

  ijārah bentuk kedua

  biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syariah.

  Maknanya ialah bahwa apa-apa yang dapat diambil manfaatnya, maka dapat pula dijual. Dengan pengecualian, selama barang atau jasa tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam.

  11 “mā shahha an yumlika bil al- akhdzi shahha an yumlika bil bay‟i”.

  manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang jelas, diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat khusus dengan adanya perpindahan hak, dari hak sewa menjadi hak milik. Hal ini sesuai dengan kaedah fikih:

2. Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik

  Ta‟jīr /al-ijārah (sewa) dan al- Tamlīk (kepemilikan) 10 .

  bai’ dan akad ijarah

  muājir.

  2. Ijārah muntahiyah bi altamlīk (IMBT)

  Akad sewa menyewa barang antara bank (muājir) dengan penyewa

  (mustajīr) yang diikuti janji bahwa

  pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada

  mustajīr.

  Merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-

  muntahiya bittamlik Al-

   Ijārah Akad sewa menyewa barang

  bai’ merupakan

  akad jual-beli sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam ijarah muntahia bittamlik pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini: a.

  Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada masa akhir sewa.

  b.

  Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

  Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesia akad ijarah muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka 11 Muhammad al-Ruky, dalam Mila Sartika & Hendri

  Hermawan Adinugraha, Implementasi Ijārah, Ibid.

  antara bank syariah (muājir) dengan penyewa (mustajīr). Setelah masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan kepada

  dapat dilihat pada uraian di bawah ini: 1.

  Kata al- tamlīk secara bahasa memiliki arti menjadikan orang lain memiliki sesuatu. Adapun menurut istilah (terminologi) ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa. Dan al-

  d.

  tamlīk bisa berupa

  kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak. Istilah tersebut dapat dibedakakan dalam beberapa katagori berikut ini: a.

  Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli.

  b.

  Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan.

  c.

  Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah hibah/pemberian.

  Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka disebut pinjaman.

  ujrah (ijārah)

  Berdasarkan beberapa paparan definisi di atas, maka dapat diambil definisi inti dari

  ijārah muntahiyah bi al-tamlīk

  terdiri dari dua kata yaitu kepemilikan suatu 10 Mila Sartika & Hendri Hermawan Adinugraha, Implementasi

  sewa menyewa yang berakhir dengan kepemilikan merupakan sebuah istilah modern yang tidak asing lagi pada saat ini. Istilah definitifnya tersusun dari dua kata, yaitu; al-

  ijārah wa iqtinā‟ atau ijārah muntahiyah bi at-tamlīk atau akad

  Pembiayaan

  (IMBT) di Perbankan Syariah

  Secara rinci, prinsip

  Ijārah dan IMBT Pada Bank BRI Syariah Cabang Yogyakarta, Economica, Volume VII/Edisi 1/Mei 2016, hlm. 102

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  adalah transaksi sewa- menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa tanpa diikuti dengan pemindahkan kepemilikan barang. Bank Syariah yang melaksanakan produk ijarah, dapat melakukan dalam bentuk leasing. Akan tetapi pada umumnya, bank syariah lebih banyak menggunakan ijarah

  bay‟ dan akad ijārah muntahiyah bi al-tamlik . Al- bay‟ merupakan akad jual

  merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-

  12 Sebab al- bay‟ wa ijārah muntahiyah bi al-tamlīk

  Dalam konteks perbankan syariah masa kini IMBT diadopsi oleh leasing sehingga praktiknya hampir sama.

  sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa.

  bai’ merupakan akad jual-beli

  bittamlik. Al-

  bai’ dan akad ijarah muntahiya

  Ijarah Muntahia Bittamlik merupakan rangkain dua buah akad, yakni akad al-

  karena lebih sederhana. Selain itu bank tidak direpotkan untuk mengurus pemelihara asset baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

  muntahiya bit tamlik

  Ijarah

  [ Kajian Yuridis Pembiayaan…] | Muhaimin dkk

  pengikatan jaminan, Surat permohonan realisasi ijarah, dan akad pengalihan kepemilikan objek sewa.

  Ijarah Muntahiya Bittamlik, Perjanjian

  IMBT Pemilik sewa (Bank) bank wajib menyediakan barang sewa, dan bank juga dapat mewakilkan kepada nasabah untuk menarikan barang yang akan disewa oleh nasabah sedangkan Penyewa (Nasabah). Dokument yang diperlukan oleh bank syariah dalam pembiayaan IMBT adalah surat persetujuan prinsip, Akad

  Implementasi akad ijarah dalam penyaluran dana perbankan syariah dengan menggunakan skema IMBT bertujuan untuk memberikan fasilitas kepada nasabah yang membutuhkan manfaat atas barang 12 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hlm. 117. dengan sistem sewa, dan pada akhir sewa nasabah mempunyai hak opsi. Adapun objek sewa: properti, alat transportasi, alat- alat berat, dan lain-lain. Dalam pembiayaan

  b) Pihak yang menyewakan berjanji akan mengubah barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

  a) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

  Al-bai ijarah muntahiya bittamlik merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-bai dan akad ijarah muntahiya bittamlik. Al-bai merupakan akad jual beli, sedangkan ijarah muntahiya bittamlik merupakna kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jaul belia atau hibah diakhir masa sewa. Dalam ijarah muntahiya bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut:

  Pilihan untuk menjual barang diakhir masa sewa biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif kecil, akumulasi nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi harga beli barang tersebut, bila pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, ia harus membeli barang itu diakhir periode.

  sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat permindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

  Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah

3. Pembiayan Ijarah Muntahiya Bittamlik

  7 memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.

  [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

13 Pada dasarnya menurut buku

14 Akan tetapi dalam perkembangan

  ijārah

  perbankan syariah ialah akad sewa menyewa barang antara bank (muājir) dengan penyewa

  (mustajīr) yang diikuti

  janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajīr. Sedangkan harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Hal ini selaras dengan perkataan Ibnu Qudamah mengenai ijarah, yaitu

  “wa kullu mā jāza tsamanan fī albay’ i jāza, iwadhan fi al- ijārah” 16 Karim Syah menjelaskan

  bahwasannya dalam syariah, Bank dianggap pemilik dari barang yang disewakan; oleh karena itu menurut logika, Banklah yang membeli barang dari suplier. Untuk itu diawal Perjanjian IMBT harus ditentukan bahwa Bank Syariah memberi kuasa kepada nasabah untuk membeli barang yang akan menjadi objek

  ijārah.

  17 Dengan demikian dalam perjanjian IMBT

  akadnya adalah ijārah dengan wa’ad jual beli/hibah yang akan ditandatangani setelah

  ijārah, nasabah tidak

  berakhir (jika nasabah menghendakinya). Oleh karena itu perlu dilampirkan konsep perjanjian jual beli/hibah; juga dilampirkan konsep kuasa kepada Bank Syariah untuk menjual aset jika pada akhir masa

  13 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisi Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 149. 14 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi

  ingin memiliki aset. Kuasa jual diperlukan karena aset sejak masa ijarah sudah dicatatkan atas nama nasabah.

  Konsep kuasa jual ditandatangani setelah masa

  ijārah berakhir”. Secara

  umum, kontrak

  ijārah bagaimana pun

  bentuknya, jika objeknya adalah barang yang tidak bergerak, Bank Syariah akan membelinya untuk kepentingan nasabah, yang akan menyerahkan kepada bank suatu imbalan penyewaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, yang cukup untuk menutupi modal pokok, dan bank akan 16 Al-Athrom, Abdurrahman bin Shalih, al-Wasathah al-

  Tijāriyyah fī al-Mu‟āmalah al-Māliyyah, Riyadh: Dār Isybiyliyā, 1995, hlm. 160 17 Iswahjudi A. Karim, “Pembiayaan Ijarah Muntahiyah Bitamlik”, Paper, KarimSyah Law Firm.Jakarta, 2005, hlm. 5

  Syari‟ah. Jakarta: Pusdiklat Peradilan Mahkamah Agung RI, 2009, 71. 15 Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Yogyakarta: Ekonisia, 2002, hlm. 99. ijārah muntahiyah bi al-tamlīk dalam

  bank syariah untuk pengadaan barang ditambah keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa tanpa diakhiri dengan pemilikan.

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] Muhaimin dkk | [Kajian Yuridis Pembiayaan …]

  b.

  beli, sedangkan

  ijārah muntahiyah bi al- tamlīk merupakan kombinasi sewa

  menyewa (ijārah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa.

  Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah BAB

  XI tentang Ijārah Pasal 324 Ayat (2), akad pemindahan kepemilikan pada ijārah

  muntahiyah bi al- tamlīk hanya dapat

  dilakukan setelah akad tersebut berakhir.

  prakteknya pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini: a.

  Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

  Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewaakan tersebut pada akhir masa sewa.

  ijārah dalam pembiayaan

  Adapun bentuk alih kepemilikan

  ijārah muntahiyah bi al-tamlīk antara lain: a.

  Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa asset dihibahkan kepada penyewa.

  b.

  Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu.

  c.

  Harga ekuivalent dalam periode sewa, yaitu ketika membeli aset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen.

  d.

  Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.

  Adapun

15 Sedangkan

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  Akan tetapi pada realitanya

  syariah yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 09/DSNMUI/IV2000 tanggal 13 April 2000 tentang Pembiayan Ijarah. Dengan demikian, secara otomatis muamalah ini diperbolehkan oleh syar’i guna kemaslahatan manusia. Dengan alasan, bahwa Nabi pernah bersabda: antum

  Oleh karena, pada dasarnya prinsip ijārah sama dengan prinsip

  murābahah,

  perbedaannya hanya terletak pada objek transaksinya.

  Apabila objek transaksi

  murābahah

  adalah barang, sedangkan pada ijarah objek transaksinya adalah barang dan jasa.

  ijārah bagi perbankan

  Berdasarkan pembahasan di atas, secara ringkas dapat diuraikankan bahwa landasan hukum

  Pada dasarnya akad ini bisa memberikan keuntungan baik bagi bank syariah ataupun nasabah. Keuntungan yang diperoleh nasabah misalnya ialah penambahan modal untuk meningkatkan investasi, sedangkan keuntungan bagi bank syariah, selain sebagai wujud diversifikasi produk, akad ini dapat mempercepat penyaluran dana dan meningkatkan pola investasi yang baik.

  IMBT ini jarang diaplikasikan oleh bank syariah, padahal dalam rangka diversifikasi produk pembiayaan, akad ini dipandang perlu untuk dioptimalkan implementasinya.

  ijārah dan/atau

18 Penerapan pembiayaan

  tamlīk (IMBT) atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah”. 18 Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011, hlm. 99.

  [ Kajian Yuridis Pembiayaan…] | Muhaimin dkk

  ijārah dan/atau sewa beli

  hanya berupa barang sedangkan pada IMBT ialah barang dan jasa. Hal ini juga dibolehkan secara hukum dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa “kegiatan usaha Bank Umum Syariah salah satunya adalah menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad

  murābahah objeknya

  Syariah memiliki kesamaan perlakuan dengan pembiayaan murābahah. Kesamaan ini dapat dilihat dari kesamaan kategori akadnya, yaitu akad jual beli. Perbedaannya hanya pada objek yang diperjual-belikan, pada pembiayaan

  ijārah dan ijārah muntahiyah bi al- tamlīk (IMBT) di Bank

  9 memperoleh keuntungan dari aktifitas usaha, dan biasanya berakhir dengan perolehan nasabah untuk memiliki barang yang tidak bergerak tersebut. Dan jika berbentuk barang yang bergerak, Bank Syariah juga akan membelinya dan menyewakannya kepada nasabah, di mana nasabah teresebut memiliki hak pilih ketika berakhirnya masa penyewaan, antara memiliki barang tersebut, membuat akad baru ataupun menggugurkannya berdasarkan persyaratan yang telah disepakati. Mengingat bahwasanya kontrak ini tidak diberlakukan pada bank syariah terhadap komoditas yang dapat berubah atau yang cepat habis (barang konsumtif).

  a‟lamu bi umūri dunyākum, dan juga para

  ulama berijtihad atas hal ini dengan apa yang telah disebutkan dari kaidah-kaidah yang terdahulu, yakni “pada asalnya seluruh muamalah itu boleh selama dalam muamalah tersebut tidak bertentangan dengan prinsip syariah, seperti tidak ada riba, gharar, ma isir.”

  Adapun

  ijārah adalah termasuk

  salah satu perangkat permodalan dan produk pembiayaan yang penting guna mencapai suatu keuntungan (profit) yang diterapkan oleh perbankan syariah. Metode operasionalnya, bank syariah membeli apa yang diinginkan oleh nasabah yang berupa alat-alat perlengkapan, dan terkadang juga barang yang tidak bergerak (seperti rumah), dan bank syariah menyewakannya kepada

  dalam bentuk ijārah muntahiyah bi al-

  [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  b.

  Nasabah membayar kewajiban ke Bank Syariah sesuai jadwal yang disepakati. 20 Fathurrahman Djamil,” Satuan Acara Pengajaran Mata Kuliah Fiqh Muamalah Dalam Keuangan Dan Perbankan Islam ” (2011)

  g.

  Developer sebagai wakil Bank (berdasarkan Perjanjian Kerjasama) menyerahkan rumah kepada nasabah (Nasabah mendapatkan manfaat rumah selama masa IMBT).

  f.

  Perjanjian Pembiayaan Pemilikan Rumah Berdasarkan Prinsip IMBT dengan janji (wa”ad) dari Bank Syariah untuk melepaskan kepentingannya atas rumah (akad fiqih hibah) setelah seluruh kewajiban nasabah lunas.

  Bank Syariah melakukan transaksi rumah (berdasarkan Perjanjian Kerjasama) dengan Developer sesuai spesifikasi rumah yang diminta oleh calon nasabah, secara prinsip (fiqih) rumah menjadi milik Bank Syariah (dokumentasi rumah dibuat atas nama Nasabah) e. Nasabah dan Bank Syariah melakukan

  d.

  Jika calon nasabah layak dibiayai, maka Bank Syariah akan mengeluarkan Surat Persetujuan kepada calon nasabah (surat penawaran). Calon Nasabah melakukan negosiasi dengan Bank. Jika terjadi kesepakatan, calon nasabah menandatangani surat penawaran dan berjanji (wa’ad) untuk melakukan transaksi IMBT dengan Bank Syariah.

  c.

  Pembeli atau calon nasabah bermaksud membeli rumah di lokasi milik Developer dan mengajukan Pembiayaan Pemilikan Rumah kepada Bank Syariah. Calon Nasabah melengkapi persyaratan permohonan pembiayaan sesuai kriteria yang dipersyaratkan. Jika persyaratan lengkap, Bank Syariah selanjutnya melakukan analisa kelayakan pembiayaan terhadap calon nasabah.

  Syariah akan menyediakan fasilitas pembiayaan pemilikan rumah bagi calon pembeli rumah Developer.

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] Muhaimin dkk | [Kajian Yuridis Pembiayaan …]

  (Sebuah Inovasi Pembiayaan Perbankan Syari’ah)” La Riba Jurnal Ekonomi Islam, Vol. I, No. 1, Juli 2007

  Syariah dan Developer mengadakan Perjanjian Kerjasama (MOU) pemilikan rumah. Bank 19 Helmi Haris, “Pembiayaan Kepemilikan Rumah

  Berdasarkan skim ijarah ini, bank syari’ah menyewakan rumah, sebagai objek akad, kepada nasabah. Meskipun pada prinsipnya tidak terjadi pemindahan kepemilikan (hanya pemanfaatan rumah), tetapi pada akhir masa sewa bank dapat menjual atau menghibahkan rumah yang disewakannya kepada nasabah. Berikut aplikasi Pembiayaan IMBT: 20 a. Bank

  muntahiya bi tamlik (IMBT).

  bank syari’ah memadukan dan menggali skim-skim transaksi yang dibolehkan dalam Islam dengan operasional KPR perbankan konvensional. Adapun salah satu skim yang digunakan oleh perbankan syari’ah di Indonesia dalam menjalankan produk pembiayaan KPR adalah skim ijarah

  Pada prinsipnya, bank syari’ah adalah sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai instrumen intermediasi yang menerima dana dari nasabah yang surplus dana (dalam bentuk penghimpunan dana) dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan (dalam bentuk produk penyaluran dana). Sehingga produk yang disediakan oleh bank-bank konvensional, baik itu produk penghimpunan dana (funding) maupun produk pembiayaan, pada dasarnya dapat pula disediakan oleh bank syari’ah.

  menyerahkannya kembali kepada bank (ijārah).

  (ijārah muntahiyah bi al- tamlīk), atau dengan

  Biasanya, pengembaliannya dengan cara angsuran tiap bulan atau dengan cara berkala sesuai dengan kesepakatan pada akad. Kemudian bank syariah memberikan pilihan pada saat berakhirnya kontrak, untuk memiliki barang yang disewa dengan cara membelinya dari bank

  mereka, dengan harga yang telah disepakati.

19 Dalam menjalankan produk KPR,

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

21 Al-

  B. Saran

  Syariah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

  Grafindo Persada, Jakarta. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank

  Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam Indonesia, Radja

  Rajawali PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ali, Muhammad Daud, 1998, Hukum Islam,

  Syariah, Edisi I, Cetakan ke-3,

  Ascarya. 2011. Akad dan Produk Bank

  2. Majelis Ulama dan para ahli Hukum Islam perlu segera menyusun panduan akad ijarah sebagai pedoman bagi perbankan syari’ah dalam operasionalnya.

  1. Pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan pelaksanaan terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah khususnya yang berkaitan dengan akad ijarah.

  deposit box .

  [ Kajian Yuridis Pembiayaan…] | Muhaimin dkk

  multijasa, serta akad pelayanan jasa perbankan syariah seperti save

  muntahiyah bittamlik ), dan akad

  2. Model akad ijarah di perbankan syariah menurut prespektif hukum positif adalah model akad pembiayaan dan pelayanan jasa diantaranya akad pembiayaan sewa menyewa, sewa beli dengan opsi peralihan kepemilikan (ijarah

  Permasalahan hukum pengaturan akad pembiayaan ijarah pada perbankan syariah menurut hukum 21 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek , (Jakarta: Gema Insani, 2001), 119 positif adalah pengaturan akad pembiayaan ijarah belum diatur secara detail sehingga belum dipahami oleh pengelola dan nasabah perbankan syariah.

  merupakan salah satu alternatif skim syariah untuk memfasilitasi pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang yang sesuai dengan jenis usaha nasabah sekaligus mengamankan kepentingan bank. Dibandingkan dengan akad mudharabah, akad IMBT ini lebih fleksibel dan kompetitif bagi nasabah dalam penetapan harga sewa, walaupun ada beberapa risiko yang mungkin terjadi yang harus diantisipasi seperti risiko default yaitu nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja, aset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh si pemberi sewa (muajjir), dan nasabah berhenti di tengah kontrak dan tidak mau membeli aset tersebut. Akibatnya bank harus menghitung kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah.

  Ijārah al-Muntahiya bit al-Tamlik (IMBT)

  Secara umum, aplikasi perbankan dapat digambarkan skema berikut:

  Di akhir masa IMBT, Bank Syariah merealisasikan janjinya (wa’ad) dengan melepaskan kepentingan atas rumah dan menyerahkan rumah kepada nasabah (akad fiqih hibah) setelah seluruh kewajiban Nasabah dilunasi.

  Syariah dan Nasabah sepakat untuk melakukan review terhadap jumlah kewajiban Nasabah pada setiap periode yang ditentukan. i.

DAFTAR PUSTAKA

D. PENUTUP A. Kesimpulan 1.

  11 h. Sesuai kesepakatan di awal akad, Bank

  [JATISWARA Jurnal Ilmu Hukum]

  Syariah, Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia, Edisi I, Cetakan I, PT.

  2013. Penerapan Teori Hukum

  Pada Penelitian Tesis dan Disertasi ,

  Cetakan I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995,

  Penelitian Hukum Normatif ,

  RadjaGrafindo Persada, Jakarta, 1995. Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah. Jilid 3, Beirut: Dār al-Kitāb al-Araby, 1983. Tim Penulis Dewan Syari’ah Nasional

  (DSN) MUI, Himpunan Fatwa

  Dewan Syari‟ah Nasional, Jakarta: PT. Intermasa, 2003.

  Umam, Khotibul. 2016. Perbankan

  Raja Grafindo Persada. Jakarta. Usman, Rahmadi. 2009. Produk dan Akad

  Islam, Cetakan ke-3, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

  Perbankan Syariah di Indonesia Implementasi dan Aspek Hukum,

  Cetakan I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Yuliana, Indah, Investasi Produk Keuangan

  Syariah, Malang: UIN-MALIKI Press, 2010.

  Peraturan Perundang-Undangan

  Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, LN Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, TLN Republik Indonesia Nomor 4867

  Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.

  Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa

  Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpun dan Penyalur Dana Bagi Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

  Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Usaha Penghimpun Dana dan Penyalur Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

  Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani.

  Remy, Sutan Sjahdeini. 2007. Perbankan

  [Vol. 33 No.1, Maret 2018] Muhaimin dkk | [Kajian Yuridis Pembiayaan …]

  Raja Grafindo Persada, 2004. Mahmud Marzuki, Peter,

  Dewi, Gemala, 2004, Aspek-Aspek Hukum