VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG WAKATOBI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG WAKATOBI
Economic Valuation of Coral Reef Ecosystem Wakatobi
Ahmad Mansyur1 dan Sjamsu Alam Lawelle2
1,2

Program Study Agrobisnis Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo,
Kampus Hijau Bumi Tri Dharma Anduonohu Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia
1
e-mail : blackbet_ala@yahoo.co.id. 2e-mail: alawelle@yahoo.com

ABSTRAK
Perairan Wakatobi merupakan kawasan konservasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI
nomor 393/Kpts-VI/1996 dan sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat Wakatobi berdasarkan
undang-undang Nomor 29/2003, tentang pembentukan Kabupaten Wakatobi. Kondisi tersebut,
mewajibkan pemanfaatan ke arah yang selaras antara dua ketentuan itu. Hal ini dapat diwujudkan melalui
upaya penilaian manfaat ekonomi Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Perwujudan dimaksud dapat
dicapai melalui pendekatan perubahan pendapatan, kehilangan pendapatan, biaya terluang, biaya
preventif, biaya properti, perbedaan upah, biaya perjalanan, proksi terhadap harga pasar, biaya pengganti
dan pendekatan kontingen. Hasil penelitian diketahui bahwa nilai manfaat ekonomi KKP Wakatobi
setiap tahun dalam satu hektar diperoleh sekitar Rp45,785,447,753 (manfaat langsung),
Rp14,883,987,561 (manfaat tidak langsung), Rp9,157,089,551 (manfaat pilihan), Rp2,155,107,303

(manfaat keberadaan) dan Rp4,031,174,791 (manfaat warisan). Bila dikaitkan dengan total luas KKP
Wakatobi (582.15 Ha), maka diperoleh total sumbangsi KKP terhadap PDRB Kabupaten Wakatobi
sebesar Rp44,244,838,791,317 setiap tahunnya. Akhirnya, dapat dihimbau bahwa dengan adanya
konsekuensi kehilangan sejumlah nilai nominal akibat rusaknya KKP, maka diharapkan kepada semua
stakeholder agar lebih memanfaatkan SDA secara efektif, efisien, lestari dan mengurangi kegiatan
antropogenik yang bersifat destruktif.
Kata Kunci: Kawasan Konservasi Perairan, Manfaat Ekonomi, PDRB Wakatobi

ABSTRACT
Wakatobi marine waters is a conservation area by the Minister of Forestry No. 393/Kpts-VI/1996 and as
supporting public welfare Wakatobi based on Law No. 29/2003, concerning the establishment of
Wakatobi. Under these conditions, require utilization towards the harmony between the two conditions.
This can be realized through the efforts of the economics benefit assessment of marine protected areas
(MPA) based on the direct benefits, indirect benefits, benefits of choice and the benefits of the existence
and benefits of coral reef ecosystems heritage. Referred embodiment can be achieved through a change in
revenue, lost revenue, cost vacant, preventive cost, cost property, wage differences, travel expenses,
proxy against the market price, replacement cost and contingent approach. All that in the application to
assessment of direct benefits, indirect benefits, benefits of choice and the benefits of the existence and
benefits of coral reef ecosystems heritage. As a result, that the economic benefits of the Wakatobi MPA
every year in one hectare obtained around Rp45,785,447,753 (direct benefits), Rp14,883,987,561

(indirect benefits), Rp9,157,089,551 (benefit option), Rp2,155,107,303 (benefit existence) and
Rp4,031,174,791 as the benefits of heritage, When associated with a total area of Wakatobi MPA (582.15
Ha), the obtained total constribution MPA to Wakatobi GDP Rp44,244,838,791,317 annually. Finally, it
can be encouraged that with the consequent loss a nominal value due to damage of MPA, it is expected
to all stakeholde utilize natural resources more effectively, efficiently, sustainably and reducing
anthropogenic activities that are destructive.

Keywords: Marine Protected Areas, The Economic Benefits, The GDP Wakatobi

Jurnal Bisnis Perikanan FPIK UHO 3(1): April 2016

1

Ahmad Mansyur dan Sjamsu Alam Lawelle

PENDAHULUAN
Kepulauan Wakatobi merupakan
bagian dari wilayah administratif
Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun
1996, Kepulauan Wakatobi ditunjuk

sebagai Taman Nasional Laut berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No
393/Kpts-VI/1996 tanggal 30 Juli 1996.
Pada tahun 2002, Kabupaten ini ditetapkan sebagai Kawasan Taman Laut
Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No 7651/Kpts/II/2002
tanggal 19 Agustus 2002 dengan luasan
1.390.000 Ha. Dalam luasan tersebut,
terdapat sekitar 39 pulau yang terhimpun
ke dalam empat gugus pulau yaitu
Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan
Binongko. Di samping itu terdapat pula,
3 gosong dan 5 atol yang terbentuk dari
pertumbuhan terumbu karang di sekitar
Pulau Kaledupa, Kapota dan Tomia serta
dua atol lainnya tumbuh tanpa mengelilingi pulau seperti Karang Kaledupa
dan Karang Kapota. Di samping itu
terdapat pula sekitar 942 jenis/spesies
ikan yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber daya penunjang kesejahteraan
masyarakat Wakatobi.
Seiring dengan waktu pemanfaatan sumber daya yang dimiliki, saat

ini keanekaragaman hayati Kabupaten
Wakatobi memiliki ancaman kepunahan
yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan
oleh kegiatan eksploitasi sumber daya
yang tidak ramah lingkungan, pengelolaan limbah pemukiman yang tidak
baik, dan aktivitas manusia lainnya yang
destruktif. Disisi lain, pemerintah
Kabupaten Wakatobi dituntut untuk
dapat meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) demi kesejahteraan

2

masyarakatnya. Oleh karena itu, pemerintah setempat memerlukan penilaian
ekonomi sumber daya dan kawasan
sebagai acuan konstribusi KKP terhadap
Pendapatan Domestik Bruto (PDRB).
Konsep valuasi ekonomi memungkinkan para pengambil kebijakan untuk
mengelola dan memanfaatkan berbagai
sumber daya alam dan lingkungan pada

tingkat yang paling efektif dan efesien serta
mampu mendistribusikan manfaat dan biaya
konservasi secara adil. Mengingat valuasi
ekonomi dapat digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi dan pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi
dapat menjadi suatu instrumen penting
dalam peningkatan penghargaan dan kesadaran masyarakat terhadap barang dan jasa
yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan
lingkungan di kawasan konservasi perairan.
Selain itu, nilai atau manfaat dari sumber
daya yang telah dikonversi ke dalam nilai
moneter sangat berguna sebagai acuan untuk
menetapkan ganti rugi, bila sewaktu-waktu
ada kerusakan pada Kawasan Konservasi
Perairan akibat dampak pemanfaatan yang
dilakukan, maka nilai valuasi ekonomi
sumber daya dan kawasan dapat dijadikan
sebagai acuan pembangunan yang efektif,
efisien dan lestari.
Menyadari akan semua pertimbangan di atas, maka sudah saatnya segala
potensi Kawasan Konservasi Perairan

diberdayakan dengan memberikan jaminan
kelangsungan sumber daya, dimana sumber
daya tersebut menjadi salah satu kekuatan
ekonomi. Inventarisasi Kawasan Konservasi
Perairan mencakup dua sasaran utama yakni
masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan
sumber daya alam sebagai sumber ekonomi.
Oleh karena itu, diperlukan kegiatan kajian
nilai ekonomi sumber daya di Kawasan

ISSN : 2355-6617,
ojs.uho.ac.id/index.php/bisnisperikanan

Valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang

Konservasi Perairan Wakatobi yang diharapkan dapat menghasilkan Kawasan
Konservasi Perairan prioritas pembangkit
PDRB berdasarkan kombinasi nilai penting
biologis, ekonomi dan sosial budaya dalam
kemungkinan ancaman kegiatan antropogenik.

METODE
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Wakatobi, pada tahun 2015. Penentuan
sampel dilakukan secara purposive sampling
Pada dasarnya valuasi ekonomi
ekosistem terumbu karang merupakan total
dari penilaian: (1) manfaat langsung, (2)
manfaat tidak langsung, (3) manfaat pilihan,
(4) manfaat keberadaan dan (5) manfaat
warisan. Selanjutnya, untuk mendapatkan
sasaran strategis pengelolaan, maka dilakukan analisis kebijakan secara deskriptif berdasarkan karaktersitik fungsi ekosistem
terumbu karang.
a. Manfaat langsung
Pendekatan manfaat langsung adalah
jumlah pendapatan masyarakat dari setiap
jenis kegiatan yang telah dilaksanakan. Ada
lima tipe manfaat langsung atau Direct Use
Value (DUV) yang diangkat dalam
membangkitkan nilai ekonomi ekosistem
terumbu karang Kabupaten Wakatobi.

Kelima tipe DUV dimaksud adalah
perikanan tangkap (ML1), marikultur
(ML2), penambangan (ML3), tourism
(ML4) dan penelitian (ML5). Semuanya
dinyatakan dengan rumus berikut:
TML = ML1 + ML2 + ML3 + ML4 + ML5 ...... (1)

Persamaan penunjang terhadap persamaan (1):
1) Produktifitas teknologi yang digunakan

Jurnal Bisnis Perikanan FPIK UHO 3(1): April 2016

=
dimana :
Pat =Produktivitas teknologi tertentu
pada periode t (ton/teknologi)
Cat =Hasil produksi teknologi a pada
periode t (ton)
Eat =Upaya penggunaan teknologi a
pada periode t (Rp)

2) Kemampuan produksi (FPI)
=

(

)

3) Hubungan hasil produksi dengan upaya
produksi
C = aE + bE 2
4) Hubungan Hasil produksi dengan upaya
produksi
C

= aE + bE 2

C/E = a + bE
dC/dE = a + 2bE
= −
=


2



2
dimana :
a = Intercept
b = Slope
C = Total hasil produksi
E = Total upaya produksi
b. Manfaat tidak langsung
Pendekatan yang dilakukan dalam
menilai manfaat tidak langsung adalah biaya
pengganti dalam tiga fungsi ekosistem
terumbu karang yaitu sebagai: physical
protection (MTL1), lingkungan hidup biota

3


Ahmad Mansyur dan Sjamsu Alam Lawelle

(MTL2), dan penyerap karbon (MTL3). Hal
ini dinyatakan dengan rumus berikut.
TMTL = MTL1 + MTL2 + MTL3…(2)

Analisis penunjang dari persamaan (2) :
1) Pelindung pantai (MTL1 A)
=(

! ) "# $%&'
')

dimana :
lTK = Lebar tutupan karang (m)
PGP= Panjang garis pantai
dilindungi (m)
JSBi = Jumlah satuan bahan
digunakan (unit)
HBi = Harga satuan bahan
digunakan (Rp/unit)

(&' *

4) Navigasi (MTL1B)
yang

= "# ,'
')

ln ,'

yang

000/ *
(

Dimana:
s = Jumlah genus karang;
pi = Proporsi individu spesies ikan
pada genus karang ke-i
In = Logaritma natural (digunakan
untuk komunitas ikan karena
ikan merupakan biota yang
mobile (aktif bergerak), memiliki
kelimpahan relatif tinggi dan
preferensi habitat tertentu.
000
H2 = Harga rata-rata Ikan pada genus
karang ke i
3) Tempat pemijahan dan pembesaran biota
(MTL2B)
+&

4

= "#
')

'

MTB 6'

9

& = #(( %'
')

yang

2) Penyedia Pakan (MTL2A)
+

Dimana:
s
= Jumlah genus karang;
= Luas genus karang ke-i
LKi
MTBki = Volume material teknologi
budidaya pada genus karang
ke-i
HMTBki = Harga rata-rata material
teknologi budidaya pada
genus karang ke-i

000000000000
(
& 6/ *

B

%' ) + (8

'

&8 ' ))

Dimana:
w
=Jumlah wilayah ekosistem
karang
MSi =Jumlah titik menara suar pada
wilayah ekosistem karang ke-i
BMSi =Biaya pembangunan per unit
menara suar pada wilayah
ekosistem karang ke-i
RLi =Jumlah titik Rambu Lintas pada
wsilayah ekosistem karang ke-i
BMSi =Biaya pembangunan Rambu
Lintas perunit pada wilayah
ekosistem karang ke-i
5) Penyerap karbon (MTL3)
:

9

= #(
')

'

NC)

Dimana:
w =jumlah wilayah ekosistem
karang;
PPi =produsktivitas primer pada
wilayah ekosistem karang ke-i
NC =Nilai Konstanta Karbon

ISSN : 2355-6617,
ojs.uho.ac.id/index.php/bisnisperikanan

Valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang

c. Manfaat pilihan
Pendekatan yang diangkat dalam menilai manfaat pilihan adalah adanya potensi
keuntungan yang berbeda dari setiap keberadaan biodiversity dalam suatu ekosistem
terumbu. Karenanya, manfaat pilihan diangkat jumlah nilai keuntungan dari setiap jenis
kegiatan masyarakat (JMP) seperti kegiatan
penangkapan ikan, kegiatan budidaya, kegiatan penambangan pasir dan batu karang,
kegiatan pariwisata dan kegiatan estetika
pada setiap ekosistem terumbu yang berbeda
(K1, K2, K3, …, Kn). Hal ini dinyatakan
dengan rumus berikut.
TMP = JMPK1 + JMPK2 + JMPK3+ ... + JMPKn…(3)

Persamaan penunjang terhadap formula (3)
terdiri dari:
1) Total penerimaan nelayan dari usaha
produktif (TR) adalah :
TR =

∑9
')

(

'

>' )

dimana :
TR= Total revenue (penerimaan
total)
pi = Harga rata-rata hasil produksi
pada wilayah
pilihan ke i
(Rp/satuan komoditi)
Qi = Jumlah hasil produksi pada
wilayah pilihan ke i (satuan
komoditi)
2) Total biaya produksi (TC) dihitung
dengan persamaan :
TC =∑9
') (

'

')

Jurnal Bisnis Perikanan FPIK UHO 3(1): April 2016

dimana :
TC= Total cost (biaya produksi total)
Ci = Total pengeluaran rata-rata unit
produksi pada wilayah ke-i
(Rp)
Ei = Jumlah unit produksi optimal
pada wilayah ke-i (unit)
(3) Keuntungan bersih usaha produktif (B):
B = TR - TC
B = pi.Qi - Ci.Ei
B = ∑9
') ( ' (

'



+
' )



' ')

d. Manfaat eksistensi (keberadaan)
Manfaat keberadaan (ME) diukur dari
kesediaan membayar masyarakat akibat
adanya manfaat ekonomis keberadaan (fisik)
dari ekosistem terumbu karang. (Fauzi,
2002) yang dirumuskan sebagai berikut:
ME= ?∑') ?

@A

.

CC……. (4)

Dimana:
Ri = Pendapatan responden ke-i
n = Jumlah responden
K =Total kepala keluarga Kabupaten
Wakatobi
A =Peranan pendapatan terhadap kesediaan membayar responden
Persamaan penunjang terhadap formula
(4) peranan pendapatan (A) terhadap
kesediaan membayar (KM) yang dinyatakan
dengan fungsi berikut.
KM = f{a, e, u, p,}
Dimana:
a = Pendapatan,
e = Tingkat pendidikan,
u = Umur, dan
p = Pengalaman.

5

Ahmad Mansyur dan Sjamsu Alam Lawelle

Analisis dilakukan dengan regresi sederhana
yang menggunakan alat bantu Software
Excel add Ins.
e. Manfaat warisan
Nilai warisan ekosistem terumbu
karang yang dimiliki tidak dapat dinilai
dengan pendekatan nilai pasar. Sehubungan
dengan hal tersebut maka diperkirakan
bahwa nilai warisan tidak kurang 10% dari
nilai manfaat langsung terumbu karang

sebagai mana yang dilakukan Hasmin
(2006).
HASIL
Manfaat langsung
Berdasarkan persamaan model statik
Gordon Schaefer, diperoleh nilai pendapatan
dari kelima sumber mata pencaharian yaitu
perikanan tangkap, marikultur, penambangan, tourism dan penelitian sebagaimana
disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Nilai Pendapatan dari Setiap Sumber Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten
Wakatobi di sekitar KKP
Instrumen pendapatan
Sumber mata
pencaharian

Intercept

Perikanan
-317.46
tangkap
Marikultur
50.70
Penambangan 764.47
Tourisme
Penelitian

Konstanta

Upaya
Rerata
Optimal Harga hasil
(sat.
standar
Upy.)
(Rp/sat.hasil)

Rerata biaya
(Rp/unit)

Nilai Pendapatan
(Rp/Ha/thn)

0.095

1,675.00

21,500,000

6,942,727

8,214,623,085

208.020
1.130

0.12
339.00
52.00
52.00

32,250,000
200,000
3,969,694
3,969,694

33,232,500
386,500
191,566,665
74,712,601

103,656,953
25,816,220,365
1,588,787,610,819
115,008,300

Sumber : Data diolah, 2015

Merujuk pada rata-rata nilai pendapatan dari kegiatan penangkapan ikan,
marikultur, penambangan, pariwisata dan
penelitian dalam satu satuan luas DPL setiap
tahun, maka total manfaat langsung dari
potensi lestari ekosistem karang pada KKP
Kabupaten Wakatobi dapat dihitung. Total
manfaat tersebut diperoleh sebesar
Rp45,785,447,753/ha/tahun.

6

Manfaat tidak langsung
Total manfaat tidak langsung,
keberadaan ekosistem karang di KKP
Wakatobi sebesar Rp14,883,987,561 per
hektar per tahun. Secara grafik,
sumbangsi ekonomi dari setiap fungsi
ekosistem karang pada KKP Kabupaten
Wakatobi disajikan pada Gambar 1.

ISSN : 2355-6617,
ojs.uho.ac.id/index.php/bisnisperikanan

Valuasi ekonomi ekosistem terum
erumbu karang

1,523,437,5
37,500
2,618,160,928

Serapan Karbon

Physical Protection

Lingkungan Hidup Biota
ota

10.742.389.134

Gambar 1. Manfaat Tidak L
Langsung Sebagai Sumbangsi Fungsi Ekosistem
em Karang
pad
ada KKP Wakatobi Tahun 2015
Manfaat pilihan

ha/thn. Dengan sebaran ttotal nilai
manfaat pilihan berdasarkan k
kawasan di
sekitar KKP yang ada dii Kabupaten
Wakatobi dapat disajikan seb
sebagaimana
Gambar 2.

Rerata keuntungan darii semua
s
jenis
pilihan kegiatan pemanfaatan
tan keanekaragaman sebesar Rp9,15
,157,089,551/

LIYA BAHARI
200,000,000,000
OIHU
150,000,000,000
TAIPABU
ABU
100,000,000,000
PATUA

50,000,000,000

LONGA
PATUNO

WAETUNO

KAHIANGA

KOLLO

DETE
ETE

SOMBANO
PEROPA

HORUO-MANTIGOLA
KASUARI

Gambar 2. Manfaat Pilihan
an dari Biodiversity Ekosistem Karang di KKP W
Wakatobi
(Rp/thn) Tahun 2015

Ahmad Mansyur dan Sjamsu Alam Lawelle

Manfaat eksistensi (keberadaan)

Manfaat warisan ekosistem karang

Nilai manfaat keberadan (existence
value) diestimasi dengan menggunakan
teknis contingent valuation method.
Nilai ini kemudian dikalibrasi dengan
menggunakan persamaan regresi atas
hubungan jawaban 40 orang responden
yang memberikan nilai kesediaan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti pendapatan, umur,
pengalaman dan pendidikan. Atas
hubungan tersebut, diperoleh nilai
koefisien
regresi
dari
variabel
pendapatan sebesar 0.35, untuk dijadikan
komponen
reduktor
atas
nilai
subyektifitas jawaban responden.
Komponen reduktor berikutnya
adalah luas kawasan yang digunakan
responden dalam melakukan aktivitas
melaut yang kemudian diperoleh rasio
sebesar 0.22. Dengan demikian,
diperoleh manfaat keberadaan ekosistem
karang sebesar Rp335,477.-/org/ha/thn
atau Rp2,155,107,303.-/ha/thn.

Nilai warisan ekosistem terumbu karang
yang dimiliki tidak dapat dinilai dengan
pendekatan nilai pasar. Sehubungan
dengan hal tersebut maka diperkirakan
bahwa nilai warisan tidak kurang 10%
dari nilai manfaat langsung terumbu
karang (Hasmin, 2006). Oleh karena itu
nilai manfaat warisan ekosistem terumbu
karang di KKP Wakatobi terdapat
sebesar 4,031,174,191.- per hektar per
tahun.
Total manfaat
karang

ekonomi

ekosistem

Total manfaat ekonomi KKP
Kabupaten Wakatobi dihitung dengan
mempertimbangkan varian nilai manfaat
ekonomi dari semua komponen pembangkitnya
berkisar
antara
Rp2,155,107,303.-/ha/thn
hingga
Rp45,785,447,753.-/ha/thn.
Secara
lengkap dapat disajikan sebagaimana
Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kontribusi Komponen Manfaat Ekonomi Terhadap Total Manfaat Ekonomi
KKP Kabupaten Wakatobi Tahun 2015
Rerata nilai Ekonomi KKP
Uraian Manfaat
Persentase
(Rp/Ha/thn)
Langsung
45,785,447,753
60%
Tidak Langsung
14,883,987,561
20%
Pilihan
9,157,089,551
12%
Keberadaan
2,155,107,303
3%
Warisan
4,031,174,791
5%
Jumlah
76,012,806,959
100%
Sumber : data diolah 2015
PEMBAHASAN
Manfaat Langsung
Manfaat langsung atau Direct Use
Value (DUV) adalah manfaat yang dapat

8

diperoleh dari ekosistem terumbu karang.
Manfaat ini berfungsi sebagai gambaran
sumbangsi keberadaan ekosistem karang
terhadap pendapatan masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada sektor

ISSN : 2355-6617,
ojs.uho.ac.id/index.php/bisnisperikanan

Valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang

perikanan dan kelautan. Adapun beberapa
manfaat langsung dari terumbu karang
diangkat dari jumlah pendapatan dari usaha
perikanan tangkap, marikultur, penambangan, tourism, dan penelitian. Oleh
karena itu, manfaat langsung dari kawasan
konservasi perairan Wakatobi mampu
menggambarkan
total
pendapatan
masyarakat dari lima sumber mata
pencaharian di sekitar KKP Kabupaten
Wakatobi
Berdasarkan Tabel 1, dapat dinyatakan
bahwa setiap kehilangan ekosistem terumbu
karang sebesar satu hektar, maka akan
terjadi kehilangan pendapatan sebesar
Rp8,214,623,085 per tahun bagi nelayan
tangkap. Demikian pula dengan nelayan
marikultur, akan mengalami kehilangan
pendapatan sebesar Rp103,656,953/tahun.
Nilai-nilai tersebut belum termasuk kegiatan
penangkapan ikan mayor dan indikator yang
diduga terdapat sekitar Rp467,626,733,935
/ha/tahun. Di samping itu belum juga termasuk kegiatan budidaya karang hias dan karang obat yang diduga terdapat sekitar
Rp161,351,377,284 per hektar per tahun.
Dilihat dari sumber mata pencaharian tourisme dan penelitian, maka ada kemungkinan
kehilangan pendapatan masyarakat dari dua
kegiatan terakhir sebesar Rp25,816,220,365
per hektar per tahun (tourisme) dan sebesar
Rp115,008,300 /ha/tahun (penelitian).
Kenyataan yang diperoleh dari
Gambar 1 adalah kegiatan penambangan
sebagai kontributor terbesar dalam
pencapaian manfaat langsung potensi
lestari ekosistem karang pada KKP
Kabupaten Wakatobi. Hal ini disebabkan
oleh adanya konsumsi batu karang
sebagai
penunjang
perkembangan
pembangunan sarana dan prasarana
pemukiman. Namun demikian, kecen-

Manfaat tak langsung (Indirect Use
Value) adalah nilai manfaat yang diperoleh dari terumbu karang secara tidak
langsung. Nilai manfaat ini diperoleh
dari fungsi ekosistem karang sebagai
penahan ombak, garis pantai dan
navigasi (Physical Protection); sebagai
tempat pemijahan dan pembesaran
(lingkungan hidup ikan), serta sebagai
penyerap karbon Gambar 1 menunjukkan bahwa fungsi ekosistem karang
sebagai physical protection pada KKP
Kabupaten Wakatobi tampil sebagai
kontributor terbesar dalam pencapaian
manfaat tidak langsung potensi lestari
ekosistem karang. Hal ini disebabkan
oleh adanya material pengganti karang
yang memiliki nilai tukar paling tinggi.
Dalam hal ini, Physical protection
dihitung
berdasarkan
pendekatan
replacement
cost
method,
yaitu
menggunakan
biaya
pembuatan
pemecah ombak (Break Water). Dimana
harga pasar lokal Wakatobi dalam total
biaya pembelian material bagi pembuatan Break Water memenuhi nilai
nominal Rp11,403,885.-/m³. Oleh karena
itu, dengan mengacu pada kuantitas
karang pada 14 DPL sampling, maka
rata-rata manfaat tidak langsung dari
fungsi physical protection sebesar
Rp10,742,389,134.-/ha/tahun.
Selanjutnya diikuti oleh fungsi
ekosistem karang sebagai penyerap
karbon yang dihitung dengan menggunakan acuan Soemarwoto (2001).
Dalam hal ini, nilai 1 ton karbon berkisar

Jurnal Bisnis Perikanan FPIK UHO 3(1): April 2016

9

derungan laju pertumbuhan produksi
penambangan mengalami penurunan
setiap tahun.
Manfaat Tidak Langsung

Ahmad Mansyur dan Sjamsu Alam Lawelle

antara US$1-US$28 atau Rp13,850 –
Rp387,800. Dengan demikian, berdasarkan
asumsi
harga
US$10/ton
(Rp138,500 /ton) dan nilai produktivitas
primer terumbu karang sebesar 2500
gr/m2/tahun, maka diperoleh nilai manfaat tak langsung dari penyerapan karbon
sebesar Rp2,618,160,928,- /ha/tahun.
Tempat pemijahan dan pemeliharaan ikan atau lingkungan hidup biota
tampil sebagai konstributor terkecil
dalam pembentukan nilai manfaat tidak
langsung ekosistem terumbu karang.
Kontribusi dimaksud hanya dapat
mencapai
nilai
manfaat
sebesar
Rp1,523,437,500.-/ha/thn. Hal ini terjadi
sebagai akibat dari instrumen penilaian
yang hanya diangkat berdasarkan
penggunaan biaya penyusutan fasilitas
unit budidaya Keramba Jaring Tancap
(KJT) dan penggunaan biaya operasional
selama melakukan kegiatan pemeliharaan ikan hingga panen. Disisi lain, total
investasi awal dari pembangunan KJT
tidak dipertimbangkan dalam proses
penilaian.
Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan merupakan manfaat
yang dibangkitkan melalui keberadaan
biodiversity (keanekaragaman hayati)
sebagai alternatif pilhan dalam memperoleh sejumlah keuntungan usaha.
Dalam hal ini, setiap jenis dalam
keanekaragaman hayati ekosistem karang akan memberikan keuntungan yang
berbeda bagi setiap aplikasi pemanfaatannya. Sehingga kajian ini, diangkat
berdasarkan potensi keuntungan dari
setiap jenis kegiatan masyarakat
pengguna kawasan di sekitar KKP yang
meliputi kegiatan penangkapan ikan,

10

marikultur, penambangan, pariwisata
dan penelitian.
Pendekatan yang digunakan untuk
memberikan kuantifikasi manfaat pilihan
ekosistem karang adalah adanya keterkaitan antara permintaan atau produksi
komoditi yang dapat dipasarkan
(marketable commodity) dan yang tidak
dapat
dipasarkan
(non-marketable
commodity). Oleh karena itu, sebagai
fungsi dari membaiknya kualitas air pada
suatu kawasan pemanfaatan, maka dapat
terjadi hasil tangkapan yang menguntungkan sebesar Rp8,214,623,085,/ha/tahun. Demikian pula keuntungan
dari hasil panen kegiatan budidaya
sebesar Rp103,656,593,- per hektar per
tahun dan keuntungan kegiatan penambangan sebesar Rp25,816,220,365,- per
hektar per tahun. Keuntungan kegiatan
tourisme juga dapat dicapai sebesar
Rp11,535,859,409,- per hektar per tahun
dan keuntungan penelitian sebesar
Rp115,088,300,- per hektar per tahun.
Hal ini terjadi akibat fungsi dari teori
pasar persaingan sempurna dimana
permintaan tenaga kerja setara dengan
nilai produk marginal dan pemasokan
tenaga kerja akan berbeda antara satu
dengan lainnya karena perbedaan
kondisi lingkungan kerja (kawasan
pemanfaatan). Akhirnya, pekerja dapat
memilih keuntungan tempat dari jenis
pekerjaan tersebut.
Manfaat Eksistensi (Keberadaan)
Nilai manfaat keberadan (existence
value) ekosistem terumbu karang pada
KKP Kabupaten Wakatobi diestimasi
dengan menggunakan teknis contingent
valuation method. Metode ini digunakan
untuk memberikan gambaran tentang

ISSN : 2355-6617,
ojs.uho.ac.id/index.php/bisnisperikanan

Valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang

nilai atau harga yang dapat diberikan
masyarakat akan keberadaan ekosistem
terumbu karang agar terumbu karang
tetap terpelihara. Manfaat tersebut
merupakan nilai ekonomis keberadaan
(fisik) dari ekosistem terumbu karang.
Manfaat Warisan Ekosistem Karang
Nilai warisan ekosistem terumbu
karang yang dimiliki tidak dapat dinilai
dengan
pendekatan
nilai
pasar.
Sehubungan dengan hal tersebut maka
diperkirakan bahwa nilai warisan tidak
kurang 10% dari nilai manfaat langsung
terumbu karang (Hasmin, 2006). Oleh
karena itu nilai manfaat warisan
ekosistem terumbu karang di KKP
Wakatobi sebesar 4,031,174,191.- per
hektar per tahun.
Total Manfaat Ekonomi Ekosistem
Karang

rendah
yaitu
hanya
mencapai
Rp2,115,107,303.- per hektar per tahun.
Kenyataan ini dapat diartikan bahwa
peranan KKP terhadap kesejahteraan
masyarakat
Kabupaten
Wakatobi
didominasi oleh pemanfaatan SDA KKP
secara langsung. Dapat pula dinyatakan
bahwa sumbangsi KKP terhadap keberadaan PDRB Kabupaten Wakatobi
terdapat sebesar Rp44,244,838,791,317
per tahun dari total luas KKP yang
dimiliki.
SIMPULAN
Nilai manfaat ekonomi KKP Wakatobi
setiap tahun dalam satu hektar diperoleh
sekitar
Rp45,785,447,753
(manfaat
langsung), Rp14,883,987,561 (manfaat tidak
langsung), Rp9,157,089,551 (manfaat
pilihan),
Rp2,155,107,303
(manfaat
keberadaan) dan Rp4,031,174,791 sebagai
manfaat warisan. Bila dikaitkan dengan total
luas KKP Wakatobi (582.15 Ha), maka
diperoleh total sumbangsi KKP terhadap
PDRB Kabupaten Wakatobi sebesar
Rp44,244,838,791,317 setiap tahunnya.

Total manfaat ekonomi KKP Kabupaten
Wakatobi dihitung dengan mempertimbangkan farian nilai manfaat ekonomi
dari semua komponen pembangkitnya
berkisar antara Rp2,155,107,303.-/ha/thn
hingga Rp45,785,447,753.-/ha/thn.
Berdasarkan Tabel 2, diketahui
bahwa ada lima komponen kontributor
manfaat ekonomi kawasan konservasi
perairan Kabupaten Wakatobi. Rata-rata
kontribusi mereka dalam satuan luas
DPL setiap tahunnya terdapat sebesar
Rp15,200,494,303.- dengan total manfaat sebesar Rp76,012,806,959.-. Dalam
hal ini, manfaat langsung tampil sebagai
kontributor tertinggi dengan nilai sebesar
Rp45,785,447,753.- per hektar per tahun
atau sekitar 60%, sedangkan manfaat
keberadaan bertindak kontributor paling

Dengan adanya konsekuensi kehilangan sejumlah nilai nominal akibat rusaknya
KKP, maka diharapkan kepada semua
stakeholder agar lebih memanfaatkan SDA
secara efektif, efisien dan lestari dan
mengurangi kegiatan antropogenik yang
bersifat destruktif.

Jurnal Bisnis Perikanan FPIK UHO 3(1): April 2016

11

SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, L. 2010. Pengantar Penilaian
Ekonomi Sumber daya Pesisir dan
Laut.Pusat Kajian Sumber daya
Pesisir dan Lautan.IPB.61 hal.

Ahmad Mansyur dan Sjamsu Alam Lawelle

Barbier, E.B., M. Acreman, D. Knowler.
1997. Economic Valuation of
Wetlands.
Ramsar Convention
Bureau.Gland. Switzerland. 127 p.
Bjorndal, T., M. Lindroos. 2012.
Cooperative and Non-Cooperative
Management of The Northeast
Atlantic Cod Fishery. Journal of
Bioeconomics, 14(1): 41-60.
DKP RI. 2003. Valuasi Ekonomi
Kawasan Konservasi Laut. Proyek
Pengembangan
Pengelolaan
Kawasan Konservasi Laut.
Fachrudin, A. 2008. Valuasi Ekonomi
dan Pemberdayaan Masyarakat di
Kawasan Konservasi Terumbu
Karang. http://coastaleco.wordpress.
com /2008/04/25/ Valu-asi-ekonomi-dan-pemberdayaan-ekonomimasyarakat-di-kawasan-konservasiterumbu-karang/
diakses
pada
tanggal 5 November 2013
Fauzi, A., 2002. Valuasi ekonomi
sumber daya pesisir dan lautan.
Makalah pada Pelatihan Pengelolaan
Sumber daya Pesisir dan Lautan.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Fauzi, A. 2010. Ekonomi Sumber daya
Alam
dan
Lingkungan.
PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hasmin, 2006. Penilaian Ekonomi
Ekosistem Terumbu Karang di
Perairan
Pulau
Kapoposang,
Sarappo Keke dan Saugi Kabupaten
Pangkep.
Tesis
Pascasarjana
UNHAS, Makassar.
Lane, DE., RL. Stephenson. 1998.
Fisheries Co-management: Organization, Process, and Decision
Support. Jounal of Northwest
Atlantic Fisheries Science, 23: 251265.
Lauretta, Burke, et.al. 2002. Terumbu
Karang Yang Terancam Di Asia
Tenggara
(Ringkasan
Untuk
Indonesia).
Publikasi
dalam

12

www.google.com, diakses tanggal
16 Desember 2011.
Murdiyanto, B. 2004. Pengelolaan
Sumber daya Perikanan Pantai.
Dirjen Perikanan Tangkap. COFISH
Project. Jakarta. 200 hal.
Sobari, MP., Adrianto, L., Nurdiana, A.
2006. Analisis Ekonomi Alternatif
Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Kecamatan Barru Kabupaten Barru.
Buletin Ekonomi Perikanan. VI(3).
Suharsono. 2008. Jenis Jenis Karang di
Indonesia.
Coremap
Program.
Jakarta.
Suparmoko. 2006. Panduan dan Analisis
Valuasi Ekonomi Sumber daya
Alam dan Lingkungan.
BPFE.
Yogyakarta.
Supriyadi, I.H. 2009. Pentingnya Valuasi
Ekonomi Sumber daya Alam Untuk
Pengambil
Kebijakan.
Jurnal
Oseana, 34(3); 45-57.
Veron, J. E. N. & J. D. Terence. 2000.
Coral and Coral Communities of
Lord Howe Island Part 30
Australian Institute of Marine
Science. Townsville. 203-236 p.
Bawole, R. 1998. Distribusi Spasial Ikan
Chaetodontidae dan peranannya
sebagai indikator kondisi terumbu
karang di perairan teluk Ambon.
Tesis Program Pascasarjana IPB.
Bogor.
Odum, E.P, 1971. Dasar-Dasar Ekologi.
Edisi
ketiga.
Gadjah
Mada
University Press. Yogyakarta.
Gomez, E.D. and H.T. Yap, 1988.
Monitoring reef condition In : R.A.
Kenchington & B.E.T. Hudson
(eds). Coral Reef Management
handbook, UNESCO Jakarta : 187195.

ISSN : 2355-6617,
ojs.uho.ac.id/index.php/bisnisperikanan