BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang

  B A B I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional.

  Penduduk di Indonesia sebagian besar juga menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Sektor pertanian terdiri dari pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan memiliki potensi yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. Sektor pertanian juga berperan besar dalam penyediaan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka memenuhi hak atas pangan, seperti contohnya ialah pertanian sawah.

  Oleh sebab itu pemerintah pada saat ini mulai gencar melalalui program- program yang telah dirancang untuk mengusahakan agar kondisi pangan selalu tersedia setiap saat dan terjangkau harganya oleh masyarakat. Peraturan pemerintah No 68 Tahun 2002 misalnya menunjukkan keseriusan pemerintah

  

  dalam menangani masalah ketahanan pangan Berbicara masalah petani saat sekarang ini menarik untuk diperhatikan. Dimana pemerintah sedang menggiatkan program ketahanan pangan, tetapi kehidupan petani masih kurang diperhatikan. Salah satunya bisa dilihat dari harga pupuk, banyaknya jenis pupuk yang dibutuhkan petani tentunya mendorong kualitas dari hasil pertanian mereka. 1 Tetapi dalam kenyataannya hanya satu jenis pupuk saja yang disubsidi pemerintah

  Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan yaitu pupuk Urea. Selain itu dengan pola produksi tahunan yang mengikuti musim, harga gabah/beras berfluktuasi. Pada saat panen raya, produksi melimpah melebihi kebutuhan konsumsi, sehingga harga cenderung turun sampai tingkat yang kurang menguntungkan petani. Sebaliknya pada saat paceklik, volume produksi lebih rendah dari kebutuhan, sehingga harga cenderung meningkat yang dapat memberatkan konsumen. Dengan kata lain fluktuasi harga gabah yang tidak menentu untuk setiap musim panen terasa semakin memberatkan kehidupan perekonomian petani.

  Kehidupan perekonomian petani Indonesia semakin berat karena pemerintah juga menyatakan bahwa hasil pertanian Indonesia saat ini tidak cukup memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia. Kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengatasi kekurangan komoditas pertanian salah satunya padi adalah dengan melakukan impor beras dari luar negeri, hal ini bahkan diperkuat dengan

  

  pembuatan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur ketentuan impor beras. Penetapan impor beras oleh pemerintah membuat beras dari luar negeri banyak masuk ke Indonesia seperti contoh pada tahun 2011, impor beras dari

3 Thailand maupun dari Vietnam .

  Kebijakan impor beras juga terkait secara langsung dengan nasib petani 2 Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 1999, kita telah 3 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Salsabila, Almira,”Kebijakan Impor Beras di Indonesia,”

   indonesia/(akses 16 April 2012) mengimpor beras sebanyak 1.8 juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada tahun 1996; 0.3 juta ton pada tahun 1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7 juta ton pada

  

  tahun 1999 . Tetapi perhatian pemerintah terbatas hanya pada segi surplus perdagangan komoditas pertanian saja sementara dari segi kesejahteraan petani, hal ini masih masih sangat jauh diperhatikan. Produktivitas petani padi Indonesia terus meninggi sementara kesejahteraan petani Indonesia terus menurun, pemerintah hanya serius mengatasi kebutuhan penduduk akan beras saja. Kebijakan impor beras semakin menurunkan harga padi dari tangan petani. harga jual gabah dari tangan petani sebelum adanya kebijakan sangat murah, ditambah lagi dengan adanya kebijakan impor beras yang membuat semakin murah, sementara kebutuhan yang harus dipenuhi kelurga petani juga semakin tinggi.

  Dampaknya adalah kesejateraan petani yang semakin menurun.

  Dilema petani bukan hanya pada kebijakan pemerintah yaitu pada masalah impor beras, tetapi petani juga mengalami kesulitan seperti relatif sempitnya tanah atau lahan yang mereka miliki, dan juga permasalahan pembagian hasil produksi seperti: sewa tanah, upacara dan pendidikan. Oleh karena itu. surplus yang mereka peroleh habis untuk menutupi berbagai macam kebutuhan. Bahkan, sering kali tidak cukup. Dalam kaitan ini, R Wolf (1983) mengatakan bahwa lebih dari separuh dari seluruh yang diperoleh petani disisihkan untuk keperluan produksi.

4 Angga Pratama Hardiansya Putra,”pemberdayaan petanidalam rangka pemantapan ketahan

  pangan nasional.” http:/hardiaputra.wordpress.com/2009/01/15/pemberdayaan-petani-dalam-rangka-pemantapan- ketahanan-pangan-nasional/ (akses 20 Mei 2012)

  Seperti kita ketahui bahwa bertani, dalam hal ini adalah bercocok tanam padi di sawah, petani tidak harus setiap hari berada di sawahnya. Akan tetapi pada masa-masa tertentu, terutama setelah tahap penanaman, mereka hanya sesekali pergi kesawahnya untuk melihat keadaan air dan kondisi padi. Dengan begitu, mereka mempunyai waktu luang untuk mengerjakan sesuatu yang dapat menghasilkan uang, sehingga mereka dapat menambah penghasilannya dengan mengerjakan sesuatu yaitu beternak, berjualan.

  Masyarakat petani dipandang sebagai kelompok orang yang menetap di pedesaan dan hidup dari mengolah tanah untuk tujuan mencukupi kebutuhan subsisten. Dalam perkembangannya, masyarakat petani dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan, yaitu : pencocok tanam primitif, petani atau peasant, dan pengusaha pertanian atau farmer (Wolf, 1985). Penelitian yang saya lakukan ini bisa dikatakan lebih fokus pada petani peasant karena mereka cenderung hidup dalam mengandalkan hasil pertanian, baik untuk kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut petani menyimpan setengah dari hasil panennya di rumah, yang nantinya padi tersebut dapat dijual dan digunakan untuk keperluan sehari-hari.

  Tulisan ini mengungkapkan dan menjelaskan kebiasaan-kebiasaan masyarakat petani dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi kelurga.

   Karena menurut konsep etic dan emic view apabila kita melihat masyarakat

  petani dari sudut pandang orang luar (masyarakat bukan petani), mereka menganggap bahwa petani itu hanya memikirkan pada sektor sawah saja yaitu : untuk memilih bibit yang baik, obat-obatan, merawat hingga mendapatkan hasil yang memuaskan. Mereka juga menganggap bahwa pekerjaan petani dapat dikerjakan oleh setiap orang. Itu salah besar, tugas seorang petani sangat sulit. Pekerjaan mereka bukan hanya untuk memilih bibit padi, merawat serta menghasilkan panen yang memuaskan. Tetapi juga bagaimana membagi-bagi hasil panen tersebut untuk kebutuhan rumah tangga dan juga kebutuhan tuntutan yaitu uang sekolah anak-anaknya, biaya yang dikeluarkan apabila mengikuti suatu upacara atau kegiatan adat-istiadat suku batak.

  Penelitian ini mengkaji bagaimana masyarakat petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa,Kabupaten Deli Serdang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, karena apabila hanya mengandalkan hasil dari sektor pertanian saja itu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sehingga mereka melakukan strategi atau alternatif yang dapat membantu masalah perekonomian mereka, yaitu beternak babi, ayam, kambing dan domba. Ada juga sebagian kecil dari masyarakat petani menanami tanaman holtikultura yaitu semangka, kacang kedelai di sawah setelah pasca panen dan hasil dari penjualan dari tanaman 5 tersebut dapat dipakai untuk modal menanam padi. Dalam penelitian ini petani

  

Emik (native point of view) misalnya, mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. Sedangkan Emik (native point of view) misalnya,

mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri. dibatasi pada petani pemilik atau penguasa lahan dan buruh tani, dan dengan kegiatan usaha tani yang masih bersifat subsisten untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

  Ketertarikan saya meneliti masyarakat petani di Desa Wonosari di latar belakangi oleh beberapa kenyataan yang saya dapatkan dari desa tetangga yang sangat erat kaitannya dengan masyarakat dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi keluarga. Yaitu sekitar dua tahun yang lalu seorang petani di Desa Aras kabu bunuh diri di tengah-tengah areal persawahan miliknya. Singkat cerita pada saat itu kondisi sawahnya yang ditanami padi sedang memasuki masa panen, tetapi akibat cuaca yang buruk mengakibatkan padi yang sedianya siap dipanen itu rubuh. Setelah ditelusuri kematian petani tersebut karena dia merasa frustasi melihat kondisi persawahan miliknya yang rubuh sehingga petani itu menyemprot areal persawahannya tersebut dengan racun rumput (Herbisida) dan sisa racun rumputnya itu diminum oleh petani tersebut.

1.2 Tinjauan Pustaka

  Secara umum petani dapat diartikan sebagai pencocok tanaman pedesaan yang mencari nafkah dengan mengolah tanahnya untuk memenuhi kebutuhannya, apabila dilihat dari sisi antropologis Masyarakat petani dipandang sebagai kelompok orang yang menetap di pedesaan dan hidup dari mengolah tanah untuk tujuan mencukupi kebutuhan subsisten. Dalam perkembangannya, masyarakat petani dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan, yaitu : pencocok tanam primitif, petani atau peasant, dan pengusaha pertanian atau farmer (Wolf, 1985).

  Masalah pertanian dan kemiskinan masyarakat petani tidak bisa hanya diselesaikan dengan masalah kebijakan pemerintah saja.Teori ilmiah saja tidak bisa menjadi jawaban dan penyelesaian bagi masalah ini. Sukses reformasi pertanian seperti di Jepang, Taiwan, juga Korea Selatan tidak bisa relevan menjadi tolak ukur situasi di Indonesia.Apa yang sukses bagi orang Jawa, belum tentu diterima orang Batak. Baik bagi orang Bali juga belum tentu bagi orang Jawa (Rahardi, 1994: 102). Upaya analisa yang lebih penting harus menyentuh langsung pada kehidupan petani secara lokal sehingga bisa terstruktur upaya yang harus dilakukan secara maksimal.

  Pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap para petani di pedesaan sudah semestinya diperhatikan pada masa pembangunan saat ini. Kenyataannya

   kehidupan para petani di pedesaan tingkat kesejahteraannya masih rendah .

  Pemerintah hanya terfokus pada masalah-masalah ekspor-impor beras saja, mereka tidak memikirkan nasib petani yang semakin melarat. Bukan hanya ketidak-pedulian pemerintah yang dirasakan oleh petani tetapi juga tekanan mental yaitu mahalnya cbat-cbatan, pupuk dan juga murahnya harga gabah pada 6 saat masa panen. keadaan ini tidak membuat petani melepaskan profesinya

  Petani Sumsel keluhkan minimnya perhatian pemerintah, yudi Abdullah http:/sumsel.antaranews.com/berita/262357/petani-sumsel-keluhkan-minimnya-perhatian- pemerintah sebagai petani, tetapi mereka membuat strategi atau alternatif untuk dapat memenuhi kebutuhannya.

  Karakter utama masyarakat petani di Indonesia hampir selalu dihubungkan dengan kemiskinan atau setidaknya ekonomi yang kurang berkecukupan.

  Penghasilan yang bisa diperolehhanya dari lahan pertanian/sawah tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi saja. Berbagai studi banyak menggambarkan bahwa masyarakat petani berkutat pada berbagai usaha lain sebagai tambahan ekonomi selain lahan sawah saja. Studi yang pernah dilakukan Masri Singarimbun dan Penny pada masyarakat petani di desa Sriharjo, Yogyakarta menyatakan petani Jawa melakukan upaya lain, terutama dengan memanfaatkan pekarangan dengan menanam kelapa. Pohon kelapa bisa digunakan untuk bermacam keperluan, untuk minyak, air sadapannya menjadi tuak atau gula, daunnya untuk atap atau kayu bakar, kayunya bisa sebagai bahan bangunan, dan seperti di Sriharjo, akarnya digali dan menjadi kayu bakar ( Singarimbun dan Penny, 1976:82). Manfaat lain yang diusahakan juga berkembang dengan memanfaatkan ragam tanaman ekonomis, seperti analisa yang dilakukan Singarimbun dan Penny, ada sekitar 64 macam tanaman ekonomis yang ditanam di pekarangan. Usaha pekarangan juga ditambah dengan berbagai rupa hewan peliharaan seperti, kerbau, itik, ikan, ayam, dsb. Pekarangan telah digunakan petani untuk mengisi kekurangan yang mereka peroleh dari sawah, pekarangan dipergunakan sebagai sumber tambahan bagi makanan dan sewaktu-waktu sumber uang tunai : dan hanya sedikit waktu atau usaha yang dicurahkan untuk mengurus tanaman yang ada di situ.

  Pekarangan menyumbang sekitar 30-40 persen dibanding pendapatan dari kelapa (Singarimbundan Penny, 1976: 73, 84). Dalam hal ini usaha tani (sawah) saja yang banyak mendapat perhatian dari ahli-ahli, sehingga terdapat peningkatan pada produksi padi. Hal ini tetap tidak mencukupi kebutuhan ekonomi petani sehingga tetap mereka memanfaatkan usaha lain sebagai tambahan ekonomi.

  Dalam buku Amir Marzali “strategi peisan Cikalong dalam menghadapi kemiskinan” yaitu

  1. Cara tradisional yaitu ekstensifikasi atau pembukaan areal persawahan baru

  2. Cara modern yaitu intensifikasi atau memperbanyak masa panen dalam setahun dan penggunaan faktor input baru, seperti bibit unggul, pupuk kimia, dan obat pestisida.

  Dengan mengkombinasikan kedua strategi ini petani dapat meningkatkan produktifitas hasil panennya tanpa bergantung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang hanya dapat mempersulit petani.

  Berbeda halnya dengan Penny dan Ginting dalam bukunya “pekarangan petani dan kemiskinan”, petani memanfaatkan pekarangan mereka dengan dengan menanaminya kelapa, pisang, melinjo, bambu dan juga usaha peternakan yaitu ayam, itik, kambing dan lembu. Dengan menanam kelapa, petani di Desa Mili- Sriharjo sangat terbantu dari segi ekonomi , yaitu buahnya yang dapat dijual. Selain itu petani juga menyadap gula kelapa dan mengambil janurnya sebagai hiasan dalam acara pernikahan adat jawa. Mereka menganggap bahwa hasil dari menanami pekarangan dan beternak jauh lebih besar daripada bertani padi di sawah.

  Tulisan Geertz yang berjudul involusi pertanian yaitu melukiskan pola kebudayaan yang sesudah mencapai bentuk yang pasti dan tidak berhasil menstabilisasinya atau mengubahnya menjadi suatu pola baru, tetapi terus berkembang ke dalam sehingga menjadi semakin rumit. Artinya bahwa masyarakat petani hanya bertahan pada usaha pembagian lahan yang wariskan kepada anak-anaknya. Contohnya apabila seorang petani mempunyai dua petak lahan, kemudian lahan tersebut di bagikan kepada anak-anaknya yang berjumblah empat orang. Lahan yang sudah di bagikan tersebut dibagikan lagi kepada generasi selanjutnya, sampai lahan habis diwariskan. Sangatlah berbeda strategi yang dilakukan petani dalam tulisan Amir Marzali, Dr. D H Penny dan Ir.

  Meneth Ginting, dalam hasil riset mereka bahwa petani membuat strategi atau alternatif untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan melakukan ekstensifikasi, intensifikasi dan juga menanam pohon kelapa, memelihara ternak di pekarangan rumah. Berbeda halnya dengan tulisan Cliffort Geertz, para petani terus bertahan dalam roda pembagian tanah, sehingga menyebabkan pewarisan kemiskinan di kalangan petani.

  Scott dalam bukunya menyebutkan banyak hal yang terjadi dalam kehidupan petani yang mungkin dapat dikatakan sangat ganjil. Untuk memenuhi kebutuhan subsistensi, petani terkadang hanya terfokus untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja, tanpa bisa memikirkan memperoleh keuntungan yang mungkin diperoleh melalui usaha pertanian yang dilakukannya, sehingga petani berusaha memaksimalkan faktor produksi satu-satunya yang dimilikinya yaitu tenaga kerja. Para petani berusaha menggunakan tenaga kerja yang dimilikinya untuk bisa memenuhi kebutuhan subsistensi. Terkadang melalui hasil pertanian saja tidak cukup, sehingga harus mencari alternatif pekerjaan lain yang hanya cukup menambah sedikit saja untuk kebutuhan hidup, misalnya dengan berjualan. Seringkali keputusan yang diambil petani juga tidak masuk akal bagi beberapa orang, seperti membayar harga yang tinggi untuk sekedar menyewa tanah. Yang dipikirkan para petani adalah bagaimana mampu memenuhi kebutuhan hidup dari bertani.

  Para petani dalam kehidupannya dengan apa yang dimilikinya, terkadang berada pada tingkat krisis subsistensi (zona bahaya). Lebih tepatnya kehidupan petani senantiasa berada dekat dengan garis batas subsistensi. Dengan melihat kehidupan petani yang sangat dekat garis batas subsistensi, petani akan lebih mengutamakan keselamatan panen untuk kebutuhan. Petani akan berusaha meminimalkan kemungkinan bencana daripada memaksimalkan hasil bersih rata- rata yang lebih tinggi dari hasil panennya. Dengan hal ini, petani akan lebih cenderung memikirkan panen harus berhasil , tanpa memikirkan keuntungan maupun kerugian yang diperoleh selama merawat tanaman padinya tersebut.

  Berbeda halnya dalam buku masyarakat petani, mata pencaharian sambilan dan kesempatan kerja yang ditulis oleh Dra .sunarti dkk. Petani mencari tambahan dalam memenuhi kebutuhan. Petani di Desa Gapura Muka, Kelurahan Cakung Timur, Bekasi. Para petani menyadari bahwa hasil dari pertanian saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, maka mereka banyak yang mencari tambahan dengan melakukan pekerjaan sambilan, seperti : tukang ojeg, berdagang kecil- kecil, baik keliling maupun menetap, sehingga dapat menambah penghasilan mereka.

  Berbagai strategi yang sudah dijelaskan di atas, menggambarkan bahwa petani selau mengadopsi strategi agar dapat bertahan hidup. yaitu Amir Marzali dalam bukunya strategi petani cikalong dalam menghadapi kemiskinan, dimana petani melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi untuk menambah produktifitas padinya, selain itu Dr. D H Penny dan Ir. Meneth Ginting dalam bukunya pekarangan petani dan kemiskinan, untuk menambah penghasilan di luar sektor pertanian, petani melakukan strategi yaitu dengan menanam pohon kelapa di pekarangan rumahnya, yang nanti buah, gula kelapa dan janurnya dapat diambil untuk dijual. Selain itu petani juga beternak ayam, itik, kambing dan lembu. Sedangkan hasil penelitian Dra. Sunarti dkk yang berjudul Masyarakat Petani, Mata pencaharian dan Kesempatan Kerja, petani lebih cenderung melakukan pekerjaan-pekerjaan sambilan yang tersedia, seperti tukang ojeg, berdagang kecil- kecilan, baik keliling maupun menetap.

  Hal ini juga yang saya lihat sebagai strategi lokal masyarakat petani desa wonosari dalam mengatur perekonomian keluarga. Petani di Desa Wonosari bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan subsistensi tetapi juga berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal, walaupun hasil yang didapat sudah memuaskan.

1.3 Rumusan Masalah

  Penelitian ini melihat kehidupan masyarakat petani dalam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi keluarga. Penelitian ini lebih difokuskan kepada petani peisan karena mereka cenderung hidup dalam mengandalkan hasil pertanian, baik untuk kebutuhan pangan, papan, dan sandang. Selain kebutuhan tersebut, juga kebutuhan di sektor non-pertanian. Contohnya untuk biaya anak sekolah, biaya untuk keperluan adat-istiadat. Apabila hanya mengandalkan pendapatan dari hasil pertanian saja tidak cukup, sehingga petani membuat strategi dan alternatif untuk dapat bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan.

  Sehubungan dengan pernyataan peisan diatas, maka muncul pokok permasalahan dalam penelitian ini yang akan membentuk pertanyaan-pertanyaan seperti :

  1. Strategi-strategi atau usaha apa saja yang dilakukan petani dalam menjawab persoalan ekonomi keluarga.

  2. Apa penyebab petani bertahan dalam kategori masyarakat, tidak mampu bergerak menjadi petani farmer.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah atau strategi apa saja yang dilakukan petani untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara praktis ataupun akademis. Manfaat secara praktis untuk menggambarkan bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani, khususnya Desa Wonosari. Hal ini bisa menjadi bahan perhatian untuk pemerintah agar lebih memahami kehidupan petani di Indonesia. Sedangkan manfaat akademisnya adalah untuk memperluas wawasan dan pengetahuan masyarakat. Selain itu dapat menjadi suatu tambahan studi tentang pustaka antropologi.

1.5 Metode Penelitian

  Proses penentuan topik

  Berawal dari diskusi saya dengan bapak Agustrisno, Msp selaku dosen PA (Penasihat Akademik) saya. Beliau menanyakan apa mata pencaharian masyarakat di desa tempat tinggal saya. Bertani padi adalah jawabannya. Panjang lebar kami bercerita, berdasarkan rekomendasi dari bapak Agustrisno, Msp dapatlah sebuah judul proposal saya yaitu “Strategi Sosial Ekonomi, Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kec Tg Morawa, Kab Deli Serdang.

  Topik pembahasan pertanian biasanya dibimbing oleh ibu Sri Alem, berhubung mahasisiwa/i bimbingan ibu Alem sudah banyak. Sayapun menawarkan kembali kepada bapak Agustrisno, Msp dan diterima oleh beliau. Setelah mendapat persetujuan, sayapun langsung melakukan observasi ke Desa Wonosari yang menjadi tempat penelitian, yang juga sekaligus merupakan tempat saya dibesarkan.

  Kegiatan Lapangan Pengembangan Rapport

  Dalam pengerjaan penelitian ini, pendekatan terhadap petani di Desa Wonosari bagi saya tidak terlalu sulit. Sebelum dan sewaktu melakukan penelitian skripsi, saya telah melakukan hubungan yang baik dengan para masyarakat yang nantinya menjadi beberapa informan saya. Nilai baik untuk saya, saya sempat menjadi ketua natal muda-mudi beberapa tahun yang lalu. Sehingga sedikit banyaknya masyarat sudah mengenal saya.

  Akan tetapi, permasalahan timbul ketika saya melakukan wawancara. Terkadang petani merasa curiga dan enggan untuk bercerita karena mereka tahu bahwa saya juga adalah anak petani. Namun setelah menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang saya lakukan, mereka mengerti dan langsung terbuka untuk bercerita pada topik penelitian yang saya bawakan.

   Dalam melakukan penelitian, kadang kala saya ikut nongkrong di kedai

  

  kopi pada sore hari dan lapo tuak dimalam hari. Pada dasarnya, tempat ini bukan hanya sekedar minum kopi, teh ataupun tuak, akan tetapi bisa menjadi tempat bercerita tentang semua aspek, yaitu masalah politik, keluarga, ekonomi, kondisi pertanian. Dengan hanya mendengarkan pembicaraan sesama petani yang membahas tentang pertanian, saya sudah dapat menentukan bahwa dari beberapa mereka cocok untuk dijadikan informan.

  Beberapa hari berikutnya saya datang ke lapo tuak yang berharap bertemu dengan bapak yang sebelumnya saya tentukan menjadi calon informan. Ternyata bapak tersebut sedang asik bercerita dengan teman-temannya sambil meneguk tuaknya. Kamipun bercerita panjang lebar sampai waktu menunjukkan 23:05.

  Akhir dari pembicaraan kami, bapak tersebut memberitahukan kepada saya siapa- siapa saja petani yang mempunyai pekerjaan sampingan selain bertani, karena itu topik utama penelitian saya.

  Ibu M Manurung adalah informan saya. Ibu ini juga menjadi salah satu informan kunci saya, seluruh kriteria permasalahan skripsi saya ada padanya, dan saya berharap besar mampu dijawab. Berketepatan ibu dari teman dekat saya di kampung. Jarak rumah kami hanya 200 m. Saya sering berkunjung kerumahnya 7 sekedar bercerita apabila dia pulang dari Medan. Berdasarkan hal tersebut, 8 Duduk-duduk sambil bercerita Tempat atau lapak masyarakat untuk minum tuak melakukan wawancara tidak begitu sulit dan saya mendapat respons yang baik. Ibunya sangat terbuka untuk bercerita dan menjawab semua pertanyaan yang saya ajukan. Hal tersebut dilakukan ibu M Manurung dengan baik berharap nantinya apa yang dia lakukan terhadap saya, didapat oleh anaknya kembali didunia perkuliahan

  Selain itu, orang tua saya adalah salah satu informan saya. Kadang kala waktu senggang kami bercerita sambil bercanda gurau, sekaligus cerita mereka menjadi bahan tambahan tulisan skripsi saya. Mereka bercerita panjang lebar, dimulai dari keluh kesah mereka sebagai petani yaitu mahalnya pupuk dan obat- obatan, murahnya harga padi, cuaca yang tidak mendukung dan juga susahnya petani dalam membagi-bagikan hasil panen, baik itu untuk kebutuhan rumah tangga (biaya sekolah anak), konsumsi dan lain sebagainya.

  Kurang baik untuk saya, karena saya tidak begitu lancar berbahasa batak toba. Menurut pendapat para ahli Antropologi, menguasai bahasa masyarakat lokal menjadi salah satu kunci utama dalam pembuatan etnografi. Dalam melakukan wawancara, saya memakai bahasa indonesia, walaupun ada beberapa informan saya menjawab dengan bahasa batak.

  Penulisan (mengklasifikasikan data lapangan ke dalam tulisan)

  Banyak kritikan yang saya dengar dari teman-teman kampus. Bahwa apabila seorang mahasiswa/i sedang melakukan penelitian skripsi di tempat kelahirannya atau dibesarkan kurang efektif. Mereka mengatakan data yang didapatkan tidak lagi berdasarkan atas data lapangan melainkan data yang didapatkan melalui jawaban orang-orang terdekat atau juga atas dasar pengetahuan penulis. Saya tidak mengikuti cara yang demikian. Menurut saya, data dilapangan akan lebih dalam lagi daripada data yang saya ketahui dari orang- orang terdekat. Berangkat dari hal itu, saya terus mencari data di lapangan untuk menambah bahan skripsi saya.

  Dalam pengumpulan data saya tidak begitu sulit, akan tetapi yang menjadi masalah adalah dalam hal menuangkan data tersebut ke dalam tulisan. Terlihat beberapa kali saya harus mengulang setelah berdiskusi dengan dosen pembimbing skripsi saya yaitu bapak Agustrisno, Msp.

  Tidak hanya dengan bapak Agustrino, Msp, teman-taman saya Nelson ‘08, BES ‘08, Junius ’08 dan Kalvin ’08 kerap kali kami berdiskusi bersama untuk membahas skripsi masing-masing. Sehingga dalam diskusi tersebut muncul ide- ide baru yang nantinya menjadi bahan tambahan penulisan skripsi.

  Sekitar 4 bulan saya jarang melakukan bimbingan skripsi, di sebabkan saya sudah mulai jenuh. Beruntung bagi saya mendapat semangat kembali ketika menghadiri wisuda kawan stambuk saya, saya melihat kegembiraan yang begitu dalam dan kegembiraan orang yang mengantarkan anaknya menjadi sarjana, ini menjadi motivasi saya kembali untuk tetap semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

  Saya mendapat tekanan yang sangat besar dari orang tua saya, karena satu stambuk saya sudah banyak yang selesai dalam perkuliahannya. Mereka merasa jenuh akibat hal tersebut. sayapun terus berjuang untuk cepat menyelesaikan skripsi ini. Semoga nilai skripsi ini baik dan nantinya dapat berguna bagi study antropologi khususnya dalam study antropologi pertanian.

Dokumen yang terkait

Strategi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Desa Wonosari, Kecamatan Tg Morawa, Kabupaten Deli Serdang

3 61 96

Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Intensitas Penggunaan Lahan Basah Di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus : Desa Wonosari, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang)

0 35 110

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Pemekaran Kecamatan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Pada Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun)

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Batombe(Tradisi Masyarakat di Daerah Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Kehidupan Anak Penyusun Batu Bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi Nelayan Tradisional Dalam Menghadapi Masa Paceklik

0 1 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat Berbasis Komunitas Perempuan” (Studi Deskriptif Pada Komunitas Serikat Perempuan Independen (SPI) di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang).

0 1 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efektivitas Penanggulangan Bencana Puting Beliung di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 46

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kondisi Kehidupan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas di Kelurahan Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

0 0 13