Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pengurus Dalam Hal Terjadinya Pembubaran KOPERASI

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Riazuddin, Cooperative Movement in South East Asia Obstacles to Development. Dalam Dr. Mauritz Bonow (Ed). The Role of Cooperatives in Social and Economic Development. London: International Cooperative Alliance, 1964.

Buku

Ali, Chaidir, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1999.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.

Anoraga, Pandji dan Ninik Widiyanti, Dinamika Koperasi ,Cet. Kedua Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997.

Arifin, Syamsul dkk, Hukum dan Koperasi, (Cooperation and Law), Medan: Universitas Medan Area Fakultas Hukum, 1985.

Djojohadikoesoemo, Margono R.M, Sepoeloeh Tahoen Koperasi. Batavia Centrum: Balai Poestaka, 1940.

Esdert (ED), H.J, Can Cooperatives Become the Motive Force in the Economic of Indonesia? Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 1983.

Firdaus, M dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Gunadi, Tom, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, Bandung: Angkasa, 1981.

Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Hasan, Asnawi, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), Jakarta: UI Press, 1987.

Hudiyanto, Koperasi: Ideologi dan Pengelolaannya, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002.

Masngudi. Peranan Koperasi Sebagai Lembaga Pengantar Keuangan. Tidak diterbitkan. Disertasi Doktor pada Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1989.


(2)

Nurdin, Bahri, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai Alat Penunjang Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam “Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”, Jakarta: UII Press, 1989.

Raka, I.G.Gde, Pengantar Pengetahuan Koperasi. Jakarta: Departemen Koperasi, 1983.

Ridho, Ali, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,

Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni: 1986.

Saleh, Roeslan, Perubatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 2007. Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986.

W, Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendidian dan Modal Usaha, Jakarta: Kencana, 2005.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW)

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentan Perkoperasian

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.

Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 36/Kep/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi

http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kedudukan-hukum-pengurus-dalam-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

Internet

http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/prinsip-koperasi-indonesia.html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2028/eksistensi_koperasi.p df. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(3)

http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kedudukan-hukum-pengurus-dalam-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_lntank_damar/id_6574/t itle_ pembentukan-dan-pembubaran-koperasi/. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

http://marketvalas.blogspot.com/2008/05/pembentukan-dan-pembubaran-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/modal-koperasi-4/. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

http://supremasihukum-helmi.blogspot.com/2009/01/tanggung-jawab-korporasi-dalam-hal.html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(4)

BAB III

ASPEK YURIDIS TENTANG PENGURUS DALAM KOPERASI

A. Pengertian Pengurus dalam Koperasi

Pengurus adalah merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat dibawah kekuasaan Rapat Anggota. Dialah yang mempunyai kewenangan untuk mewakili koperasi sebagai Badan Hukum, baik dimuka Pengadilan maupun di luar Pengadilan. Dalam UU No. 25 Tahun 1992, tentang Pengurus Koperasi Indonesia ini, diatur didalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 37. Dari ketentuan dalam Pasal-Pasal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengurus Koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota, untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dengan kemungkinan dapat dipilih kembali. Sedangkan koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi, pengurusnya dipilih dari anggota-anggota koperasi.

Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi Pengurus Koperasi Indonesia ditetapkan dalam anggaran koperasi. Kualifikasi pengurus yang sekurang-kurangnya seperti berikut:

1. Terdaftar sebagai anggota yang sah dan mempunyai pengalaman dalam usaha koperasi.

2. Dapat menyediakan waktu untuk menghadiri rapat pengurus, serta turut mengeluarkan pendapat dan buah pikiran yang berguna demi kemajuan para anggota.

3. Mengerti dan mempunyai pengalaman tentang organisasi koperasi, serta aktif memperhatikan kemajuan organisasi koperasi.


(5)

4. Mampu menyerap usul-usul keberatan dari pihak anggota guna kebaikan bersama, serta membicarakannya dalam rapat pengurus serta menghargai pendapat sesama anggota walaupun tidak selalu sama, sebelum mengambil keputusan.

5. Sanggup mematuhi dan menjalankan setiap keputusan rapat pengurus. 6. Memiliki sikap terbuka dan mau menerima kemajuan-kemajuan teknologi

baru dan penemuan-penemuan kearah pembaharuan.

7. Pengurus adalah pemegang kepercayaan dan pemegang jabatan kehormatan, karenanya ia harus mampu mengemban amanat para anggota yang telah memberikan kepercayaan padanya. Mengenai tugas dan kewenangan pengurus, sesuai dengan ketentuan

B. Hak dan Kewajiban Pengurus dalam Koperasi

Tugas dan kewajiban Pengurus adalah:30

1. Menyelenggarakan dan mengendalikan usaha koperasi; 2. Melakukan seluruh perbuatan hukum atas nama koperasi; 3. Mewakili koperasi didalam dan diluar pengadilan;

4. Mengajukan rencana kerja, anggaran pendapatan dan belanja koperasi; 5. Menyelenggarakan Rapat Anggota serta mempertanggungjawabkan

pelaksanaan tugas kepengurusannya;

6. Memutuskan penerimaan anggota baru, penolakan anggota tserta pemberhentian anggota;

30


(6)

7. Membantu pelaksanaan tugas pengawasan dengan memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti yang diperlukan;

8. Memberikan penjelasan dan keterangan kepada anggota mengenai jalannya organisasi dan usaha koperasi;

9. Memelihara kerukunan diantara anggota dan mencegah segala hal yang menyebabkan perselisihan;

10.Menanggung kerugian koperasi sebagai akibat karena kelalaiannya, dengan ketentuan:

a. jika kerugian yang timbul sebagai akibat kelalaian seorang atau beberapa anggota Pengurus maka kerugian ditanggung oleh anggota Pengurus yangbersangkutan;

b. jika kerugian yang timbul sebagai akibat kebijaksanaan yang telah diputuskan dalam Rapat Pengurus maka semua anggota Pengurus tanpa kecuali menanggung kerugian yang diderita koperasi;

11.Menyusun ketentuan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab anggota Pengurus serta ketentuan mengenai pelayanan terhadap anggota; 12.Meminta audit kepada Koperasi Jasa Audit dan atau Akuntan Publik yang

biayanya ditanggung oleh koperasi dan biaya audit tersebut dimasukkan dalam anggaran biaya koperasi;

13.Pengurus atau salah seorang yang ditunjuknya berdasarkan-ketentuan yang berlaku dapat melakukan tindakkan hukum yang bersifat pengurusan dan pemilikan dalam batas -batas tertentu berdasarkan persetujuan tertulis dari Keputusan Rapat Pengurus dan Pengawas Koperasi dalam hal-hal sebagai berikut :


(7)

a. meminjam atau meminjamkan uang atas nama koperasi dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga dan peraturan khusus koperasi;

b. membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh atau melepaskan hak atas barang bergerak milik koperasi dengan jumlah tertentu, yang ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga dan peraturan khusus koperasi.

Pengurus mempunyai hak:31

1. Menerima imbalan jasa sesuai keputusan Rapat Anggota;

2. Mengangkat dan memberhentikan manajer dan karyawan koperasi; 3. Membuka cabang atau perwakilan usaha baik didalam maupun-diluar

Wilayah Republik Indonesia sesuai dengan KeputusanRapat Anggota; 4. Melakukan upaya-upaya dalam rangka mengembangkan usaha Ikoperasi; 5. Meminta laporan dari manajer secara berkala dan sewaktu waktu

diperlukan.

C. Pertanggungjawaban Hukum Pengurus dalam Koperasi

Tanggung jawab hukum pengurus dalam koperasi terdiri atas beberapa aspek, yakni:32

1. Tindakan Ultra Vires Koperasi

Para anggota pengurus yang bertindak ultravires koperasi adalah berhadapan denagn pihak ketiga secara pribadi, sehingga tidak mengikat koperasi

31

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

32

http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kedudukan-hukum-pengurus-dalam-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(8)

2. Tindakan Intra Vires Koperasi Tanpa Kuasa Untuk Bertindak Atas Nama Koperasi

Apabila pengurus koperasi bertindak di luar batas wewenangnya, koperasi tiak terikat dengan tindakan itu. Namun demikian, koperasi boleh mengesahkan tindakan wakil itu.

3. Tanggung Jawab Karena Perbuatan Melawan Hukum

Menurut hukum pemberian kuasa, wakil itu secara pribadi menanggung perbuatan melawan hukum yang ia lakukan, bahkan apabila secara tegas dilakukan atas nama koperasi

4. Pertanggungjawaban Pidana

Menurut asas umum pemberian kuasa, koperasi hany bertanggung jawab apabila ia ikut serta dalam tindakan itu atau pabila dengan tegas memberi kuasa unutk bertindak.

Untuk menjamin bahwa para pejabat koperasi tidak menyalahgunakan kedudukan mereka yang secara relatif kuat dan tidak terkontrol, UU koperasi Jerman membuat ketentuan pidana khusus yang memberikan ancaman pidana yang berat bagi pejabat koperasi yang:

a. Dengan sengaja memberikan informasi yang salah mengenai masalah-masalah tertentu yang berhubungan dengan koperasi.

b. Dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak mengundang rapat umum dalam hal kerugian berat yang ditimbulkan koperasi.

c. Karena seseorang pemeriksa yang membuat laporan palsu atau tidak mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang ditemukannya.


(9)

d. Karena seorang pejabat yang mengungkapkan rahasia perusahan atau fakta-fakta lain yang diketahuinya dalam kedudukannya sebagai pejabat.

e. Karena anggota-anggota yang menerima keutungan sebagai imbalan memberikan suara untuk atau melawan mosi atau calon dalam rapat umum dan bagi orang-orang yang menawarkan keuntungan semacam itu sebagi imbalan suara yang diberikannya

D. Hubungan Hukum Pengurus Secara Eksternal dan dan Internal

Hubungan hukum pengurus secara internal adalah hubungan hukum antara pengurus dengan lembaga yang dipimpinnyam, dimana dalam lembaga koperasi pengurus memiliki hubungan hukum dengan seluruh anggota koperasi. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian secara eksplisit menyebutkan bahwa pengurus adalah orang yang dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota, kemudian dijelaskan lagi bahwa pengurus bertanggung jawab mengenai kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa.

Adanya permintaan tanggung jawab dari diri seseorang atau kelompok tidak lain dikarenakan pada diri orang atau sekelompok orang tersebut telah dibebani suatu kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dengan kata lain, suatu pertanggungjawaban baru dibebani suatu kewajiban tersebut apabila ia tidak mampu untuk memenuhi kewajiban yang sebelumnya ia menyatakan mampu untuk menanggung beban itu.


(10)

Oleh karena koperasi statusnya di mata hukum merupakan suatu badan hukum, dimana dalam pengelolaan kegiatan sehari-harinya dilaksanakan oleh pengurus, maka dalam hal pertanggungjawaban kepada rapat anggota maupun kepada anggotanya sendiri tentunya bergantung kepada perbuaan yang dilakukan oleh pengurus koperasi tersebut, sebab dalam mengelola koperasi kepada para pengurus ini diberikan beberapa kewenangan, tugas dan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam anggaran koperasi yang bersangkutan.

Bentuk hubungan hukum pengurus dengan anggota koperasi tertuang dalam bentuk pertanggungjawaban pengurus kepada rapat anggota yang dibuat dalam bentuk laporan tahunan, dimana laporan tahunan ini dibuat pada saat diadakannya rapat anggota tahunan yang isinya memuat laporan pertanggung-jawaban pengurus koperasi dalam melaksanakan kegiatan usaha selama satu tahun. Dalam kesempatan inilah rapat anggota akan menilai apakah kebijaksanaan yang dilaksanakan para pengurus tersebut sesuai dengan kewenangan dan kewajiban-kewajiban yang digariskan oleh rapat anggota serta anggaran dasar.

Selanjutnya hubungan hukum pengurus secara eksternal adalah hubungan hukum pengurus dengan lembaga-lembaga di luar koperasi, dimana pengurus menjadi pihak yang mewakili koperasi dalam setiap perbuatan hukum yang melibatkan koperasi dengan lembaga-lembaga eksternal di luar koperasi. Pengurus selaku perwakilan koperasi juga harus mampu membangun suatu jaringan positif untuk membangun lembaga yang dipimpinnya ke arah yang lebih baik dalam upaya memperjuangkan kepentingan anggota secara bersama. Oleh karenanya hubungan hukum dengan eksternal lembaga koperasi mutlak


(11)

diperlukan untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuan didirikannya koperasi.


(12)

BAB IV

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PENGURUS DALAM HAL TERJADINYA PEMBUBARAN KOPERASI

A. Alasan Dibubarkannya Koperasi Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992

Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah atau keputusan rapat anggota. Dalam hal pembubaran didasarkan keputusan pemerintah, maka keputusan pembubaran oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dilakukan apabila:33

1. Terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan undang-undang.

2. Kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan.

3. Kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.

Keputusan pembubaran koperasi oleh pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh koperasi yang bersangkutan. Dalam jangka waktu paling lambat 2 bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, koperasi yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan. Keputusan pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut.

Pemberitahuan pembubaran koperasi harus menyebutkan pihak penyelesai (likuidator).

33

Hudiyanto, Koperasi: Ideologi dan Pengelolaannya, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hal. 123


(13)

1. Penyelesai (likuidator) mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut :34

a. Melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama “koperasi dalam penyelesaian”

b. Mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan.

c. Memanggil pengurus, anggota dan berkas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri atau bersama-sama.

d. Memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip koperasi.

e. Menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang di dahulukan dari pembayaran utang lainnya.

f. Menggunakan sisa kekayaan koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban koperasi.

g. Membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota h. Membuat berita acara penyelesaian.

2. Dalam hal terjadi pembubaran koperasi, anggota hanya menanggung kerugian sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya.

3. Hapusnya Status Badan Hukum dilanjutkan dengan:

a. Pemerintah mengumumkan pembubaran koperasi dalam berita Negara Republik Indonesia

b. Status Badan Hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran koperasi tersebut dalam berita Negara Republik Indonesia

34

http://community.gunadarma.ac.id/user/blogs/view/name_lntank_damar/id_6574/title_ pembentukan-dan-pembubaran-koperasi/. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(14)

Pembubaran koperasi berdasarkan keputusan rapat anggota harus dipertimbangkan dahulu secara matang dan mendasar sebelum diputuskan untuk dibubarkan. Kondisi koperasi harus dilihat secara teliti apakah sudah tidak dapat dipertahankan keberadaannya atau selalu menderita kerugian. Kemudian rapat anggota membentuk tim penyelesai untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pembubaran koperasi. Tim tersebut memberitahukan secara tertulis tentang rencana pembubaran koperasi tersebut kepada semua kreditur dan pemerintah. Keputusan pembubaran dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah menunjuk tim penyelesai tersendiri. Tim penyelesai yang dibentuk oleh rapat anggota dan tim penyelesai yang dibentuk pemerintah bekerjasama untuk menyelesaikan persoalan terutama menyangkut utang-piutang.35

1. Koperasi yang seharusnya menjalankan lapangan usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggotanya pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, ternyata melakukan praktek yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat dan justru melenceng dari tujuan. Koperasi hanya dijadikan pajangan, sedangkan usahanya tidak jelas, dan Secara sosiologis, pembubaran koperasi dapat juga dilakukan oleh masyarakat, hal ini dikarenakan fungsi status social masyarakat itu sendiri, yang melihat seluk beluk dan sepak terjang koperasi di tengah-tengah masyarakat yang berjalan melenceng tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat, dan bahkan merugikan masyarakat serta rasa keadilan.

Mengapa hal ini bisa terjadi secara sosiologis? Ada beberapa alasan yang dikemukakan antara lain:

35

http://marketvalas.blogspot.com/2008/05/pembentukan-dan-pembubaran-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(15)

justru lebih menjerumuskan masyarakat ke lembah kemiskinan. Seperti praktek penggandaan uang yang berkedok “multi level marketing”. Jadi jelas hal ini merugikan kepentingan orang banyak.

2. Adanya koperasi yang hanya merupakan sebagai alat untuk melegalkan usahanya untuk mendapatkan kredit koperasi dari pemerintah untuk mencai keuntungan pribadi, setelah itu anggota dan/ atau pengurusnya menghilangkan jejak meninggalkan hutang, yang akhirnya koperasi itu masuk dalam “daftar hitam”. Secara sosiologis hal ini memberikan contoh buruk dan membuat citra koperasi di mata masyarakat semakin terpuruk dalam dunia usaha yang berbadan hukum. Koperasi tidak lagu memberikan langkah konkrit dalam masyarakat dalam membantu perekonomian. Hal ini dikarenakan koperasi telah kehilangan muka dan tidak mendapat hati di masyarakat, bahkan lebih ironisnya justru hanya menjadi ajang “kuperasi”.

Alasan di atas hanya sebagian kecil untuk dapat membubarkan koperasi menrut sudut pandang sosiologis. Namun sangat disayangkan jika alasan tersebut kurang mendapat respon dari pihak pemerintah untuk cepat bertindak, yang dalam hal ini bertindak selaku eksekutif yang telah mengeluarkan status badan hukum koperasi tersebut.

Hal yang menjadi persoalan daam pembubaran koperasi dalam ketentuan undang-undang tersebut dan penjelasannya tidak memberikan penjelasan mengenai alasan-alasan yang dapat dipakai oleh rapat anggota, sehingga membolehkan suatu keputusan pembubaran koperasi tersebut. Apakah setiap keputusan pembubaran yang diambil rapat anggota berlaku begitu saja?


(16)

Sebagai perangkat organisasi yang memegang kedaulatan tertinggi dalam koperasi, maka melalui pengurus koperasi memberitahukan secara tertulis keputusan pembubaran koperasi tersebut kepada semua kreditur dan pemerintah dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal keputusan rapat anggota pembubaran.36

1. Penyelesaian dilakukan oleh penyelesain pembubaran yang selanjutnya disebut penyelesai

Selanjutnya masalah penyelesaian setelah dikeluarkannya keputusan pembubaran koperasi, maka segera dilakukan penyelesaian. Penyelesaian diatur dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, yakni:

Untuk kepentingan kreditur dan para anggota koperasi terhadap pembubaran koperasi dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut penyelesaian.

Selanjutnya Pasal 52 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 menyebutkan:

2. Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan rapat anggota, peyelesai ditunjuk oleh rapat anggota

3. Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan pemerintah, penyelesai ditunjuk oleh pemerintah

4. Selama dalam proses penyelesaian, koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan “koperasi dalam penyelesaian”

Pada prakteknya, pembubaran kopeasi jaranga sekali terjadi, karena rumitnya dan bertele-telenya proses pembubaran hingga proses penyelesaian, apalagi menyangkut masalah dana anggota koperasi. Sebab jika terjadi

36

Muhammad Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 57.


(17)

pembubaran koperasi, anggota koperasi hanya menanggung kerugian sebatas simpaan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya. Sedangkan yang merupakan modal pinjaman koperasi dari anggota tidak termasuk dalam ketentuan tersebut. Hal ini wajar, karena modal pinjaman koperasi dari anggota sifatnya hutang yang harus dikembalikan. Jadi sifat dan kedudukannya tidak sama dengan simpanan pokok atau simpanan wajib dari anggota.

Alangkah baiknya jika dalam hal pembubaran koperasi dan penyelesaian koperasi, pemerintah dalam hal ini pejabat yang berwenang di perkoperasian, cepat mengambil langkah-langkah pro aktif, guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga tidak timbul permasalahan yang kian kusam dan menyusahkan anggota koperasi itu sendiri pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

B. Pertanggungjawaban Pengurus dalam Hal Terjadinya Pembubaran Koperasi

Koperasi yang dibubarkan dapat dipastikan karena mengalami kesulitan dalam usaha atau keuangan, kecuali karena habis jangka waktu berdirinya. Pada umumnya sisa kekayaan Koperasi yang dibubarkan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban. Simpanan anggota (pokok dan wajib) akan dipergunakan untuk menutup kewajiban akibat pembubaran, sehingga tidak ada sisa untuk dikembalikan kepada anggota. Tetapi dalam beberapa kejadian koperasi yang dibubarkan masih memiliki sisa kekayaan dalam jumlah cukup besar, setelah semua kewajiban dipenuhi dan simpanan anggota dikembalikan sesuai dengan nilai nominal. Sisa kekayaan yang besar antara lain disebabkan karena kenaikan


(18)

nilai harta tetap. Contoh imajiner yang ekstrim dapat digambarkan sebagai berikut : sebuah koperasi membelanjakan simpanan anggota sebesar 20 juta rupiah untuk membeli tanah dijalan utama Jakarta (Jalan Sudirman) lima puluh tahun yang lalu yang sekarang mungkin harganya bisa mencapai 100 milyar rupiah, pasti memiliki sisa kekayaan yang sangat besar dalam pembubaran, setelah simpanan anggota dikembalikan menurut nilai nominal.37

Apabila suatu usaha mengalami kerugian,kepailitan atau likuidasi, baik usaha perseorangan (soleproprietorship) atau usaha bersama (corporation), dan (mungkin) terdapat pihak-pihak (lain) yang dirugikan atau belum dipenuhi

Dalam dunia bisnis para pelaku uasaha dalam melakukan kegiatan usaha selain dapat dilakukan sendiri dengan mengelola dan memanage usahanya secara langsung, juga dapat dilakukan bersama-sama oleh dua orang/pihak atau lebih dalam suatu "wadah" badan usaha atau entity. Apabila dilakukan sendiri (without patners) ia di sebut sebagai soleproprietor, entrepreneur, baik dilakukan atas dasar profesi (soleparactitioner) ataupun dilakukan atas dasar usaha perdagangan (soletrader).

Usaha bisnis yang dilakukan secara bersama-sama dalam suatu badan usaha atau "wadah", disebut sebagai korporasi atau company. Korporasi dengan berbagai macam bentuk dan ragamnya, bisa dengan badan hukum, bisa dengan bentuk bukan badan hukum. Permasalahannya, bagaimana kalau kegiatan usaha yang dilakukan oleh (para) pelaku bisnis tersebut mengalami kerugian atau kepailitan yang menyebabkan ia tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap pihak ketiga atau terhadap stakeholder yang terkait?

37

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/modal-koperasi-4/. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(19)

haknya,maka ia harus bertanggung jawab terhadap pemenuhan kewajiban atas kerugian dimaksud. Sejauhmana tanggung jawab para pelaku usaha atau pebisnis selaku entrepreneur terhadap pihak ketiga dan para stake holder yang terkait, sangat ditentukan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut atau jenis entity-nya.38

Jika koperasi menanggung kerugian, maka sesuai dengan ketentuan Pasal

34 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya. Di samping penggantian

Jika pelaksanaan kegiatan usahanya dilakukan sendiri (oleh

soleproprietor), maka jelas tanggung-jawabnya langsung kepada soleproprietor

yang bersangkutan. Namun jika dilakukan bersama-sama dengan partners usahanya, maka tanggung jawab tersebut sangat ditentukan dari jenis badan usaha (entity) yang dibentuk sebagai wadah atau lembaganya, demikian juga sangat tergantung pada perjanjian (memorandum of association) masing-masing orang atau pihak dalam lembaga tersebut. Demikian juga harus dilihat dan dicermati: apakah merupakan tanggung jawab corporate atau ataukah tanggung jawab dari masing-masing orang atau pihak (baik selaku naturliijkperson atau sebagai

naturliijkpersoon atau sebagai rechtspersoon).

Sebagai perangkat organisasi yang diberikan wewenang untuk melakukan tindakan dan upaya hukum untuk dan atas nama koperasi yang bersangkutan, pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota dan rapat anggota luar biasa.

38

http://supremasihukum-helmi.blogspot.com/2009/01/tanggung-jawab-korporasi-dalam-hal.html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(20)

kerugian tersebut, apabila tindakan itu dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan.

Kerugian yang ditanggung sendiri oleh masing-masing pengurus dimana kerugian itu tidak dibebankan kepada semua anggota pengurus untuk menanggungnya melainkan hanya kepada mereka yang melakukan kelalaian atau kesengajaan tersebut sehingga terjadi kerugian pada koperasi. Menurut penulis pertanggungjawaban oleh pengurus dikarenakan oleh adanya suatu pembebanan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sehingga dapat dilihat apakah ia mampu atau tidak untuk memenuhi kewajiban.

Untuk mewujudkan profesionalisme dalam pengelolaan usaha koperasi, pengurus dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. Pengangkatan pengelola oleh pengurus harus mendapat persetujuan dari rapat anggota. Maksudnya diberi wewenang dan kuasa adalah pelimpahan wewenang dan kuasa yang dimiliki oleh pengurus. Dengan demikian pengurus tidak lagi melaksanakan sendiri wewenang dan kuasa yang telah dilimpahkan kepada pengelola dan tugas pengurus beralih menjadi mengawasi pelaksanaan wewenang dan kuasa yang dilimpahkan. Adapun besarnya wewenang dan kuasa yang dilimpahkan ditentukan sesuai dengan kepentingan koperasi.

C. Akibat Hukum Jika Pengurus Tidak Bertanggung Jawab dalam hal Pembubaran Koperasi

Sebagai perangkat organisasi dari suatu badan hukum koperasi yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan hukum dan upaya-upaya hukum untuk dan atas nama badan hukum koperasi yang bersangkutan, maka pengurus


(21)

bertanggung jawab atas perbuatannya jika terjadi resiko kerugian pada koperasi. Setiap anggota pengurus menanggung terhadap kerugian koperasi, yang dideritanya karena disengaja atau akibat kelalaian dalam melaksanakan tugas kewajibannya masing-masing. Jika kesengajaan itu mengenai sesuatu yang termasuk pekerjaan beberapa anggota pengurus, maka mereka secara bersama-sama menanggung kerugian tadi untuk keseluruhannya, akan tetapi seorang anggota pengurus bebas dari tanggung jawabnya jika ia:

1. Dapat membuktikan bahwa kerugian tadi bukan karena kesalahan/ kelalaiannya

2. Telah berusaha dengan segera dan secukupnya untuk mencegah akibat dari kejadian tersebut.

3. Akibat bencana alam.

Apabila terjadi suatu kondisi dimana pengurus tidak bertanggung jawab atas permbubaran koperasi tanpa adanya alasan yang jelas dan dapat dibenarkan, maka pengurus dapat dimintai pertanggungjawaban secara paksa melalui penerapan instrumen hukum pidana.

Masalah pertanggungjawaban atas perbuatan melawan hukum dari badan hukum merupakan persoalan yang perlu diketahui dan sangat penting bagi badan hukum. Bahwa badan hukum adalah bertanggungjawab (aansprakelijkheid), artinya dapat digugat untuk perbuatan-perbuatannya yang melawan hukum yang dilakukan oleh organnya sebagai organ (als zodening door de orgaan). Karena apabila seorang Direksi dari suatu organ melakukan suatu perbuatan, maka dia bisa berbuat sebagai organ, dapat juga secara prive, dimana badan hukum itu berbuat secara prive/pribadi, maka badan hukum itu tidak terikat.


(22)

Apabila suatu korporasi harus mempertanggungjawabkan suatu perbuatan yang sebetulnya dilakukan oleh organ atau wakilnya, maka dasar dari tanggungjawab itu adalah Anggaran Dasar korporasi itu sendiri yang menjadikan organ tersebut mempunyai fungsi yang penting atau esensial (dalam hal ini misalnya: pengurus).

Untuk organ yang memegang fungsi tersebut hubungan hukum antara korporasi dan organ, bukanlah suatu hubungan majikan buruh atau hubungan kerja biasa, tetapi berdasarkan hubungan fiduciary duty. Selain itu masih ada wakil yang juga bersifat organ, tetapi dasar tanggungjawabnya itu berdasarkan pengangkatan atau perjanjian kerja, misainya seorang pemimpin suatu cabang korporasi, dan pegawai lainnya dalam korporasi tersebut. Tetapi hampir semua undang-undang tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut apakah asas-asas umum dalam hukum pidana tentang pertanggungjawaban pidana manusia pribadi juga dapat berlaku terhadap korporasi. Sebab bagaimanapun juga korporasi tidak sama dengan manusia. Juga mengenai kapan suatu badan hukum dapat dinyatakan melakukan tindak pidana itu serta bagaimana menentukan kesalahan dan pertanggungjawaban korporasi tersebut.39

39

Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 48.

Dasar untuk meminta pertanggungjawaban kepada pengurus koperasi didasarkan kepada pendapat bahwa suatu perbuatan hanya dapat dilakukan manusia secara fisik dalam keadaan nyata, dan kemampuan bertanggungjawab atas perbuatan itu menyangkut kejiwaan yang hanya dapat dimiliki oleh manusia saja. Dengan demikian tidak ada konstruksi lain yanq dapat digunakan selain daripada ukuran pertanggungjawaban pengurus atau wakil dari lembaga koperasi.


(23)

Roeslan Saleh setuju dengan pendapat bahwa orang yang memimpin korporasi atau penguruslah yang harus bertanggungjawab, terlepas dari apakah ia tahu atau tidak tentang dilakukannya perbuatan itu. Namun dengan catatan bahwa pertanggungjawaban pengurus ini hanya beriaku untuk tindak pidana yang tergolong pelanggaran dan bukan untuk tindak pidana yang tergolong kejahatan.40

Dari berbagai Yurisprudensi Hoge Raad Belanda, setidak-tidaknya terdapat 3 (tiga) kemungkinan pertanggungjawaban, yaitu:41

1. Ondergesichkt, yaitu bawahan sebagai penanggungjawab badan hukum. Hal ini dapat terjadi apabila tugas yang diberikan kepada bawahan itu membuka kesempatan dan memperluas kemungkinan perbuatan itu. Pada Arrest HR tahun 1930 dimana Pemerintah Kota harus bertanggungjawab memberikan ganti rugi akiba seorang polisi yang dalam tugasnya telah berbuat sedemikian rupa dan mengakibatkan tabrakan dan kematian seseorang. HR berpendapat bahwa sekalipun polisi tersebut bukan seorang pengurus pemerintah kota tetapi pernerintah kota telah memberikan tugas dan tanggungjawab yang luas kepada polisi itu sehingga ia dapat melakukan hal-hal yang lebih luas lagi. Pada kasus penggelapan deposito nasabah Bank Mandiri, maka pegawai yang melakukannya dipidana sebagai pribadi, sementara secara perdata, Bank Mandirilah yang harus mengganti deposito tersebut kepada nasabahnya. Sifat pertanggung-jawaban ondergesichkt sangat kasuistis. Terkadang seorang bawahan yang melakukan perbuatan pidana harus mempertanggung-jawabkan

40

Roeslan Saleh, Perubatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 2007), hal. 55

41


(24)

perbuatannya sendiri, sementara korporasi tempatnya bekerja dapat membebaskan diri dari pertanggungjawaban suatu kerugian.

2. Organen, adalah sebutan bagi wakil suatu badan hukum dan wakil itu dalam lapangan hukum perdata. Seseorang baru dianggap sebagai organ atau wakil badan hukum apabila secara hukum orang tersebut mempunyai wewenang yang sah untuk bertindak atas nama badan hukum yang diwakilinya. Menurut de Heersen de leer, untuk dapat dianggap bertindak sebagai organ, Maka seseorang harus bertindak masih dalam suasana formal dalam batas-batas wewenangnya.42

Selanjutnya ditambahkan Oleh Paul Scholten, bahwa suatu perbuatan itu masih dapat dikatakan dalam suasana formal dari wewenangnya, ialah jika perbuatan itu merupakan pelaksanaan tugas/pemenuhan pekerjaan atau dinasnya. Di dalam struktur suatu korporasi, direktur adalah organ atau wakil, karena ditetapkan oleh undang-undang. Tetapi tidak hanya direktur yang dapat bertindak sebagai organ. Seorang kepala cabang bank juga dapat bertindak sebagai organ untuk hal-hal tertentu. Tetapi wewenang tersebut tidak secara langsung diperoleh bersama dengan jabatannya, tetapi memerlukan suatu prosedur tertentu, misalnya melalui pengesahan atau surat kuasa yang menyatakan bahwa orang tersebut mempunyai wewenang bertindak sebagai organ atau wakil korporasinya. Apabila seorang organ bertindak melampaui wewenang yang dimilikinya dan melakukan suatu perbuatan melawan hukum, maka pertanggungjawaban berlaku pribadi.

42


(25)

3. Apabila organ bertindak atas dasar suatu perintah jabatan yang mengikat dirinya (ambtelijk bevel), maka tidak ada unsur kesalahan pribadi (persoonlijk schuld). Di dalam hukum pidana hal ini dikenal juga sebagai alasan pernbenar suatu tindak pidana yang menyebabkan seseorang tidak dapat dipidana (Pasal 51 Ayat (1) KUHP).

Oleh karena hal tersebut di atas, dalam hal pengurus koperasi tidak bertanggung jawab dalam pembubaran koperasi, maka pengurus dimaksud harus dapat memberikan alasan pembenar ataupun alasan yang dapat diterima secara hukum untuk melepaskan dirinya dari tanggung jawab yang harusnya ditanggung, namun apabila pengurus tidak dapat memberikan alasan pembenar ataupun tidak dapat memberikan alasan yang dapat diterima secara hukum untuk tidak bertanggung jawab, maka pengurus tersebut dapat dimintakan pertanggung-jawaban secara paksa dengan menggunakan instrument hukum pidana yang nota bene memiliki kekuatan dan alat-alat pemaksa.


(26)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Koperasi merupakan perkumpulan orang-orang yang mengutamakan pelayanan dan kebutuhan ekonomi para anggotanya. Hal ini berarti bahwa koperasi harus mengabadikan diri pada kesejahteraan bersama atas dasar perkikemanusiaan dan bukan kepada kebendaan dan koperasi dapat mengangkat warga miskin dan lemah menjadi warga kelas menegah. Dalam rangka mensejahterakan anggotanya, maka sebelum mendirikan koperasi, suatu koperasi harus memiliki modal awal. Permodalam koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman, dan di dalam prakteknya selain modal sendiri dan pinjaman tersebut, ada modal lain yang dapat diperoleh oleh koperasi, yaitu dari simpanan sukarela, modal lancar dan modal kerja serta modal pemilik.

2. Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat di bawah kekuasaan Rapat Anggota. Dialah yang mempunyai kewenangan untuk mewakili koperasi sebagai Badan Hukum, baik dimuka Pengadilan maupun di luar Pengadilan. Dalam UU No. 25 Tahun 1992, tentang Pengurus Koperasi Indonesia ini, diatur didalam Pasal 29 sampai dengan

Pasal 37. Pengurus Koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota, untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dengan kemungkinan dapat dipilih kembali. Sedangkan koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi, pengurusnya dipilih dari anggota-anggota koperasi.


(27)

3. Sebagai perangkat organisasi yang diberikan wewenang untuk melakukan tindakan dan upaya hukum untuk dan atas nama koperasi yang bersangkutan, pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota dan rapat anggota luar biasa. Dalam hal terjadi pembubaran koperasi, jika koperasi menanggung kerugian, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, pengurus baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri menanggung kerugian yang diderita koperasi karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.

B. Saran

1. Perlu untuk terus menggalakkan dan meningkatkan peran koperasi sebagai lembaga yang dapat memberdayakan ekonomi masyarakat. Eksistensi koperasi di daerah-daerah perlu mendapatkan pembekalan dalam operasionalisasinya agar dapat dikelola secara lebih profesional.

2. Pengurus merupakan salah satu unsur terpenting dalam koperasi, oleh karenanya kualitas dan kredibilitas pengurus yang akan dipilih untuk mewakili dan menjalankan koperasi harus benar-benar diperhitungkan oleh setiap anggota koperasi agar hal-hal yang dapat dapat berimplikasi negatif terhadap koperasi melalui tangan pengurus dan tidak kredibel dapat dihindarkan.

3. Dalam hal terjadinya pembubaran koperasi perlu adanya suatu badan khusus yang dapat melakukan investigasi terhadap sebab musabab dibubarkannya koperasi agar upaya meminta pertanggungjawaban


(28)

terhadap kerugian yang mungkin ada dalam proses pembubaran koperasi dapat dimintakan dengan tepat sasaran.


(29)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI

A. Latar Belakang atau Sejarah Berdirinya Koperasi

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.10

Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam11

10

Ahmed, Riazuddin, Cooperative Movement in South East Asia Obstacles to Development. Dalam Dr. Mauritz Bonow (Ed). The Role of Cooperatives in Social and Economic Development. London: International Cooperative Alliance, 1964), hal. 57.

11

Ibnoe Soedjono, The Role of Cooperatives in The Indonesian Society. Dalam H.J. Esdert (ED). Can Cooperatives Become the Motive Force in the Economic of Indonesia? (Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 1983), hal. 7

maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan


(30)

barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.12

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam. Untuk memodali koperasi simpan-pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya.13

Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu

Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya.

Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti melailah ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja. Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.

12

Masngudi. Peranan Koperasi Sebagai Lembaga Pengantar Keuangan. Tidak diterbitkan. Disertasi Doktor pada Universitas Gajah Mada Yogyakarta, 1989, hal. 1-2.

13

Margono R.M Djojohadikoesoemo, Sepoeloeh Tahoen Koperasi. (Batavia Centrum: Balai Poestaka, 1940), hal. 9.


(31)

dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja No. 431 yang berisi antara lain:

1. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil; 2. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;

3. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal; dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.

Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar”. Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri.

Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana


(32)

keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.

Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk Bumi putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat (Volkscredit Wezen). Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:14

1. memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan;

2. dalam rangka peraturan koerasi No. 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya;

3. memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara pengangkutan, dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan

14

I.G.Gde. Raka, Pengantar Pengetahuan Koperasi. (Jakarta: Departemen Koperasi, 1983), hal. 42.


(33)

4. penerapan tentang organisasi perusahaan

5. menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia

Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam berntuk Gouvernmentsbesluit No. 21 yang termuat di dalam Staatsblad no. 108/1933 yang menggantikan Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915. Peraturan Perkoperasian 1933 ini diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan golongan Timur Asing. Dengan demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian, yakni Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi golongan Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi golongan Eropa dan Timur Asing.

Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan dan mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang produksi mulai tumbuh dan berkembang antara lain koperasi batik yang diperlopori oleh H. Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris.

Perkembangan koperasi semenjak berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930 menunjukkan suatu tingkat perkembangan yang terus meningkat. Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930 sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang kegiatannya dari 574 koperasi tersebut diantaranya 423 kopersi (=77%) adalah koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam, sedangkan selebihnya adalah kopersi jenis konsumsi


(34)

ataupun produksi. Dari 423 koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah adalah koperasi lumbung.15

Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi). Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan berdirinya “Kumiai” di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir, minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang-barang yang dinilai penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar menyetorkannya melalui “Kumiai”. Kumiai (koperasi) Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Pemerintahan bala tentara Jepang di di Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan Pemerintah Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan persidangan. Sebagai akibat daripada peraturan tersebut, maka jikalau masyarat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin Residen (Shuchokan).

15


(35)

dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.

B. Dasar Hukum Koperasi dan Pengertian Koperasi

Koperasi secara etimologis terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu, co dan

operation, yang mengandung arti bekerja sama untuk mencapai tujuan.6 Oleh

karena itu, koperasi adalah “suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan usaha yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggota.

Dasar hukum keberadaan Koperasi di Indonesia adalah Undang – Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Pasal 33 Undang – Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Sedangkan menurut

Pasal 1 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia adalah: “Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan”.

Landasan hukum koperasi di Indonesia sangat kuat dikarenakan koperasi ini telah mendapatkan tempat yang pasti. Namun demikian perlu disadari bahwa perubahan sistem hukum dapat berjalan lebih cepat dari pada perubahan alam pikiran dan kebudayaan masyarakat, sehingga koperasi dalam kenyataannya


(36)

belum berkembang secepat yang diinginkan meskipun memiliki landasan hukum yang kuat.

Tujuan Koperasi sebagaimana dikemukan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia adalah:

“Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.

Mengingat arti koperasi sebagaimana tersebut di atas maka koperasi mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas. Usaha bersama dari orang-orang yang memenuhi kebutuhan yang dirasakan bersama, yang pada akhirnya mengangkat harga diri, meningkatkan kedudukan serta kemampuan untuk mempertahankan diri dan membebaskan diri dari kesulitan.

C. Prinsip-prinsip Hukum Koperasi

Dalam Bab III, bagian Kedua, Pasal (5) UU No 25 tahun 1992 diuraikan bahwa:

1. Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai berikut a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;

b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;

c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;

d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; e. Kemandirian;


(37)

2. Dalam mengembangkan koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut :

a. Pendidikan Perkoperasian b. Kerja sama antar koperasi

Dalam Penjelasan dari Pasal (5) UU No. 25 Tahun 1992 tersebut, diuraikan bahwa prinsip koperasi adalah merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakkan ekonomi rakyat yang berwatak sosial.

Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri koperasi. Dengan adanya prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya:

1. Sifat kesuka relaan dalam keanggotaan koperasi.

Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun.

2. Adanya prinsip demokrasi.

Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakuakn atas kehendak keputusan para anggotanya. Kalau dikaji secara mendalam, prinsip atau asa koperasi tersebut merupakan penerimaan dari rumusan prinsip-prinsip seperti dirumuskan oleh international cooperative alliance (I.C.A) ata aliansi koperasi internasional.

Prinsip koperasi ini merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai bahan usaha dan merupakan ciri khas serta jati diri koperasi. Dengan adanya


(38)

prinsip tersebut, koperasi dapat dibedakan dari badan usaha lainnya, karena adanya:16

1. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi.

Sifat ini mengandung arti bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan siapapun, sifat kesuka relaan ini juga mengandung arti bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasi sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi.

2. Adanya prinsip demikrasi.

Prinsip ini menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggotanya.

3. Pembagian sisa hasil usaha berdasar atas prinsip keadilan dan asas kekeluargaan.

Sisa hasil usaha koperasi tidak dibagi semata-mata atas dasar modal yang dimiliki anggota dalam koperasi, tetapi juga atas dasar perimbangan jasa usaha mereka terhadap koperasi.

4. Koperasi bukan merupakan akumulasi modal.

Meskipun koperasi bukan merupakan suatu akumulasi modal, tetapi koperasi memerlukan modal pula untuk menjalankan kegiata usahanya. 5. Prinsip Kemandirian dari koperasi.

Ini mengandung arti bahwa koperasi harus dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung kepada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri.

16

http://ilmucomputer2.blogspot.com/2009/08/prinsip-koperasi-indonesia.html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(39)

6. Selain lima prinsip tersebut, dalam pengembangan dirinya koperasi juga melaksanakan prinsip-prinsip pendidikan perkoperasian dan bekerja sama dengan antar koperasi.

D. Koperasi Sebagai Badan Hukum

Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum belanda, yaitu

rechtspersoon. Meskipun demikian dalam kalangan hukum ada juga yang menyarankan atau telah mempergunakan istilah lain untuk menggantikan istilah badan hukum, misalnya istilah purusa hukum (Oetarid Sadino), awak huum (St. K. Malikul Adil), pribadi hukum (Soerjono Soekanto, Purwacaraka) dan sebagainya.17

17

Chaidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1999), 14.

Dalam bahasa asing, istilah badan hukum selain merupakan terjemhan dari istilah rechtspersoon (Belanda), juga merupakan terjemahan peristilahan: persona moralis (latin), legal persons (Inggris). Di negeri Belanda, istilah rechtspersoon

sebenarnya masih relative istilah baru. Dalam BW Belanda, istilah rechtspersoon

baru diperkenalkan pada permulaan abad ke XX, yaitu pada saat diadakannya undang-undang tentang kanak-kanak (kinderwetten). Dalam BW Indonesia atau KUH Perdata, tidak terdapat peraturan umum yang mengatur tentang

rechtspersoon itu dalam Bab IX buku III KUH Perdata; meskipun maksudnya yaitu antara lain mengatur kepribadian hukum (rechtspersoonlijkheid), yaitu badan hukum itu memiliki kedudukan sebagai subjek hukum. Istilah lain untuk


(40)

Selain batasan pengertian pokok badan hukum di atas tadi, ada sarjana yang mengemukakan batasan apa badan hukum, seperti antara lain menurut Maijiers, badan hukum adalah meliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Menurut Logeman, badan hukum adalah suatu personafikasi (personafikatie), yaitu suatu perwujudan atau penjelmaan (bestendigheid) dari hak dan kewajiban. Hukum organisasi (organisatierecht) menentukan strutktur intern (innerlijkstruktur) dari personafikatie itu.18

Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtspersoon), yaitu badan yang menurut hukum berkuasa atau berwenang menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan bahwa badan hukum ialah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia.19

Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim. Sedangkan R. Soemitro mengemukakan bahwa badan hukum

Badan hukum sebagai gejala kemasyarakatan adalah suatu gejala yang riil, merupakan fakta benar-benar, dalam pergaulan hukum, biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu, dan sebagainya. Yang menjadi penting bagi pergaulan hukum ialah hal badan hukum itu mempunyai kekayaan (vermogen) yang sama sekali terpisah dari kekayaan anggotanya, yaitu dalam hal badan hukum itu berupa korporasi. Hak dan kewajiban badan hukum sama sekali tidak terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya. Bagi bidang perekonomian, terutama lapangan perdagangan, gejala ini sangat penting.

18

Ibid, hal. 18.

19


(41)

ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti seorang pribadi.20

1. Perkumpulan (organisasi)

Dari pendapat-pendapat di atas, dapatlah disimpulkan tentang pengertian badan hukum sebagai subjek hukum itu mencakup hal berikut, yaitu:

2. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan hukum (rechtsbetreking)

3. Mempunyai harta kekayaan tersendiri 4. Mempunyai pengurus

5. Mempunyai hak dan kewajiban

6. Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.

Untuk menentukan agar sesuatu perkumpulan atau badan usaha itu dapat dikatakan mempunyai kedudukan sebagai badan hukum (rechts persoon), harus memenuhi beberapa syarat. Adapun syarat-syarat yang harus diepnuhi pada suatu badan hukum, yaitu:21

1. Telah dipenuhi syarat-syarat yang dimintakan oleh doktrin

Menurut Ali Ridho sebagai ahli hukum, mengemukakan bahwa yang diminta doktrin yang dapat dipakai sebagai criteria untuk menentukan adanya suatu badan hukum, harus memenuhisyarat-syarat:22

a. Adanya harta kekayaan yang terpisah, harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang perlu sebagai alat untuk mengejar suatu tujuan tertentu dalam hubungan hukumnya

20

Ibid

21

Syamsul Arifin dkk, Hukum dan Koperasi, (Cooperation and Law), (Medan: Universitas Medan Area Fakultas Hukum, 1985), hal. 72.

22

Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni: 1986), hal. 50.


(42)

b. Mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu dapat merupakan tujuan yang idiil atau komersil terlepas dari kepentingan para anggotanya. Usaha untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan sendiri oleh badan hukum dengan perantaraan organisasinya.

c. Mempunyai kepentingan sendiri. Dalam mengejar tujuannya, badan hukum itu mempunyai kepentingan sendiri, kepentingan yang tidak lain adalah merupakan hak-hak subjektif sebagai akibat daripada peristiwa-peristiwa hukum, maka kepentingan itu dilindungi oleh hukum.

d. Adanya organisasi yang teratur. Dalam pergaulan hukum, badan hukum diterima sebagai persoon di samping manusia. Badan hukum yang meruapakan suatu kesatuan sendiri yang hanya dapat bertindak hukum dengan organnya, dibentuk oleh manusia, merupakan badan yang mempunyai anggota atau merupakan badan yang tidak mempunyai anggota seperti yayasan.

2. Telah dipenuhi syarat yang dimintakan oleh peraturan perundang-undangan

Syarat ini dapat dilakukan dengan melihat peraturan hukum positif yang disyaratkan undang-undang bagi adanya badan hukum itu. Satu-satunya peraturan yang merupakan ketentuan umum mengenai badan hukum ialah pada Bab IX KUH Perdata, yaitu Pasal 1653 sampai Pasal 1665. Pasal

-Pasal tersebut menyebutkan antara lain:


(43)

b. Adanya perkumpulan yang dapat melakukan tindakan-tindakan perdata, seperti halnya dengan manusia

c. Mengikat pihak ketiga dengan sebaliknya.

d. Tidak terikatnya para anggotanya secara pribadi untuk perikatan-perikatan perkumpulan dan ada tujuan yang tertentu.

3. Syarat-syarat berdasarkan hukum kebiasaan dan yurisprudensi

Kebiasaan dan yurisprudensi ini merupakan sumber hukum yang formal. Sehingga apabila tidak ditemukan syarat-syarat badan hukum dalam perundang-undangan dan doktrin, orang berusaha mencarinya dalam kebiasaan dan yurisprudensi. Sebagai contohnya adalah yayasan, di Indonesia sebelum adanya perundang-undangan yang mengatur mengenai yayasan, maka hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang telah memperkokoh eksistensi yayasan dalam pergaulan hukum sebagai suatu badan hukum

Eksistensi koperasi di Indonesia tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (1) dengan penjelasannya, bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai itu adalah koperasi.

Eksistensi koperasi sebagai Badan Hukum kedudukannya diperoleh melalui suatu prosedur hukum koperasi yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi dan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 01/Per/M.KUKM/I/2006


(44)

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi sebagai pengganti Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 104/ Kep./M.KUKM/III/2004. Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 36/Kep/M/II/1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.

Di bidang akta untuk pendirian dan perubahan Anggaran Dasar mengalami dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 98/ Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi sebagai peraturan pelaksanaan yang mengatur masalah akta yang memang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tidak diatur, sehingga dengan dikeluarkannya keputusan tersebut dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat yang akan membentuk koperasi, dan adanya hubungan kemitraan dengan pihak ketiga yang lebih kondusif dalam kegiatan usahanya.23

Koperasi memperoleh status sebagai badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Koperasi dan UKM. Dengan demikian koperasi sebagai subyek hukum yang mempunyai hak untuk melaksanakan perbuatan hukum seperti jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan mengadakan perjanjian. Bersamaan dengan itu, hak dan tanggung jawab anggota adalah sendiri-sendiri atau berdiri sendiri.24

Eksistensi koperasi sebagai badan usaha tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dimana telah

23

http://www.smecda.com/deputi7/file_Infokop/EDISI%2028/eksistensi_koperasi.pdf. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.

24


(45)

menetapkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip koperasi, yaitu keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilaksanakan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa terhadap modal, kemandirian, serta melaksanakan pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar koperasi.25

Berikut ini diuraikan prosedur mendapatkan badan hukum koperasi, sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 9 sampai Pasal 14 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992, yaitu:

Koperasi sebagai lembaga usaha yang berbadan hukum dalam operasionalnya dijalankan dengan berdasarkan manajemen koperasi, yang terdiri dari Rapat Anggota, Pengurus dan Badan Pemeriksa, dan beberapa Penasehat dari instansi koperasi.

26

1. Fase pembentukan/pendirian

Koperasi sebagai suatu badan usaha, adalah merupakan suatu bentuk perhimpunan orang-orang dan/atau badan hukum koperasi dengan kepentingan yang sama.

Oleh karena koperasi ini biasanya didirikan oleh orang-orang yang mempunyai alat dan kemampuan yang terbatas, yang mempunyai keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan cara bergotong royong, maka prosedur atau persyaratan pendiriannyapun diusahakan sesederhana

25

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

26


(46)

mungkin, tidak berbelit-belit, dengan persyaratan modal yang relatif kecil, dan tanpa dipungut biaya yang tinggi.

Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang biasanya telah tertuang dalam undang-undang ataupun peraturan koperasi antara lain adalah sebagai berikut:

a. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai kepentingan ekonomi yang sama

b. Orang-orang yang mendirikan koperasi harus mempunyai tujuan yang sama

c. Harus memenuhi syarat jumlah mínimum anggota, seperti telah ditentukan oleh pemerintah.

d. Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti telah ditentukan oleh pemerintah

e. Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi.

Jika persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang yang memprakarsai pembentukan koperasi tersebut mengundang untuk rapat pertama, sebagai rapat pendirian koperasi. Konsep anggaran dasar koperasi seharusnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia pendiri, yang nantinya dibahas dan disahkan dalam rapat pendirian. Dalam rapat pendirian ini selain disahkan anggaran dasar koperasi, juga dibentuk pengurus dan pengawas. Setelah perangkat organisasi koperasi terbentuk dalam rapat pendirian tersebut, maka untuk selanjutnya pengurus koperasi (yang juga pendiri) mempunyai kewjaiban mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai Akta Pendirian Koperasi dan Berita Acara Rapat Pendirian. Dalam


(47)

akta pendirian koperasi ini tertuang Anggaran Dasar Koperasi yang telah disahkan dalam rapat pendirian, serta tertuang pula nama-nama anggota pengurus (yang pertama) yang diberikan kewenangan untuk melakukan kepengurusan dan mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang.

2. Fase pengesahan

Atas dasar permohonan pengesahan yang disampaikan oleh pengurus koperasi (juga merupakan pendiri) secara tertulis tersebut, maka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, pejabat yang bersangkutan harus memberikan putusan apakah permohonan tersebut diterima atau tidak.

Jika permohonan pengesahan ini ditolak, alasan-alasan penolakan diberitahukan secara tertulis kepada para pendiri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, para pendiri/ pengurus dapat mengajukan permohonan ulang paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan permohonan tersebut. Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang ini, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang tersebut.

Namun jika permohonan pengesahan tersebut diterima, maka sejak saat itu koperasi berstatus sebagai badan hukum. Pengesahan ini ditandai dengan diumumkannya akta pendirian koperasi tersebut (yang di dalamnya termuat pula anggaran dasarnya), ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Dengan diperolehnya status sebagai badan hukum, maka secara hukum, koperasi tersebut telah diakui keberadaannya seperti orang (person) yang mempunyai kecakapan untuk bertindak, memiliki wewenang untuk mempunyai


(48)

harta kekayaan, melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti: membuat perjanjian, menggugat dan digugat di muka pengadilan, dan sebagainya, sehingga dengan demikian, sebagai suatu badan hukum maka koperasi adalah juga merupakan subjek hukum.

Namun demikian, sebagai suatu subjek hukum, koperasi adalah meruakan subjek hukum abstrak, yang keberadaannya atas rekayasa manusia untuk memenuhi kebutuhan ekonomisnya. Karena merupakan subjek hukum abstrak, maka di dalam menjalankan/ melakukan perbuatan-perbuatan hukum, koperasi diwakili oleh perangkat organisasi yang ada padanya dalam hal ini adalah pengurus.

E. Harta Kekayaan Koperasi

Kekayaan koperasi pada dasarnya tidak berbeda dengan bentuk usaha lainnya, yaitu:

1. Modal yang berasal dari simpanan, yaitu 2. Modal Penyertaan

3. Modal yang dipupuk dari cadangan koperasi

4. Modal yang berupa sisa hasil usaha tahun berjalan dan tahun sebelumnya yang belum dibagikan

Pengertian modal dalam sebuah organisasi perusahaan termasuk badan koperasi adalah sama, yaitu modal yang digunakan untuk menjalankan usaha. Mengutip pendapat dari Adam Smith penulis the wealth of nations (1776), modal (capital) diartikan sebagai bagian dari nilai kekayaan yang dapat mendatangkan penghasilan.27

27

Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, (Bandung: Angkasa, 1981), hal. 250.


(49)

mengumpulkan modal untu modal usaha dan setiap orang mempunyai hak yang sama.

Ada dua sumber modal yang dapat dijadikan modal usaha koperasi yaitu:28

a. Secara Langsung

Dalam mendapatkan modal secara langsung ini ada tiga cara klasik yang dapat dilakukan oleh para pengurus koperasi, yaitu :

1. Mengaktifkan simpanan wajib anggota sesuai dengan besar kecil penggunaan volume penggunaan jasa pelayanan koperasi yang dimanfaatkan oleh anggota tersebut;

2. Mengaktifkan pengumpulan tabungan para anggota;

3. Mencari pinjaman dari pihak bank atau non-bank dalam menunjang elancaran operasional koperasi.

b. Secara Tidak Langsung

Modal yang didapat dari cara ini bukan merupakan modal yang langsung digunakan oleh koperasi tetapi mengambil manfaat dari kemampuan operasi itu sendiri dalam rangka menekan biaya, caranya antara lain:

1. Menunda pembayaran yang seharusnya dikeluarkan; 2. Memupuk dana cadangan;

3. Melakukan kerja sama usaha; 4. Mendirikan badan usaha bersubsidi

Modal dalam koperasi terdiri atas:29

1. Modal Sendiri

28

Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendidian dan Modal Usaha, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 107-114.

29


(50)

a. Simpanan Pokok

Simpanan poko adalah sejumlah uang yang wajib disetorkan ke dalam kas koperasi oleh para pendiri atau anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat ditarik kembali oleh anggota koperasi tersebut selama yang bersangkutan masih tercatat menjadi anggota koperasi.

b. Simpanan Wajib

Konsekwensi dari simpanan ini adalah harus dilakukan oleh semua anggota koperasi yang dapat disesuaikan besar kecilnya dengan tujuan usaha koperasi dan kebutuhan dana yang hendak dikumpulkan, arena itu akumulasi simpanan wajib para anggota harus diarahkan mencapai jumlah tertentu agar dapat menunjang kebutuhan dana yang akan digunakan menjalankan usaha koperasi.

c. Dana Cadangan

Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang tidak dibagikan kepad anggoya; tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila koperasi membutuhkan dana secara mendadak atau menutup kerugian dalam usaha.

d. Hibah

Hibah adalah bantuan, sumbangan atau pemberian cuma-cuma yang tida mengharapkan pengembalian atau pembalasan dalam bentuk apapun. Siapa pun dapat memberikan hibah kepada koperasi dalam bentuk apapun sepanjang memiliki pengertian seperti itu; untuk


(51)

menghindarkan koperasi menjadi tergantung dengan pemberi hibah sehingga dapat mengganggu prinsip-prisnsip dan asas koperasi.

2. Modal Pinjaman

a. Pinjaman dari Anggota

Pinjaman yang diperoleh dari anggota koperasi dapat disamakan dengan simpanan sukarela anggota. Kalau dalam simpanan sukarela, maka besar kecil dari nilai yang disimpan tergantung dari kerelaan anggota. sebaliknya dalam pinjaman, koperasi meminjam senilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang berasal dari anggota.

b. Pinjaman dari Koperasi Lain

Pada dasarnya diawali dengan adanya kerja sama yang dibuat oleh sesama badan usaha koperasi untuk saling membantu dalam bidang kebutuhan modal. Bentuk dan lingkup kerja sama yang dibuat bisa dalam lingkup yang luas atau dalam lingkup yang sempit; tergantung dari kebutuhan modal yang diperlukan.

c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan

Pinjaman komersial dari lembaga keuangan untuk badan usaha koperasi mendapat prioritas dalam persyaratan. Prioritas tersebut diberikan kepada koperasi sebetulnya merupakan komitmen pemerintah dari negara-negara yang bersangkutan untuk mengangkat kemampuan ekonomi rakyat khususnya usaha koperasi.

d. Obligasi dan Surat Utang

Untuk menambah modal koperasi juga dapat menjual obligasi atau surat utang kepada masyarakat investor untuk mencari dana segar dari


(52)

masyarakat umum diluar anggota koperasi. Mengenai persyaratan untuk menjual obligasi dan surat utang tersebut diatur dalam ketentuan otoritas pasar modal yang ada.

e. Sumber Keuangan Lain

Semua sumber keuangan, kecuali sumber keuangan yang berasal dari dana yang tidak sah dapat dijadikan tempat untuk meminjam modal.


(53)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koperasi adalah organisasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lain. Perbedaan ini terletak pada sistem nilai etis yang melandasi kehidupannya dan terjabar dalam prinsip-prinsipnya yang kemudian berfungsi sebagai norma-norma etis yang mempolakan tata laku koperasi sebagai ekonomi.1

Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara seksama, maka tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Defenisi awal apda umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti defenisi yang diberikan Dr. Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.

Ciri utama koperasi adalah kerjasama anggota dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama.

2

Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan

1

Asnawi Hasan, Koperasi dalam Pandangan Islam, Suatu Tinjauan dari Segi Falsafah Etik, dalam Membangun Sistem Ekonomi Nasional, Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Sri Edi Swasono (ed), (Jakarta: UI Press, 1987), hal. 158

2

M. Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 38-39.


(54)

yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang koperasi adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun 95 tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi

2. Peraturan Pemerintah (PP) No.4 tahun 1994 tentang Kelembagaan

3. Instruksi Presiden (Inpres) No.18 Tahun 1998, tentang Pengembangan Kelembagaan Koperasi

4. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi.

Umumnya koperasi dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.

Sebagai suatu perusahaan, koperasi harus menjalankan sesuatu usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomis, meskipun koperasi bukan merupakan bentuk akumulasi modal. Untuk mencapai tujuan mendatangkan keuntungan ekonomis tersebut, maka koperasi harus menjalankan usahanya secara terus menerus (kontinyu), terang-terangan, berhubungan dengan pihak ketiga, dan memperhitungkan rugi laba serta mencatat semua kegiatan usahanya tersebut ke dalam suatu pembukuan.3

3

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 101.


(55)

Oleh karena itu, pengelolaan koperasi harus dilaksanakan secara produktif, efektif dan efisien. Dalam arti koperasi harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan pelayanan usaha, yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota, dengan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha seperti itu, maka koperasi harus dapat berusaha secar luwes, baik yang menyangkut industri/produk hulu dan/atau hilir tersebut. Ini berarti koperasi mempunyai kesempatan dan peluang yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya dalam melakukan kegiatan usahanya.

Koperasi sebagai suatu badan usaha haruslah bekerja dengan prinsip dan hukum ekonomi perusahaan, menjalankan asas bussiness efficiency, yaitu mengupayakan keuntungan finansial untuk menghidupi dirinya.4

Oleh karena itu, koperasi dan para pelakunya (pengurus, manajer/ pengelola, dan anggotanya) harus mampu bekerja secara efisien, untuk dapat

Koperasi harus pula menjalankan asas efisiensi ekonomi (melaksanakan alokasi sumber daya) sebaik mungkin guna menunjang program kesejahteraan anggota dan pembangunan ekonomi untuk golongan ekonomi lemah pada umumnya. Dengan koperasi bekerja efisien baik secara ekonomis maupun bisnis, koperasi akan dapat melayani kepentingan anggotanya, sekaligus koperasi dapat melayani masyarakat sekitar dengan baik. Sehingga pada akhirnya koperasi akan sangat menunjang peningkatan kesejahteraan ekonomi golongan ekonomi lemah di suatu daerah (pedesaan) pada khususnya dan suatu wilayah perekonomian daerah (pedesaan) pada umumnya.

4

Bahri Nurdin, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai Alat Penunjang Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam “Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”, (Jakarta: UII Press, 1989), hal. 379.


(56)

bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya (Badan Usaha Milik Swasta dan Badan Usaha Milik Negara) dalam menjalankan kegiatan usaha di segala bidang kehidupan ekonomi, sehingga mampu untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Perjalanan pengelolaan koperasi dalam prakteknya tidak selalu membawa koperasi ke arah yang lebih baik. Bahkan terkadang ada koperasi yang harus menanggung kerugian secara terus menerus sehingga berujung pada pembubaran koperasi. Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan : keputusan pemerintah atau keputusan rapat anggota. Dalam hal pembubaran didasarkan keputusan pemerintah, maka keputusan pembubaran oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dilakukan apabila:

1. Terdapat bukti bahwa koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan undang-undang.

2. Kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan. 3. Kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.

Pembubaran koperasi ini tentunya menimbulkan tanggung jawab pada setiap elemen yang berkaitan dengan lembaga koperasi, termasuk pengurus koperasi yang dianggap memiliki tanggung jawab terbesar dalam hal terjadinya pembubaran koperasi.

Menurut ketentuan tradisional, pengurus itu dirumuskan sebagai badan pemerintahan terhadap setiap pengelolaan urusan koperasi itu dipercayakan. Karena itu pengurus adalah badan eksekutif yang bertugas di bidang pengelolaan, sedangkan para anggota dalam rapat umum adalah pembuat kebijaksanaan dengan kekuasaan untuk memutuskan segala hal yang berkenaan dengan koperasi dan


(57)

urusan-urusannya, dan memberikan petunjuk-petunjuk kepada pengurus mengenai soal pengelolaan sehari-hari.5

B. Permasalahan

Merujuk pada pemahaman tentang pengurus sebagaimana telah disebutkan di atas, maka jelas bahwa selaku badan eksekutif dalam lembaga koperasi, pengurus memiliki tanggung jawab sangat besar dalam operasionalisasi koperasi, terlebih-lebih apabila terjadi pembubaran terhadap koperasi. Tanggung jawab pengurus ini akan menjadi bahasan utama penulisan skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pengurus Dalam Hal Terjadinya Pembubaran Koperasi”.

1. Bagaimana tinjauan terhadap koperasi di Indonesia?

2. Bagaimana aspek yuridis tentang pengurus dalam koperasi?

3. Bagaimana analisis yuridis pertanggungjawaban pengurus dalam hal terjadinya pembubaran koperasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Tujua dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui tinjauan terhadap koperasi di Indonesia

b. Untuk mengetahui aspek yuridis tentang pengurus dalam koperasi c. Untuk mengetahui analisis yuridis pertanggungjawaban pengurus

dalam hal terjadinya pembubaran koperasi

5

http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/kedudukan-hukum-pengurus-dalam-koperasi. html. Diakses tanggal 1 Nopember 2010.


(1)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala petunjuk Rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNG JAWABAN PENGURUS DALAM HAL TERJADINYA PEMBUBARAN KOPERASI” yang disusun guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakutas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun dengan lapang hati penulis selalu menerima kritik, saran maupun masukan yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan kali ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Syafruddin Sulung Hasibuan, S.H, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, dan juga sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu memberikan arahan, bimbingan dan masukan bagi penulis;

4. Muhammad Husni, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(2)

5. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Departemen Hukum Perdata dan juga selaku dosen pembimbing I yang telah banyak membantu memberikan arahan, bimbingan dan masukan bagi penulis.

6. Rosnidar Sembiring, SH, M. Hum sebagai Dosen Pembimbing II Departemen Fakultas Hukum Perdata yang telah banyak membantu memberikan arahan, bimbingan, masukan dan nasehat bagi penulis.

7. Armansyah, SH, M. Hum., sebagai Dosen Wali dari Penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan kritik. 9. Seluruh staff pengajar dan pegawai administrasi Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan ilmunya dan membantu Penulis selama masa perkuliahan.

10.Teristimewa kepada kedua orang tuaku: Ir. H Jamil Ansari, SH, MM dan Hj. Zumairi Hemisni Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya yang tak terbatas, doa-doa yang tak pernah putus, motivasi yang selalu membangun, bantuan moriil dan materi yang tak akan mungkin terbalaskan.

11.Kepada Rya Batubara sebagai teman,sahabat,saudara yg telah banyak memberikan support kepada penulis.

12.Bapak Meher Ban Shah selaku Ketua Umum DPN Masyarakat Pancasila Indonesia yg telah banyak memberi motivasi dan panutan kepada penulis. 13.Kepada sahabat-sahabatku angkatan 2006 yang selanjutnya penulis

harapkan persahabatan ini tidak akan berakhir sampai akhir usia kita dan mereka-mereka ini dapat menjadi pembesar-pembesar negeri ini, Amin.


(3)

M.Hariadi Srg, M.Syahril Ichlas, Arridho Chaidir, Ahmad Syarief, Ilham Dodi Prawira, Alvin Hamzah Nst, Sheila Lydia, Hot Bonar Sinaga, Irene Kartika Sari Siregar, Yulia Indriani, M.Ferdian, Ferry M Srg, Alki dan semua teman-teman angkatan 2006 yang tidak bisa disebutkan satu- persatu terima kasih atas doa dan dukungan kepada saya;

15.Kepada kakanda-kakanda di Fakultas Hukum, Bang Imanda Batubara, Bang Dhuha, Bang Andrew, Bang Gatot Efdi Syahputra, Bang Agung Yuriandi, Bang Adit, Kak Syafrina Nst, kak Vina dan semua senioren yang tidak bisa disebutkan satu persatu.;

16.Kepada Teman-teman sepermainan Renat, Hidayat Nizam, Musa Akbar Shah, Sutan Danny Sitorus, Gordon Daniel, Bob Sitepu, Wira Tarigan semoga persahabatan ini terus terjalin;

17.Rekan-rekan juang Masyarakat Pancasila Indonesia;

18.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu;

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis berharap agar karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, selalu memberikan Rahmat Karunia-Nya kepada kita semua. Amin.

Medan, November 2010 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI ... 16

A. Latar Belakang atau Sejarah Berdirinya Koperasi ... 16

B. Dasar Hukum Koperasi dan Pengertian Koperasi ... 22

C. Prinsip-prinsip Hukum Koperasi ... 23

D. Koperasi Sebagai Badan Hukum ... 26

E. Harta Kekayaan Koperasi ... 36

BAB III ASPEK YURIDIS TENTANG PENGURUS DALAM KOPERASI ... 41


(5)

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN

PENGURUS ... 49

A. Alasan Dibubarkannya Koperasi Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 ... 49

B. Pertanggungjawaban Pengurus dalam Hal Terjadinya Pembubaran Koperasi ... 55

C. Akibat Hukum Jika Pengurus Tidak Bertanggung Jawab dalam hal Pembubaran Koperasi ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan... 64

B. Saran ... 65


(6)

ABSTRAKSI

Perjalanan pengelolaan koperasi dalam prakteknya tidak selalu membawa koperasi ke arah yang lebih baik. Bahkan terkadang ada koperasi yang harus menanggung kerugian secara terus menerus sehingga berujung pada pembubaran koperasi. Pembubaran koperasi dapat dilakukan berdasarkan: keputusan pemerintah atau keputusan rapat anggota. Pembubaran koperasi ini tentunya menimbulkan tanggung jawab pada setiap elemen yang berkaitan dengan lembaga koperasi, termasuk pengurus koperasi yang dianggap memiliki tanggung jawab terbesar dalam hal terjadinya pembubaran koperasi.

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimana tinjauan terhadap koperasi di Indonesia, bagaimana aspek yuridis tentang pengurus dalam koperasi, dan bagaimana analisis yuridis pertanggungjawaban pengurus dalam hal terjadinya pembubaran koperasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis

didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through

judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data

sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Koperasi merupakan perkumpulan orang-orang yang mengutamakan pelayanan dan kebutuhan ekonomi para anggotanya. Hal ini berarti bahwa koperasi harus mengabadikan diri pada kesejahteraan bersama atas dasar perkikemanusiaan dan bukan kepada kebendaan dan koperasi dapat mengangkat warga miskin dan lemah menjadi warga kelas menegah. Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat di bawah kekuasaan Rapat Anggota. Dialah yang mempunyai kewenangan untuk mewakili koperasi sebagai Badan Hukum, baik dimuka Pengadilan maupun di luar Pengadilan. Dalam UU No. 25 Tahun 1992, tentang Pengurus Koperasi Indonesia ini, diatur didalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 37. Pengurus Koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota, untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dengan kemungkinan dapat dipilih kembali. Sedangkan koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi, pengurusnya dipilih dari anggota-anggota koperasi. Dalam hal terjadi pembubaran koperasi, jika koperasi menanggung kerugian, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992,