MAGISTER TEKNIK PENGAIRAN MANAJEMEN SUMB

MAGISTER
TEKNIK
PENGAIRAN

MANAJEMEN
DAYA AIR
TEKNIK
UNIVERSITAS

SUMBER
FAKULTAS
BRAWIJAYA

Flood Plain Management Untuk Penanganan Banjir di Kab.Kediri
[ Tugas Mata Kuliah Pengembangan Sumber Daya Air]
Dosen : Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS.

OLEH :

NITA RAHAYU
146060404011001


1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena atas karunia dan kasih-NYA
yang besar maka tugas mata kuliah Pengembangan Sumber Daya Air ini dapat terselesaikan
dengan baik. Makalah ini berisi kajian tentang “Upaya Konservasi di DAS Brantas”
bimbingan Ibu Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS. selaku dosen pengampu mata kuliah
Pengembangan Sumber Daya Air.
Menyadari kekurangan dan kelemahan yang terkandung di dalam makalah ini, maka
sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah
ini. Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi studi ini maupun
selanjutnya.
Atas segala bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih.

Malang,

Juni 2015


Penyusun

Flooplain Management by Nita Rahayu

1

KONSEP PENGELOLAAN DATARAN BANJIR (FLOODPLAIN MANAGEMENT)
UNTUK PENANGANAN BANJIR DI KABUPATEN KEDIRI

1. Konsep “Flood Plain Management”
1.1 Definisi dan Konsep Dataran Banjir (Flood Plain)
Dataran banjir (Flood Plain) merupakan lahan / dataran yang berada di kanan kiri
sungai yang sewaktu – waktu dapat tergenang banjir. Dataran banjir ini lebarnya bisa ratusan
meter hingga puluhan kilometer tergantung besar kecilnya sungai, seperti yang terlihat pada
gambar 1. Berdasarkan Peraturan Meteri PU No.63 /1993 tentang Garis Sempadan Sungai
dan Bekas Sungai, batas dataran banjir ditetapkan berdasarkan debit rencana sekurang –
kurangnya untuk periode 50 tahunan.




Gambar 1. Dataran Banjir (Flood Plain)
Banjir merupakan genangan yang terjadi sehubungan dengan aliran di saluran
drainase akibat hujan setempat yang terhambat masuk ke saluran induk atau ke sungai.
Genangan di dataran banjir akibat luapan sungai menimbulkan masalah apabila dataran banjir
yang bersangkutan telah dikembangkan atau dibudidayakan.
Selain faktor alam, pengaruh kegiatan manusia menjadi pemicu permasalahan banjir.
Kegiatan tersebut antara lain berupa : pengembangan / pembudidayaan dan penataan ruang
Flooplain Management by Nita Rahayu

1

di dataran banjir yang tidak / kurang mempertimbangkan adanya ancaman / resiko tergenang
banjir, pembudidayaan dan penataan ruang DAS hulu yang kurang memperhatikan kaidah –
kaidah koservasi tanah dan air, pembudidayaan bantaran sungai untuk permukiman,
pembangunan sistem drainase di kawasan permukiman / perkotaan yang tidak berwawasan
konservasi sehingga memperbesar debit banjir di sungai, bangunan silang (jembatan, gorong
– gorong, sipo, pipa air, dsb) yang menghambat aliran banjir, sampah padat yang dibuang di
sungai sehingga mengurangi kapasitas pengaliran sungai, pendangkalan akibat erosi dan
sedimentasi yang berlebihan, amblesan permukaan tanah akibat penyedotan air tanah yang
berlebihan, keterbatasan pengertian masyarakat tentang fenomena alam berupa banjir yang

bersifat dinamis, keterbatasan biaya pembangunan prasarana pengendalian banjir dan biaya
operasi dan pemeliharaannya, kemiskinan, terbatasnya upaya pengaturan dan pengawasan
dan sebagainya.
1.2 Penanganan Banjir dan Pengelolaan Dataran Banjir (Flood Plain Management)
Pengelolaan dataran banjir diterapkan dalam peraturan pemerintah daerah yang
disinergikan dengan pemerintah pusat, dalam pengaturan rencana tata ruang wilayah meliputi
tata guna lahan dataran banjir dan penataan daerah lingkungan sungai seperti penetapan garis
sempadan sungai, peruntukan lahan disepanjang aliran sungai.
Dalam mengatasi masalah banjir berbagai upaya dilakukan baik kegiatan fisik /
upaya struktur maupun upaya preventif / nonstruktur (off – stream). Akan tetapi selama ini,
penanganan banjir di Indonesia lebih cenderung pada penanganan secara fisik. Kegiatan fisik
tersebut diantaranya pembangunan tanggul banjir, normalisasi alur sungai,

sudetan, banjir

kanal, interkoneksi antar sungai untuk merendahkan elevasi muka air, pembangunan waduk
penampung dan atau retensi banjir, pembangunan polder, pompa dan sistem drainase dll.
Perencanaan teknis sistem pengendalian banjir (secara fisik) yang selama ini
dikerjakan adalah didasarkan pada debit banjir tertentu tanpa mengantisipasi terjadinya debit
banjir yang lebih besar dari debit banjir rencana. Terjadinya kerusakan dan bencana banjir

yang relatif besar yang sering terjadi akhir-akhir ini antara lain disebabkan oleh masalah ini.
Terdapat berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut, yang disebut upaya non struktur.
Masyarakat yang tinggal di lahan yang berupa dataran banjir harus sadar dan memahami
bahwa meskipun telah dibangun prasarana fisik pengendali banjir, lahan tersebut sewaktuwaktu masih dapat tergenang banjir.

Flooplain Management by Nita Rahayu

2

Mereka harus selalu siap dan waspada serta ikut berupaya menekan besarnya kerugian /
bencana, antara lain dengan membangun rumah panggung dan berbagai upaya “penyesuaian”
lainnya. Antisipasi lainnya misalnya konstruksi bangunan pengendali banjir seperti misalnya
tanggul untuk daerah permukiman / perkotaan padat harus cukup aman dan stabil serta tidak
jebol pada saat terjadi limpasan banjir di atas tanggul.
Kegiatan nonstruktur / nonfisik bertujuan untuk menghindarkan dan juga menekan
besarnya masalah yang ditimbulkan oleh banjir, antara lain dengan cara mengatur
pembudidayaan lahan di dataran banjir dan di DAS sedemikian rupa sehingga selaras dengan
kondisi dan fenomena lingkungan / alam termasuk kemungkinan terjadinya banjir. Untuk itu
maka sebagai pelaku uatama dari kegiatan ini adalah masyarakat baik secara langsung
maupun tak langsung. Upaya-upaya non-struktur tersebut dapat berupa:

1.

Konservasi tanah dan air di DAS hulu untuk menekan besarnya aliran permukaan dan
mengendalikan besarnya debit puncak banjir serta pengendalian erosi untuk mengurangi
pendangkalan / sedimentasi di dasar sungai. Kegiatan ini merupakan gabungan antara
rekayasa teknik sipil dengan teknik agro, yang bertujuan untuk mengendalkan aliran
permukaan antara lain dengan terasering, bangunan terjunan, check dam / dam penahan
sedimen, dam pengendali sedimen, kolam retensi, penghijauan, dan reboisasi serta sumur
resapan.

2.

Pengelolaan dataran banjir (flood plain management) berupa penataan ruang dan
rekayasa di dataran banjir yang diatur dan menyesuaikan sedemikian rupa sehingga
risiko / kerugian / bencana yang timbul apabila tergenang banjir sekecil mungkin (flood
risk / flood damage management). Rekayasa yang berupa bangunan antara lain berupa:
rumah tipe panggung, rumah susun, jalan layang, jalan dengan perkerasan beton,
pengaturan penggunaan rumah / gedung bertingkat, dan sebagainya. Sedangkan rekayasa
di bidang pertanian dapat berupa pemilihan varitas tanaman yang tahan genangan.
Perangkat lunak yang diperlukan antara lain berupa flood plain zoning, flood risk

map, dan rambu-rambu atau papan peringatan yang dipasang di dataran banjir

3.

Penataan ruang dan rekayasa di DAS hulu (yang dengan pertimbangan tertentu
kemungkinan ditetapkan menjadi kawasan budidaya) sedemikian rupa sehingga
pembudidyaan / pendayagunaan lahan tidak merusak kondisi hidroorologi DAS dan tidak
memperbesar debit dan masalah banjir.

Flooplain Management by Nita Rahayu

3

4.

Penanggulangan banjir (flood fighting) untuk menekan besarnya bencana dan
mengatasinya secara darurat. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan satkorlak
penanggulangan banjir, yang dilaksanakan sebelum kejadian banjir (meliputi perondaan
dan pemberian peringatan dini kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir /
dataran banjir), pada saat kejadian banjir berupa upaya penyelamatan, pengungsian

penutupan tanggul yang bocor dan atau limpas, maupun kegiatan pasca banjir tyang
berupa penanganan darurat perbaikan kerusakan akibat banjir.

5.

Penerapan sistem prakiraan dan peringatan dini untuk menekan besarnya bencana bila
banjir benar-benar terjadi. Upaya ini untuk mendukung kegiatan penanggulangan banjir.

6.

Flood proofing yang dilaksanakan sendiri baik oleh perorangan, swasta maupun oleh
kelompok masyarakat untuk mengatasi masalah banjir secara lokal, misalnya di
kompleks perumahan / real estat, industri, antara lain, dengan membangun tanggul
keliling, polder dan pompa, serta rumah panggung.

7.

Peran masyarakat yang didukung penegakan hukum antara lain dalam menaati
ketentuan menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan dataran banjir dan DAS hulu,
menghindarkan terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur sungai akibat sampah

padat maupun bangunan / hunian dan tanaman di daerah sempadan sungai.

8.

Penetapan sempadan sungai yang didukung dengan penegakan hukum. Dasar hukum
yang dapat dipakai sebagai acuan adalah Peraturan Menteri PU No. 63 Tahun 1993
tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai
dan Bekas Sungai. Pada setiap sungai harus ditetapkan batas sempadannya yang diatur
dengan Peraturan Daerah.

9.

Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media menyangkut berbagai
aspek dalam rangka meningkatan pemahaman, kepedulian dan perannya.

10.

Penanggulangan kemiskinan (poverty alleviation). Masyarakat miskin di perkotaan
banyak yang terpaksa menghuni daerah sempadan sungai yang seharusnya bebas hunian
karena sangat membahayakan keselamatan jiwanya; demikian pula masyarakat petani

lahan kering di DAS hulu pada umumnya miskin sehingga kesulitan untuk melaksanakan
pola bercocok tanam yang menunjang upaya konservasi tanah dan air.
Dengan demikian untuk mengatasi masalah banjir di Indonesia tidak cukup hanya

mengandalkan upaya fisik/struktur saja melainkan harus menggabungkan keduanya baik
struktur maupun nonstruktur, sehingga membentuk sistem penanganan yang lebih
menyeluruh / komprehensif dan terpadu.

Flooplain Management by Nita Rahayu

4

Konsep

Floodplain Management sangat berkaitan dengan pengelolaan Daerah

Aliran Sungai secara terpadu, sedangkan suatu daerah aliran sungai (DAS) tidak dibatasi oleh
batas administrasi suatu wilayah sehingga memungkinkan berada pada dua atau lebih wilayah
teritorial baik lintas daerah, lintas propinsi maupun lintas negara.
Oleh karena itu dalam upaya pengelolaannya dibutuhkan koordinasi dan kerjasama

banyak pihak baik pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) juga
peran serta masyarakat (strategic partnership) sehingga terwujud tujuan dan sasaran serta
manfaat pengelolaan sumber daya air khususnya dalam pengendalian dan penanganan banjir.
Adapun bagan alir dari flood plain management ditunjukkan pada bagan gambar 2 berikut.

Gambar 2. Bagan Flood plain Management

2. Studi Kasus Pengelolaan dan Penanganan Banjir di Kabupaten Kediri.
Pada dasarnya konsep pengelolaan dataran banjir yang diterapkan di berbagai daerah
adalah sama yaitu melakukan pengaturan dan menerapkan peraturan tentang rencana tata
ruang wilayah untuk zona atau area spesifik sehingga terwujud perencanaan terpadu untuk
penggunaan lahan di dataran banjir. Kalaupun ada perbedaan di setiap daerah kemungkinan
terletak di ranah kebijakan masing – masing daerah.
Salah satu wujud penerapan “flood plain management” di kab.kediri adalah
peraturan zonasi sistem sumber daya air pada wilayah sungai, yang tertuang dalam Pasal 56
Peraturan Daerah Kabupaten Kediri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010 – 2030.
Ketentuan mengenai peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir tercantum dalam
pasal 57 ayat 10 yang meliputi :
Flooplain Management by Nita Rahayu

5

a. Penetapan batas dataran banjir
b. Pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum
dengan kepadatan rendah; dan
c. Ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum
penting lainnya, kecuali yang sudah ada saat ini.
Sedangkan untuk daerah kawasan rawan banjir di kabupaten kediri berada di
beberapa kecamatan yaitu di Kecamatan Kras, Ngadiluwih, Gampengrejo, Papar dan
Purwoasri, yang rawan tergenang luapan Sungai Brantas dan Sungai Konto seperti yang
disebutkan dalam Pasal 30 Peraturan Daerah Kabupaten Kediri Nomor 14 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010 – 2030.
Sebagai salah satu kabupaten yang dilalui oleh Sungai Brantas, dimana wilayah
Sungai Brantas merupakan wilayah sungai strategis nasional, maka kegiatan penggunaan
lahan di Kabupaten Kediri diarahkan sebagai berikut:
1. Penetapan perlindungan sungai besar dan anak sungai yang melewati kawasan
permukiman ditetapkan minimum 15 meter.
2. Pembatasan penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya, sebaiknya dialihkan (sepanjang
memungkinkan), pada pengembangan fungsi tanaman lindung.

2.1

Gambar 3. Rencana Pola Ruang Kabupaten Kediri
Penanganan Banjir di Daerah Kabupaten Kediri
Selain membuat peraturan daerah mengenai pengaturan tata ruang wilayah sebagai
upaya untuk memperkecil atau menekan masalah yang ditimbulkan banjir, kabupaten kediri
Flooplain Management by Nita Rahayu

6

juga melakukan beberapa upaya fisik / struktur dalam menangani dan mengendalikan banjir.
Beberapa contoh kegiatan penanggulangan banjir di wilayah kabupaten kediri adalah sebagai
berikut :
a. Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Membuka lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) setidaknya pemkab minimal
menyediakan 30% dari luas lahan. Lokasinya tersebar di semua kecamatan mulai Mojo
hingga Kandangan.
b. Normalisasi Kali Kresek
Kali Kresek merupakan sungai yang terletak di sebelah barat karangrejo kecamatan
ngasem merupakan perbatasan Kabupaten dan Kota Kediri. Sungai ini bersumber dari
Gunung Kelud, menjulur melewati kawasan perkotaan dan bermuara di Sungai Brantas.
Sungai ini sering menyebabkan banjir di jalan dan lahan pertanian, tidak hanya terjadi di
desa Karangrejo tetapi juga di desa lain yang dilalui sungai ini.
Pada tahun 2008, kali kresek meluap sehingga mengakibatkan sedikitnya 50 rumah
dan 80 hektar sawah di Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur
tergenang banjir dengan ketinggian sekitar 40 cm. Mengatasi hal ini, Pemkab Kediri
menggandeng pihak swasta melakukan normalisasi Kali Kresek.

Gambar 3. Kali Kresek

c. Normalisasi Sungai Afur dan perbaikan tanggul di Desa Merjoyo Kec.Purwoasri
Kegiatan normalisasi ini merupakan salah satu upaya untuk mencegah dan
mengantisipasi resiko banjir akibat tingginya curah hujan dan akibat pendangkalan
Flooplain Management by Nita Rahayu

7

sungai. Selain itu kegiatan tersebut juga bermanfaat untuk normalisasi perairan pertanian
guna meningkatkan kesejahteraan warga. Pada kesempatan itu pula bupati kediri
berpesan agar masyarakat iktu berpartisipasi dalam menjaga dan memelihara aliran
sungai yang sudah normal, tidak membuang sampah sembarangan dan membersihkannya
jika ada sampah yang menghambat serta siaga waspada terhadap curah hujan tinggi yang
dapat mengakibatkan kebocoran tanggul

Gambar 4. Sungai Afur Kecamatan Purwoasri
d. Bendung Gerak Waru turi atau Bendung Mrican
Seperti yang sudah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa desa Gampengrejo
merupakan dataran rendah dan merupakan kawasan rawan banjir karena sangat dekat
dengan sungai Brantas, dimana jika musim hujan biasanya air sungai naik dan jika tidak
ada waduk atau bendungan maka kemungkinan untuk banjir sangat besar.
Di daerah Gampengrejo terdapat satu bendungan yakni Bendung Mrican atau
dikenal juga dengan Bendung Gerak Waru Turi terletak pada Kali Brantas di hilir intake
Mrican (Mrican free intake), sekitar lebih kurang 7 km di utara kota Kediri.
Bendung ini dilengkapi dengan 9 (sembilan) buah Pintu Spillway dan 4 (empat)
buah Sluiceway (Pintu Penguras sedimen) serta 2 (dua) buah saluran irigasi di sisi kiri
dan kanan Kali Brantas. Masing – masing saluran dilengkapi dengan 4 (empat) buah
pintu intake / pintu pengambilan.
Bendung Gerak Waru Turi, tipe bendung gerak dari beton mempunyai panjang 159,8
m , lebar (termasuk apron) 74,5 m. Digunakan sebagai pengendali banjir air sungai
Brantas, mengatur pengairan irigasi bagi juga sebagai control debit air yang menuju
Mojokerto hingga Surabaya serta menyediakan air irigasi untuk :
Flooplain Management by Nita Rahayu

8

-

Daerah Irigasi Warujayeng di sisi kiri K.Brantas seluas 14.653 ha

-

Daerah Irigasi Turi Tunggorono di sisi kanan K.Brantas seluas 9.760 ha

-

Daerah Irigasi Papar Peterongan di sisi kanan K.Brantas seluas 15.300 ha bila
tersedia cukup air.
Selain berfungsi sebagai pengendali banjir dan penyedia air irigasi bendung ini uga

dimanfaatkan sebagai tempat wisata oleh Pemkab Kediri. Tempat ini dilengkapi perahu
motor dan sepeda air, kolam pancing, kolam renang, driving range, padang golf, taman
bermain anak – anak, taman air yang indah dan asri, panggung hiburan, dan
pemandanganalam pedesaan berhembus angin semilir di sekitar area persawahan milik
beberapa warga sekitar. Tampak bangunan dan kondisi di sekitar bendung terlihat pada
beberapa gambar di bawah ini.

Gambar 5. Bendung Gerak Waru Turi

Flooplain Management by Nita Rahayu

9

SUMBER BACAAN.
Siswoko. 2007. “Banjir, Masalah Banjir Dan Upaya Mengatasinya”. Lokakarya Nasional
Peringatan Hari Air Dunia ke – 15 Tahun 2007 “Mengatasi Kelangkaan Air dan
Menangani Banjir Secara Terpadu”. (https://bebasbanjir2025.wordpress.com/10makalah-tentang-banjir-2/siswoko/ , diaksek tanggal 20 Juni 2015)
Andawayanti, Ussy. 2015. “Modul Mata Kuliah Pengembangan Sumber Daya Air”. Malang :
tidak untuk diterbitkan

http://www.kedirikab.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=1635:normalisasi-kali-kresek-untuk-atasibanjir&catid=13:pemerintahan&Itemid=853
http://kedirikab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1794:normalisasisungai-afur-purwoasri-tingkatkan-kesejahteraan-petani&catid=24:pertanian&Itemid=915
http://www.dprdkedirikab.go.id/NEWS/Berita-94.htm
https://jawatimuran1.wordpress.com/2013/07/14/bendung-gerak-waru-turi-kabupaten-kediri/
http://kedirikab.go.id/?option=com_content&view=article&id=687&Itemid=799

Flooplain Management by Nita Rahayu

2