Teologi Trinitas Spiritualitas ibadat da (2)

Teologi Trinitas, Spiritualitas, ibadat dan eskatologi

Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari hidup manusia bisa terarah ketika ia memiliki sebuah
tujuan yang jelas dan sebuah semangat untuk mencapai tujuan tersebut. Begitulah kiranya
dengan kehidupan kristiani, tujuan dan semangat adalah 2 hal yang mendasar. Tujuan akhir
hidup kristiani kerap disebut juga tujuan eskatologis dan semangat itu kerapkali disebut
sebagai spiritualitas. Kedua hal itu kiranya menjadi hal penting dalam perjalanan hidup
kristinani. Namun lebih lanjut, kedua hal tersebut kiranya tidak dipisahkan dari apa yang
disebut dengan teologi trinitas.
Pemikiran
Spritualitas dan teologi trinitas
Spiritualitas kiranya berbeda dengan apa yang disebut dengan moral. Spiritualitas erat
kaitannya dengan pengalaman yang lebih personal dan sebuah kepenuhan diri seseorang. Hal
itulah yang kemudian mempengaruhi manusia dalam seluruh perjalanannya untuk berjumpa
dengan Tuhan dan sesamanya. Terlebih lagi dalam pembahasan ini, spiritualitas itu juga
terwujud dalam doa dan pujian. Spiritualitas disini erat kaitannya dengan trinitas. Hal ini
tidak lain didasari oleh doktrin mengenai trinitas yang telah dipercayai oleh umat kristiani.
Allah yang hidup dalam komunitas ilahi dan saling berbagi, merupakan sebuah undangan
juga bagi umat kristiani dalam membangun spiritualitasnya.
Salah satu tokoh yang menjelaskan trinitas dalam kaitannya dengan spiritualitas

adalah Michael Downey. Sebelum masuk dalam pembahasannya secara lebih mendalam
kaitan kedua hal tersebut, pertama-tama hal yang penting adalah memasuki
pemahamamannya mengenai Allah. Dari pandangan itulah dijabarkan kaitan erat mengenai
trinitas dan spiritualitas. Baginya, Allah adalah Cinta dan Cinta yang diberikan itu adalah
anugerah dari Allah sendiri. Cinta ini berasal dari Bapa dan Putra dan Roh Kudus, namun
disisi lain ketiga pribadi tersebut ada dalam satu Cinta. Bapa merupakan sumber dan asal
mula dari Cinta, sedangkan Putra merupakan tindakan aktif dari Cinta itu sendiri. Dengan
kata lain, Putra merupakan ekspresi diri dari Cinta itu. Selain itu, Putra inilah menarik segala
sesuatu kembali pada asal dan akhir dari Cinta itu. Putra juga menyatukan Cinta itu sendiri
dengan segala sesuatunya. Downey menyatakan tindakan trinitas itu dengan kata penghubung
“untuk”, “menuju”, “dengan”, “dalam”. Ia menyatakan, “Kita mengetahui Trinitas karena
Allah itu untuk kita dalam ekonomi keselamatan: Bapa, Putra dan Roh menuju kita, untuk
kita, dengan kita, dalam kita sebagai Giver, Given dan Gift”.1
Dari pemikiran Downey, dapat dilihat bahwa misteri trinitas itu merupakan sebuah
persekutuan diantara pribadi yang Ilahi dengan pribadi manusia dan persekutuan dengan
segala sesuatu yang hidup/ seluruh ciptaan. Misteri inilah yang menjadi sumber, pusat dan
tujuan dari spiritualitas trinitas. Spiritualitas trinitas akhirnya juga berimplikasi pada
perjalanan menuju persekutuan yang lengkap antara yang ilahi dengan insani. Disini Allah
dalam persekutuannya bersolidaritas dengan manusia dan menjalin sebuah relasi. Namun
tidak dapat dipungkiri, hal tersebut menjadi perhatian bagi seluruh manusia untuk dapat

masuk dalam persekutuan tersebut. Manusia dibawa kepada sebuah relasi dimana tiap pribadi
memiliki karakter yang khas. Dalam persekutuan tersebut terdapat perbedaan dalam diri tiap
pribadi, namun mereka memiliki derajat yang sama, saling tergantung dan juga ada dalam
ikatan kasih.2

1 Bdk. Anne Hunt, Trinity, New York: Orbis Book, 2005, hlm.185-186.
2 Ibid., hlm. 186-187.

1

Pemahaman tentang trinitas tidak hanya menjelaskan bagaimana hubungan Bapa,
Putra dan Roh Kudus. Lebih dari itu hal itu merupakan panggilan manusia untuk menjadi
demikian sesuai dengan pandangan trinitas. Downey berpendapat bila manusia hidup dalam
spiritualitas trinitas, maka pandangan mengenai sekular/ suci, awam/ klerus tidak dapat
dipertahankan. Selain itu, seluruh ciptaan akhirnya merupakan arena bagi Allah untuk
menyatakan cinta-Nya, menyelenggarakan dan menyelamatkan seluruh apa yang telah diikat
dalam Allah, melalui Yesus Kristus dan dalam Roh Kudus. Bukan hanya Allah yang berkarya,
tetapi manusia kristiani juga memiliki tugas untuk berpartisipasi dalam persekutuan tersebut
dan diubah dalam satu Cinta.3
Partisipasi dengan trinitas tidak dapat dipisahkan dengan ibadat umat kristiani yaitu

dalam doa dan ekaristi. Doa merupakan hal penting dalam kehidupan spritualitas kristiani
yang membawa hati manusia berpartisipasi pada kehidupan Allah dengan menjawab
panggilan Allah. Hal itu tampak ketika seorang datang kepada Kristus dalam kuasa Roh
Kudus. Dengan doa manusia dibawa pada sebuah kesadaran akan kehadiran ilahi dalam
keseharian hidupnya. Selain itu doa membawa manusia sampai pada inti dan pusat iman dan
spiritualitas yaitu hidup yang bersandar pada Allah sendiri. Dari katekismus Gereja Katolik
dapat dilihat hal yang sama bahwa:
Berdoa dan hidup kristiani tidak dapat dipisahkan. Karena keduanya menyangkut
cinta dan pengurbanan yang sama, yang keluar dari cinta; menyangkut keserupaan
yang sederhana dan penuh cinta dengan keputusan Bapa yang penuh cinta;
menyangkut persatuan transformatif yang sama dalam Roh Kudus, yang membuat
kita menjadi semakin serupa lagi dengan Yesus Kristus; dan menyangkut cinta yang
sama kepada semua orang, yang dengannya Yesus mencintai kita. "Apa yang kamu
minta kepada Bapa dalam nama-Ku, akan diberikan kepadamu. Inilah perintah-Ku
kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain" (Yoh 15:16-17).4

Selain doa, partisipasi dengan Allah terungkap pula dalam perayaan ekaristi. Perayaan
ekaristi merupakan sebuah ekspresi dan pengakuan akan iman dalam trinitas. Sudah sejak
jaman jemaat perdana, ekaristi sudah dipahami dan dirayakan dalam terang misteri trinitas.
Ekaristi ada dalam terang trinitas, ketika ekaristi tersebut dilihat sebagai perayaan syukur

kepada Bapa, peringatan akan kurban Kristus dan kehadiran Kristus karena kuasa sabda dan
Roh-Nya. Ekaristi disebut sebagai ucapan syukur karena dalam kurban ekaristi tersebut
seluruh alam dipersembahkan kepada Bapa melalui wafat, kebangkitan Kristus. Disini gereja
mengucapkan terima kasih kepada Allah atas semua yang dikerjakan-Nya dengan
menciptakan, menebus dan menguduskan dunia. Ekaristi sebagai peringatan akan kurban
Yesus yang adalah Sang Putra. Dalam ekaristi ini, kurban Kristus menjadi kurban bagi para
anggota tubuh-Nya. Disini seluruh penderitaan, pujian, doa, pekerjaan kaum beriman
dipersatukan dengan hidup, pujian, doa dan penderitaan Kristus sendiri. Disisi lain ekaristi
juga merupakan kehadiran Kristus karena kuasa sabda dan Roh-Nya. Disini Gereja percaya
bahwa berkat daya sabda dan karya Roh Kudus, roti dan anggur diubah menjadi tubuh dan
darah Kristus sendiri.5
Dalam ekaristi, trinitas ditampakkan juga dalam doxology, dimana dikatakan “Dengan
pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, dalam persekutuan dengan Roh Kudus,
bagi-Mu, Allah Bapa yang Mahakuasa, segala hormat dan kemuliaan kini dan sepanjang
masa”. Dalam ekaristi juga, umat tidak hanya berpartisipasi dalam proses pengilahian dan
tinggal dalam persekutuan trinitas saja, tetapi juga pada perintah “Marilah pergi dalam damai
untuk mencintai dan melayani Allah”. Disini seluruh umat turut ambil bagian dalam misi
trinitas. Disini seluruh umat Allah dibawa untuk membagikan misi penyelamatan dari Sabda
dan Roh dalam dunia. Hal ini oleh dikatakan oleh Peter Henrici sebagai berikut: ekaristi
adalah titik dimana trinitas hadir dalam dunia dan tidak hanya sebagai simbol tetapi sebagai

tanda dari penebusan dunia.6
3 Ibid., hlm. 187.
4 KGK 2745.
5 Bdk. Nico Syukur Dister OFM, Teologi Sistematika II, Yogyakarta: Kanisius, 2013, hlm. 391393.
6 Bdk. Anne Hunt,Op.Cit., hlm. 197.

2

Ekskatologis dan teologi trinitas
Berbicara mengenai eskatologi, pemahaman tradisonal mengacu pada gagasan “yang
terakhir”. Istilah eskatologis mengacu pada iman Israel dimana kepenuhan sejarah akan
terpenuhi. Eskatologis dalam perkembangannya terdiri 2 tahap, pertama eskatologi profetik
dan kedua eskatologi apokaliptik. Pada eskatologi yang pertama, erat kaitannya dengan
penafsiran para akan kehendak Allah dalam membangun kerajaan Allah di di dunia. Dengan
kata lain kedatangan Allah lebih dikaitkan dengan hal politis duniawi. Sedangkan eskatologi
dalam pengertian kedua lebih merujuk pada kedaulatan Allah sepenuhnya dan terlepas dari
aspek politis. Disini Allah memerintah dalam arti yang transenden dan mengatasi kehidupan
dan kematian.7
Dalam perkembangan kekristenan eskatalogi lebih mengacu pada pengertian yang
kedua. Dari pemahaman tersebut muncul pemahaman yang senada, dimana eskatologi ini

sering dikaitkan dengan akhir dari dunia, kedatangan Kristus, penghakiman. Selain itu
eskatologi juga dikaitkan dengan dimensi individual atau kolektif mengenai kesempurnaan
hidup. Oleh sebab itu eskatologi kerap dijadikan bagian terakhir dalam doktrin kristiani
padahal menurut Karl Rahner adalah sesuatu yang penting. Ia melihat eskatologi erat
kaitannya dengan hakikat manusia sendiri. Ia berangkat pada sebuah kenyataan manusia
bereksistensi menuju ke masa depan. Manusia selalu “menjadi”, selalu terarah kepada tujuan
perjalanannya. Selain itu Rahner melihat bahwa ekstalogi sebagai antisipasi etiologis. Ia
merupakan antisipasi karena berbicara mengenai sesuatu di masa yang akan datang.
Sedangkan ia dikatakan etiologis karena yang akan datang itu hanya bisa dimengerti dari
sebabnya, yakni keadaan manusia sekarang. Dengan kata lain eskatologi merupakan
pandangan manusia ke depan dari situasi keselamatan sekarang.8
Tokoh lain yang menekankan eskatologi yaitu Wolfhart Pannernberg. Ia menjelaskan
eskatologi dalam terminus trinitas. Ia menjelaskan seluruh bentuk dari aktivitas dari Allah
trinitas dalam ciptaan adalah sebuah tindakan Bapa dengan Putra dan Roh Kudus. Sedangkan
Putra dalam ketaatannya kepada Bapa dan disisi lain Roh Kudus memuliakan keduanya
(Bapa dan Putra) dalam tindakan konsumasi. Kemuliaan trinitas yang dinyatakan pada
eskatologis akhirnya menyatakan kepenuhan Kerajaan Allah. Dalam pemuliaan ini, peranan
Roh Kuduslah yang berkarya. Ciptaan dimuliakan pula terutama dalam partisipasinya dengan
kemuliaan Allah sendiri. Allah dimuliakan dalam kebangkitan baru dari kehidupan ciptaan.
Disini Roh Kudus diberikan kepada umat beriman sebagai janji akan kemuliaan yang akan

datang.9
Pannenberg dalam keseluruhan pemikirannya, menekankan peranan Roh Kudus
dalam kaitannya dengan eskatologi. Ia menyatakan bahwa Roh Kudus memiliki tiga peranan
yang mendasar yaitu 1) berkarya untuk keselamatan manusia, 2) sebagai anugerah dan
kemuliaan ciptaan, 3)pencurahan Roh Kudus dan Gereja. Pada peranan Roh Kudus yang
pertama, Pannenberg menekankan peranan Roh Kudus dalam karya keselamatan dan
terutama sebagai anugerah eskatologis. Peranan Roh Kudus yang kedua mau menekankankan
partisipasi dalam kehidupan Trinitas dan kemuliaan Allah. Sedangkan peranan Roh Kudus
yang ketiga, mau menekankan peranan Roh Kudus sebagai sumber kehidupan yang baru dari
Gereja.10
Penutup
Trinitas dalam kehidupan umat kristiani membawa mereka pada sebuah usaha dan
daya pendorong bagi umat. Trinitas bukan hanya sebagai sebuah konsep, melainkan juga
sebagai cara hidup umat beriman dalam kehidupan sehari-hari. Disisi lain pemahaman akan
trinitas juga membawa pada sebuah pandangan yang mengarah kepada eskatologis, dimana

7 Bdk. Otto Hentz, SJ, PENGHARAPAN KRISTEN, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hlm. 46-50.
8 Bdk. Nico Syukur Dister OFM, Op.Cit.,, hlm. 551-552..
9 Bdk. Anne Hunt,Op.Cit., hlm. 204,210.
10 Ibid., hlm.211.


3

Allah dimuliakan bersama seluruh ciptaan, termasuk manusia. Dengan kata lain pemahaman
mengenai trinitas membawa sebuah konsekuensi praktis dalam kehidupan manusia sekarang
ini dan sebagai sebuah persiapan akan akan kedatangan Allah yang memerintah sepenuhnya.

Dafat pustaka
Dister, Nico Syukur OFM. Teologi Sistematika II. Yogyakarta: Kanisius. 2013.
Hentz, Otto SJ. PENGHARAPAN KRISTEN. Yogyakarta: Kanisius. 2009.
Hunt, Anne. The Trinity. New York: Orbis Book. 2005.

4