Kebijakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (1)

Kebijakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di
Kabupaten Purbalingga sebagai Inovasi Kebijakan dalam Bidang
Kesehatan
Ikbal Herdiansyah
Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro
E-mail: herdiansyahikbal@gmail.com
Abstrak
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kesehatan merupakan suatu
hal yang mendasar bagi manusia
untuk itu kesehatan merupakan
kebutuhan primer yang harus
dipenuhi oleh manusia. Seseorang
dikatakan sehat apabila ia
terhindar dari berbagai penyakit
dan merasa kondisinya baik dari
segi fisik dan mental. Konsep
sehat adalah keadaan normal yang
berdasarkan kriteria tertentu yang
telah ditentukan, sesuai dengan

jenis kelaminnya, dan komunitas
masyarakat sekitarnya.
Kesehatan adalah faktor
penting yang mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan seperti
ekonomi, sosial, budaya, politik,
dan lain-lain. Sebuah daerah yang
tingkat kesehatan masyarakatnya
tinggi pasti akan memiliki
kemajuan daerah yang sangat
tinggi di dalam berbagai aspek
kehidupannya. Masyarakat tidak
akan bisa memenuhi kebutuhan
akan
kesehatannya
secara
individual
karena
manusia
merupakan

makhluk
sosial
(HomoSocius). Pemerintah adalah
aktor utama selain masyarakat itu
sendiri yang berperan dalam
memenuhi
kebutuhan
akan
kesehatan
masyarakat.
Jika

pemerintah
menginginkan
kemajuan suatu daerah maka
secara langsung pemerintah pun
harus memenuhi kebutuhan akan
kesehatan
masyarakatnya.
Pemerintah harus menciptakan

sebuah pelayanan kesehatan yang
efektif dan efisien serta tidak
menyulitkan masyarakat.
Di
Indonesia
dengan
masyarakatnya yang berjumlah
250 juta lebih memiliki kebutuhan
akan kesehatan yang tinggi dan
pemerintah Indonesia dituntut
untuk memberikan pelayanan
yang optimal kepada masyarakat
Indonesia. Maraknya penyakit
yang ada di Indonesia seperti flu
burung, demam berdarah, dan
malaria merupakan satu hal
penting yang harus diperhatikan
oleh
pemerintah
Indonesia.

Pemerintah
pun
diharuskan
memberikan pelayanan kesehatan
berdasarkan
Undang-Undang
Nomer 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Pelayanan kesehatan
yang
diselenggarakan
oleh
pemerintah Indonesia tidak boleh
mengabaikan golongan tertentu,
itu berarti bahwa pelayanan
kesehatan harus diberikan secara
menyeluruh
apalagi
untuk
masyarakat yang kurang mampu
dalam hal ekonomi. Jumlah


1|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

masyarakat kurang mampu di
Indonesia masih cukup tinggi
yang tentunya menjadi masalah
serius yang harus diselesaikan
pemerintah dalam hal terciptanya
pelayanan kesehatan yang optimal
bagi masyarakat. Pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah dapat
berupa sarana dan prasarana
kesehatan di daerah-daerah seperti
puskesmas, posyandu dan rumah
sakit
umum.
Selain
itu,
pemerintah juga memberikan
pelayanan berupa penempatan

tenaga-tenaga medis bagi daerah
yang kekurangan tenaga medis.
Kabupaten
Purbalingga
adalah salah satu kabupaten yang
ada di Jawa Tengah yang berusaha
memperbaiki tingkat kesehatan
masyarakat melalui pelayananpelayanan yang optimal. Salah
satu pelayanan yang diberikan
yaitu
dengan
pengoptimalan
posyandu yang ada di desa yang
jumlahnya lebih dari 1000
posyandu
aktif
serta
22
puskesmas yang ada di 18
kecamatan

yang
dimiliki
Kabupaten
Purbalingga.
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
tidak
hanya
melakukan
pembangunan
kesehatan dalam bidang sarana
dan prasarana kesehatan saja,
pemerintah melakukan sebuah
inovasi kebijakan kesehatan di
purbalingga yaitu melalui asuransi
kesehatan
bagi
masyarakat
Purbalingga

dalam
bentuk
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat atau yang biasa
dikenal dengan JPKM. JPKM
adalah program unggulan dari
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga dalam memberikan

pelayanan kesehatan yang optimal
bagi masyarakat. Inovasi yang
dilakukan
oleh
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
merupakan sebuah program yang
memang belum ada di daerahdaerah lain yang seterusnya
dijadikan sebagai percontohan

bagi daerah lain yang ingin
menerapkan kebijakan yang sama.
Kebijakan JPKM tersebutlah yang
selanjutnya oleh pemerintah pusat
dinasionalisasikan yang sekarang
kita kenal dengan JAMKESMAS
(Jaminan Kesehatan Masyarakat).
Kebijakan yang dibuat pada masa
Bupati Triyono Budi Sasongko ini
dalam sistemnya memberlakukan
sistem subsidi silang dimana si
miskin akan mendapat biaya yang
disubsidi dari si kaya. Kebijakan
ini mendapat banyak apresiasi
dari berbagai kalangan karena
pengimplementasiannya dianggap
berhasil dan dapat meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat
dari tahun ke tahun. Berdasarkan
latar belakang yang sudah

dijelaskan maka penulis akan
melakukan
studi
tentang
“Kebijakan
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat
di
Kabupaten
Purbalingga sebagai Inovasi
Kebijakan
dalam
Bidang
Kesehatan”
di
Kabupaten
Purbalingga
sebagai

inovasi
kebijakan publik yang tepat
sasaran, apa saja faktor-faktor
keberhasilan dari kebijakan JPKM
tersebut, kendala yang dihadapi
pemerintah
saat
pengimplementasian
kebijakan
tersebut, dampak yang diterima
oleh masyarakat setelah adanya
JPKM, serta capaian yang

2|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

diterima
oleh
Pemerintah
Kabupaten Purbalingga setelah
diimplementasikannya kebijakan
JPKM.
2. Arti Penting Studi
Studi tentang “Kebijakan
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat
di
Kabupaten Purbalingga sebagai
Inovasi Kebijakan dalam Bidang
Kesehatan” dibuat oleh penulis
dikarenakan
berbagai
alasan
penting yang melatarbelakangi
dan dibuat agar memberi berbagai
manfaat bagi masyarakat luas,
bagi studi-studi yang memiliki
keterkaitan dengan studi tersebut,
dan tentunya bagi penulis sendiri.
Adapun alasan penting dan
manfaat dari studi tersebut adalah:
1. Pengembangan
Ilmu
Pengetahuan
Studi yang dilakukan
oleh penulis diharapkan dapat
memberikan angin segar
dalam
bidang
kebijakan
publik maupun dalam bidang
yang lain sehingga berguna
dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Melalui studi
tersebut dapat menjadi jalan
bagi studi-studi yang lain
dalam
mengembangkan
studinya demi tercapainya
perkembangan
ilmu
pengetahuan yang pesat serta
mengikuti
perkembangan

ilmu
pengetahuan
dan
dinamika yang ada dalam
masyarakat.
2. Membantu Praktisi Kebijakan
dalam
Merumuskan
Kebijakan yang Berguna bagi
Pemecahan Masalah Publik
Studi tersebut dapat
menjadi solusi bagi praktisi
kebijakan dalam perumusan
kebijakan publik yang solutif.
Hasil dari studi tersebut
diharapkan dijadikan sebuah
acuan
dalam
evaluasi
kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah
sehingga
meminimalisir
kegagalan
dalam
kebijakan-kebijakan
yang
akan
diimplementasikan.
Kedepannya studi tersebut
diharapkan akan membantu
melahirkan
kebijakankebijakan
yang
dapat
menopang
program
pembangunan.
3. Guna Pemenuhan Tugas
International Paper dalam
Mata Kuliah Teknik Analisis
Kebijakan
Studi yang dilakukan
oleh penulis mempunyai arti
penting guna memenuhi tugas
yang diberikan. Tugas dalam
bentuk international paper ini
merupakan tugas dalam mata
kuliah
konsentrasi
pada
semester tiga (ganjil) yaitu
Teknik Analisis Kebijakan.

Rumusan Masalah
Studi kebijakan JPKM di
Kabupaten
Purbalingga
yang
dilakukan oleh penulis bertujuan
untuk mengkaji rumusan-rumusan
masalah yang telah ditentukan oleh

penulis. Adapun rumusan masalah
yang ditentukan oleh penulis yaitu:
1. Apa yang menjadi latar belakang
diberlakukannya
kebijakan

3|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

JPKM di Kabupaten Purbalingga
?
2. Bagaimana
implementasi
kebijakan JPKM di Kabupaten
Purbalingga?
3. Apa dampak yang ditimbulkan
selama
kebijakan
JPKM
diimplementasikan di Kabupaten
Purbalingga?
Kerangka Kerja Teoritik
1. Pengertian dan Tahap-Tahap
Kebijakan Publik
Kebijakan publik (public
policy) sebenarnya adalah sebuah
istilah yang sering kita dengarkan
sehari-hari baik dalam kegiatankegiatan akademis maupun non
akademis. Pembahasan kebijakan
publik dalam studi ilmu politik
maupun
ilmu
pemerintahan
merupakan contoh pembahasan
kebijakan publik dalam ranah
akademis. Istilah kebijakan dalam
arti yang luas dapat dikatakan
sebagai
kebijakan
yang
menyangkut stabilitas sebuah
negara seperti “Kebijakan Luar
Negeri Indonesia”, “Kebijakan
Ekonomi Jepang”, atau kebijakankebijakan lain yang skalanya
besar. Namun, kebijakan tidak
hanya dimaknai sebagai sesuatu
yang luas, akan tetapi, juga
dipakai untuk menunjuk sesuatu
yang lebih khusus atau spesifik
seperti kebijakan pemerintah
tentang
debirokratisasi
dan
deregulasi. Menurut Charles O.
Jones dalam bukunya yang
berjudul An Introduction to the
Study
of
Public
Policy
mengatakan bahwa dalam praktek
kehidupan sehari-hari kebijakan
dimaknai sebagai sesuatu yang
digunakan untuk menggantikan

kegiatan atau keputusan yang
sangat berbeda.
Secara
umum,
istilah
kebijakan atau policy menjadi alat
untuk menunjuk perilaku seorang
aktor seperti pejabat, manajer,
lembaga pemerintah, maupun
lembaga
swasta.
Namun,
kebijakan publik memerlukan
batasan atau konsep yang lebih
tepat, jika kita melihat pada
pengertian kebijakan tersebut kita
hanya dapat menggunakannya
dalam
pembicaraan
biasa,
pengertian
tersebut
kurang
memadai untuk pembicaraanpembicaraan yang lebih sistematis
dan
bersifat
ilmiah
yang
menyangkut analisis kebijakan
publik. Kebijakan publik (public
policy) pada dasarnya mempunyai
banyak batasan atau definisi
dalam literature-literature ilmu
politik. Latar belakang yang
berbeda dari para ahli yang
menyebabkan
berbagai
penekanan-penekanan
yang
berbeda pula. Sementara disisi
lain, pendekatan dan model yang
digunakan oleh para ahli pada
akhirnya
akan
menentukan
bagaimana
kebijakan
publik
tersebut hendak didefinisikan.
Salah satu definisi mengenai
kebijakan publik diberikan oleh
Robert Eyestone. Ia mengatakan
bahwa “secara luas” kebijakan
publik dapat didefinisikan sebagai
“hubungan suatu unit pemerintah
dengan
lingkungannya”.
Pengertian tersebut masihlah
sangat luas dan kurang pasti
karena apa yang dimaksud dengan
kebijakan publik dapat mencakup
banyak hal. Thomas R. Dye
memberikan batasan lain tentang

4|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

kebijakan publik yaitu “kebijakan
publik adalah apapun yang dipilih
oleh pemerintah untuk dilakukan
dan tidak dilakukan. Seorang
pakar ilmu politik lain, Richard
Rose
menyarankan
bahwa
kebijakan hendaknya dipahami
sebagai “serangkaian kegiatan
yang sedikit banyak berhubungan
beserta
konsekuensikonsekuensinya bagi mereka yang
bersangkutan daripada sebagai
suatu
keputusan
tersendiri”.
Definisi
tersebut
berguna
meskipun sebenarnya bersifat
ambigu,
karena
kebijakan
dipahami sebagai arah atau pola
kegiatan dan bukan sekadar suatu
keputusan
untuk
melakukan
sesuatu.
Proses pembuatan kebijakan
publik adalah proses yang
kompleks karena melibatkan
banyak proses maupun variabel
yang harus dikaji. Beberapa ahli
politik yang menaruh minat untuk
mengkaji
kebijakan
publik
membagi
proses-proses
penyusunan kebijakan publik ke
dalam beberapa tahap. Tujuan
pembagian seperti itu agar
memudahkan kita dalam mengkaji
kebijakan
publik.
Namun,
beberapa ahli mungkin membagi
tahap-tahap kebijakan publik
dengan urutan yang berbeda.
Adapun tahap-tahap kebijakan
publik menurut William Dunn
sebagai berikut:
1. Tahap Penyusunan Agenda
Pada tahap ini masalahmasalah yang ada saling
berkompetisi terlebih dahulu
untuk dapat masuk ke dalam
agenda kebijakan. Pada tahap
ini suatu masalah mungkin

2.

3.

4.

5.

tidak disentuh sama sekali,
sementara masalah yang lain
ditetapkan menjadi fokus
pembahasan, atau ada pula
masalah yang ditunda karena
alasan-alasan tertentu.
Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke
agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh para pembuat
kebijakan.
Masalah
tadi
didefinisikan untuk kemudian
dicari pemecahan masalah
terbaik. Pemecahan masalah
tersebut berasal dari berbagai
alternatif
atau
pilihan
kebijakan
(policy
alternatives/policy
options)
yang ada.
Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternative
kebijakan yang ditawarkan
oleh para perumus kebijakan,
pada akhirnya salah satu dari
alternatif kebijakan tersebut
diadopsi dengan dukungan
dari
mayoritas
legislatif,
konsensus antara direktur
lembaga
atau
keputusan
peradilan.
Tahap
Implementasi
Kebijakan
Kebijakan yang telah diambil
kemudian dilaksanakan oleh
unti-unti administrasi yang
memobilisasikan sumberdaya
finansial dan manusia. Pada
tahap
implementasi
ini
berbagai kepentingan akan
saling bersaing.
Tahap Evaluasi Kebijakan.
Pada tahap ini, kebijakan yang
telah dijalankan akan dinilai
atau dievaluasi, untuk melihat
sejauh mana kebijakan yang

5|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

dibuat
telah
mampu
memecahkan masalah.
2. Good governance
Dalam dunia pemerintahan
terdapat dua istilah yang sangat
terkenal yaitu government dan
governance. Dua istilah tersebut
saling terkait satu sama lain.
Government atau pemerintah
dapat diartikan sebagai nama yang
diberikan kepada entitas yang
menyelenggarakan
kekuasaan
pemerintahan dalam suatu negara.
Sedangkan Governance berasal
dari akar kata ‘govern’ dengan
definisi yang relevan adalah rule
with authority and conduct the
policy, actions, and affairs (of
State, subjects) constiutionally;
Governance mengambil peran
yang lebih besar, yang terdiri dari
semua proses, aturan, dan
lembaga yang memungkinkan
pengelolaan dan pengendalian
masalah-masalah
kolektif
masyarakat.
Secara
luas,
governance termasuk totalitas dari
semua lembaga dan unsur
masyarakat, baik pemerintah
maupun non-pemerintah.
ESCAP
mengartikan
governance
sebagai
proses
pengambilan
keputusan
dan
proses diimplementasikan atau
tidak
diimplementasikannya
keputusan
tersebut.
ESCAP
mengidentifikasi bahwa istilah
governance dapat digunakan
dalam beberapa konteks seperti
corporate
governance,
international
governance,
national governance, dan local
governance.
Dalam
perkembangan
selanjutnya, governance menjadi
sebuah istilah yang dipakai untuk

menciptakan
sebuah
sistem
dengan kualitas yang lebih baik.
Istilah governance kemudian
bertransformasi menjadi good
governance
(tata
kelola
pemerintah yang baik). Ada
berbagai macam definisi tentang
good governance, definisi yang
umum
dipakai
adalah
kepemerintahan
yang
baik.
Definisi lain tentang good
governance diperkenalkan oleh
World Bank yaitu sebagai suatu
penyelenggaraan
manajemen
pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab sejalan dengan
prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien,
penghindaran
salah
alokasi dana investasi, dan
pencegahan korupsi, baik secara
politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran
serta penciptaan kerangka hukum
dan politik bagi tumbuhnya
aktivitas usaha.
Terdapat tiga pilar pokok
yang mendukung kemampuan
suatu bangsa dalam melaksanakan
good
governance,
yakni
pemerintah (the state), civil
society
(masyarakat
adab,
masyarakat madani, masyarakat
sipil), dan pasar atau dunia usaha.
Masing-masing pilar tersebut
bekerja bersama sesuai dengan
fungsinya.
Prinsip-prinsip
dalam
good
governance adalah hal penting
yang harus dipahami apabila
hendak
mengimplementasikan
good
governance.
UNDP
merumuskan
beberapa
karakteristik good governance
yang harus dicapai adalah:
1. Partisipasi Masyarakat

6|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

2.

3.

4.

5.

Semua
masyarakat
mempunyai
hak
dalam
pengambilan keputusan, baik
secara
langsung
maupun
melalui
lembaha-lembaga
perwakilan yang sah yang
mewakili
kepentingan
masyarakat.
Tegaknya Supremasi Hukum
Prinsip penegakan hukum
diwyujudkan melalui adanya
penegakan hukum yang adil
bagi semua pihak tanpa
terkecuali, menjunjung tinggi
HAM dan memperhatikan
nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.
Transparansi
Prinsip
transparansi
menciptakan
kepercayaan
timbal balik antara pemerintah
dan
masyarakat
melalui
penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai.
Daya Tanggap
Para penyelenggara pelayanan
publik harus tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat yang
dapat ditunjukkan dalam
bentuk kebijakan, penyusunan
program dan pelaksanaannya
dengan
menggunakan
prosedur berdasarkan prinsipprinsip good governance.
Berorientasi
pada
Kepentingan Publik
Tata kelola pemerintahan yang
baik
harus
selalu
menjembatani kepentingankepentingan yang berbeda
demi terbangunnya suatu
konsensus menyeluruh dalam
hal apa yang terbaik bagi
kelompok-kelompok

6.

7.

8.

9.

masyarakat, dan bila mungkin,
konsensus
dalam
hal
kebijakan-kebijakan
dan
prosedur-prosedur.
Kesetaraan (Equity)
Pemerintah harus memberikan
pelayanan yang sama kepada
semua elemen masyarakat
tanpa memandang atribut yang
menempel
pada
subjek
tertentu.
Efektivitas
dan
Efisiensi
Proses-proses Pemerintahan
dan Lembaga-lembaga
Prinsip
ini
menjamin
terselenggaranya
pelayanan
kepada masyarakat dengan
menggunakan sumber daya
yang tersedia secara optimal
dan bertanggung jawab.
Akuntabilitas
(Pertanggungjawaban
terhadap Publik)
Prinsip
ini
mengandung
makna
meningkatkan
akuntabilitas para pengambil
keputusan
dalam
segala
bidang yang menyangkut
kepentingan masyarakat luas.
Visi Strategis
Para
pemimpin
dan
masyarakat
memiliki
perspektif yang luas dan jauh
ke
depan
atas
tata
pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan
untuk
mewujudkan perkembangan
tersebut.

Metodologi Penelitian
1. Tempat Penelitian
Studi
tentang
“Kebijakan
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan

7|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

Masyarakat di Kabupaten
Purbalingga sebagai Inovasi
Kebijakan dalam Bidang
Kesehatan” bertempat di
Kabupaten Purbalingga, Jawa
Tengah.
2. Teknik Pengambilan Data
Studi yang dilakukan
oleh penulis menggunakan
pendekatan kualitatif dengan
metode
penelitian
Studi
Pustaka, semua data yang
menyangkut tentang rumusan
masalah pada studi tentang
“Kebijakan
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat di Kabupaten
Purbalingga sebagai Inovasi
Kebijakan dalam Bidang
Kesehatan” diambil dari
buku-buku referensi maupun
semacamnya.
Pembahasan
1. Latar belakang diberlakukannya
kebijakan JPKM di Kabupaten
Purbalingga
Tidak dapat dipungkiri modal
utama
pembangunan
sangat
dipengaruhi oleh sumber daya
manusia yang ada di daerah
tersebut. Kualitas sumber daya
manusia yang baik di suatu daerah
akan
menjamin
majunya
pembangunan
suatu
daerah.
Kualitas sumber daya manusia
tentunya mempunyai korelasi
yang erat dengan taraf kesehatan
yang ada, itu berarti bahwa
masyarakat harus memiliki taraf
kesehatan yang baik. Pemerintah
tidak
dapat
menuntut
permbangunan yang baik jika
taraf kesehatan masyarakatnya
rendah. Untuk itu, bidang
kesehatan masyarakat mempunyai

peranan yang penting dalam
pembangunan suatu daerah.
Ternyata hal tersebut juga
disadari
oleh
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga.
Berangkat dari kesadaran tersebut,
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga melakukan sebuah
inovasi kebijakan publik dalam
bidang kesehatan. Inovasi tersebut
ialah
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM).
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga menaruh harapan
yang besar pada kebijakan JPKM
dalam rangka meningkatkan taraf
kesehatan
masyarakat
di
Kabupaten
Purbalingga.
Kebijakan JPKM yang dibentuk
oleh
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
berangkat
dari
pengalaman pahit yang dirasakan
sebelumnya.
Sebelum
diberlakukannya
JPKM
di
Kabupaten
Purbalingga,
jangkauan pelayanan kesehatan
bagi
masyarakat
khususnya
masyarakat miskin dirasa belum
optimal. Hal tersebut disebabkan
oleh model Jaring Pengaman
Sosial Bidang Kesehatan (JPS
BK) yang digelontorkan oleh
pemerintah pusat, khususnya
mengenai kartu sehat ternyata
kurang
meningkatkan
taraf
kesehatan
masyarakat
di
Kabupaten
Purbalingga
dan
kurang adanya kesinambungan
mengenai
JPS
BK
yang
digelontorkan oleh pemerintah
pusat. Ditambah lagi biaya yang
dirasa
sangat
mahal
bagi
masyarakat
di
Kabupaten
Purbalingga karena menggunakan
sistem fee for service.

8|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

Namun kendala yang datang
tidak hanya dari hal tersebut,
belum padunya peran pemerintah
daerah, badan usaha (swasta), dan
masyarakat sebagai pilar utama
penyelenggaraan
good
governance juga menjadi kendala
dalam peningkatan taraf kesehatan
masyarakat
di
Kabupaten
Purbalingga. Kondidi tersebut
yang menjadi penyebab pelayanan
kesehatan kepada masyarakat
kurang optimal dan belum merata.
Terbukti
dari
kurangnya
kesadaran masayarakat dalam
menggunakan fasilitas kesehatan
yang
ada
di
Kabupaten
Purbalingga.
Belajar dari pengalaman
tersebut sistem atau tatanan sosial
dalam pelayanan kesehatan di
Kabupaten Purbalingga mulai
ditata oleh Pemerintah Kabupaten
Purbalingga
dengan
diterapkannya kebijakan JPKM
pada tahun 2001.
2. Implementasi kebijakan JPKM di
Kabupaten Purbalingga
Untuk
merealisasikan
kebijakan JPKM di Purbalingga,
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
mengeluarkan
landasan pelaksanaan sistem
JPKM melalui Peraturan Bupati
Purbalingga Nomor 34 Tahun
2001
yang
selanjutnya
ditingkatkan menjadi Peraturan
Daerah Nomor 15 Tahun 2003
tentang Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM)
Kabupaten Purbalingga. Dalam
perkembangannya,
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
pun
membuat aturan pelaksanaan
JPKM melalui, yaitu:

1. Keputusan Bupati Nomor
440/167/2001
tentang
Pembentukan
Badan
Pembina JPKM;
2. Keputusan Bupati Nomor
40/63 Tahun 2001 tentang
Penunjukan Pra Bapel
“Sadar Sehat Mandiri”
sebagai Bapel JPKM;
3. Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan
dan
Kesejahteraan
Sosial
Nomor
1884/4827/2001
tentang
Penunjukan
Penyelenggaraan JPKM;
4. Keputusan Bupati Nomor
5 Tahun 2003 tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Penyelenggaraan JPKM;
5. Keputusan Bupati Nomor
440/224
Tahun
2003
tentang
Pembentukan
Badan Pembina JPKM;
6. Keputusan Bupati Nomor
29 Tahun 2003 tentang
Kriteria Gakin;
7. Perjanjian Kerja Sama
Antara Pra Bapel JPKM
dengan Pemberi Pelayanan
Kesehatan/PPK
tentang
Pelayanan
Kesehatan
JPKM.
Diterbitkannya dasar hukum
pelaksanaan kebijakan JPKM oleh
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga merupakan upaya
guna membangun pelayanan
kesehatan yang optimal serta
berkelanjutan. Selain menerbitkan
dasar
hukum
pelaksanaan
kebijakan JPKM, Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
pun
menetapkan sistem subsidi JPKM
kepada masyarakat miskin dan
pasca
miskin
pada
awal
pelaksanaan kebijakan JPKM.

9|Studi Kebijakan Publik di Kabupaten Purbalingga

Subsidi tersebut diharapkan dapat
menjadi
rangsangan
bagi
masyarakat miskin dan pasca
miskin. Sistem subsidi yang
diberlakukan oleh pemerintah
terdiri dari tiga jenis yang
selanjutnya disebut strata sebagai
berikut:
1. Strata I, yaitu subsidi yang
diberikan kepada keluarga
miskin dengan total premi
subsidi
100%
dari
pemerintah daerah.
2. Strata II, yaitu subsidi
yang diberikan kepada
keluarga pasca miskin
dengan total premi subsidi
50% dari pemerintah
daerah.
3. Strata III, yaitu kategori
keluarga mampu yang
preminya ditanggung total
oleh peserta JPKM.
Tidak hanya dalam sistem
subsidi, sistem JPKM pun
memiliki
beberapa
Benefit
Packaged meliputi:
1. Pelayanan
kesehatan
dasar
di
seluruh
Puskesmas
beserta
jaringannya (Unlimited).
2. Pelayanan rujukan di
RSUD (Limited).
Di awal pemberlakuan JPKM
ternyata belum maksimal dan
banyak kendala yang dihadapi.
Penyebab
dari
kurang
maksimalnya pelaksanaan JPKM
adalah
masyarakat
belum
memahami konsep dasar JPKM
dan cara pelaksanaannya. Selain
masyarakat
ternyata
petugas
pelayanan
kesehatan
seperti
dokter dan bidan pun masih
beranggapan bahwa adanya JPKM
akan
mengurangi
kegiatan

kunjungan pasien. Pemerintah
Kabupaten Purbalingga tidak
tinggal diam dalam dalam
menangani masalah tersebut,
dengan
tanggap
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
melakukan sosialisasi menyeluruh
tentang manfaat JPKM. Selain itu,
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga menetapkan tahaptahap pelaksanaan JPKM yang
meliputi:
1. Tahap
Inisiasi
dan
Sosiallisasi (Tahun 20012005);
2. Tahap Penguatan Instalasi
(Tahun 2006-2009);
3. Tahap
Pemantapan
(Tahun 2010-2014);
4. Tahap
Kemandirian
(Tahun 2015-dst).
Pada awal tahap sosialisasi,
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
berusaha
menyamakan
persepsi
antar
stakeholder. Tahap sosialisasi pun
melibatkan kader kesehatan desa
yang
sebelumnya
sudah
mendapatkan pelatihan khusus.
Setelah itu stakeholder dan kader
kesehatan
desa
melakukan
sosialisasi menyeluruh kepada
masyarakat
di
desa-desa.
Informasi
tentang
JPKM
disebarluaskan melalui selebaran,
pamflet, spanduk, media pers,
radio, dan media sosial oleh
Badan Pelaksana (BAPEL) dan
Dinas
Kesehatan.
Badan
Pelaksana
(BAPEL)
JPKM
merupakan suatu badan yang
diberikan ijin oleh Pemerintah
Kabupaten Purbalingga untuk
mengelola pelaksanaan JPKM di
Kabupaten Purbalingga. BAPEL
JPKM diberikan hak untuk

10 | S t u d i K e b i j a k a n P u b l i k d i K a b u p a t e n P u r b a l i n g g a

melakukan perekrutan sendiri,
menerima dana premi, dan
menerima imbalan jasa.
Di tahun 2001 saat awal mula
pemberlakuan sistem JPKM,
tercatat hanya ada 67.707
keluarga yang terdaftar sebagai
peserta JPKM pada tahap
pertama. Namun pada tahap
ketiga pelaksanaannya terjadi
peningkatan peserta JPKM yang
signifikan yaitu sebesar 100.184
keluarga.
Angka
tersebut
membuktikan bahwa sosialisasi
yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
dan
stakeholder yang terkait sudah
cukup berhasil dan meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang
JPKM. Seperti dikutip dari IYPD:
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (Kartu Sehat untuk Si
Miskin), “Kepala Puskesmas
Padamara, salah satu Puskesmas
yang memiliki sarana rawat inap,
mengatakan bahwa saat ini
masyarakat tidak merasa ragu lagi
berobat ke Puskesmas”. Dengan
terdaftarnya masyarakat sebagai
peserta
JPKM,
masyarakat
mendapatkan fasilitas yang dapat
digunakan meliputi:
1. Polindes,
pemeriksaan
kehamilan dan persalinan
normal;
2. Puskesmas
Pembantu,
pelayanan rawat jalan;
3. Puskesmas, rawat jalan
semua
pelayanan
kesehatan di Puskesmas.
4. Puskesmas Rawat Inap,
rawat
jalan
semua
pelayanan kesehatan di
Puskesmas Rawat Inap
dan rawat inap dengan

subsidi
dan
JPKM
maksimal Rp. 100.000,00;
5. RSUD,
rawat
jalan
spesialis. Rawat inap di
kelas III dan dapat naik
kelas, tindakan operasi
dengan subsidi maksimal
Rp.
500.000,00
dan
pemeriksaan penunjang
dengan keringanan.
3. Manfaat yang diperoleh dari
kebijakan JPKM di Kabupaten
Purbalingga
Kebijakan
JPKM
yang
diberlakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Purbalingga ternyata
menuai berbagai manfaat baik
dari
segi
pemberdayaan
masyarakat maupun dari segi taraf
kesehatan masyarakat. Pemerintah
Kabupaten Purbalingga telah
melibatkan
berbagai
elemen
masyarakat
dalam
pengimplementasian
kebijakan
JPKM di Kabupaten Purbalingga
seperti kader kesehatan desa yang
mempunyai tugas melakukan
sosialisasi tentang sistem JPKM
kepada seluruh masyarakat di
Kabupaten
Purbalingga.
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
telah
menjalin
kerjasama yang baik dengan
masyarakat
sebagai
pilar
penyokong good governance.
Melalui kebijakan JPKM,
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga ikut berpartisipasi
dalam pencanangan Indonesia
Sehat 2020 yang dicanangkan
oleh pemerintah pusat. Kualitas
sumber
daya
manusia
di
Kabupaten Purbalingga sudah
cukup baik, itu dibuktikan dengan
tingkat subsidi yang diberikan
oleh
Pemerintah
Kabupaten

11 | S t u d i K e b i j a k a n P u b l i k d i K a b u p a t e n P u r b a l i n g g a

Purbalingga pada tahun 2006
sampai 2010 yang mengalami
penyusutan. Bahkan dari tahun
2006 sudah tidak ada lagi peserta
JPKM pada strata I. Data tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan
taraf kesehatan masyarakat sudah
terealisasi
oleh
Pemerintah
Kabupaten Purbalingga.
Keberhasilan
kebijakan
JPKM tidak hanya dirasakan oleh
masyarakat
di
Kabupaten
Purbalingga, keberhasilan tersebut
menimbulkan
reaksi
dan
ketertarikan
dari
pemerintah
kabupaten lain untuk mempelajari
pola pengelolaannya. Sebanyak
59 pemerintah kabupaten lain
yang
tercatat
yang
telah
melakukan studi banding maupun
kunjungan
ke
Kabupaten
Purbalingga untuk mempelajari
pengelolaannya secara langsung.
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga
melalui
Dinas
Kesehatan pun sering diundang
untuk
memberikan
masukan
maupun
pandangan
tentang
program kesehatan masyarakat di
kabupaten lain.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil
pembahasan
diatas
penulis
menyimpulkan bahwa kebijakan

JPKM yang diberlakukan oleh
Pemerintah
Kabupaten
Purbalingga merupakan sebuah
inovasi kebijakan yang prorakyat. Kebijakan JPKM telah
meningkatkan taraf kesehatan
masyarakat yang berdampak pada
pembangunan daerah Kabupaten
Purbalingga.
Pemerintah
Kabupaten Purbalingga telah
membangun pondasi yang kokoh
dalam penyelenggaraan tata kelola
pemerintahan yang baik (good
governance)
di
Kabupaten
Purbalingga.
2. Saran
Saran
yang
dapat
disampaikan oleh penulis dalam
studi tentang “Kebijakan Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat
di
Kabupaten
Purbalingga sebagai Inovasi
Kebijakan
dalam
Bidang
Kesehatan”
yaitu
agar
pengelolaan JPKM atau kebijakan
yang sejenis dievaluasi sebaik
mungkin dari tahap perencanaan
sampai
pelaksanaan
dan
monitoring sebuah kebijakan
sehingga tidak terjadi kurangnya
pemahaman dari masyarakat
maupun
stakeholder
terkait.
Penulis juga menyarankan kepada
pembaca
agar
memberikan
perbaikan dalam studi ini karena
penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam studi
ini.

12 | S t u d i K e b i j a k a n P u b l i k d i K a b u p a t e n P u r b a l i n g g a

13 | S t u d i K e b i j a k a n P u b l i k d i K a b u p a t e n P u r b a l i n g g a