2.1 Kebiajakan Publik - Peranan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Dan Pantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka digunakan oleh penulis sebagai landasan dan kerangka berfikir yang berguna sebagai pendukung pemecahan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian itu disoroti.

2.1 Kebiajakan Publik

  Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa yunani “polis” yang berarti Negara. Istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjukkan perilaku seorang actor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah actor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (William, 2000:22-25). Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita digunakan dan relative memadai untuk pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Sedangkan kata public sendiri sebagin orang mengartikan sebagai Negara.

  Namun demikian, kebijakan public merupakan konsep tersendiri yang mempunyai arti dan definisi khusus secara akademik. Defenisi kebijakan public menurut para ahli sangat beragam. Menurut Easton ( 1969) dalam Hessel N. Tangkilisan (2003: 2) kebijakan public adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaanya mengikat sehingga cukup pemerintah

  ii yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

  Sedangkan menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003: 1), kebijakan public adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya- sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah public atau pemerintah. Kebijakan public merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.

  Dengan demikian, kebijakan publik adalah suatu perumusan nilai-nilai kekuasaan secara strategis yang hanya dilakukan pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Dari penjelasan diatas jika dikaitkan dengan peranan kelompok masyarakat pengawas dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai maka, hanya pemerintahlah yang dapat mengintervensi kelopmpok masayarakat pengawas ini dengan membuat kebijakan yang mengatur system pengawasan yanga akan dilakukan oleh POKMASWAS it sendiri, dan kelompok masyarakat pengawas ini nantinya diperuntukan untuk pemberdayaan masyarakat pesisir dan pantai.

2.1.1 Tahapan Kebijakan Publik

  Proses pembuatan kebijakn publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public membagi proses-proses penyusunan kebijakan public ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik. Berikut tahapan kebijakan publik (Winarno, 2002: 28).

  Tahapan pertama , penyusunan agenda. Para pejabat yang dipilih dan diangkat

  menenpatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

  Tahapan kedua , formulasi kebijakan. Pada tahap ini masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.

  Masalah-masalah tadi didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahapan perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

  Tahapan ketiga , adopsi kebijakan. Dari sekian banyak alternatif kebijakan

  yang ditawarkan oleh para perumusan kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

  Tahapan keempat , implementasi kebijakan. Suatu program kebijakan hanya

  akan menjadi catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecah masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

  ii

  Tahapan terakhir , evaluasi kebijakan. Pada tahap ini kebjakan yang telah

  dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan public telah meraih dampak yang diinginkan.

2.2 Implementasi Kebijakan

  Penggunaan istilah implementasi pertama sekali digunakan oleh Harold Lawswell (Purwanto, 2012: 17). Sebagai ilmuan yang pertama sekali mengembangkan studi tentang kebijakan publik, laswell menggagas suatu pendekatan yang ia sebut sebagai pendekatan proses (policy process approach). Menurutnya, agar ilmuan memperoleh pemahaman yang baik tentang apa sesungguhnya kebijakan publik, maka kebijakan publik harus diurai menjadi beberapa bagian sebagai tahapan- tahapan, yaitu agenda-setting, formulasi, legitimasi, implementasi, evaluasi, reformulasi dan terminasi. Dari siklus tersebut terlihat secara jelas bahwa implementasi hanyalah bagian atau salah satu tahap dari proses besar bagaimana suatu kebijakan publik dirumuskan.

  Pengkajian mengenai implementasi kebijakan adalah krusial bagi pengkajian administrasi publik dan kebijakan public. Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebiajakan seperti halnya pasal- pasal sebuah undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat yang memepengaruhi beberapa aspek kehidupan. Jika kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses implementasi tidak tepat. Namun bahkan sebuah kebijakan yang brilliant sekalipun jika diimplementasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan para perancangnya (Tangkilisan, 2003 : 14).

  Implementasi dapat didefenisikan sebagai proses administrasi dari hukum yang di dalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dam teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Selain itu, implementasi juga diartikan sebagai outpers yang melihat apakah aktivitas dalam rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi sebelumnya atau bahkan mengalami penyimpangan-penyimpangan. Implementasi juga dikonseptualisasikan sebagai

  

outcomes , dimana terfokus pada akibat yang ditimbulkan dari adanya implementasi

  kebijakan, yaitu apakah implementasi suatu kebijakan mengurangi masalah atau bahkan menambah masalah baru dalam masyarakat (Kusumanegara, 2010 : 99).

  Implementasi kebijakan memerlukan perangkat yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan suatu program dengan kebijakan publik yang menjadi acuannya (Kusumanegara, 2010 : 108).

  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah pelaksanaan kebijakan public yang telah ditetapkan dengan melibatkan aktor, organisasi, prosedur, serta teknik yang dilakukan agar kebijakan public yang telah ditetapkan dapat memiliki dampak di masyarakat sebagai terwujud atau tidaknya tujuan kebijakan tersebut. Dalam hal ini, dapat di lihat bagaimana pelaksanaan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2001 tentang tata cara

  ii pelaksanaan sistem pengawasan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. Apakah POKMASWAS tersebut memiliki peranan yang cukup besar dalam pemebrdayaan masyarakat atau sebaliknya.

2.3 Partisipasi Masyarakat

  Pengembangan masyarakat harus selalu berupaya untuk memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat, serta untuk menciptakan kembali masa depan masyarakat dan individu. Dengan demikian, partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran. Semakin lengkap partisipasinya, semakin ideal kepemilikan dan proses masyarakat serta proses-proses inklusif yang akan diwujudkan (Ife, 2008:285)..

  Partisipasi, sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat, digunakan secara umum dan luas. Partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat karena, diantara banyak hal partisipasi terkait erat dengan gagasan HAM, kesejahteraan, dan kepemimpinan partisipatif.

  Partisipasi adalah suatu tujuan dalam dirinya sendri, artinya partisipasi mengaktifkan ide HAM, hak untuk berpartisipasi dalam demokrasi dan untuk memperkuat demokrasi deliberative. Sebagai suatu proses dalam pengembangan masyarakat, partisipasi berkaitan dengan HAM dengan cara lain. Jika HAM lebih sekedar pernyataan dalam deklarasi yaitu jika partisipasi berakibat membangun secara aktif kultur HAM sehingga menjamin berjalanya proses-proses dalam pengembangan masyarakat secara partisipatif adalah suatu kontribusi signifikan bagi pembangunan kultur HAM, suatu kebudayaan yang partisipasi warganegaranya meruapakan proses yang diharapkan dan normal dalam suatu upaya pembuatan keputusan. Dalam artian ini, partisipasi adalah alat dan juga tujuan, karena membentuk bagian dari dasar kultur yang membuka jalan bagi tercapainya HAM (Ife, 2008:295)..

  Paul (1987, disitir dalam kannan 2002) berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencakup kemampuan rakyat untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraanya. Gahi (1990, disitir dari kannan 2002) mengambil posisi keadilan social dan HAM yang tidak memaafkan dengan menampilkan partisipasi sebagai sebuah proses pemberdayaan yang dilakukan oleh kaum tersingkir karena adanya perbedaan kekuasaan diantara kelompok-kelompok dalam masyaraka (Ife, 2008:297).

  Partisipasi juga mengarahkan pada kepemimpinan yang partisipatif. Menurut R.Tannenbaum, dkk (1992 : 13-14) menjelaskan partisipasi dilihat dari kepemimpinan partisipatif yaitu dimana pengakuan yang diberikan berdasarkan fakta bahwa wewenang sesungguhnya mengalir dari bawah ke atas dan tidak eksklusif dari atas ke bawah. Orang-orangnya memiliki keterampilan dan kemampuan selain dari apa yang dapat mereka kerjakan dengan tangan. Mereka harus mengakui bahwa bawahannya mempunyai kemampuan untuk berfikir, menciptakan ide baru, memprakarsai prosedur baru serta cara-cara bekerja yang mutakhir. Selain itu tanggapan bersama dari pihak atasan maupun pengikutnya. Mereka harus membagi

  ii kepentingan dengan mengakui bahwa kepentingan mereka merupakan suatu usaha bersama.

  Dalam konteks yang sama, Miftah Thoha (1987 : 180-182) menganggap kepemimpinan partisipatif sebgai pemimpin seharusnya tidak melupakan bahwa di sekitarnya terdapat potensi-potensi yang hebat yang bisa dimanfaatkan untuk keberhasilan kepemimpinanya. Pemimpin yang baik akan mampu memanfaatkan potensi tersebut untuk kesejahteraan bersama. Usaha partisipasi yang dilakukan ialah meningkatkan kedewasaan atau kematangan staf ke taraf kedewasaan yang tinggi.

  Sehingga ketidakdewasaan staf bukannya selalu dijadikan alasan tidak adanya partisipasi dalam kepemimpinanya. Para staf, bawahan, atau pengikutnya diberi kebebasan oleh pimpinannya di dalam bekerja. Staf bisa mengembangkan policy yang garis-garis besarnya telah ditetapkan oleh atasanya, sehingga kreativitasnya berkembang semaksimal mungkin.

  Kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi adalah sebagai berikut (Ife, 2008:310): pertama, orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. Cara ini dapat secara efektif dicapai jika rakyat sendiri telah mampu menentukan isu atau aksi, dan telah menominasi kepentingannya, bukan berasal dari orang luar yang memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Salah satu kunci keberhasilan mengorganisasi masyarakat adlah pemilihan isu untuk diurus, dan hal yang sama juga berlaku dalam domain yang lebih luas dari pengembangan masyarakat. Hal ini menekankan pentingnya bagi seorang pekerja masyarakat untuk membuat definisi akan kebutuhan dan prioritas muncul dari masyarakat itu sendiri, bukan terperangkap dalam mencarinya sendiri serta memaksakanya kepada masyarakat.

  Kondisi kedua bagi partisipasi adalah bahwa orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan. Masyarakat mungkin telah menentukan pekerjaan sebagai prioritas utama, tetapi jika orang tidak percaya bahwa aksi masyarakat akan membuat perubahan terhadap prospek peluang kerja loka, akan keil insentif untuk berpartisipasi. Perlu buktikan bahwa masyarakat dapat memperoleh sesuatu yang akan membuat perbedaan dan bahwa hal tersebut akan menghasilkan perubahan yang berarti. Orang juga harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perbedaan pada tingkat individu. Seseorang mungkin percaya bahwa suatu isu penting, dan bahwa aksi masyarakat dapat menghasilkan sesuatu, tetapi mungkin ia percaya bahwa anggota masyarakat yang lain akan mampu mengerjakannya, dan ia tidak mempunyai sesuatu untuk dikontribusikan.

  Kondisi ketiga bagi partisipasi, yaitu bahwa berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.Terlalu sering partisipasi masyarakat dipandang sebagai keterlibatan dalam kepengurusan, pertemuan resmi, dan prosedur-prosedur tradisional lainnya (yaitu kulit putih, laki-laki, kelas mengah). Meskipun proses semacam itu bisa saja penting, banyak macam partisipasi masyarakat lain yang sama berharganya. Ada banyak peran yang seorang anggota masyarakat dapat dan sebenarnya harus berperan. Hal ini perlu dikenali dan dihargai, supaya berbagai variasi aktivitas mulai dari menjaga anak, pembukuan, melukis, menyediakan pelayanan kesehatan dasar, mencatat rapat-rapat, menciptakan music, berkebun dan bermain sepak bola semuanya dipandang sebagai bentuk penting dari partisipasi dan dihargai. Partisipasi masyarakat haruslah sesuatu buat semua orang, dan variasi keterampilan, bakat dan minat orang harus diperhitungkan.

  Kondisi keempat bagi partisipa adalah orang harus bisa berpartisipasi, dan didukung dalam partisipasinya.hal ini berarti bahwa isu-isu seperti transportasi, penyediaan penitipan anak, keamanan, waktu dan lokasi kegiatan serta lingkungan tempat kegiatan akan dilaksanakan sangatlah penting dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan proses-proses berbasiskan masyarakat. Kegagalan melakukan hal tersebut akan berakibat beberapa bagian dari masyarakat (biasanya perempuan dan etnis atau ras minoritas) tidak dapat berpartisipasi, meskipun mereka sangat ingin.

  Kondisi terakhir bagi partisipasi adalah bahwa struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. Prosedur-prosedur pertemuan tradisional, dan teknik pembuatan keputusan sering bersifat mengucilkan bagi banyak orang, khususnya bagi mereka yang tidak bisa „berfikir cepat‟, tidak ingin meginterupsi, kurang percaya diri atau tidak memiliki kemahiran berbicara. Prinsip yang paling penting dalam kaitannya dengan isu struktur dan proses adalah bahwa masyarakat itu sendiri yang harus mengontrol struktur dan proses, dan harus menentukan bentuk mana yang akan diadopsi. Gaya yang berbeda akan cocok untuk masyarakat yang berbeda, dan tidak ada satupun cara benar yang berlaku bagi semua. Gaya yang dipaksakan dari luar akan hampir pasti tidak berhasil, dan meskipun bermanfaat dan boleh-boleh saja bagi seorang pekerja masyarakat untuk membuat orang peduli akan kemungkinan cara alternatif dalam melakukan sesuatu, keputusan harus dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

  Salah satu bagian penting dalam mendorong dan mendukung partisipasi adalah menjamin bahwa keputusan-keputusan untuk berpartisipasi adalah, sejauh

  ii mungkin, merupakan keputusan yang mudah dan nyaman. Hal ini memerlukan pengajuan pertanyaan kepada diri sendiri mengenai seberapa mudah bagi orang untuk melakukan pertemuan, apakah waktunya berbenturan dengan komitmen lan seperti menjeput anak dari sekolah, apakah ada penitipan anak, apakah orang memilki sarana transportasi untuk mencapai tempat pertemuan dan sebagainya. Bagi sebagian orang, partisipasi mungkn merupakan hal yang baru dan aneh, sehingga kekhawatiran atau perasaan gelisah menjadi gangguan.Menemani orang ke pertemuan pertama dapat membantu mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan aman, karena perasaan keterasingan dilawan dengan kehadiran orang yang dikenal (Ife, 2008:315).

  Sedangkan suksesnya partisipasi langsung berhubungan dengan syarat-syarat tertentu. Kondisi semacam itu terjadi pada partisipasi yang ada dalam lingkungannya.

  Dengan begitu menurut R.Tannenbaum, dkk (1992 : 56-57) syarat-syarat partisipasi yaitu syarat pertama adalah diperlukan banyak waktu untuk berpartisipasi sebelum bertindak. Partisipasi tidak bakalan terjadi dalam keadaan mendaddak. Kedua, biaya partisipasi tidak boleh melebihi nilai-nilai ekonomi dan sebagainya. Ketiga, subjek partisipasi harus relevan dengan organisasi partisipasi sesuatu yang akan menarik perhatian partisipan atau akan dianggapnya sebagai pekerjaan yang sibuk. Keempat, partisipasi harus mempunyai kemampuan, kecerdasan dan pengetahuan untuk berpartisipasi secara efektif. Kelima, partisipasi harus mampu berkomunikasi untuk saling menukar gagasan. Keenam, tidak seorangpun (baik karyawan atau manajer) akan merasakan bahwa posisinya diancam dengan partisipasi. Ketujuh, partisipasi untuk memutuskan arah tindakan pada sebuah oeganisasi hanya dapat menempati lingkungan kebebasan kerja kelompok. Tingkat pembatasan sub unit diperlukan pada berbagai organisasi untuk mempertahankan stabilitas intern, sub unit tak dapat membuat keputusan yang melanggar kebijaksanaan perusahaan, agreemen penawaran kolektif atau rintangan serupa.

  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partisipasi adalah suatu proses dan konsep dasar dalam pengembangan masyarakat atau pengembangan perusahaan dengan melibatkan masyarakat atau bawahan yang mendapat dukungan baik dari pemimpinya.

2.4 Pemberdayaan Masyarakat

2.4.1 Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

  Dunham (Adi, 2003:217-218 dalam basri, 2007:84) mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai berbagai upaya yang teroganisir yang dilakukan guna meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat, terutama melalui usaha yang kooperatif dan mengembangkan kemandirian masyarakat pedesaan, tetapi hal tersebut dilakukan dengan bantuan teknis dari pemerintah ataupun lembaga-lembaga sukarela.

  Midgley (1995:15 dalam basri, 2007 : 84) menempatkan pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu strategi dalam pembangunan sosial oleh masyarakat.

  Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Midgley juga mendefenisikan pembangunan social sebagai suatu proses perubahan social terencana yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana

  ii pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika pembangunan ekonomi.

  Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik beberapa konsep pemberdayaan yaitu : Pertama, pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan terencana yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tertentu. Secara konseptual pengertian kesejahteraan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat.Tetapi dalam konteks praktis, program pemberdayaan masyarakat umumnya menyentuh aspek tertentu dari kesejahteraan masyarakat. Kedua, upaya peningkatan kesejahteraan tersebut dilakukan melalui partisipasi dan inisiatif masyarakat sendiri.

  

Ketiga , pemberdayaan masyarakat menekankan peningkatan kapasitas masyarakat

  agar mereka mampu mendefinisikan persoalan yang mereka hadapi dan mengatasinya, baik dengan menggunakan potensi yang dimiliki maupun bantuan dari luar. Dalam hal ini agen perubahan berperan memfasilitasi peningkatan kapasitas tersebut.Dan yang keempat, masyarakat yang menjadi sasaran bisa ditentukan berdasarkan geografis, yaitu masyarakat di lokasi tertentu, bisa juga berdasarkan profensinya atau gabungan keduanya (Basri, 2007 : 84-85).

  Semua pengembangan masyarakat seharusnya bertujuan membangun masyarakat. Pengembangan masyarakat melibatkan pengembangan modal social, memperkuat interaksi social dalam masyarakat, menyatukan mereka, dan membantu mereka untuk saling berkomunikasi dengan cara yang dapat mengarah pada dialog yang sejati, pemahaman dan aksi social. Hilangnya komunitas telah mengakibatkan perpecahan, isolasi dan individualisasi, dan penegmbangan masyarakat mencoba mebalik efek-efek ini.pengembangan masyarakat sangat diperlukan jika pembentukan struktur dan proses level masyarakat yang baik dan langgeng ingin dicapai (Putnam, 1993 dalam Ife, 2008:363).

  Pengembangan masyarakat sejatinya merupakan proses. Dalam mengevaluasi proyek pengembangan masyarakat, siapa pun harus melihat proses, dan dalam merencanakan dan menerapan program pengembangan masyarakat apa pun senantiasa merupakan proses., bukan hasil, yang harus diberikan pertimbangan mendalam. Orang-orang yang menekankan pada pernyataan hasil perlu menyadari bahwa untuk pengembangan masyarakat, proses yang baik merupakan hasil terpenting yang dapat dicapai. Proses yang baik aka mendorong masyarakat untuk menentukan tujuan mereka sendiri, dan tetap menguasai perjalanan selain tujuan akhir. Untuk alasan ini, pengembangan masyarakat tidak selalu duduk dengan mudah dalam dunia manajerialisme yang dikendalikan oleh hasil.Itulah mengapa pengembangan masyarakat sangat penting.Ia menunjukkan tantangan yang signifikan untuk cara berfikir dan bertindak yang sering menghindari perlibatan banyak orang, yang cenderung menerima filosofi tujuan yang menjustifikasi sarana dan yang mengarah pada ketidakberdayaan. Pengembangan masyarkat perlu mengupayakan pembentukan cara berfikir yang menghargai saling interaksi di antara masyarakat, menghargai kualitas pengalaman kolektif, dan memaksimalkan potensi mereka dan mencapai perikemanusiaan mereka secara utuh melalui pengalaman proses masyarakat (Ife, 2008:365).

  ii

  Dengan bebrapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang teroganisir dengan baik untuk meningkatkan dan mengembangkan taraf kehidupan masyarakat sehingga mencapai suatu kategori sejahtera.

2.4.2 Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

  Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses dan dalam proses tersebut ada beberapa tahap yang dilalui. Proses pemberdayaan masyarakat ini dilaksanakan dalam bentuk program. Berikut beberapa tahapan dalam program pemberdayaan masyarakat menurut Adi (2003:250-259 dalam Basri, 2007:87-89) yang dirangkum dari beberapa organisasi pelayanan dan merumuskannya dalam tujuh tahap. Menurut peneliti, tahapan tersebut telah mencerminkan keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat. Ketujuh tahap tersebut adalah:

  Pertama , tahap persiapan merupakan awal dari sebuah intervensi dalam

  pemberdayaan masyarakat. Ada dua kegiatan yang ilakukan dalam tahap persiapan ini, yaitu persiapan petugas lapangan dan persiapan lapangan. Persiapan petugas lapangan diarahkan untuk menyamarkan persepsi yang berkatan dengan pemberdayaan masyarakat, sedangkan penyiapan lapangan dilakukan melalui studi kelayakan terhadap daerah yang akan dimasuki, baik secara formal maupun informal. Jika hasil studi kelayakan kemungkinan dilakukannya pemberdayaan, maka langkah selanjutnya adalah pengurusan ijin dari pihak-pihak terkait. Kemudian petugas lapangan mulai melakukan kontak dan kontrak awal dengan kelompok sasaran. Di samping itu, petugas lapangan juga mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh informal agar hubungan dengan masyarakat terjalin dengan lancar.

  Kedua , tahap assessment yang dimana melakukan identifikasi masalah dan

  kebutuhan serat sumber daya yang dimiliki masyarakat dengan menggunakan teknik studi pustaka, nominal group process, teknik delpi, curah pendapat (brainstorming),

  

focus group discussion (diskusi kelompok terfokus). Teknik lainnya, analisis SWOT

  untuk melihat kekuatan (strength), kelemahan ( weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Proses ini dilakukan secara partisipatif, melibatkan masyarakat setempat, sehingga informasi yang diterima merupakan pandangan masyarakat sendiri. Community worker memfailitasi warga untuk menyusun prioritas dari permasalahan yang akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya, yaitu tahap perencanaan.

  Ketiga, tahap perencanaan alternative program. Pada tahap ini community

  worker memfasilitasi warga masyarakat untuk menyusun perencanaan dan menetapkan program kerja sebagai agenda yang akan dilaksanakan. Penyusunan rencana program disesuaikan dengan tujuan pemberdayaan yang dilakukan, yaitu perubahan yang mendasar. Karena itu, sedapat mungkin dihindari penyusunan program yang bersifat charity, karena masyarakat hanya ikut untuk mendapatakan bantuan, bukan melakukan perubahan.

  Keempat, tahap formulasi rencana aksi. Pada tahap ini, community worker

  memfasilitasi warga atau kelompok untuk menyusun proposal kegiatan yang akan diajukan kepada pihak penyandang dana. Perlu diperhatikan perumusan tujuan jangka pendek dan bagaimana mencapai tujuan tersebut.

  Kelima , tahap implementasi program. Pada tahap ini, program yang telah

  direncanakan bersama masyarakat dilaksanakan. Tahap ini dianggap paling penting, karena untuk melaksanakan program dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak guna mendukung proses pelaksanaannya. Untuk menjamin terlaksananya program secara efektif dan sesuai rencana mencapa tujuannya diperlukan adanya monitoring dan pengawasan yang teratur dan terus menerus. Dalam kegiatan pengawasan dan monitoring ini, masyarakat harus dilibatkan secara aktif untuk menilai dan mengontrol pelaksanaan program.

  , tahap evaluasi melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat

  Keenam

  keberhasilan program. Walaupun demikian evaluasi perlu dilakukan dimulai dari proses input, pelaksanaan, sampai output dan dampak yang ditimbulkan dari program. Hasil evaluasi ini dijadikan masukan untuk tahap selanjutnya. Misalnya, bila terbukti program tidak mencapai tujuannya, maka hasil evaluasi dijadikan masukan untuk merevisi program tersebut.

  Ketujuh, tahap terminasi. Tahap ini merupakan saat pemutusan hubungan

  antara community worker dengan komunitas sasaran program. Waktu terminasi ini tidak sepenuhnya diartikan sebagai pencapaian kemandirian masyarakat. Dalam banyak program, terminasi ini dilakukan karena jangka waktu proyeknya selesai atau karena dananya sudah habis.Terminasi juga tidak berarti kontak dengan community

  worker berhenti. Dalam program tertentu, kontak ini tetap dijalankan walaupun tidak rutin.

2.5 Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS)

2.5.1 Pengertian POKMASWAS

  Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan pelaksana pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh

  ii agama, tokoh adat, LSM, nelayan, petani ikan serta masyarakat maritim lainnya. POKMASWAS dibentuk atas inisiatif masyarakat yang difasilitasi oleh unsur pemerintah daerah, dan dikoordinir oleh seorang anggota masyarakat dalam POKMASWAS, yang berfungsi sekaligus sebagai mediator antara masyarakat dengan pemerintah/ petugas.

  Para nelayan yang menjadi ABK kapal-kapal penangkap ikan dan nelayan- nelayan kecil serta masyarakat maritim lainnya, dapat merupakan anggota kelompok masyarakat pengawas.Dan Kepengurusan POKMASWAS dipilih oleh masyarakat dan terdaftar sebagai anggota.

2.5.2 Pemberdayaan dan Peningkatan Kemampuan POKMASWAS

  Tradisi atau budaya setempat yang merupakan perilaku yang ramah lingkungan seperti Sasi, Awig-awig, Panglima Laut, Bajo dan lainnya merupakan budaya masyarakat yang perlu didorong kesertaannya dalam SISWASMAS.Dalam rangka melakukan apresiasi pengawasan maka perlu ditumbuhkembangkan POKMASWAS melalui sosialisasi ( sumber : keputusan menteri kelautan dan perikanan No. 58 Tahun 2001).

  Sesuai dengan kemampuan pemerintah POKMASWAS dapat diberikan bantuan sarana dan prasarana pengawasan secara selektif serta disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Pemerintah dan atau Pemerintah daerah wajib memfasilitasi pemberdayaan POKMASWAS melalui pembinaan, bimbingan dan pelatihan bagi peningkatan kemampuan POKMASWAS.

2.5.3 Jaringan Dan Mekanisme Operasional

  Masyarakat atau anggota POKMASWAS melaporkan informasi adanya dugaan pelanggaran dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan kepada aparat pengawas terdekat seperti : Koordinator PPNS, Kepala Pelabuhan Perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Satpol-AIRUD (atau Polisi terdekat), TNI-AL terdekat atau, Petugas Karantina di Pelabuhan, dan PPNS.

  Masyarakat pengawas juga dapat melaporkan adanya dugaan tindak pidana perikanan oleh Kapal Ikan Indonesia (KII) atau Kapal Ikan Asing (KIA) serta tindakan ilegal lain dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Petugas yang menerima laporan dari POKMASWAS melanjutkan informasi kepada PPNS dan/ atau TNI-AL dan/ atau Satpol-AIRUD dan/ atau Kapal Inspeksi Perikanan.Koordinator Pengawas Perikanan atau Kepala Pelabuhan Perikanan yang menerima data dan informasi dari nelayan atau masyarakat maritim anggota POKMASWAS, melanjutkan informasi ke petugas pengawas seperti TNI-AL dan Satpol-AIRUD atau Kapal Inspeksi Perikanan (sumber : keputusan menteri kelautan dan perikanan No. 58 Tahun 2001).

  Berdasarkan laporan tersebut PPNS, TNI-AL, Pol-AIRUD dan instansi terkait lainnya, melaksanakan tindakan (penghentian dan pemeriksaan) pengejaran dan penangkapan pada Kapal Ikan Indonesia (KII) dan Kapal Ikan Asing (KIA) atau para pelanggar lainnya sebagai tersangka pelanggaran tindak pidana perikanan dan sumberdaya kelautan lainnya, selanjutnya dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Dan pada waktu yang bersamaan PPNS, Pengawas Perikanan dan/ atau

  ii

  (Koordinator PPNS dan/ atau Kepala Pelabuhan Perikanan) meneruskan informasi yang sama kepada Dinas Kabupaten/Kota dan instansi terkait Propinsi dengan tembusan Direktur Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Dinas Perikanan kabupaten dan/ atau propinsi melakukan koordinasi dengan petugas pengawas (TNI-AL, POLRI, PPNS) termasuk Keamanan Pelabuhan Laut Pangkalan (KPLP) dalam melakukan operasi tindak lanjut atas pelanggaran yang dilakukan Kapal Ikan Indonesia (KII) dan Kapal Ikan Asing (KIA) maupun para pelanggar lainnya.

2.6 Definisi Konsep

  Konsep adalah abstraksi menegenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Untuk menentukan batasan yang lebih jelas, dalam rangka menyederhanakan pemikiran atas masalah yang diteliti (Singarimbun, 1989 :37), maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain: 1.

  Kebijakan publik adalah suatu perumusan nilai-nilai kekuasaan secara strategis yang hanya dilakukan pemerintah untuk kepentingan masyarakat.

  2. Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan kebijakan public yang telah ditetapkan dengan melibatkan aktor, organisasi, prosedur, serta teknik yang dilakukan agar kebijakan public yang telah ditetapkan dapat memiliki dampak di masyarakat sebagai terwujud atau tidaknya tujuan kebijakan tersebut.

  3. Partisipasi adalah suatu proses dan konsep dasar dalam pengembangan masyarakat atau pengembangan perusahaan dengan melibatkan masyarakat atau bawahan yang mendapat dukungan baik dari pemimpinya.

  4. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang teroganisir dengan baik untuk meningkatkan dan mengembangkan taraf kehidupan masyarakat sehingga mencapai suatu kategori sejahtera.

  ii

Dokumen yang terkait

Fungsi Pesta Luhutan Bolon Tugu Raja Silahisabungan dalam Mempertahankan Integrasi Sosial Pomparan Raja Silahisabungan (Studi Kasus pada Masyarakat Silalahi Nabolak, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi) SKRIPSI

0 0 11

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital - Implementasi dan Perbandingan Metode Alpha-Trimmed Mean Filter dan Adaptive Media Filter untuk Reduksi Noise pada Citra Digital

0 0 18

Implementasi Kriptografi Des pada File Gambar ke Dalam File Audio dengan Algoritma Steganografi LSB+1

0 1 20

Implementasi Kriptografi Des pada File Gambar ke Dalam File Audio dengan Algoritma Steganografi LSB+1

1 2 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Medan

0 0 41

Implementasi Kebijakan Peraturan Daerah Kota Medan No 5 Tahun 2012 Dalam Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Di Kota Medan

0 1 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN HARTA BERSAMA A. Pengertian Perceraian - Peran Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Medan)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peran Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Bersama Setelah Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Medan)

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Implementasi Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (Larasita) Pada Kantor Pertanahan Kota Binjai

0 0 43

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik 2.1.1 Pengertian Resin Akrilik - Kekuatan Impak Resin Akrilik Polimerisasi Panas setelah Penambahan Serat Kaca Potongan Kecil 1% dengan Metode Berbeda

0 1 9